Pengamatan Perubahan Morfologi Sel dengan SEM Noor 2001; Jeol, 1995

55 dalam sel dinyatakan dalam mg gr berat kering masa sel dan sebagai kontrol adalah suspensi bakteri yang tidak diperlakukan dengan ekstrak sirih.

4. Pengamatan Kerusakan Sel dengan mikroskop fluoresen Bunthof, 2002

Pengamatan kerusakan sel dilakukan terhadap E. coli Gram negatif dan B. cereus Gram positif. Bakteri-bakteri tersebut dipergunakan terlebih dahulu ditumbuhkan dalam media nutrien broth NB selama 24 jam kemudian suspensi bakteri umur 24 jam dikontakkan dengan ekstrak sirih pada dosis 1 dan 2 MIC dan diikubasikan dalam inkubator bergoyang 150 rpm selama 24 jam suhu 37 C. Suspensi bakteri sebanyak 10 ml disentrifus dengan kecepatan 3500 rpm selama 20 menit sehingga diperoleh endapan sel bakteri. Selanjutnya ke dalam endapan tersebut ditambahkan zat warna dengan jingga akridin 1 ml, didiamkan selama 2 menit kemudian dibilas dengan air steril sebanyak 2 kali. Selanjutnya air bilasan tersebut dibuang dan endapan sel bakteri tersebut yang siap untuk diamati dengan mikroskop fluoresen. Untuk pengamatan, sel bakteri tersebut dibuat preparat tipis diatas obyek gelas, dibiarkan kering lalu ditutup dengan gelas penutup dan selanjutnya diamati dengan mikroskop fluoresen. Pengamatan juga dilakukan terhadap sel bakteri tanpa pemberian ekstrak sirih.

5. Pengamatan Perubahan Morfologi Sel dengan SEM Noor 2001; Jeol, 1995

Suspensi bakteri uji umur 24 jam dikontakkan dengan ekstrak sirih pada dosis 1 dan 2 MIC selama 24 jam. Selanjutnya suspensi bakteri tersebut disentrifus dengan kecepatan 3500 rpm selama 20 menit, cairan dibuang untuk mendapatkan masa sel bakteri pelet, kemudian pelet dicuci dengan larutan buffer fosfat sebanyak 2 kali. Pelet tersebut kemudian difiksasi dengan larutan glutaraldehida 2.5 dalam 0.1 M bufer sodium kakodilat pH 7.2 dan dibiarkan selama 90 menit. Selanjutnya dicuci kembali dengan 0.05 M buffer kakodilat pH 7.2 , pencucian dilakukan sebanyak 2 kali dan pada masing-masing pencucian dibiarkan selama 20 menit. Tahap selanjutnya adalah difiksasi kembali dengan larutan osmium tetraoksida 1 dalam bufer kakodilat 0.05 pH 7.2 selama 1-2 menit, dicuci dengan air bebas 56 ion akuabides. Pencucian diulang sebanyak 3 kali dan dari masing-masing pencucian tersebut pelet dibiarkan selama 2 menit. Selanjutnya, pelet dikeringkan dengan menggunakan etanol dengan konsentrasi bertahap 25, 50, 75 dan 100 . Untuk masing-masing konsentrasi, perlakuan dengan etanol dibiarkan selama 10 menit dan diulang sebanyak 3 kali. Suspensi bakteri tersebut kemudian disaring dengan menggunakan membran filter 0.2µ m, ditempelkan pada stub aluminium dan dilapisi dengan emas. Pelapisan dengan emas dilakukan secara vakum 6-7 Pa selama 20 menit dan setelah dilapis emas maka preparat siap diamati dengan mikroskop elektron tipe Jeol JSM 5300 LV dengan pembesaran 20.000 kali. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh dosis MIC ekstrak sirih terhadap kebocoran asam nukleat dan protein sel Pemberian ekstrak sirih pada beberapa dosis MIC mengakibatkan terjadinya kebocoran sel yang diamati dengan adanya kebocoran metabolit seluler protein dan asam nukleat dari semua bakteri Gambar 5.1 dan Gambar 5.2. Ekstrak sirih menyebabkan kebocoran sel bakteri yang diamati dengan adanya peningkatan nilai absorbansi pada panjang gelombang 260 nm untuk asam nukleat Gambar 5.1 dan Lampiran 3 dan 280 nm untuk protein Gambar 5.2 dan Lampiran 3. Dari Gambar 5.1 dapat diketahui bahwa pemberian ekstrak sirih pada dosis 1 MIC, menyebabkan terjadi kebocoran sel yang menyebabkan terjadinya peningkatan absorbansi untuk asam nukleat dari semua bakteri uji. Untuk E. coli, pada dosis 1 MIC absorbansinya mengalami peningkatan dari 0.11 menjadi 0.17 dan pada dosis 2 MIC terjadi peningkatan absorbansi sekitar 2 kali yaitu menjadi 0.25. Terhadap S. Typhimurium, pemberian ekstrak sirih dosis 1 MIC menyebabkan terjadinya peningkatan nilai absorbansi dari 0.17-0.18 sedangkan pada dosis 2 MIC absorbansi mengalami peningkatan sekitar 2 kali. 57 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 A b s o rb a n s i 2 6 n m Kontrol 1 MIC 2 MIC E. coli S. aureus B. cereus S. Typhimurium P. aeruginosa L. monocytogenes Gambar 5.1. Pengaruh dosis MIC ekstrak sirih terhadap kebocoran asam nukleat dari sel E. coli; B. cereus; P.aeruginosa; S. aureus; S. Typhimurium dan L. monocytogenes Terhadap bakteri uji yang lainnya B. cereus, S. aureus dan P. aeruginosa pemberian ekstrak sirih dosis 1 MIC pada umumnya menyebabkan terjadinya peningkatan absorbansi sekitar 2 kali dari kontrol sedangkan dengan dosis 2 MIC terjadi kebocoran asam nukleat sekitar 3 kali. Pada L. monocytogenes, pemberian ekstrak sirih dosis 1 MIC menyebabkan terjadinya perubahan absorbansi sekitar 3 kali dan pada dosis 2 MIC, absorbansinya mengalami peningkatan sekitar 6 kali 0.07 – 0.46. Hal ini menunjukkan bahwa dari ke enam bakteri uji yang digunakan, L. monocytogenes merupakan bakteri yang paling peka terhadap ekstrak sirih. Peningkatan nilai absorbansi pada panjang gelombang 260 nm sejalan dengan peningkatan absorbansi untuk protein yaitu pada panjang gelombang 280 nm Gambar 5.2. Bila dibandingkan dengan peningkatan absorbansi untuk asam nukleat maka peningkatan absorbansi untuk protein 280 nm lebih tinggi. Pada panjang gelombang 280nm, perubahan paling tinggi terjadi pada B. cereus dan P. aeruginosa yaitu pada dosis 1 MIC absorbansi mengalami peningkatan dari 0.11 – 0.44 B. cereus dan dari 0.08-0.3 P. aeruginosa atau mengalami peningkatan sekitar 4 kali dan pada dosis 2 58 MIC, absorbansinya mengalami peningkatan 8 kali B. cereus dan 10 kali P. aeruginosa bila dibandingkan dengan kontrol. 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 A b s o rb a n s i 2 8 n m Kontrol 1 MIC 2 MIC E. coli S. aureus B. cereus S. Typhimurium P. aeruginosa L. monocytogenes Gambar 5. 2. Pengaruh dosis MIC ekstrak sirih terhadap kebocoran protein sel E. coli; B. cereus; P.aeruginosa; S. aureus; S. Typhimurium dan L. monocytogenes Peningkatan nilai absorbansi yang terjadi baik untuk asam nukleat atau protein sesuai dengan ketahanan dari masing-masing bakteri uji. Bila dihubungkan dengan nilai MIC nya ternyata untuk bakteri yang paling tahan E. coli dan yang paling sensitif yaitu B. cereus dan L. monocytogenes. Ternyata untuk sel yang paling tahan khususnya E. coli, pemberian ekstrak sirih pada dosis 1 MIC tidak menyebabkan terjadinya peningkatan absorbansi yang besar yaitu dari 0.11-0.17 untuk asam nukleat dan 0.18-0.27 untuk protein. Dari Gambar 5.1 dan Gambar 5.2 dapat diketahui bahwa semakin tinggi dosis MIC yang diberikan maka kebocoran metabolit seluler baik protein maupun asam nukleat semakin meningkat. Penelitian yang dilakukan oleh Parhusip et al 2006, menunjukkan hasil yang serupa dimana semakin tinggi dosis pemberian ekstrak etil asetat ataupun 59 ekstrak metanol andaliman terhadap S. Typhimurium, B. cereus dan S. aureus maka kebocoran yang terjadi juga semakin tinggi. Menurut Gauthier 2005, senyawa antimikroba akan menghambat sintesa dinding sel, merusak membran sel dan meningkatkan permeabilitas membran. Dan adanya kerusakan membran sel maka akan memudahkan asam-asam organik berpenetrasi ke membran sitoplasma. Karvakrol akan berpengaruh pada komponen membran seperti protein dan lemak. Pemberian karvakrol akan terakumulasi pada membran sitoplasma yang akan menyebabkan perubahan kestabilan membran yang akhirnya akan menyebabkan kebocoran ion. Grup hidroksil dari karvakrol berperanan pada membran dan hubungannya dengan aktivitas antimikroba. Dari hasil analisis kualitatif yang telah dilakukan pada penelitian sebelumnya diperoleh hasil bahwa didalam ekstrak sirih hijau terdapat komponen yang positif kuat yaitu fenolik. Senyawa fenolik pada konsentrasi rendah dapat menghambat pertumbuhan bakteri E. coli, Staphylococcus dan Streptococcus. Fenol dapat mendenaturasi protein dan meningkatkan permeabilitas membran Maillard, 2002. Selain hidroksikavikol dalam daun sirih juga terdapat asam-asam lemak seperti asam stearat dan palmitat serta ester hidroksi asam lemak stearat, palmitat dan miristat yang mempunyai aktivitas antimikroba Nalina dan Rahim., 2007. Penelitian dari Rhayour et al 2003, oregano dan cengkeh mengandung komponen fenolik seperti timol dan eugenol yang bersifat bakterisidal terhadap B. subtilis dan E. coli. Eugenol pada konsentrasi 100 sampai 500 g ml mampu menghambat pertumbuhan L. monocytogenes sedangkan pada konsentrasi 800 gml, eugenol dapat membunuh L. monocytogenes Filgueiras dan Dantas, 2006. Mekanisme penghambatan dari senyawa fenolik terhadap bakteri melalui beberapa tahap yaitu menempel dan berikatan pada permukaan sel target, dan melakukan penetrasi dengan cara difusi pasif atau berikatan pada gugus hidrofobik lapisan lipid, menghambat enzim yang terdapat pada membran sitoplasma dan selanjutnya akan merusak membran sitoplasma sehingga kemampuan membran sebagai pelindung menurun. Senyawa fenolik akan bereaksi komponen fosfolipid dari membran sel yang kemudian akan menyebabkan terjadinya perubahan permeabilitas membran dan akan mengakibatkan sel tersebut mengalami lisis Heipieper et al 1991. Menurut Davidson 60 dan Branen 1999, senyawa fenol akan bereaksi dengan membran sitoplasma dan dapat meningkatkan permeabilitas membran. Dan adanya kerusakan membran akan mengakibatkan keluarnya komponen-komponen intraseluler seperti asam-asam amino dan bahan-bahan lain yang terserap pada panjang gelombang 260 nm, seperti asam nukleat serta protein Maillard, 2002. Hasil penelitian dari Lin et al 2000, alil isotiosianat AITC dapat menyebabkan kerusakan membran dan terjadinya kebocoran metabolit seluler asam nukleat dan protein dari sel –sel bakteri Salmonella sp, E. coli O 157 H7 dan L. monocytogenes. Hasil yang sama diperoleh oleh Bennis et al 2004 dimana pemberian eugenol dapat menyebabkan terjadinya kebocoran metabolit seluler dari E. coli dan B. cereus. Hasil uji statistik Lampiran 4 dan Lampiran 5, menunjukkan bahwa pemberian ekstrak sirih pada dosis 1 dan 2 MIC memberikan perbedaan yang nyata terhadap peningkatan nilai absorbansi pada panjang gelombang 260 nm untuk asam nukleat maupun panjang gelombang 280 nm protein terhadap semua bakteri uji kecuali untuk S. aureus protein dan S. Typhimurium asam nukleat dan protein. Pemberian ekstrak sirih dosis 1 MIC tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap kebocoran protein S. aureus Lampiran 4.1 sedangkan pada dosis 2 MIC memberikan perbedaan yang nyata p 0.5. Untuk S. Typhimurium Lampiran 4.2 dan Lampiran 5.2, pemberian ekstrak sirih dosis 2 MIC berpengaruh nyata terhadap kebocoran asam nukleat maupun protein p 0.5. Hasil analisis statistik pengaruh dari pemberian ekstrak terhadap perubahan absorbansi pada pangjang gelombang 260 nm dan 280 nm untuk bakteri- bakteri uji dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Lampiran 5. Pengaruh dosis MIC ekstrak sirih terhadap kebocoran ion-ion logam. Pemberian ekstrak sirih pada konsentrasi MIC terhadap bakteri uji menyebabkan terjadinya kerusakan sel dan akibatnya kandungan ion-ion Ca 2+ , K + dan Mg 2+ dalam sel mengalami penurunan seperti terlihat pada Gambar 5.3 , Gambar 5.4 dan Gambar 5.5. Dari Gambar 5. 3 terlihat bahwa pemberian ekstrak sirih pada dosis 1 MIC dan 2 MIC akan menyebabkan terjadinya penurunan kandungan Ca 2+ pada semua bakteri uji. 61 Penurunan terendah terjadi pada bakteri yang tahan yaitu E. coli, S. Typhimurium dan S. aureus. Pada dosis 1 MIC, penurunan kandungan Ca 2+ untuk E. coli, S. Typhimurium dan S. aureus berturut-turut adalah sekitar 4 , 5.5 dan 6.5 . Untuk bakteri yang peka seperti P. aeruginosa, L. monocytogenes dan B. cereus pemberian ekstrak sirih dosis 1 MIC menyebabkan terjadinya penurunan kandungan Ca 2+ sekitar 12-13 dan pada dosis 2 MIC penurunan kandungan Ca ++ terjadi sekitar 17 sampai 27 . 2 4 6 8 10 12 E . c o li S . a ur eu s B . c e re u s S . T yp hi m ur iu m P . a er ug in o sa L. m o no cy to ge n es Jenis mikroba K a n d u n g a n C a m g g r Kontrol 1 MIC 2 MIC Gambar 5.3. Pengaruh dosis MIC ekstrak sirih terhadap kebocoran ion Ca 2+ pada E. coli; B. cereus; P.aeruginosa; S. aureus; S. Typhimurium dan L. monocytogenes Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dimana konsentrasi minimum ekstrak sirih hijau untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang tahan misalnya E. coli yaitu 1 vv maka penurunan kadar Ca 2+ yang terjadi juga lebih rendah bila dibandingkan dengan bakteri yang peka seperi P. aeruginosa, L. monocytogenes dan B. subtilis. Dengan uji statistik Duncan, diketahui bahwa pemberian ekstrak sirih pada dosis 1 MIC memberikan pengaruh yang nyata p 0.5 terhadap kandungan ion Ca 2+ semua bakteri uji. Pemberian ekstrak sirih pada dosis 2 MIC juga berpengaruh nyata terhadap perubahan kandungan Ca 2+ bakteri uji. Hasil analisis statistik pengaruh ekstrak sirih 62 1 2 3 4 5 6 7 8 E . c o li S . a ur eu s B . c e re u s S . T yp hi m ur iu m P . a er ug in o sa L. m o no cy to ge n es Jenis Mikroba K a n d u n g a n K m g g r Kontrol 1 MIC 2 MIC terhadap kandungan ion Ca 2+ bakteri dapat dilihat pada Lampiran 6; 6.1; 6.2; 6.3; 6.4 dan Lampiran 6.5. Pemberian ekstrak sirih juga menyebabkan terjadinya penurunan kandungan ion K + dari sel bakteri Gambar 5.4. Gambar 5. 4. Pengaruh dosis MIC ekstrak sirih terhadap kandungan ion K + pada E. coli; B. cereus; P.aeruginosa; S. aureus; S. Typhimurium dan L. monocytogenes Seperti halnya ion Ca 2+ , penurunan kandungan ion K + paling banyak juga terjadi pada sel bakteri yang peka terhadap perlakuan ekstrak sirih yaitu B. subtilis, P. aeruginosa dan L. monocytogenes. Kandungan K + pada bakteri yang peka dengan pemberian ekstrak sirih dosis 1 MIC mengalami penurunan sekisar 50 sampai 60 sedangkan dengan dosis 2 MIC, penurunan lebih besar sekitar 70 . Penurunan kandungan ion K + terhadap bakteri yang tahan dengan pemberian ekstrak sirih dosis 1 MIC berkisar antara 9 sampai 15 , sedangkan pada dosis 2 MIC kandungan K + menurun sekitar 16 sampai 30 . Hasil yang sama juga diperoleh oleh Oladunmoye et al 2006 dimana ekstrak etanol dari Cassia occidentalis akan menyebabkan ion K + yang keluar dari sel bakteri E. coli 1.90 ppm lebih rendah dari pada P. aeruginosa 13.30 ppm. 63 0,5 1 1,5 2 2,5 E . c ol i S . a ur eu s B . c er eu s S . T yp hi m ur iu m P . a er ug in os a L. m on oc yt og en es Jenis m ikroba K a n d u n g a n M g m g g r Kontrol 1 MIC 2 MIC Dengan uji statistik Duncan, pemberian ekstrak sirih pada dosis 1 dan 2 MIC berpengaruh nyata terhadap kandungan K + semua bakteri uji. Hasil analisis statistik pengaruh ekstrak sirih terhadap kandungan ion K + bakteri dapat dilihat pada Lampiran 7; 7.1; 7.2; 7.3; 7.4 dan Lampiran 7.5. Terhadap kandungan ion Mg, 2+ pemberian ekstrak sirih pada dosisi 1 MIC juga akan menyebabkan terjadinya penurunan kandungan ion Mg 2+ pada semua bakteri uji Gambar 5.5. Gambar 5.5. Pengaruh dosis MIC ekstrak sirih terhadap kandungan ion Mg 2+ pada E. coli; B. cereus; P.aeruginosa; S. aureus; S. Typhimurium dan L. monocytogenes Pada umumnya dengan pemberian ekstrak sirih pada dosis 1 MIC menyebabkan penurunan kandungan ion Mg 2+ dari P. eruginosa, L. monocytogenes dan B. cereus sekitar 30 sampai 60 dan 2 sampai 14 untuk E. coli, S. Typhimurium dan S. aureus. Dengan uji statistik Duncan, pemberian ekstrak sirih pada dosis 1 MIC berpengaruh nyata terhadap E. coli, P. aeruginos, B. cereus dan L. monocytogenes. 64 Dengan dosis 2 MIC pemberian ekstrak sirih berpengaruh nyata terhadap kandungan Mg 2+ pada semua bakteri uji. Hasil analisis statistik pengaruh pemberian ekstrak sirih terhadap kebocoran metabolit seluler ion Mg 2+ dapat dilihat pada Lampiran 8; 8.1; 8.2; 8.3; 8.4 dan Lampiran 8..5. Dari Gambar 5.3 , 5.4 dan Gambar 5.5 terlihat bahwa perlakuan pemberian ekstrak sirih pada semua bakteri uji akan menyebabkan berkurangnya kandungan ion-ion Ca 2+ , K + dan Mg 2+ . Semakin tinggi perlakuan dosis MIC dari ekstrak sirih terhadap bakteri uji maka penurunan kandungan ion Ca 2+ , K + dan Mg 2+ juga semakin tinggi pula. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lavlinesia 2004, yaitu semakin tinggi dosis ekstrak etil asetat biji atung yang dikontakkan terhadap bakteri S. aureus dan P. fluorescent maka semakin tinggi pula ion Ca 2+ dan K + yang dilepaskan. Semakin tingginya penurunan Ca 2+ , K + dan Mg 2+ dari semua bakteri uji ini diduga mungkin disebabkan karena adanya senyawa fenol yang terdapat dalam ekstrak sirih diantaranya eugenol, dan kavikol. Senyawa fenol akan bereaksi dengan komponen fosfolipid dari membran luar yang kemudian akan menyebabkan terjadinya perubahan permeabilitas membran dan akan mengakibatkan sel mengalami lisis Heipieper et al 1991. Menurut Bennis et al 2004; Filqueras dan Vanetti 2006 eugenol dapat menyebabkan kebocoran metabolit seluler dan keluarnya ion K dari bakteri E. coli, B. cereus dan L. monocytogenes. Untuk mempertahankan diri, pada umumnya membran sel mempunyai lapisan lipid. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Seok et al 1999, bakteri Lactobacillus sp pada kondisi lingkungan yang sangat asam akan menyebabkan komponen utama dari membran sel bakteri tersebut mengalami kerusakan dan akibatnya komponen- komponen intraseluler seperti Ca 2+ , Mg 2+ , K + dan lipid akan dikeluarkan. Terjadinya pengeluaran Mg 2+ dari sel Lactobacillus, plantarum pada kondisi asam mencirikan adanya kerusakan membran. Indikasi lain dari adanya kerusakan membran sitoplasma adalah terjadinya kebocoran ion K + dan peningkatan kandungan K + yang dilepaskan merupakan tanda kerusakan permeabilitas membran. Dari penelitian Cox et al 2001, komponen aktif dari teh akan menyebabkan kerusakan membran dan kebocoran ion K + dari bakteri E. coli AG 100 dan S. aureus NCTC 8325. Kation Ca 2+ dan Mg 2+ terdapat pada bagian fosfolipid membran sel sehingga dengan adanya kerusakan membran maka 65 ikatan kation tersebut akan rusak. Pada bakteri Gram positif, kation berfungsi untuk menghubungkan asam teikoat sehingga denga terlepasnya ikatan kation tersebut pada membran sel akan menyebabkan masuknya senyawa antibakteri ke dalam sel. Pada konsentrasi rendah, fenol akan bereaksi dengan dinding sel sedangkan pada konsentrasi yang lebih tinggi fenol akan merusak membran sitoplasma dan menyebabkan terjadinya denaturasi protein Murray et al 1998. Mg 2+ berfungsi sebagai penghubung fosfolipid dan grup karboksil membran Hurst et al 1974. Ca 2+ dan Mg 2+ berfungsi untuk menjaga kestabilan membran bakteri dan dengan adanya kebocoran ion-ion tersebut maka kestabilan membran akan terganggu yang selanjutnya dapat mengakibatkan kematian bakteri.. Pengamatan Morfologi Sel Bakteri Dengan SEM. Seperti yang terjadi pada kebocoran sel, makin tinggi dosis MIC ekstrak sirih yang digunakan maka morfologi sel bakteri uji juga semakin mengalami perubahan dibandingkan sel normal. Kerusakan morfologi sel bakteri uji yang diamati dengan SEM pembesaran 20.000 kali semakin jelas baik terhadap bakteri Gram positif Gambar 5.6; Gambar 5.7 dan Gambar 5.9 maupun bakteri Gram negatif Gambar 5.10; Gambar 5.11 dan Gambar 5.13.

1. Bakteri Gram positif