Antibacterial activity and mechanisms of inhibition of piper betle Linn extract (green variety) towards food pathogenic bacteria
(Piper betle Linn)
TERHADAP BAKTERI PATOGEN PANGAN
SULIANTARI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
(2)
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul :
AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN MEKANISME PENGHAMBATAN EKSTRAK SIRIH HIJAU (Piper betle Linn) TERHADAP BAKTERI PATOGEN PANGAN
Adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka.
Bogor, Agustus 2009
Suliantari 995076
(3)
Suliantari. Antibacterial Activity and Mechanisms of Inhibition of Piper betle Linn Extract (green variety) Towards Food Pathogenic Bacteria. Supervised by Betty Sri Laksmi Jenie, Maggy T Suhartono, and Anton Apriyantono.
The antibacterial effects of three kinds of Piper betle Linn extract were evaluated towards Escherichia coli and Staphylococcus aureus using well diffusion method. The plant extract, were prepared by solvent extraction of the dried Piper betle leaves using ethanol, ethyl acetate and water. The ethanol extract performed the best antibacterial effect expressed by the diameter of inhibition zone of 24 mm and 14 mm for S. aureus and E. coli respectively. The ethyl acetate extract was also active toward both pathogens with the diameter zone of 16 mm for S. aureus and 12.7 mm for E. coli. The water extract showed the lowest antibacterial activity with the diameter of inhibition zone of 11.5 mm and 10 mm for S. aureus and E. coli respectively.
The ethanol extract as the most active extract was studied further to determine the MIC ( minimum inhibitory concentration) using contact method for six species of bacteria. The MIC values ranged from 0.1 to 1 % (v/v) and MBC value ranged from 0.15 to 1.5 %. The most resistant Gram positive bacteria was S. aureus (0.5 %) and Gram negative bacteria was E. coli (1 %). The most sensitive bacteria were Bacillus cereus (0.1 %), Listeria monocytogenes (0.1 %) and Pseudomonas aeruginosa (0.09 % ).
Study of mechanisms of antibacterial activity of the Piper betle Linn extract were further toward the leakage of the cellular metabolites such as nucleic acid and protein were observed in all species by spectrophotometer analysis at 260 and 280 nm respectively. Analysis with AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer) also showed higher decrease of cellular metabolite ions such as Ca2+ , K+ and Mg2+ in sensitive bacteria (B. cereus, L. monocytogenes and P. aeruginosa) than the resistant bacteria ( E.
coli, S. aureus and S. Typhimurium).
The ethanol extract also caused damage to the bacterial cells (B. cereus and E. coli) observed under fluorescent microscope. The colour of the cells after addition of acridine orange were orange – red indicating of cells damage, since normal cell usually appear green. Observation under SEM (scanning electrone microscope ) to the six species
(4)
Studies on bioactive components consisted in ethanol extract conducted by GC-MS resulted in several components including chavichol, eugenol , trans- - caryophyllene, amorphene ( xylene ( ) and phytol. Fractionation of ethanol extract using the mixture of several solvents i.e. chloroform, ethanol and acetic acid (4:1:1) obtained 17 fractions. All fractions showed antibacterial activities but only 4 fractions (number 1, 2, 3 and 4) showed inhibition towards the six tested bacteria, with zone diameters ranging from 10 mm to 27 mm. The four fractions were most effective towards S. Typhimurium. Identification of the two fractions with highest activity were conducted by GC-MS and the component such as chavicol; dodecanoic acid, myristic, palmitic and oleic acid were found in all fractions.
(5)
SULIANTARI. Aktivitas Antibakteri Dan Mekanisme Penghambatan Ekstrak Sirih Hijau (Piper betle Linn ) Terhadap Bakteri Patogen Pangan. Dibimbing oleh BETTY SRI LAKSMI JENIE, MAGGY T. SUHARTONO dan ANTON APRIYANTONO
Berdasarkan pertimbangan kesehatan, konsumen cenderung menghendaki penggunaan bahan-bahan alami makanan seperti penggunaan bahan pengawet, pewarna, flavor dan aditif lainnya. Pemanfaatan sirih (Piper betle Linn) dalam pengobatan tradisional disebabkan adanya sejumlah zat kimia atau bahan alami yang mempunyai aktivitas sebagai senyawa antimikroba. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas dan mekanisme penghambatan dari ekstrak sirih hijau serta fraksi ekstrak yang berpotensi sebagai bahan antibakteri terhadap beberapa bakteri patogen pangan sehingga pemanfaatannya sebagai bahan antibakteri atau bahan pengawet dapat lebih dioptimalkan.
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu: (1) pemilihan jenis pelarut (air, etanol dan etil asetat) untuk mendapatkan ekstrak dengan aktivitas antibakteri terbaik, (2) menentukan minimum concentration inhibitor (MIC) dan minimum concentration
bactericidal (MBC); (3) efektivitas dari fraksi-fraksi sirih hijau dalam menghambat
pertumbuhan beberapa bakteri patogen pangan, identifikasi komponen-komponen aktif dari ekstrak dan 2 fraksi ekstrak sirih hijau yang mempunyai aktivitas antibakteri terbaik, (4) mekanisme penghambatan ekstrak sirih terhadap bakteri-bakteri uji.
Pada penelitian pemilihan jenis pelarut, pelarut etanol mempunyai aktivitas antibakteri terbaik terhadap bakteri S. aureus dan E. coli dibandingkan dengan pelarut etil asetat ataupun air. Pelarut etanol mampu menghambat pertumbuhan S. aureus dengan diameter penghambatan 24 mm dan 14 mm untuk E. coli. Konsentrasi minimum penghambatan ( Minimum inhibitory concentration atau MIC) ekstrak etanol sirih hijau untuk enam jenis bakteri uji bervariasi antara 0.1 sampai 1 % (v/v). MIC S.
aureus (0.5%) dan 1 % untuk E. coli (1%) sedangkan nilai MIC B. cereus dan L. monocytogenes adalah 0.1 % serta 0.09 % untuk P. aeruginosa. MBC S. aureus 1 %;
dan 1.5 % untuk E. coli sedangkan MBC untuk S. Typhimurium (1.2 %); 0,15 % untuk
(6)
Pada penelitian mekanisme penghambatan ternyata ekstrak etanol sirih hijau dapat menyebabkan terjadinya kerusakan membran dan kebocoran metabolit seluler (asam nukleat dan protein) dan ion-ion logam seperti Ca2+ , K+ dan Mg2+ pada ke enam sel bakteri uji. Pengamatan dengan spektrofotometer menunjukkan adanya peningkatan absorbansi baik pada panjang gelombang 260 maupun 280 nm. Kandungan ion-ion logam dari bakteri uji dengan menggunakan alat AAS (atomic absorption
spectrophotometer) menunjukkan adanya penurunan kandungan Ca2+ , K+ dan Mg2+ dari sel bakteri uji. Penurunan kandungan ion-ion logam pada bakteri yang peka (B.
cereus, L. monocytogenes dan P. aeruginosa ) lebih tinggi dari pada bakteri yang tahan
yaitu E. coli, S. aureus dan S. Typhimurium. Ekstrak etanol sirih hijau menyebabkan terjadinya kerusakan sel pada bakteri Gram positif (B. cereus) dan bakteri Gram negatif (E. coli). Pada sel yang rusak dengan pewarna akridin jingga tampak berwarna jingga-merah, sedangkan sel normal berwarna hijau. Ekstrak etanol juga menyebabkan terjadinya perubahan morfologi dari bakteri-bakteri uji. Pengamatan terhadap kerusakan dan perubahan morfologi dari ke enam bakteri uji. yaitu menyebabkan terjadinya perubahan ukuran dan bentuk sel, permukaan sel menjadi menjadi kasar, mengkerut atau membengkak dan terbentuk lubang.
Dengan menggunakan GC-MS, ekstrak etanol sirih hijau mengandung beberapa komponen yang diduga mempunyai aktivitas sebagai bahan antimikroba diantaranya kavikol; eugenol; trans kariofilen ; amorfen; silen; palmitat dan fitol. Fraksinasi ekstrak etanol sirih hijau dengan kolom kromatografi menghasilkan 17 fraksi yang secara umum memiliki aktivitas antibakteri. Fraksi 1, 2, 3 dan 4 dapat menghambat pertumbuhan ke enam jenis bakteri uji dengan diameter penghambatan antara 10 sampai 27 mm. Dari ke enam bakteri uji yang digunakan, bakteri yang paling efektif dihambat oleh fraksi- fraksi sirih hijau adalah S. Typhimurium. Hasil identifikasi komponen yang terdapat dalam fraksi 3 dan 4 dengan menggunakan GC-MS, selain kavikol ditemukan senyawa lain seperti asam palmitat,miristat; dodekanoat dan oleat.
(7)
@Hak Cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan akarya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah, dan pengujian tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengummkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
(8)
TERHADAP BAKTERI PATOGEN PANGAN
SULIANTARI
IPN. 995076
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
(9)
Penguji Luar Komisi
Ujian Tertutup : Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MS Ujian Terbuka : 1. Dr. drh. Idwan Sudirman MSc 2. Dr. Andria Agusta
(10)
Patogen Pangan NAMA : Suliantari NRP : 995076
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, MS Ketua
Dr. Ir. Anton Apriyantono MS Prof. Dr. Ir. Maggy T. Suhartono. Anggota Anggota
Diketahui,
Ketua Program Dekan Sekolah Pascasarjana Studi Ilmu Pangan
(11)
Pujisyukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi ini dengan baik. Disertasi ini merupakan salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar doktor pada Program Studi Ilmu Pangan (IPN) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada :
1. Komisi Pembimbing, yaitu : Prof Dr. Ir. Betty S.L. Jenis, MS sebagai ketua; Prof Dr. Ir. Maggy T. Suhartono dan Dr. Ir. Anton Apriyantono, MS sebagai anggota atas segala arahan, bimbingan dan perhatiannya yang telah diberikan mulai dari perencanaan, pelaksanaan penelitian sampai penulisan disertasi yang telah memperkaya pengetahuan penulis khususnya di bidang pangan.
2. Penguji luar komisi pada ujian tertutup: Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MS; ujian terbuka: Dr. Drh. Idwan Sudirman dan Dr. Andria Agusta atas segala arahan dan kesediaannya menjadi dosen penguji luar komisi
3. Pimpinan IPB, terutama kepada pimpinan Sekolah Pascasarjana dan Ketua Program Studi Ilmu Pangan atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menempuh pendidikan program doktor
4. Dekan Fakultas Teknologi Pertanian (FATETA) IPB atas ijin dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menempuh pendidikan program doktor 5. Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (ITP) Fateta – IPB dan Direktur
Que projek 99 atas ijin, kesempatan dan beasiswa yang diberikan kepada penulis untuk menempuh pendidikan program doktor
6. Direktur Seafast Center IPB; NAMRU ( Naval Medicine Research Unit); FKH –IPB ; Departemen Mineralogi Fakultas Pascasarjana UI; UPI Bandung atas bantuan fasilitas yang diberikan selama pelaksanaan penelitian
7. Rekan-rekan di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fateta-IPB dan Seafast Center-IPB atas segala dukungan dan bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini dengan baik
(12)
9. Suami penulis Agus Cahyono Triatmojo atas segala bantuan, dukungan dan kesabarannya selama penulis menyelesaikan studi
10. Kakak-kakak, adik-adik dan keponakan serta keluarga besar di Yogyakarta dan Wonogiri atas segala bantuan dan dukungannya
11. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penulisan disertasi ini.
Semoga bantuan, dukungan dan perhatian yang telah diberikan mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Akhir kata semoga disertasi ini bermanfaat bagi yang memerlukannya.
Bogor, Agustus 2009
(13)
Halaman
DAFTAR ISI i
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR TABEL vi
I PENDAHULUAN 1
LATAR BELAKANG 1
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 2
HIPOTESIS 3
II TINJAUAN PUSTAKA
A. TANAMAN SIRIH (Piper betle Linn) 4
B. KOMPOSISI KIMIA SIRIH 6
C. ANTIMIKROBA DAN KOMPONEN
BIOAKTIF SIRIH
7
D. EKSTRAKSI KOMPONEN BIOAKTIF 10
E. MEKANISME PENGHAMBATAN 12
F. BAKTERI PATOGEN PANGAN 17
G. DAFTAR PUSTAKA 22
III METODOLOGI UMUM
Tempat dan waktu Bahan dan alat
Metodologi Penelitian Daftar Pustaka
28 28 29 36
IV AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK SIRIH HIJAU (Piper betle Linn) TERHADAP BAKTERI PATOGEN PANGAN
ABSTRAK 38
PENDAHULUAN 38
(14)
BAHAN DAN METODE 39
HASIL DAN PEMBAHASAN 41
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
47 48
V PENGARUH EKSTRAK SIRIH HIJAU (Piper betle Linn) TERHADAP KEBOCORAN METABOLIT SELULER DAN MORFOLOGI BAKTERI PATOGEN PANGAN
ABSTRAK 51
PENDAHULUAN 51
BAHAN DAN METODE 53
HASIL DAN PEMBAHASAN 56
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
72 72
VI AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI-FRAKSI EKSTRAK SIRIH HIJAU (Piper betle Linn) TERHADAP BAKTERI PATOGEN PANGAN
ABSTRAK
76
PENDAHULUAN 76
BAHAN DAN METODE 77
HASIL DAN PEMBAHASAN 79
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
86 87
VII PEMBAHASAN UMUM 89
VIII SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN SARAN
96 96 97
(15)
Halaman
Tabel 2.1. Kandungan kimia dari beberapa jenis tanaman 8 Tabel 2.2. Jenis-jenis pelarut untuk ekstraksi komponen aktif 11 Tabel 4.1. Hasil analisis komponen aktif ekstrak etanol sirih 46 Tabel 6.1. Kemampuan fraksi-fraksi sirih dalam menghambat
pertumbuhan bakteri uji
80
Tabel 6.2. Waktu retensi dan identifikasi komponen penyusun ekstrak sirih
83
Tabel 6.3. Waktu retensi dan identifikasi komponen penyusun fraksi 3
83
Tabel 6.4. Waktu retensi dan identifikasi komponen penyusun fraksi
83
Tabel 6.5. Komponen-komponen penyusun ekstrak sirih yang diperoleh dari peneliti terdahulu
(16)
Halaman
Gambar 2.1. Daun sirih hijau dan daun sirih kuning 5
Gambar 2.2. Struktur dinding sel bakteri Gram positif
dan Gram negatif.
13
Gambar 2.3. Mekanisme bahan antimikroba terhadap bakteri Gram negatif dan Gram positif
14
Gambar 3.1. Diagram alir tahapan penelitian 32
Gambar 4.1. Pengaruh jenis pelarut terhadap aktivitas penghambatan pertumbuhan E. coli dan S. aureus
42
Gambar 4.2. Pengaruh jenis pelarut air dan etanol (a); etanol dan etil asetat (b) terhadap kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri E. coli
43
Gambar 4.3. Konsentrasi minimum penghambatan (MIC) ekstrak sirih hijau terhadap bakteri uji
44
Gambar 5.1. Pengaruh dosis MIC ekstrak sirih terhadap kebocoran asam nukleat dari bakteri E. coli;
B. cereus; P. aeruginosa; S.aureus; S. Typhimurium
dan L. monocytogenes
57
Gambar 5.2. Pengaruh dosis MIC ekstrak sirih terhadap kebocoran protein dari bakteri E. coli; B. cereus;
P. aeruginosa; S.aureus; S. Typhimurium dan
L. monocytogenes
58
Gambar 5.3. Pengaruh dosis MIC ekstrak sirih terhadap kandungan ion Ca 2+ dari bakteri E. coli;
B. cereus; P. aeruginosa; S.aureus; S. Typhimurium dan L. monocytogenes
(17)
Gambar 5.4. Pengaruh dosis MIC ekstrak sirih terhadap kandungan ion K + dari bakteri E. coli;
B. cereus; P. aeruginosa; S.aureus; S. Typhimurium dan L. monocytogenes
62
Gambar 5.5. Pengaruh dosis MIC ekstrak sirih terhadap Kandungan ion Mg2+ dari bakteri E. coli;
B. cereus; P. aeruginosa; S.aureus; S. Typhimurium dan L. monocytogenes
63
Gambar 5.6. Morfologi normal sel S. aureus (a);
sel S. aureus dengan perlakuan ekstrak sirih 1 MIC (b); sel S. aureus dengan perlakuan ekstrak sirih 2 MIC (c).(Pembesaran 20.000 x)
66
Gambar 5.7. Morfologi normal sel B. cereus (a);
sel B. cereus dengan perlakuan ekstrak sirih 1 MIC (b); sel B. cereus dengan perlakuan ekstrak sirih 2 MIC (c). (Pembesaran 20.000 x)
67
Gambar 5.8. Gambar sel B. cereus yang normal berwarna hijau (a); sel rusak berwarna
hijau-jingga dosis 1 MIC (b); sel rusak berwarna jingga-merah dosis 2 MIC (c).
68
Gambar 5.9. Morfologi normal sel L. monocytogenes (a); sel L. monocytogenes dengan perlakuan
ekstrak sirih 1 MIC (b); sel L. monocytogenes
dengan perlakuan ekstrak sirih2 MIC (c).
(Pembesaran 20.000 x)
69
Gambar 5.10. Morfologi normal sel S. Typhimurium (a); sel S. Typhimurium dengan perlakuan ekstrak sirih 1 MIC (b);
sel S. Typhimurium dengan perlakuan ekstrak sirih 2 MIC (c). (Pembesaran 20.000 x)
70
Gambar 5.11. Morfologi normal sel E. coli (a);
sel E. coli dengan perlakuan ekstrak sirih 1 MIC (b); sel E. coli dengan perlakuan ekstrak sirih 2 MIC (c).(Pembesaran 20.000 x)
(18)
Gambar 5.12. Gambar sel E. coli yang normal berwarna hijau (a); sel rusak berwarna hijau-jingga dosis 1 MIC (b); sel rusak berwarna jingga-merah dosis 2 MIC (c).
71
Gambar 5.13. Morfologi normal sel P. aeruginosa (a); sel P. aeruginosa. dengan perlakuan
ekstrak sirih 1 MIC (b); sel P. aeruginosa dengan perlakuan ekstrak sirih 2 MIC (c). (Pembesaran 20.000 x)
71
Gambar 6.1. Kemampuan fraksi sirih menghambat pertumbuhan S. aureus .
(19)
Halaman
Lampiran 1. Analisis Statistik diameter penghambatan E. coli dengan ekstrak air , etanol
dan etil asetat
99
Lampiran 1.1 Analisis Statistik diameter penghambatan S. aureus dengan ekstrak air , etanol dan etil asetat
99
Lampiran 2. Rekapitulasi data konsentrasi minimal penghambatan (MIC) dan MBC bakteri
S. aureus dengan metode kontak
100
Lampiran 2.1. Rekapitulasi data konsentrasi minimal penghambatan (MIC) dan MBC bakteri
E. coli dengan metode kontak
100
Lampiran 2.2 Rekapitulasi data konsentrasi minimal penghambatan (MIC) dan MBC bakteri
B. cereus dengan metode kontak
101
Lampiran 2.3 Rekapitulasi data konsentrasi minimal penghambatan (MIC) dan MBC bakteri S. Typhimurium dengan metode kontak
101
Lampiran 2.4 Rekapitulasi data konsentrasi minimal penghambatan (MIC) dan MBC bakteri
L. monocytogenes dengan metode kontak
102
Lampiran 2.5 Rekapitulasi data konsentrasi minimal penghambatan (MIC) dan MBC bakteri
P. aeruginosa dengan metode kontak
102
Lampiran 3. Data pengaruh pemberian ekstrak etanol sirih (kontrol, 1 MIC, 2 MIC ) terhadap pembacaan absorbansi pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm
103
Lampiran 4. Analisis statistik pengaruh pemberian ekstrak sirih terhadap perubahan absorbansi pada panjang gelombang 260 nm untuk
L. monocytogenes
(20)
Lampiran 4.2. Analisis statistik pengaruh pemberian ekstrak sirih terhadap perubahan absorbansi pada
panjang gelombang 260 nm untuk S. Typhimurium
105
Lampiran 4.3. Analisis statistik pengaruh pemberian ekstrak sirih terhadap perubahan absorbansi
pada panjang gelombang 260 nm untuk B. cereus
105
Lampiran 4.4. Analisis statistik pengaruh pemberian ekstrak sirih terhadap perubahan absorbansi
pada panjang gelombang 260 nm untuk P.aeruginosa
106
Lampiran 4.5 Analisis statistik pengaruh pemberian ekstrak sirih terhadap perubahan absorbansi
pada panjang gelombang 260 nm untuk E. coli
106
Lampiran 5. Analisis statistik pengaruh pemberian ekstrak sirih terhadap perubahan absorbansi pada panjang gelombang 280 nm untuk L. monocytogenes
107
Lampiran 5.1. Analisis statistik pengaruh pemberian ekstrak sirih terhadap perubahan absorbansi pada panjang gelombang 280 nm
untuk S. aureus
107
Lampiran 5.2 Analisis statistik pengaruh pemberian
ekstrak sirih terhadap perubahan absorbansi pada panjang gelombang 280 nm
untuk S. Typhimurium
108
Lampiran 5.3 Analisis statistik pengaruh pemberian ekstrak sirih terhadap perubahan absorbansi pada panjang gelombang 280 nm untuk
B. cereus
(21)
Lampiran 5.4 Analisis statistik pengaruh pemberian ekstrak sirih terhadap perubahan absorbansi pada panjang gelombang 280 nm
untuk P.aeruginosa
109
Lampiran 5.5 Analisis statistik pengaruh pemberian
ekstrak sirih terhadap perubahan absorbansi pada panjang gelombang 280 nm
untuk E. coli
109
Lampiran 6. Analisis statistik pengaruh pemberian ekstrak sirih terhadap kandungan ion Ca2+ E. coli
110
Lampiran 6.1 Analisis statistik pengaruh pemberian ekstrak sirih terhadap kandungan ion Ca2+ S. aureus
110
Lampiran 6.2 Analisis statistik pengaruh pemberian ekstrak sirih terhadap kandungan ion Ca2+ P. aeruginosa
111
Lampiran 6.3 Analisis statistik pengaruh pemberian ekstrak sirih terhadap kandungan ion Ca2+ S. Typhimurium
111
Lampiran 6.4 Analisis statistik pengaruh pemberian ekstrak sirih terhadap kandungan ion Ca2+ B. cereus
112
Lampiran 6.5 Analisis statistik pengaruh pemberian ekstrak sirih terhadap kandungan ion Ca2+ L. monocytogenes
112
Lampiran 7. Analisis statistik pengaruh pemberian ekstrak sirih terhadap kandungan ion K+ E. coli
113
Lampiran 7.1 Analisis statistik pengaruh pemberian ekstrak sirih terhadap kandungan ion K+ S. aureus
(22)
Lampiran 7.2 Analisis statistik pengaruh pemberian ekstrak sirih terhadap kandungan ion K+ P. aeruginosa
114
Lampiran 7.3 Analisis statistik pengaruh pemberian ekstrak sirih terhadap kandungan ion K+ S. Typhimurium
114
Lampiran 7.4 Analisis statistik pengaruh pemberian ekstrak sirih terhadap kandungan ion K+ B. cereus
115
Lampiran 7.5 Analisis statistik pengaruh pemberian ekstrak sirih terhadap kandungan ion K+ L. monocytogenes
115
Lampiran 8. Analisis statistik pengaruh pemberian ekstrak sirih terhadap kandungan ion Mg2+ E. coli
116
Lampiran 8.1 Analisis statistik pengaruh pemberian ekstrak sirih terhadap kandungan ion Mg2+ S. aureus
116
Lampiran 8.2 Analisis statistik pengaruh pemberian ekstrak sirih terhadap kandungan ion Mg2+ P. aeruginosa
117
Lampiran 8.3 Analisis statistik pengaruh pemberian ekstrak sirih terhadap kandungan ion Mg2+ S. Typhimurium
117
Lampiran 8.4 Analisis statistik pengaruh pemberian ekstrak sirih terhadap kandungan ion Mg2+ B. cereus
118
Lampiran 8.5 Analisis statistik pengaruh pemberian ekstrak sirih terhadap kandungan ion Mg2+ L. monocytogenes
118
Lampiran 9. Analisis statistik pengaruh fraksi 1,2,3 dan fraksi 4 Terhadap pertumbuhan E. coli
119 Lampiran 9.1 Analisis statistik pengaruh fraksi 1,2,3 dan
fraksi 4 Terhadap pertumbuhan S. Typhimurium
119 Lampiran 9.2 Analisis statistik pengaruh fraksi 1,2,3 dan
fraksi 4 Terhadap pertumbuhan S. aureus
(23)
Lampiran 9.3 Analisis statistik pengaruh fraksi 1,2,3 dan fraksi 4 Terhadap pertumbuhan L. monocytogenes
120 Lampiran 9.4 Analisis statistik pengaruh fraksi 1,2,3
dan fraksi 4 Terhadap pertumbuhan
B. cereus
121
Lampiran 9.5 Analisis statistik pengaruh fraksi 1,2,3 dan fraksi 4 Terhadap pertumbuhan
P. aeruginosa
(24)
Latar Belakang
Kasus infeksi dan intoksikasi pangan merupakan kasus keracunan pangan yang banyak terjadi didunia yang disebabkan oleh bakteri patogen. Terdapatnya bakteri patogen penyebab keracunan pangan tersebut terjadi karena adanya kontaminasi silang, kesalahan pada saat penanganan atau penerapan suhu penyimpanan. Pada tahun 2006, dari 108 kasus yang terjadi sebanyak 5792 orang sakit dan yang meninggal 24 orang dan pada tahun 2007 mengalami peningkatan yaitu dari 162 kasus, 7170 sakit dan yang meninggal 50 orang (Anonim, 2007). Beberapa bakteri yang menyebabkan keracunan adalah Staphylococcus aureus, Salmonella sp dan E. coli. Bakteri lain yang diduga menyebabkan kebusukan pangan adalah Pseudomonas aeruginosa dan Bacillus subtilis. Adanya bakteri pembusuk tersebut akan menyebabkan kualitas makanan menurun dan tidak dapat dikonsumsi. Pencegahan kontaminasi pangan oleh bakteri patogen dan pembusuk dapat dilakukan dengan menggunakan bahan pengawet kimia dan yang lebih disukai oleh konsumen adalah bahan pengawet alami.
Dengan pertimbangan kesehatan, konsumen cenderung menghendaki penggunaan bahan-bahan alami pada makanan sebagai bahan pengawet, pewarna, pemberi flavor dan aditif lainnya. Penggunaan ekstrak tumbuh-tumbuhan untuk pengobatan alternatif sudah dikenal oleh nenek moyang sejak dahulu kala dan mulai marak kembali penggunaannya pada tahun 1990. Secara tradisional, banyak bahan-bahan alami yang sudah lama dimanfaatkan sebagai penyedap, penambah aroma, pengawet serta jamu yaitu ekstrak dari tumbuh- tumbuhan atau rempah-rempah seperti bawang putih, jahe, kunyit, salam, lengkuas, lada atau kayu manis dan sirih.
Penelitian pemanfaatan bahan-bahan alami dari tumbuh-tumbuhan sebagai bahan antimikroba telah banyak dilakukan diantaranya penelitian pemanfaatan ekstrak sirih sebagai bahan antimikroba yang dilakukan oleh Yang dan Chou (1997); Shitut et al.( 1999), Chou dan Yu (1984) dan Nalina dan Rahim (2006). Di Indonesia, penelitian aktivitas antimikroba dari komponen aktif tanaman sirih sudah banyak dilakukan, diantaranya oleh Widarto (1990), Harapini et al. (1996), Sukarminah (1997) dan Jenie et
(25)
mempunyai aktiivitas antioksidan dan dapat memperpanjang masa simpan dari daging ayam atau daging sapi giling yang disimpan pada suhu refrigerator (Arka, 1994; Astuty, 1997 dan Sugiastuti, 2002). Penelitian komponen aktif dari beberapa tanaman lainnya diantaranya adalah: aktivitas antimikroba ekstrak dan fraksi rimpang lengkuas terhadap mikroba patogen dan perusak makanan (Rahaju, 1999). aktivitas antimikroba buah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium) dan anataras (Litse eubeba)( Mulia, 2000), Suteja. dan Agustina (1994) mempelajari ekstraksi dan fraksinasi komponen bioaktif antimikroba dari biji dan daun lada serta Parhusip (2006) melaporkan aktivitas antimikroba dari biji andaliman. Hasil yang diperoleh dari penelitian-penelitian sebelumnya, komponen aktif dari beberapa tanaman di Indonesia tersebut mempunyai aktivitas antimikroba.
Sirih dapat berfungsi sebagai bahan antimikroba karena dalam tanaman tersebut baik (daun, biji maupun akar) terkandung senyawa metabolit sekunder atau komponen alami. Menurut Ultee et al (1999), komponen aktif tersebut memiliki mekanisme penghambatan yang berbeda-beda. Beberapa cara penghambatan yang dilakukan oleh komponen aktif diantaranya adalah dengan bereaksi dengan membran sel, mengganggu kestabilan membran sitoplasma, peningkatan permeabilitas membran, menghambat enzim ekstraseluler mikroba dan berpengaruh pada metabolisme mikroba.
Mekanisme penghambatan ekstrak daun sirih hijau terhadap bakteri patogen pangan belum dilaporkan. Mekanisme penghambatan ini perlu dipelajari karena penting dalam aplikasinya pada sistem pangan. Dalam penelitian ini akan dipelajari aktivitas antibakteri ekstrak sirih hijau dan fraksi daun sirih hijau serta mekanisme antibakterinya terhadap beberapa mikroba patogen pangan dengan melakukan berbagai pengujian meliputi pengujian MIC ekstrak, kebocoran dan perubahan morfologi sel.
Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme kerja antibakteri sebagai senyawa antibakteri, sehingga diharapkan pemanfaatan ekstrak sirih sebagai pengawet pangan dapat lebih efektif dan tepat sasaran. Secara khusus, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
(26)
1. Memilih jenis pelarut untuk ekstraksi daun sirih hijau yang menghasilkan ekstrak sirih dengan aktivitas antibakteri terbaik dengan menentukan konsentrasi minimum penghambatan (MIC) dan MBC ekstrak sirih hijau terhadap bakteri patogen pangan.
2. Mengetahui efektivitas dari fraksi-fraksi sirih hijau dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan perusak pangan.
3. Mengetahui mekanisme penghambatan komponen aktif ekstrak sirih hijau dan perubahan morfologi sel terhadap beberapa bakteri patogen pangan.
Manfaat dari penelitian ini adalah dengan mengetahui mekanisme kerja dari ekstrak sirh hijau maka akan dapat direkomendasikan berbagai faktor penting yang terkait dengan aplikasi ekstrak siirih pada makanan sehingga aplikasinya efektif terhadap mikroorganisme patogen dan perusak sasaran sesuai jenis makanan.
Hipotesis
1. Jenis pelarut berpengaruh terhadap aktivitas antibakteri ekstrak daun sirih hijau. 2. Ekstrak daun sirih hijau dapat menyebabkan kebocoran sel bakteri dan perubahan
morfologi sel bakteri.
3. Fraksi-fraksi ekstrak daun sirih hijau mempunyai kemampuan menghambat atau aktivitas antibakteri yang berbeda terhadap masing-masing bakteri uji.
(27)
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. TANAMAN SIRIH ( Piper betle Linn)
Sirih (Piper betle Linn ) sudah lama dikenal dan dimanfaatkan orang baik karena khasiatnya sebagai tanaman obat maupun untuk upacara-upacara adat. Tanaman sirih berasal dari India, Ceylon dan Malaysia kemudian menyebar sampai ke Afrika Timur. Sirih atau Piper betle Linn termasuk dalam familia Piperaceae, mempunyai nama sinonim Chavica auriculata MIC atau Chavica betle MIO (Darwis, 1992). Di Indonesia, sirih mempunyai nama yang berbeda-beda yaitu suruh, sedah ( Jawa Tengah); seureuh (Jawa Barat); sere (Madura); hase, sedah (Bali); tanub (Aceh)buarangir (Mandailing); dembau (Toba); sirieh, cambai (Minang) ; cambal (Lampung) dan banyak lagi nama-nama daerah yang lainnya.
Ciri-ciri umum dari tanaman sirih adalah berumah dua, mempunyai akar pembantu yang pendek dan banyak yang digunakan untuk merambat, tingginya dapat mencapai 2 - 4m. Batang tanaman sirih kuat setengah berkayu, batang yang masih muda licin tidak berbulu. Pada bagian buku membesar dan dari bagian ini keluar daun yang bentuknya bulat telur membesar, elips melonjong atau bulat telur melonjong, panjang 6 - 17,5 cm dan lebar 3,5 - 10 cm. Ujung daun meruncing pendak, pinggiran daun rata atau agak berombak, helaian daun tebal, telapak dan punggung daun licin mengkilat, berwarna hijau terang, berurat daun 5 -7 pasang, tangkai daun kuat, panjang 2 - 2,5 cm (Darwis, 1992).
Menurut Heyne (1987), tanaman sirih ada beberapa jenis, diantaranya adalah :
1. Sirih Jawa atau sirih hijau (Gambar 2.1a): daunnya berwarna hijau tua, rasanya tajam dan banyak ditanam di Jawa Tengah dan Jawa Timur. 2. Sirih Banda.
Sirih jenis ini mempunyai daun besar, berwarna hijau tua dan di beberapa bagian berwarna kuning, rasanya agak menyengat dan kurang disenangi. 3. Sirih Cengke: daunnya kecil, warnanya lebih kuning dan mempunyai rasa
(28)
4. Sirih kuning (Gambar 2.1 b): daun lebih lunak, baunya kurang tajam dan pada umumnya dapat ditemui di Jawa Barat.
5. Sirih hitam: rasanya kuat sekali dan pada umumnya dibudi dayakan untuk pengobatan.
(a) (b)
Gambar 2.1. Daun sirih hijau (a); Daun sirih kuning (b)
Pemanfaatan sirih untuk pengobatan terutama daunnya telah banyak diketahui diantaranya sebagai penyegar (astringent), ekspektoran dan tonik (Darwis, 1992). Di Filipina, daunnya digunakan untuk mengobati penyakit gangguan pencernaan, kolik, diare, radang selaput lendir hidung dan pernafasan. Minyak atsiri dan ekstrak daun berfungsi sebagai fungisida dan bakterisida. Menurut Soedibyo (1992), daun sirih berkhasiat untuk pengobatan beberapa penyakit dan perawatan kecantikan, diantaranya sebagai obat kumur, sariawan, asma, batuk, encok, hidung berdarah, kepala pusing dan radang selaput lendir mata. Selain daunnya, bagian tanaman sirih seperti akar dan buahnya juga mempunyai khasiat sebagai obat tradisional. Buah sirh dicampur dengan madu dapat digunakan untuk mengobati penyakit batuk sedangkan akar sirih digunakan
(29)
untuk membatasi kelahiran. Dari hasil penelitian Sakar et al (2000), ekstrak daun sirih mempunyai daya antifertilitas terhadap tikus jantan albino Swiss.
B. KOMPOSISI KIMIA SIRIH
Daun sirih mengandung karbohidrat, protein, lemak, serat, mineral, kalsium,
fosfor, besi, karoten, tiamin, riboflavin, asam nikotinat dan vitamin C. Menurut Guha (2006), daun sirih segar mengandung: kadar air 85 sampai 90 %; protein 3-3,5 %; lemak 0,4-1 %; karbohidrat 0,5 -6,1 %; serat 2,3 %; mineral 2,3 – 3,3 %; kalsium 0,2 - 0,5 %; fosfor 0,05 - 0,6 %; besi 0,005 - 0,007 %; karoten (dalam bentuk vitamin A ) 1,9-2,9 mg / 100 gram; tiamin 10 - 70 µg, riboflavin 1,9 - 30 µg, asam nikotinat 0,63 - 0,89 mg dan vitamin C 0,005 - 0,01 %. Selain itu, dalam daun sirih juga yodium 3,4 µg dan kalium nitrat 0,26 - 0,42 mg yang jumlahnya tergantung dari posisi daun (Darwis, 1992).
Daun sirih mempunyai rasa seperti rempah-rempah dan sedikit pedas yang disebabkan karena adanya minyak atsiri sekitar 1 - 4,2 %. Minyak atsiri daun sirih mengandung alilkatekol 2,7-4,6 %; kadinen 6,7-9,1 %; karvakrol 2,2- 4,8 %; kariofilen 6,2- 11,9%; kavibetol 0,0 - 1,2; kavikol 5,1-8,2 %; sineol 3,6 -6,2%; estragol 7-14,6 %; eugenol 26,8 -42,5 %, eugenol metileter 8,2 - 15,8 % dan pirokatekin. Selain itu, daun sirih juga mengandung enzim diastase (0,8-1,8 %); tanin, gula dan amilum.
Kandungan minyak atsiri pada daun sirih dipengaruhi oleh umur dan jenis daun sedangkan kandungan tanin dari daun sirih pada umumnya tidak dipengaruhi oleh umur. Menurut Hernani dan Yuliani (1992), fenol yang terdapat pada daun sirih yaitu kavibetol dan kavikol sedangkan pada daun sirih India tidak ditemukan adanya kavikol. Analisis dengan kromatografi gas menunjukan bahwa minyak atsiri sirih hijau mengandung β- linalool; kavikol; isoeugenol, metil eugenol; isokaryofilen; α- kariofilen; kopaen; bisiklo-7-2-0-undek-4 en-4-1; 1-trimetil-8-metilen, elemen dan α -farnasen (Harapini et al 1996). Pada minyak atsiri daun sirih kuning selain 10 puncak senyawa seperti pada sirih hijau ditemukan juga senyawa-senyawa lainnya sepert 4-fenil alil asetat; β-farnesen; germakten dan α -kubeben.
(30)
C. ANTIMIKROBA DAN KOMPONEN BIOAKTIF SIRIH.
Adanya pertumbuhan mikroba baik kapang, khamir ataupun bakteri pada bahan pangan (terutama yang tidak dikehendaki) akan menyebabkan kerusakan dan akhirnya akan menurunkan kualitas maupun kuantitas dari bahan pangan tersebut. Adanya pertumbuhan kapang (A. flavus ) pada pangan akan menghasilkan toksin aflatoksin yang diketahui mempunyai efek hepatokarsinogen pada hewan dan manusia. Dengan adanya beberapa pertimbangan diantaranya adalah dari segi ekonomi dan kesehatan maka dicari bahan alternatif untuk mencegah terjadinya proses kontaminasi pada pangan diantaranya adalah menggunakan bahan alami dari ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berpotensi sebagai bahan antimikroba.
Menurut Pelczar dan Reid (1979), yang dimaksud dengan antimikroba adalah senyawa biologis atau kimia yang mempunyai efek dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas dari mikroba. Menurut Davidson dan Branen (1993), antimikroba efektif mengawetkan makanan dan mengontrol pertumbuhan mikroba atau secara langsung merusak semua atau sebagian dari mikroba tersebut.
Bagian-bagian dari tanaman sirih seperti akar, biji dan daun berpotensi untuk pengobatan tetapi yang paling sering dimanfaatkan untuk pengobatan adalah bagian daunnya. Pemanfaatan sirih dalam pengobatan tradisional ini disebabkan adanya sejumlah zat kimia atau bahan alami yang mempunyai aktivitas sebagai senyawa antimikroba. Bahan alami dari tumbuhan yang merupakan metabolit sekunder tersebut pada umumnya merupakan campuran dari beberapa zat kimia. Contoh kandungan kimia dari beberapa jenis tumbuhan dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Pemanfaatan bahan alami dari tumbuh-tumbuhan sebagai senyawa antimikroba telah banyak dilakukan baik di luar negeri maupun di Indonesia. Minyak atsiri dari kemangi mempunyai aktivitas antibakteri terhadap S. aureus, E. epidermis, S.
enteritidis dan E. coli ( Praptiwi et al 2002). Menurut Wilkins dan Board (1989 ) di
dalam Elgayar et al (2000), lebih dari 1.340 tanaman yang potensial untuk digunakan sebagai bahan antimikroba; peneliti lainnya telah berhasil mengisolasi 16 minyak atsiri yang mempunyai aktivitas antimikroba terhadap S. aureus; E. coli; A. niger dan Candida albicans.
(31)
Tabel 2.1. Kandungan kimia dari beberapa jenis tumbuhan.
No Jenis tumbuhan Kandungan kimia
1. Cengkeh (Syzygium aromaticum) Minyak atsiri, eudenin, eugenitin, isoeugenitin, isoeugenitol, zat samak, kariofilin.*
2. Kayu manis (Cinnamomum
burmanni)
Minyak atsiri, damar, lendir, Ca-oksalat*
3. Lengkuas (L. galanga) Minyak atsiri, kamfer (1%), sineol, asam metilsinamat*
4. Salam (Syzygium polyanthum Walp) Minyak atsiri, tanin, flavonoid* 5. Pala (Myristica fragrans Houtt) Minyak atsiri*
6. Sereh wangi (Cymbopogon citratus (DC) Stapf)
Minyak atsiri*
7. Kilemo (Litsea cubeba Pers) Minyak atsiri, tanin, elagat.*
8. Beluntas Alkaloid, minyak atsiri**
9. Paria (Momordica charanthia) Alkaloid momordisin, karoten,
glikosida, saponin, sterol/terpen ** Sumber : * : Damayanti et al 2002
** : Anonim, 1995
Menurut Jenie et al (2001) dan Duke (2002), dalam daun sirih dapat ditemukan adanya bahan kimia yang mempunyai aktivitas antibakteri yaitu: kavikol, kavibetol, tanin, eugenol, karvakrol dan kariofilene. Sedangkan menurut Nalina dan Rahim (2006), dalam daun sirih selain terdapat hidroksikavikol juga mengandung asam stearat dan palmitat yang mempunyai aktivitas antimikroba.
Kemampuan daun sirih sebagai senyawa antimikroba diduga karena adanya minyak atsiri. Harapini et al (1996) menduga senyawa yang berperan sebagai antimikroba dalam ekstrak daun sirih adalah senyawa fenolik dan terpenoid. Senyawa fenolik dapat berfungsi sebagai bahan antimikroba karena adanya gugus OH yang bersifat racun terhadap mikroba dan semakin banyak gugus OH yang ada pada senyawa tersebut maka senyawa tersebut semakin beracun bagi mikroba (Cowan, 1999). Ekstrak dari daun sirih mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan dan produksi aflatoksin dari kapang A. parasiticus. Dalam penelitiannya untuk melihat pengaruh ekstrak daun sirih terhadap kemampuan pertumbuhan dan produksi aflatoksin dari A. parasiticus, Chou dan Yu (1984) menggunakan ekstrak daun dan
(32)
buah sirih dengan pelarut air, etanol dan kloroform yang ditambahkan pada media cair.
Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa ekstrak daun mempunyai kemampuan menghambat yang lebih baik dari pada buahnya. Menurut Harapini et al (1996), minyak atsiri daun sirih kuning mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri E. coli, Klebsiella, Salmonella, Staphylococcus aureus dan Pasteurella. Penghambatan terhadap Salmonella lebih efektif bila dibandingkan dengan mikroba uji yang lainnya. Peneliti lain yaitu Yang dan Cheng (1997), ekstrak daun sirih mempunyai kemampuan menghambat terhadap bakteri Streptococcus salivarius, S.
sanguis, S. mutans; Neisseria sp; Salmonella sp; Staphylococcus aureus; Yersinia enterocolitica dan Listeria monocytogenes. Sedangkan Jenie et al (2001) memperoleh
hasil bahwa ekstrak daun sirih hijau dapat menghambat bakteri patogen makanan yaitu B. cereus, S. aureus, S. Typhimurium., E. coli dan L. monocytogenes. Shitut et
al (1999), ekstrak daun sirih mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan
bakteri Vibrio cholerae ogawa, Staphylococcus aureus, Diplococcus pneumoniae dan
Klebsiella aerogenes.
Berdasarkan atas zone penghambatan dari ekstrak tumbuh-tumbuhan terhadap mikroba uji S. aureus, E. coli, C. albicans dan A. niger Ela et al (1996) di dalam Elgayyar et al (2000) membedakan aktivitas penghambatan dari minyak atsiri kedalam menghambat kuat (zone penghambatan > 8 mm), sedang (zone penghambatan > 6 - < 8 mm) dan tidak aktif menghambat bila zona penghambatannya < 6 mm. Conner dan Beuchat (1984) di dalam Elgayyar et al (2000), membedakan kemampuan penghambatan ekstrak dari tumbuh-tumbuhan kedalam sangat menghambat ( > 11 mm); sedang (>6 - < 11 mm) dan tidak aktif menghambat bila zone penghambatannya terhadap bakteri uji kurang dari 6 mm.
Penelitian Harapini et al (1997), minyak atsiri daun sirih mempunyai kemampuan menghambat bakteri E. coli; Salmonella , Klebsiella dan S. aureus dengan zone penghambatan berkisar antara 6,5 mm sampai 14 mm tergantung dari konsentrasi ekstrak yang ditambahkan. Penelitian Sukarminah (1997), ekstrak sirih menghambat
E. coli; S. aureus; S. Typhimurium; P. aeruginosa dan L. monocytogenes dengan
(33)
kemampuan menghambat bakteri E. coli; S. aureus; Salmonella Typhimurium dan
Pseudomonas fluorescense dengan zona penghambatan berkisar antara 2 sampai 20
mm (Sugiastuti, 2002).
Penerapan ekstrak sirih pada sistem pangan telah diteliti dan ternyata minyak atsiri sirih selain mampu memperbaiki kualitas daging ayam selama penyimpanan (Arka, 1994) juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada daging sapi giling yang disimpan pada suhu refrigerator (Sugiastuti, 2002). Penelitian Kusumaningrum
et al (2007), ekstrak sirih hijau sebagai bahan sanitaiser (1:2 b/v) dengan waktu celup
15 menit dapat mereduksi total mikroba alami potongan karkas ayam sebesar 94 %.
D. EKSTRAKSI KOMPONEN BIOAKTIF
Komponen aktif dari tanaman dapat diperoleh dengan berbagai cara, yaitu dengan cara mengekstraksi. Proses ekstraksi dapat dilakukan dengan air panas, penguapan atau dengan menggunakan pelarut kimia seperti alkohol, petroleum, etil asetat atau pelarut-pelarut yang lainnya tergantung dari jenis komponen aktif yang akan diekstrak.
Pemilihan pelarut merupakan faktor penting pada saat akan mengekstrak dan menurut Somaatmaja (1981) di dalam Azmi (1991), pelarut harus mempunyai kelarutan yang tinggi, tidak berbahaya dan tidak bersifat racun. Untuk menseleksi awal kemungkinan tumbuh-tumbuhan mempunyai aktivitas antimikroba maka untuk mengekstraksinya dapat digunakan air, alkohol atau pelarut organik yang lainnya. Jenis-jenis pelarut yang dapat digunakan untuk memperoleh masing-masing komponan aktif dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Biji pinang (Areca catechu) yang mengandung tanin dan beberapa alkaloid seperti arekolin, guavasin, guakolin dan arekain dengan pelarut air dapat diperoleh ektrak yang mempunyai daya hambat terhadap S. aureus tetapi tidak menghambat E. coli ( Masduki, 1996). Dalam penelitiannya untuk menseleksi dan mengisolasi komponen antimikroba dari tanaman Anthoeleista grandiflora dan Combretum
(34)
etanol, metanol, metilen diklorid, campuran metanol atau kloroform dan air (1:1) ternyata aseton merupakan pelarut yang baik.
Tabel 2.2. Jenis-jenis pelarut untuk ekstraksi komponen aktif*)
No Jenis pelarut Jenis komponen aktif
1. Aseton Flavonol
2. Air Antosianin, pati, tanin, saponin, terpenoid,
polipeptida, lektin.
3. Etanol Tanin, polifenol, poliasetilen, flavonol,
terpenoid, sterol, alkaloid, propilis
4. Metanol Antosianin, terpenoid, saponin, tanin,
xantosilin, totarol, kuasinoid, lakton, flavon, fenon, polifenol
5. Kloroform Terpenoid, flavonoid
6. Diklorometanol Terpenoid
7. Eter Alkaloid, terpenoid, asam lemak, koumarin
*). Sumber : Cowan. (1999).
Minyak atsiri dari kemangi atau Ocinum basilicum yang mengandung metilkavikol, linalool, eugenol, metil sinamat dan sitrat mempunyai daya antimikroba. Minyak atsiri tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan pelarut etanol 95 % (Omoreghe et al 1996) atau dengan cara ekstraksi destilasi uap (Praptiwi et al 2002). Sutedja dan Agustina (1994), melakukan ekstraksi secara bertahap terhadap daun dan biji lada dengan menggunakan pelarut yang berbeda kepolarannya. Hasil yang diperoleh dari penelitiannya ternyata ekstrak air, kloroform dan metanol dari biji lada mempunyai aktivitas antimikroba terhadap S. aureus dan C. albicans sedangkan ekstrak haksan tidak mempunyai aktivitas antimikroba. Ekstrak dari daun lada tidak mempunyai aktivitas antimikroba.
Komponen aktif dari sirih terdapat dalam minyak atsiri dan kandungannya dipengaruhi oleh umur dan jenis daun. Dari beberapa penelitian untuk memperoleh komponen aktif dari sirih dapat digunakan beberapa pelarut diantaranya adalah etanol, air, petroleum dan lain-lain.
Ekstraksi dengan menggunakan pelarut alkohol dapat digunakan contoh dalam keadaan kering, teksturnya halus dan kemudian direndam dalam pelarut metanol atau etanol beberapa waktu, disaring dan dicuci kemudian dikeringkan dengan selanjutnya
(35)
diencerkan kembali dengan alkohol dan ditentukan konsentrasinya. Sarkar et al (2000) mengekstraksi daun sirih dengan cara merendam irisan daun sirih dalam pelarut etil alkohol 90 % selama 20 sampai 30 hari.
Chou dan Yu (1984) menggunakan pelarut kloroform, etanol dan air baik secara sendiri-sendiri atau campuran untuk menguji pengaruh ekstrak daun sirih terhadap pertumbuhan dan produksi aflatoksin A. parasiticus dan ternyata ekstrak kloroform dan etanol mempunyai aktivtas antimikotik yang lebih baik. Widarto (1990) menggunakan cara penyulingan uap air sistem kohobasi untuk mendapatkan minyak atsiri daun sirih kuning; Harapini et al (1996) menggunakan cara destilasi uap untuk memperoleh minyak atsiri daun sirih kuning dan hijau. Menurut Yang dan Chou (1997), air dapat digunakan sebagai pelarut tetapi aktivitas antimikrobanya rendah atau bahkan tidak menghambat mikroba Streptococcus salivarius, S. sanguis, S.
mutans, Neisseria sp., Salmonella sp, S. aureus, Yersinia enterocolitica dan L. monocytogenes. Sukarminah (1997) menggunakan cara destilasi uap dan pelarut
etanol untuk memperoleh komponen aktif dari daun sirih baik yang volatil, non volatil maupun campuran keduanya. Sugiastuti (2002) menggunakan pelarut etanol untuk memperoleh minyak atsiri daun sirih kuning. Shitut et al (1999), untuk mendapatkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri V. cholerae Ogawa, S. aureus, Diplococcus
pneumoniae dan Klebsiella aerogenes dari ekstrak sirih digunakan pelarut benzen dan
heksan.
E. MEKANISME PENGHAMBATAN
Kemampuan senyawa antimikroba untuk dapat bersifat menghambat atau mempunyai kemampuan membunuh dipengaruhi oleh mekanisme kerja dari antimikroba tersebut. Mekanisme penghambatan merupakan tanda-tanda adanya kemampuan dari mikroba untuk mengatasi aktivitas antimikroba melalui mekanisme metabolisme atau mekanisme-mekanisme yang lainnya. Mekanisme penghambatan pertumbuhan mikroba yang disebabkan oleh bahan antimikroba adalah dengan :
(36)
bereaksi dengan dinding sel; dan membran sel; peningkatan permeabilitas membran; menginaktivasi enzim dan material genetik.
1. Bereaksi dengan dinding sel
Unit dasar dari dinding sel bakteri disusun oleh peptidoglikan (murein, mukopeptida) yang berfungsi secara mekanis untuk melindungi dan memberikan ketegaran pada dinding sel. Menurut Madigan (2003), bakteri Gram positif mempunyai lapisan peptidoglikan yang berselang seling dengan asam teikoat atau polimer asam yang lainnya. Pada bakteri Gram negatif, lapisan peptidoglikan yang tipis berdekatan dengan membran sitoplasma, sedangkan pada bagian luarnya terdapat lapisan luar yang mengandung lipoprotein, lipopolisakarida, protein dan fosfolipid seperti terlihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Struktur dinding sel bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. (Sumber:http:///wwwbact.wisc.edu/microtextbook/images/book4/ chapter_2/2_43. gif.).
(37)
Perbedaan struktur dinding sel berpengaruh pada ketahanannya terhadap perlakuan bahan antimikroba dan bagian penting dari dinding adalah lapisan peptidoglikan (Gambar 2.3) karena lapisan ini berfungsi untuk melindungi sel bakteri dari perubahan kondisi lingkungan dan faktor-faktor luar yang menyebabkan kerusakan membran sel yang berakibat kematian sel bakteri tersebut. Bakteri Gram positif lebih sensitif terhadap perlakuan biosida dari pada bakteri Gram negatif (Maillard, 2002).
Mekanisme masuknya bahan antimikroba terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif berbeda seperti terlihat pada Gambar 2.3. Dari Gambar 2.3 terlihat bahwa pada bakteri Gram positif, bahan antimikroba dapat langsung masuk dan akan mengisi lapisan peptidoglikan kemudian berikatan dengan protein, selanjutnya dapat menyebabkan bakteri tersebut lisis. Sedangkan pada bakteri Gram negatif, bahan tersebut masuk melalui porin yang terdapat pada lapisan luar, kemudian masuk ke lapisan peptidoglikan dan selanjutnya membentuk ikatan dengan protein.
Gambar 2.3. Mekanisme bahan antimikroba terhadap bakteri Gram negatif dan Gram positif. (Sumber :Neu dan Gootz. Medicro 11.http://www
(38)
2. Bereaksi dengan membran sel
Seperti halnya bahan antimikroba (antibiotik), komponen aktif dari beberapa jenis tanaman juga dapat berfungsi sebagai bahan antimikroba. Bahan antimikroba alami atau komponen aktif tanaman mempunyai mekanisme penghambatan yang berbeda-beda (Cowan, 1999). Menurut Gauthier (2005), senyawa antimikroba akan menghambat sintesa dinding sel, meningkatkan permeabilitas membran dan merusak membran sel. Sifat karakteristik dari minyak atsiri adalah berikatan dengan lipid membran sel bakteri, berpengaruh pada struktur sel dan permeabilitas membran. Kerusakan lebih lanjut dari sel bakteri adalah keluarnya ion-ion yang diikuti dengan kematian sel ( Prabuseenivasan et al 2006).
Senyawa antimikroba alami dari buah berri yaitu fenolik dan asam-asam organik mempunyai aktivitas menghambat pertumbuhan bakteri dengan beberapa cara seperti mengganggu kestabilan membran sitoplasma, permeabilitas membran, menghambat enzim ekstraseluler mikroba dan merusak substrat yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroba ( Pimia et al 2004). Daya kerja dari senyawa fenol sebagai senyawa antimikroba adalah dengan membentuk ikatan pada permukaan sel kemudian berpenetrasi ke dalam sel sasaran dengan cara difusi pasif untuk bakteri Gram positif atau untuk bakteri Gram negatif adalah dengan mengganggu ikatan hidrofobik (Buck, 2001). Pada konsentrasi rendah, fenolik akan mempengaruhi membran sel sedang pada konsentrasi lebih tinggi akan dapat masuk ke dalam menyerang sitoplasma sel bakteri. Fenolik akan menempel pada membran sel dan menjadi bagian dari membran sel tersebut sehingga akan menyebabkan tergganggunya lapisan fosfolipid dari membran sel ( Kim et al 1995).
Terganggunya lapisan fosfolipid dari membran sel akan menyebabkan perubahan permeabilitas membran yang selanjutnya diikuti dengan kerusakan membran dan keluarnya metabolit seluler seperti protein, asam nukleat dan ion-ion logam Ca2+ dan K+. Pengaruh lain dari fenolik terhadap membran sel adalah menyebabkan terjadinya denaturasi protein dan liisisnya sel bakteri (Prindle dan Wright, 1971). Penghambatan pertumbuhan bakteri diduga berhubungan dengan struktur sel bakteri ( Ultee et al 2002).
(39)
Membran sel atau membran sitoplasma berfungsi sebagai pelindung atau penahan dan tersusun atas fosfolipid ( 70 %) yang merupakan struktur dasar dari membran dan protein (30 %). Adanya kerusakan membran sel maka akan memudahkan asam-asam organik berpenetrasi ke membran sitoplasma dan akan mengakibatkan sel mengalami kebocoran. Aktivitas antimikroba terhadap membran pada umumnya tidak spesifik dan mempunyai spektrum penghambatan yang luas, misalnya alisin atau dialil tiosulfat yang merupakan komponen aktif dari bawang (bawang putih dan bawang merah ) yang diekstrak dengan etanol. Bawang putih dan ekstraknya dengan konsentrasi 0.8 sampai 40 mg/ml dapat menghambat Bacillus
cereus,B. subtilis, S. aureus, L. plantarum, Clostridium botulinum tipe B (tidak
terhadap tipe E), E. coli, Salmonella Typhi, Pseudomonas pyocyaneus Ress et al 1993 di dalam Unal et al 2000).
Katekin, komponen aktif dari teh hijau (Camellia sinesis) bersifat bakterisidal terhadap bakteri E. coli K 12 strain G6 dan S. aureus ATCC25932 dengan cara berinteraksi dan mengganggu lapisan lipid dari membran sel sehingga akan merusak fungsi membran sel tersebut ( Ikigai H. et al 1992) Dan sifat bakterisidal katekin lebih efektif terhadap bakteri Gram positif dari pada bakteri Gram negatif. Komponen-komponen aktif dari tanaman seperti karvakrol, akan menyebabkan perubahan kestabilan membran. Karvakrol akan berpengaruh pada komponen membran seperti protein dan lemak, karvakrol akan terakumulasi pada membran sitoplasma sehingga akan terjadi perubahan kestabilan membran yang akhirnya akan menyebabkan kebocoran ion. Bahan-bahan antimikroba tanaman oregano, rosewood dan thyme yang mengandung karvakrol, geraniol dan timol dapat menyebabkan kerusakan membran dan sel mengalami lisis (Carson et al 2002). Ultee et al ( 1999), karvakrol atau komponen alami dari oregano dan thyme akan berinteraksi dengan membran B. cereus dan menyebabkan perubahan permeabilitas membran terhadap H+ dan K+; lemahnya proton motive force dan mengurangi ATP pool sehingga energi ATP tidak terbentuk, yang akhirnya sel akan mengalami kematian.
(40)
Oregano dan cengkeh mengandung komponen aktif dari golongan fenolik yaitu timol dan eugenol ternyata dapat menyebabkan bakteri E. coli dan B. subtilis mengalami lisis (Rhayour, 2003). Komponen fenolik dan asam-asam organik yang merupakan komponen aktif dari buah berri, mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri patogen seperti Salmonella dan Staphylococcus dengan mekanisme penghambatan mengganggu kestabilan membran sitoplasma dan terhadap permeabilitas membran ( Pimia et al 2004).
3. Inaktivasi enzim
Menurut Davidson dan Branen (1993), senyawa antimikroba selain bereaksi dengan membran sel yang berakibat pada peningkatan permeabilitas membran, kebocoran sel dan melisiskan dinding sel juga dapat menginaktifkan enzim-enzim intraseluler. Menurut Wilis (1956) di dalam Davidson dan Branen (1993), alisin yang merupakan komponen aktif dari bawang merah pada konsentrasi tertentu (0.0005 M) dapat menghambat metabolisme enzim. Menurut Barone dan Tansey (1977) di dalam Unal et al (2000), alisin merusak metabolisme awal dari sel mikroba dengan menginaktifkan gugus SH dari protein yaitu dengan proses oksidasi tiol disulfida. Aktivitas enzim ATP ase akan terpengaruh dengan adanya kerusakan membran ( Lambert et al 2001). Eugenol dari cengkeh selain menghambat pertumbuhan juga akan menghambat produksi listeriosin 0 dari L. monocytogenes (Filgueras dan Vanetti, 2006).
F. BAKTERI PATOGEN PANGAN
Untuk menguji aktivitas antibakteri digunakan beberapa bakteri patogen pangan yang bersifat Gram negatif dan Gram positif. Resistensi atau ketahanan bakteri terhadap komponen aktif tanaman ataupun terhadap antibiotik berbeda – beda dan perbedaan ini selain dipengaruhi oleh fase pertumbuhan bakteri juga dipengaruhi oleh komponen penyusun dinding sel dan kandungan dari bahan antibakteri yang dipergunakan.
(41)
Bakteri Gram negatif
Bakteri Gram negatif penting yang termasuk patogen pangan diantaranya adalah
Escherichia coli, Salmonella sp dan Pseudomonas sp.
E. coli adalah bakteri Gram negatif berbentuk batang dan termasuk dalam famili
Enterobacteriaceae; panjang 2.0-6.0 µm; lebar 1.1-1.5 µm dengan suhu optimum pertumbuhan pada suhu 37oC dan merupakan bakteri indikator adanya kontaminasi kotoran. Untuk galur tertentu yaitu EEC (Enteropatogenik E. coli) memproduksi toksin (tahan panas dan tidak tahan panas) yang dapat menyebabkan penyakit. Mikroba patogen yang bersifat Gram negatif dan banyak menimbulkan gangguan pada kesehatan manusia adalah E. coli terutama E. coli O 157:H7. Pada manusia terutama anak-anak, infeksi yang disebabkan oleh E. coli O 157:H7 dapat menyebabkan diare berdarah, gagal ginjal dan kerusakan saraf (Griffin et al 1988). E. coli dapat diinaktifkan pada suhu pasteurisasi makanan atau selama pemasakan makanan dan merupakan bakteri penyebab gastroenteristis. Makan yang sering terkontaminasi E. coli adalah daging ayam, daging sapi, ikan, telur dan produk-produknya, sayuran, buah-buahan dan sari buah.
Minyak atsiri dari beberapa tanaman dapat menghambat pertumbuhan bakteri E. coli diantaranya adalah minyak atsiri dari familia Cruciferae yaitu alilisotiosianat (AITC) pada konsentrasi 500 sampai 2500 ug/ml ( Lin et al 2000) dapat menghambat pertumbuhan bakteri E. coli O 157:H7. Komponen aktif AITC akan berpengaruh pada membran sel yaitu meningkatkan permeabilitas dari membran sel yang diikuti dengan keluarnya metabolit sel. Minyak atsiri lain yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri E. coli O 157:H7 adalah monoterpen seperti linalil asetat, mentol dan timol bahkan mentol bersifat toksik terhadap bakteri E. coli ATCC 15221 (Trombetta et al 2005).
Bakteri E. coli NCIB 8879 efektif dihambat oleh minyak atsiri dari Myristica
fragrans, Origanum vulgare, Piper ningrum, Syzygium aromaticum dan Thymus vulgaris ( Dorman dan Deans, 2000). Hasil penelitian dari Ivanova et al (2002)
ternyata fraksi dari akar tanaman Paeonia sp (familia Ranunculaceae) yang digunakan sebagai bahan untuk anti pembengkakan di Cina juga dapat menghambat pertumbuhan
(42)
bakteri E. coli dengan diameter penghambatan 13.0 mm (P. peregrina) dan 14.7 mm untuk fraksi dari P. tenuifolia.
Minyak atsiri dari cengkeh dan kayu manis dengan konsentrasi minimum penghambatan (MIC) > 1.6 mg/ml dapat menghambat pertumbuhan E. coli . Sedangkan MIC minyak atsiri dari Geranium, Rosemary dapat menghambat pertumbuhan E. coli pada MIC > 6.4 mg/ml ( Prabuseenivasan et al 2006). Epigalokatekin galat ( EGCG) salah satu fraksi dari teh (teh hijau dan teh hitam) dapat menghambat pertumbuhan E.
coli pada konsentrasi minimum 73 mg/ml ( Biradar et al 2007).
Salmonella sp adalah bakteri Gram negatif, berbentuk batang, tidak membentuk
spora dan termasuk dalam famili Enterobacteriaceae. Salmonella sp dapat tumbuh pada suhu rendah yaitu pada kisaran suhu 3 - 47 oC dengan suhu optimum pertumbuhan pada suhu 35-37 oC. pH optimum pertumbuhannya berkisar antara 6.5-7.5 dan Aw optimum pertumbuhan adalah 0.94 - 0.99 (Fardiaz, 1983).
Habitat alami dari Salmonella sp adalah saluran pencernaan manusia, hewan dan serangga, merupakan bakteri penyebab infeksi jika tertelan dan untuk jenis tertentu yaitu
Salmonella Typhimurium dapat menyebabkan gastroenteristis. Salmonella sp juga dapat
ditemukan di air terutama air yang terkena polusi. Makanan yang sering terkontaminasi Salmonella adalah telur dan hasil olahannya, ikan dan hasil olahannya, daging (sapi, ayam), susu dan hasil olahannya. Pada makanan yang terkontaminasi, Salmonella tidak selalu menyebabkan terjadinya perubahan warna. Seperti halnya E. coli, Salmonella sp terutama S. Montevideo juga dapat dihambat pertumbuhannya oleh komponen aktif dari familia Cruciferae yaitu AITC (Lin et al 2000).
Bakteri Pseudomonas sp adalah bakteri Gram negatif, berbentuk batang lurus atau koki bersifat motil, termasuk dalam famili Pseudomonadaceae dan merupakan salah satu genus yang dapat ditemukan pada bahan pangan segar. Strain dari Pseudomonas sp diantaranya adalah P. aeruginosa dan P. fluorescens tidak tahan panas dan keadaan kering sehingga mudah dihilangkan dengan proses pemanasan atau pengeringan. P.
aeruginosa merupakan salah satu jenis bakteri yang sering menimbulkan kerusakan pada
berbagai jenis makanan ( Fardiaz, 1992), P. fluorescens memproduksi senyawa-senyawa yang menimbulkan bau busuk; menyebabkan kerusakan dan kebusukan pada makanan yang didinginkan dan memproduksi lendir.
(43)
Hasil penelitian dari Dorman dan Dean (2000), ekstrak dari pala (Myristica
fragrans) tidak mampu menghambat pertumbuhan bakteri P. aeruginosa NCIB 950.
Minyak atsiri dari Piper ningrum, Syzygium aromaticum, Pelargonium graveolens,
Thymus vulgaris dan Origanum vulgare dapat menghambat pertumbuhn bakteri
tersebut dengan diameter penghambatan berturut-turut 7.7 mm, 14 mm, 19.4 mm, 33.5 mm dan 90 mm. Ekstrak bawang putih ( Allium sativum) dapat menghambat pertumbuhan bakteri Pseudomonas sp ( Shokrzadeh dan Ebadi, 2006). Hasil penelitian Prabuseenivasan et al ( 2006), minyak atsiri dari kayu manis mampu menghambat pertumbuhan P. aeruginosa pada konsentrasi MIC > 0.8 mg/ml. Ekstrak dari geranium dapat menghambat pertumbuhannya pada konsentrasi 12.8 mg/ml.
Bakteri Gram positif
Beberapa bakteri Gram positif patogen pangan antara lain adalah
Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis dan Listeria monocytogenes.
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif, berbentuk kokus, tunggal, berpasangan, tetrad atau berkelompok seperti buah anggur, non motil, tidak membentuk spora dan termasuk dalam famili Micrococcaceae. Staphylococcus
aureus mempunyai suhu optimum pertumbuhan pada suhu 35-37 oC dan suhu maksimum ± 45 oC; tumbuh pada kisaran pH 4.0-9.8 dan optimum pada pH 7.0-7.5 (Fardiaz, 1983). Beberapa galur S. aureus terutama yang bersifat patogen dapat memproduksi toksin enterotoksin yang tahan panas dan dapat menyebabkan keracunan dengan gejala mual, muntah, kram perut dan diare antara 1-8 jam setelah mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi S. aureus.
Pertumbuhan bakteri S. aureus 8327 dapat menghambat pertumbuhan dengan menggunakan ekstrak bawang putih pada konsentrasi MIC .2 mg/ml ( Shokrzadeh dan Ebadi, 2006). Dengan perlakuan kombinasi pH yaitu pH 5 sampai pH 8.5 ternyata ekstrak bawang putih masih mampu menghambat pertumbuhan S. aureus 8327 demikian juga pengaruhnya bila ekstrak tersebut dipanaskan menggunakan autoklaf suhu 110 0 C selama 1 jam. Monoterpen seperti timol, mentol dan linalil asetat mampu menghambat pertumbuhan S. aureus ATCC 6538 P pada konsentrasi
(44)
MIC berturut-turut 0.31 mg/ml, 0.62 dan 1.25 mg/ml ( Trombetta et al 2005). Timol bersifat racun terhadap S. aureus ATCC 6538 P dan dengan pemberian monoterpen menyebabkan terjadinya perubahan permeabilitas membran dan keluarnya bahan-bahan intraselular dari bakteri tersebut.
Minyak atsiri dari Thymus vulgaris mampu menghambat pertumbuhan S. aureus NCIB 6571 dengan diameter penghambatan > 90 mm sedangkan minyak atsiri dari pala ( Myristica fragrans) mampu menghambat pertumbuhannya dengan diameter penghambatan 24.6 mm ( Dorman dan Deans, 2000). Bahan-bahan antimikroba seperti karvakrol, geraniol dan thime mampu menghambat pertumbuhan S. aureus dan aktivitas penghambatannya dipengaruhi oleh fase pertumbuhan (Carsan et al 2002). Fraksi dari Paeonia tenuifolia dapat menghambat pertumbuahn S. aureus pada konsentrasi MIC 500 ug/ml ( Ivanova et al 2002). Menurut Prabuseenivasan et
al (2006), konsentrasi MIC yang dibutuhkan dari ekstrak kayu manis untuk
menghambat pertumbuhan S. aureus adalah 3.2 mg/ml sedangkan ekstrak dari Rosemary mampu menghambat pertumbuhannya pada konsentrasi yang lebih tinggi lagi yaitu > 12.8 mg/ml.
Bacillus sp terutama B. cereus adalah bakteri Gram positif berbentuk batang
dan bersifat patogen dan sering ditemukan pada daging, beras, sayuran, sup, susu dan produk-produknya. Sifat umum dari B. cereus adalah pembentuk spora, tahan panas, dalam bentuk sel vegetatif tidak tahan panas, bersifat katalase negatif dengan pertumbuhannya optimum pada suhu 30 - 45o C. Suhu minimum pertumbuhan adalah 4-5 oC dan suhu maksimum pertumbuhan pada suhu 55 oC. B.
cereus sering dihubungkan dengan penyakit keracunan pangan seperti diare karena
bakteri ini memproduksi toksin (enterotoksin). Pada tahun 1997, di Nederland terjadi intoksikasi yang disebabkan oleh B. cereus .
Pertumbuhan sel B. cereus dapat dihambat oleh minyak atsiri dari oregano yang mengandung karvakrol pada konsentrasi 1.25 dan 1.5 m M. Pada konsentrasi 1 mM, karvakrol tidak mampu mereduksi jumlah sel ( Ultee et al 1999). Untuk menghambat pertumbuhan B. cereus pada sistem pangan (beras), dapat ditambahkan karvakrol dengan konsentrasi 0.19 mg/g ( Ultee et al 2000). Pada konsentrasi tersebut karvakrol dapat menurunkan jumlah sel hidup 1 satuan log dan pada
(45)
konsentrasi 0.53 mg/g pertumbuhan dapat diturunkan sampai dibawah batas ( 6.3 x 102 CFU/g).
L. monocytogenes merupakan bakteri Gram positif yang berbentuk batang kecil, pendek dan tidak membentuk spora. L. monocytogenes merupakan bakteri yang tahan tumbuh pada suhu rendah atau psikrofil dengan kisaran suhu pertumbuhan 4 - 60 oC. Karena mampu tumbuh pada suhu dingin atau suhu lemari es maka bakteri ini sering menimbulkan masalah terutama pada makanan yang disimpan dan dihidangkan dalam keadaan dingin. Listeria sp dapat diisolasi dari beberapa sumber diantaranya adalah tanah, susu, keju, daging, air dan kotoran hewan.
L. monocytogenes adalah bakteri Gram positif yang tahan terhadap komponen aktif dari tanaman familia Cruciferae yaitu alil isotiosianat (AITC ) dan dari penelitian Lin et al (2000) diketahui bahwa bakteri tersebut lebih tahan terhadap AITC bila dibandingkan dengan bakteri gram negatif seperti E. coli O157:H7 dan S. Montevideo. Karvakrol atau timol dari oregano mampu menghambat pertumbuhan
L. monocytogenes pada konsentrasi 150 sampai 200 ppm. Bila dibandingkan antara
ekstrak murni cranberry dan oregano ternyata kemampuan menghambat ekstrak cranberry pada pH 7.0 lebih baik dari pada oregano ( Lin et al 2004). Pada pH 6.0, kemampuan menghambat ekstrak Oregano lebih baik dari pada ekstrak Cranberry.
DAFTAR PUSTAKA
Ambrosini V. I. M., Silvia N. G. dan G. Oliver. 1999. Study of Adhesion Lactobacillus
casei CRL 431 to Ileal Intestinal Cells of Mice. J. of Food Protection (42):
1430-1434.
Anonim. 1995. Materi Medika Indonesia. Jilid 6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Anonim. 2007. http:///wwwbact.wisc.edu/microtextbook/images/book4/chapter_2/2_43. Gif).
Anonim. 2007. Direktorat Surveilance Dan Penyuluhan Keamanan Pangan. Badan Pengawasan Obat Dan Makanan. Laporan Tahunan 2007. Jakarta.
(46)
Ardiansyah. 2003. Kajian Aktivitas Antimikroba Ekstrak Daun Beluntas (Plucea indica L.). Tesis Program Pasca Sarjana IPB. Bogor
Arka I. B. 1994. Ekstrak Sirih: Penggunaannya Untuk Menurunkan Kandungan Bakteri Dan Perbaikan Kualitas Daging Ayam Selama Penyimpanan. Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan: Peranan Mikrobiologi Dalam Industri Pangan. Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia, Cabang Bogor. IPB Darmaga Bogor.
Astuty T. 1997. Pengaruh Konsentrasi Bubuk Daun Sirih Kuning Terhadap Pertumbuhan Beberapa Jenis Bakteri dan Aplikasinya Pada Daging Sapi Segar. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Azmi N. 1991. Pengaruh Ukuran Bahan Dan Nisbah Pelarut Dengan Bahan Terhadap Rendemen Dan Mutu Oleoresin Dari Fuli Pala (Myristica fragrans H. ). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Block S. S. 1983. Disinfection, Sterilization and Preservation. 3 ed. Philadelphia. Buck K. M. 2001. Cleaning and Desinfecting : The effects of Germicides on
Microorganisms. http://www.infectioncontroltoday.com/articles/191clean.html. 1 April 2007.
Bunduki, M. M. C. , K. J. Flanders dan C. W. Donmetly. 1995. Metabolic and Structural Sites of Damage in Heat and Sanitizer Injured Populations of Listeria
monocytogenes. J. of Food Protection (58): 410-415.
Chou C.C. dan Yu R.C. 1985. Effect of Piper betle Linn and Its Extracts on The Growth And Aflatoxin Production by Aspergillus parasiticus. Proc Natl Sci Counc Repub
China B. 1984 Jan; 8 (1): 30 - 35.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fegi?cmd=retrieve&db=Pubmed&List_uid s=6531413&dopt=Abstract
Cowan. M. Murphy. 1999. Plant Product as Antimicrobial Agents. J. Microbiology Reviews. 12 (4): 564-582.
Darwis S. N. 1992. Potensi Sirih (Piper betle Linn) Sebagai Tanaman Obat. Warta Tumbuhan Obat Indonesia. Vol. I No.1. Halaman 9-11. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Rempah, Bogor.
Davidson. P. M. dan A. L. Branen. 1993. Antimicrobial in Food (2nd). Marcel Dekker, Inc. New York.
Davis. B. D. 1987. Mechanism of Bactericidal Action of Aminoglycosides. Microbiological Reviews : 341-350.
(47)
Dorman H. J. D dan S. G. Deans. Antimicrobial Agents From Plants : Antibacterial Activity of Plant Volatile Oils. J. of Applied Microbiology . 88: 308-316.
Duke,s. 2002. Phytochemical and Ethnobotanical Database. http//www.dr.duke's. phytochemical and ethnobotanical database.com. 21/8/2002.
Elgayyar. M., F.A. Draughon, D. A. Golden dan J. R. Mount. 2000. Antimicrobial Activity of Essential Oils from Plants against Selected Pathogenic and Saprophytic Microorganisms. J. of Food Protection. 64 (2): 1019-1024.
Eloff J. N. 1998. Which Extractant Should Be Used For The Screening And Isolation Of Antimicrobial Components From Plants. J. Ethnopharmacol. 60 (1): 1-8.
Fardiaz S. 1983. Keamanan Pangan. Jilid I. Bakteriologi. Jurusan Ilmu Dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknoligi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pengolahan Pangan Lanjut. PAU Pangan dan Gizi IPB. Filgueiras C. T. dan M. C. D. Vanetti. 2006. Effect of Eugenol on Growth and
Listeriolysin O Production by Listeria. Braz. arch. biol. technol . 49 (3): 405-409. Fraise A. P. , LP. A. Lambert, J. Y. Maillard, G. A. J. Ayliffe, A. D. Russel dan W. B.
Hugo. 2004. Principles and Practice of Desinfections, Preservation and Sterilization. Blackwell Publishing.
Griffin P.M.; Ostoff S.M. dan Tauxe R.V. 1988. Illnesss Associated With Escherichia
coli O 157:H7 Infections: A Broad Clinical Spectrum. Ann. Int. Med. 190:705-712.
Guha P. 2006. The Neglected Green Gold of India. J. Hum. Ecol., 19 (2): 87-93.
Gusils. C., A. P. Chala., S. Gonzalez dan G. Oliver. 1998. Lactobacilli Isolated from Chicken Intestines: Potential Use as Probiotics. J. of Food Protections. 62 (3): 252-256.
Harapini M, A. Agusta dan R. D. Rahayu. 1996. Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri Dari Dua Macam Sirih (Daun Kuning Dan Hijau). Prosiding Simposium Nasional I Tumbuhan Obat dan Aromatik.
Harborne J. B. 1987. Metode Fitokimia. 2 ed. Kosasih P dan Iwang. S. (penerjemah). ITB Bandung
Hernani dan S. Yuliani. 1992. Peranan Sirih Sebagai Obat Tradisional. Warta Tumbuhan Obat Indonesia. 1 (1): 13. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Rempah, Bogor.
(48)
Heyne K. 1987. Tanaman Berguna Indonesia. Jilid II. Badan Litbang Kehutanan, Jakarta.
Hong S. L., Y. Ji Kim dam Y. R. Pyun. 1998. Acid Tolerance of Lactobacillus
plantarum From Kimchi. Lebensm. Wisss u. Technol, 32: 142 -148. Academic
Press Korea.
Ikigai H. et al . 1992. Bactericidal catechins damage the lipid bilayer. Biochemica et
Biophysica Acta. 1147 : 132-136. Elsevier Science Publishers.
Jenie B. S. L., N. Andarwulan, N.L. Puspitasari-Nienaber dan L. Nuraida. 2001. Antimicrobial Activity Of Piper betle Linn Extract Towards Food Borne Patogen and Food Borne Spoilage Microorganisms.
Http. Ift.confex.com//ift/2001/technoprogram/paper/9068.htm.
Jones. D. S., S. P. Gorman, D. F. McCafferty dan A. D. Woolfson. 1991. The effects of three non-antibiotic, antimicrobial agent on the surface hydrophobicity of certain microorganism evaluated by different methods. J. Appl. Bacteriol. 71: 218-227. Jorge. F. L.I; Sakuma. A. M. dan Inomata. E. 1994. Histological and biochemical
examination of Momordica charantia L. (Balsam pear L. ). J. Fruits Vegetables and Nuts. 52 (1/2): 23-26.
Kim J.M et al. 1995. Antibacterial activity of carvacrol, citral and geraniol against
Salmonella typhimurium in culture medium and fish cubes. J. Food Sci 60 (6):
1365-1368.
Kusumaningrum H.D.; Suliantari dan Andriani. 2007. Peningkatan Keamanan Mikrobiologi Produk Unggas Melalui Pemanfaatan Antimikroba Alami Sebagai Sanitaiser. Laporan Penelitian. Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T).
Lin C. M., J. F. Preston dan C. I. Wei. 2000. Antibacterial mechanism of Allyl Isothiocyanate. J. of Food Protection, 63 (6) : 727-734.
Lin Y. T., R.G. Labbe dan K. Shetty. 2004. Inhibition of Listeria monocytogenes in Fish and Meat System by Use of Oregano and Cranberry Phytochemical Synergies. Applied & Environmental Microbiology. 70 (9): 5672-5678.
Maillard J. J. 2002. Bacterial Target sites for Biocide Action. J. of Applied Microbiology Symposium Supplement (92): 16 S- 27 S.
Mulia. L. 2000. Kajian aktivitas abntimikroba buah andaliman Zanthophylum
acanthopodium) dan antarasa (Litze eubeca). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian
(1)
Lampiran 8. Analisis statistik pengaruh pemberian ekstrak sirih terhadap kandungan ion Mg2+ bakteri E. coli
Anova
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Model 13,289 3 4,430 516,140 ,000
PRLK 13,289 3 4,430 516,140 ,000
Error 2,575E-02 3 8,582E-03
Total 13,314 6
Duncan
N Subset
Perlakuan 1 2 3
2MIC 2 .92200
1MIC 2 1.53400
kontrol 2 1.85500
Sig. 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b Alpha = ,05.
Lampiran 8.1. Analisis statistik pengaruh pemberian ekstrak sirih terhadap kandungan ion Mg2+ bakteri S. aureus.
Anova
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Model 3,674 3 1,225 1649,031 ,000
PRLK 3,674 3 1,225 1649,031 ,000
Error 2,228E-03 3 7,427E-04
Total 3,676 6
Duncan
N Subset
Perlakuan 1 2
2MIC 2 .52400
1MIC 2 .85800
kontrol 2 .90900
Sig. 1,000 ,158
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
(2)
Lampiran 8.2. Analisis statistik pengaruh pemberian ekstrak sirih terhadap kandungan ion Mg2+ bakteri P. aeruginosa.
Anova
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Model 6,125 3 2,042 875,961 ,000
PRLK 6,125 3 2,042 875,961 ,000
Error 6,992E-03 3 2,331E-03
Total 6,132 6
Duncan
N Subset
Perlakuan 1 2
2MIC 2 .48600
1MIC 2 .51900
kontrol 2 1.59900
Sig. ,543 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b Alpha = ,05.
Lampiran 8.3. Analisis statistik pengaruh pemberian ekstrak sirih terhadap kandungan ion Mg2+ bakteri S. Typhimurium
Anova
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Model 2,028 3 ,676 1602,070 ,000
PRLK 2,028 3 ,676 1602,070 ,000
Error 1,266E-03 3 4,220E-04
Total 2,029 6
Duncan
N Subset
Perlakuan 1
2MIC 2 .57000
1MIC 2 .58100
kontrol 2 .59300
Sig. ,342
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
(3)
Lampiran 8.4. Analisis statistik pengaruh pemberian ekstrak sirih terhadap kandungan ion Mg2+ bakteri B. cereus.
Anova
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
Model 12,336 3 4,112 206,812 ,001
PRLK 12,336 3 4,112 206,812 ,001
Error 5,965E-02 3 1,988E-02
Total 12,396 6
Duncan
N Subset
Perlakuan 1 2
2MIC 2 .76600
1MIC 2 .81900
kontrol 2 2.21600
Sig. ,732 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b Alpha = ,05.
Lampiran 8.5. Analisis statistik pengaruh pemberian ekstrak sirih terhadap kandungan ion Mg2+ bakteri L.monocytogenes.
Anova
Source Type III Sum of Squares
df Mean Square F Sig.
Model 5,655 3 1,885 1358,003 ,000
PRLK 5,655 3 1,885 1358,003 ,000
Error 4,164E-03 3 1,388E-03
Total 5,659 6
Duncan
N Subset
Perlakuan 1 2 3
2MIC 2 .16000
1MIC 2 .91900
kontrol 2 1.39900
Sig. 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
b Alpha = ,05. .
(4)
Lampiran 9. Analisa statistik pengaruh fraksi 1,2,3 dan fraksi 4 terhadap pertumbuhan E. coli
Anova
Source Type III Sum of Squares
df Mean Square F Sig.
Model 5629,080 4 1407,270 80415,429 ,000
FRAKSI 5629,080 4 1407,270 80415,429 ,000
Error ,140 8 1,750E-02
Total 5629,220 12
Duncan
N Subset
perlakuan 1 2 3 4
1 3 16.0000
2 3 17.0000
4 3 25.6000
3 3 26.0000
Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
b Alpha = ,05.
Lampiran 9. 1. Analisa statistik pengaruh fraksi 1,2,3 dan fraksi 4 terhadap pertumbuhan S. aureus
Anova
Source Type III Sum of Squares
df Mean Square F Sig.
Model 6171,870 4 1542,968 25716,125 ,000
FRAKSI 6171,870 4 1542,968 25716,125 ,000
Error ,480 8 6,000E-02
Total 6172,350 12
Duncan
N Subset
perlakuan 1 2
2 3 22.0000
1 3 22.7000
3 3 23.0000
4 3 23.0000
Sig. 1,000 ,188
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
(5)
Lampiran 9. 2. Analisa statistik pengaruh fraksi 1,2,3 dan fraksi 4 terhadap pertumbuhan S. Typhimurium
Anova
Source Type III Sum of Squares
df Mean Square F Sig.
Model 5864,333 4 1466,083 10053,143 ,000
FRAKSI 5864,333 4 1466,083 10053,143 ,000
Error 1,167 8 ,146
Total 5865,500 12
Duncan
N Subset
perlakuan 1 2 3 4
2 3 18.0000
1 3 21.0000
3 3 22.6667
4 3 26.0000
Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
b Alpha = ,05.
Lampiran 9. 3. Analisa statistik pengaruh fraksi 1,2,3 dan fraksi 4 terhadap pertumbuhan L. monocytogenes
Anova
Source Type III Sum of Squares
df Mean Square F Sig.
Model 3718,620 4 929,655 53123,143 ,000
FRAKSI 3718,620 4 929,655 53123,143 ,000
Error ,140 8 1,750E-02
Total 3718,760 12
Duncan
N Subset
perlakuan 1 2 3 4
4 3 12.0000
3 3 17.3000
1 3 19.6000
2 3 20.3000
Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
(6)
Lampiran 9. 4. Analisa statistik pengaruh fraksi 1,2,3 dan fraksi 4 terhadap pertumbuhan B. cereus
Anova
Source Type III Sum of Squares
df Mean Square F Sig.
Model 7571,273 4 1892,818 79004,591 ,000
FRAKSI 7571,273 4 1892,818 79004,591 ,000
Error ,192 8 2,396E-02
Total 7571,465 12
Duncan
N Subset
perlakuan 1 2 3
1 3 23.0000
2 3 25.3000
4 3 25.3333
3 3 26.7000
Sig. 1,000 ,799 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
b Alpha = ,05.
Lampiran 9. 5. Analisa statistik pengaruh fraksi 1,2,3 dan fraksi 4 terhadap pertumbuhan P. aeruginosa
Anova
Source Type III Sum of Squares
df Mean Square F Sig.
Model 5623,553 4 1405,888 15803,897 ,000
FRAKSI 5623,553 4 1405,888 15803,897 ,000
Error ,712 8 8,896E-02
Total 5624,265 12
Duncan
N Subset
perlakuan 1 2 3
1 3 19.3000
3 3 20.0000
2 3 20.3000
4 3 26.2667
Sig. 1,000 ,253 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.