Mutu Pelayanan Resep di Puskesmas Kecamatan Martapura Kabupaten OKU Timur
LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel Pengumpulan Data
No Wak tu peny iapa n Obat (1) Wak tu peny erah an Obat (2) Jumlah Obat (3) Jumlah Item Obat (4) Pengg atian Item Obat (5) Etiket (6) Hasil Konse ling (7) Len gkap Tidak Leng kap Le ng ka p Tida k Len gkap
1 2 3 4 5 1 2 3
Keterangan:
(6) Nilai 1: mencantumkan aturan pakai.
Nilai 2: mencantumkan aturan pakai dan nama pasien.
Nilai 3: mencantumkan aturan pakai, nama pasien, dan cara pakai/peringatan lain. Nilai 4: mencantumkan aturan pakai, nama pasien, cara pakai/peringatan lain, dan tanggal.
Nilai 5: mencantumkan aturan pakai, nama pasien, cara pakai/peringatan lain, tanggal, dan nomor urut resep.
(7) Nilai 1: mampu menjawab tentang aturan pakai.
Nilai 2: mampu menjawab tentang aturan pakai dan cara pakai.
(2)
Lampiran 2. Kuesioner penelitian
KUESIONER
PERSEPSI PASIEN TERHADAP MUTU PELAYANAN RESEP
DI PUSKESMAS KECAMATAN MARTAPURA KABUPATEN OKU TIMUR SUMATERA SELATAN
Kuesioner ini adalah kuesioner untuk penulisan skripsi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara (USU), oleh karena itu saya sebagai peneliti akan sangat berterima kasih jika Bapak/Ibu/Saudara/Saudari bersedia mengisi dan menjawab setiap pertanyaan dengan sukarela.
Beri tanda (X) pada pilihan yang sesuai I. Karakteristik Responden
1. Umur
a. usia 13 - 17 tahun b. usia 18 - 49 tahun c. usia 50 tahun ke atas 2. Jenis Kelamin
a. Laki-laki b. Perempuan 3. Pendidikan
a. tidak tamat SD d. SMA
b. SD e. Perguruan Tinggi/Akademi c. SMP
4. Tingkat penghasilan kepala keluarga/bulan
(3)
b. > Rp 5.000.000,00 5. Pekerjaan
a. Mahasiswa/Mahasiswi d. Pegawai swasta b. Wiraswasta e. Ibu rumah tangga c. Pegawai negeri sipil f. Lain-lain (Pensiun) 6. Sudah berapa kali anda datang ke Puskesmas ini:
a. Baru pertama kali b. 2 - 5 kali c. Lebih dari 5 kali 7. Resep atau obat yang anda tebus/ beli untuk:
a. Diri sendiri b. Anak/keluarga c. Orang lain
Pilih jawaban yang anda rasa tepat dengan tanda (X) pada kolom yang sesuai II. Persepsi Pasien
A. KEHANDALAN
A1. Kecepatan pelayanan obat
a. Tidak baik b. Kurang baik c. Cukup baik d. Baik e. Sangat baik A2. Obat tersedia dengan lengkap
a. Tidak baik b. Kurang baik c. Cukup baik d. Baik e. Sangat baik A3. Petugas melayani dengan ramah dan tersenyum
a. Tidak baik b. Kurang baik c. Cukup baik d. Baik e. Sangat baik A4. Petugas selalu siap membantu
(4)
B. KETANGGAPAN
B1. Petugas cepat tanggap terhadap keluhan konsumen
a. Tidak baik b. Kurang baik c. Cukup baik d. Baik e. Sangat baik B2. Petugas mampu memberikan penyelesaian terhadap masalah yang dihadapi konsumen
a. Tidak baik b. Kurang baik c. Cukup baik d. Baik e. Sangat baik B3. Terjadinya komunikasi yang baik antara petugas dan konsumen
a. Tidak baik b. Kurang baik c. Cukup baik d. Baik e. Sangat baik B4. Konsumen mendapatkan informasi yang jelas dan mudah dimengerti tentang resep/obat yang ditebusnya
a. Tidak baik b. Kurang baik c. Cukup baik d. Baik e. Sangat baik C. KEYAKINAN
C1. Petugas mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang baik dalam bekerja a. Tidak baik b. Kurang baik c. Cukup baik d. Baik e. Sangat baik C2. Obat yang diperoleh terjamin kualitasnya
a. Tidak baik b. Kurang baik c. Cukup baik d. Baik e. Sangat baik C3. Obat yang diberikan sesuai dengan yang diminta
a. Tidak baik b. Kurang baik c. Cukup baik d. Baik e. Sangat baik D. EMPATI
D1. Petugas memberikan perhatian terhadap keluhan konsumen
a. Tidak baik b. Kurang baik c. Cukup baik d. Baik e. Sangat baik D2. Petugas memberikan pelayanan kepada semua konsumen tanpa memandang status sosial
(5)
D3. Konsumen merasa nyaman selama menunggu obat
a. Tidak baik b. Kurang baik c. Cukup baik d. Baik e. Sangat baik E. BUKTI LANGSUNG
E1. Apotek terlihat bersih dan rapi
a. Tidak baik b. Kurang baik c. Cukup baik d. Baik e. Sangat baik E2. Kenyamanan ruang tunggu
a. Tidak baik b. Kurang baik c. Cukup baik d. Baik e. Sangat baik E3. Penataan eksterior dan interior ruangan
a. Tidak baik b. Kurang baik c. Cukup baik d. Baik e. Sangat baik E4. Petugas apotek berpakain bersih dan rapi
a. Tidak baik b. Kurang baik c. Cukup baik d. Baik e. Sangat baik
III. Saran dan Tanggapan Anda
Komentar dan saran anda atas pelayanan resep yang diberikan oleh apotek :
... ... ... ... ...
(6)
Lampiran 3. Data kuesioner
Responden
Total nilai
1 73
2 78
3 57
4 72
5 72
6 58
7 73
8 58
9 85
10 72
11 70
12 73
13 74
14 57
15 80
16 72
17 74
18 79
19 57
20 72
21 84
Responden
Total nilai
22 55
23 79
24 57
25 74
26 70
27 73
28 54
29 72
30 82
31 55
32 71
33 55
34 72
35 64
36 86
37 90
38 88
39 87
40 54
41 90
42 67
(7)
44 78
45 55
46 67
47 78
48 71
49 54
50 72
51 73
52 76
53 77
54 69
55 74
56 72
57 78
58 73
59 76
60 66
61 69
62 78
63 77
64 76
65 87
66 75
67 65
68 72
69 82
70 70
71 66
72 72
73 71
74 54
75 54
76 54
77 54
78 54
79 54
80 55
81 55
82 54
83 54
84 58
85 54
86 57
87 55
88 57
89 58
90 55
(8)
92 67
93 62
94 55
95 72
96 72
97 63
98 67
99 72
100 73 101 72 102 78 103 73 104 72 105 72 106 77 107 71 108 71 109 74 110 72 111 77 112 75 113 69 114 72 115 75
116 72
117 73
118 73
119 76
120 76
121 79
122 73
123 72
124 74
125 72
126 82
127 74
128 79
129 80
130 73
131 77
132 76
133 72
134 76
135 79
136 77
137 77
138 79
(9)
140 79 141 74 142 75 143 70 144 68 145 66 146 69 147 74 148 73 149 60 150 75 151 59 152 72 153 73 154 75 155 72 156 57 157 85 158 72 159 74 160 76 161 80 162 72 163 69
164 67
165 70
166 69
167 70
168 69
169 66
170 72
171 69
172 69
173 70
174 71
175 70
176 69
177 73
178 81
179 71
180 71
181 73
182 77
183 76
184 76
185 74
186 75
(10)
188 74 189 76 190 69 191 67 192 73 193 66 194 71 195 70 196 68 197 70 198 73 199 70 200 74 201 90 202 71 203 87 204 79 205 72 206 86 207 79 208 89 209 88 210 72 211 66
212 72
213 80
214 69
215 70
216 72
217 69
218 74
219 72
220 73
221 74
222 73
223 58
224 72
225 78
226 54
227 79
228 72
229 87
230 84
231 90
232 80
233 56
234 72
(11)
236 72 237 84 238 86 239 79 240 86 241 78 242 76 243 75 244 71 245 73 246 74 247 88 248 64 249 73 250 75 251 54 252 72 253 88 254 79 255 75 256 77 257 72 258 54 259 60
260 79
261 75
262 79
263 72
264 56
265 75
266 72
267 64
268 72
269 65
270 74
271 79
272 73
273 78
274 72
275 58
276 72
277 57
278 74
279 72
280 74
281 73
282 71
(12)
284 54 285 69 286 72 287 54 288 54 289 71 290 77 291 55 292 72 293 72 294 76 295 80 296 73 297 86 298 77 299 73 300 54 301 73 302 54 303 71 304 72 305 66 306 66 307 73
308 54
309 77
310 72
311 74
312 73
313 76
314 69
315 73
316 57
317 73
318 67
319 70
320 74
321 64
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
DAFTAR PUSTAKA
Amirin, T.M. (2009). Populasi dan Sampel Penelitian 3: Pengambilan Sampel dari Populasi Tak Terhingga dan Tak Jelas. http://tatangmanguny.wordpress.com. Diakses tanggal: 19 Desember 2013.
Anggraeni, R. (2012). Mutu Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Kecamatan Medan Denai Kota Medan. Skripsi. Medan: Program Studi Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Halaman 20-36.
Anief, M. (2007). Apa yang Perlu Diketahui Tentang Obat. Cetakan Kelima. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 7-12.
Badan Pusat Statistik Kota Martapura. (2013). Kota Martapura Dalam Angka 2013. Martapura: Badan Pusat Statistik Kota Martapura. Halaman 2.
Budiastuti, (2002). Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Rumah Sakit. http://klinis.wordpress.com/2007/12/28/kepuasan-pasien-terhadap-pelayanan-rumah-sakit. Diakses tanggal: 24 Februari 2014. Halaman 23-35.
Bustami, M.S. (2011). Penjaminan Mutu Pelayanan Kesehatan & Akseptabilitasnya. Jakarta: Erlangga. Halaman 2-5.
Herman, M.J., Rini, S.H., dan Martuti, B. (2007). Analisis Situasi Pengelolaan Obat Publik di Beberapa Kabupaten/Kota. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 10(4): 283-290.
Jamil dan Mubasysyir. (2006). Mutu Pelayanan Farmasi di Puskesmas Kota Padang. Tesis. Yogyakarta: Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan Universitas Gadjah Mada. Halaman 25-35.
Kothler, P. (2003). Manajemen Pemasaran Internasional. New Jersey: Prentice Hall. Halaman 45.
Lemeshow, S., Hosmer, D.W., Klar, J., dan Lwanga, S.K. (1997). Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Gadja Mada University Press. Halaman 46-55.
Menkes RI. (2002). Daftar Tilik Jaminan Mutu (Quality Assurance) Pelayanan Kefarmasian di Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 23.
Menkes RI. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 36/2009. Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 10-15.
Menkes RI. (2004). Keputusan Mentri Kesehatan RI Nomor: 128/MENKES/SK/II/2004. Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 3-7.
Menkes RI. (2014). Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 30/MENKES/2014. Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Halaman 2-30.
Menkes RI. (2014). Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 35/MENKES/2014. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Halaman 29.
Purwastuti, C.R. (2005). Analisis Faktor-Faktor Pelayanan Farmasi yang Memprediksi Keputusan Beli Obat Ulang Dengan Pendekatan Persepsi Pasien Klinik Umum di Unit Rawat Jalan RS. Telogorejo Semarang. Tesis. Semarang:
(19)
Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Diponogoro. Halaman 3,7-10.
Sari, N. (2008). Analisis Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Jalan Terhadap Kualitas Pemberian Informasi Obat Instalasi Farmasi Rumah Sakit Orthopedi Prof. Dr. Soeharso Surakarta. http//v2.e prints. ums. ac.id/ archive/etd/15398/5/13. Diakses tanggal: 19 Desember 2013. Halaman 30-33.
Sastroasmoro, S. (2008). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi Ketiga. Jakarta: Sagung Seto. Halaman 93 - 95.
Supranto, J. (2006). Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan Untuk Menaikkan Pangsa Pasar. Cetakan Ketiga. Jakarta: Renika Cipta. Halaman 231 - 234, 261. Tjiptono, Fandy, dan Anastasia, D. (2001). Total Quality Management. Edisi Revisi.
Yogyakarta: Andi Offset. Halaman 4.
Yuningsih, Y. (2008). Evaluasi Kinerja Apotek Mitra Sehat Colomadu Karanganyer
Dengan Perspektif Customer dan Keuangan.
http//v2.eprints.ums.ac.id/archive/etd/986/1/1. Diakses tanggal: 19 Desember 2013. Halaman 19.
(20)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif cross sectional. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang melakukan deskripsi mengenai fenomena yang ditemukan, baik yang berupa faktor resiko maupun efek atau hasil, dan cross sectional adalah salah satu pendekatan yang dipergunakan untuk melakukan penelitian terhadap beberapa kelompok anak dalam jangka waktu yang relatif singkat (Sastroasmoro, 2008).
3.2. Sumber Data Penelitian
Sumber data penelitian adalah resep yang masuk ke apotek dan kuesioner yang dibagikan kepada pasien yang ada di apotek Puskesmas. Sampel diambil secara acak sistematis dan dihitung menggunakan proporsi binomunal (binomunal proportions) (Lemeshow, dkk., 1997).
Keterangan:
N = jumlah populasi
n =jumlah resep minimal yang diperlukan Z 1-α/2= derajat kepercayaan
p =proporsi resep
(21)
dengan persen kepercayaan yang diinginkan 95%; N = 2000 lembar resep; = 1,96; p = 0,5; dan d = 0,05 maka diperoleh besar sampel minimal, yaitu:
n = (1,96)2(0,5)(1-0,5)(2000) (0,05)(2000-1)+(1,96)2(0,5)(1-0,5) = 322
Berdasarkan perhitungan di atas, diperoleh sampel untuk mutu pelayanan resep sebesar 322 resep yang masuk ke apotek di Puskesmas Kecamatan Martapura Kabupaten OKU Timur Sumatera Selatan.
Jumlah pasien yang dibagikan kuesioner untuk menentukan tingkat kepuasan terhadap pelayanan di Puskesmas Kecamatan Martapura Kabupaten OKU Timur Sumatera Selatan juga dihitung menggunakan proporsi binomunal (binomunal proportions). Jumlah sampel pasien sama dengan sampel resep yang akan diteliti yaitu 322 orang.
3.3 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2015 di Puskesmas Kecamatan Martapura Kabupaten OKU Timur Sumatera Selatan yang terdiri dari 4 Puskesmas Rawat Jalan, yaitu Puskesmas Kotabaru bertempat di Jalan lintas Sumatera Martapura, Puskesmas Pasar Martapura bertempat di Jalan kol. Burlian kelurahan Pasar Martapura, Puskesmas Bunga Mayang di Jalan Arah Muara Dua KM 13, dan Puskesmas Pemetung bertempat di Jalan Raya pemetung basuki.
3.4 Analisis Data
Data diolah menggunakan program Microsoft Excel, disajikan dalam bentuk tabel, dan diagram.
(22)
a. Pelayanan resep adalah suatu pelayanan terhadap permintaan tertulis dokter, dokter gigi, kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
b. Kepuasaan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang terjadi setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja dan harapan-harapannya dan terbagi dalam tiga kategori yaitu:
Kategori I = tidak puas Kategori II = puas
Kategori III = sangat puas
Tingkat kepuasan pasien dapat diamati berdasarkan beberapa variabel, yaitu:
i. Kehandalan, dalam hal ini adalah melayani secara cepat, kelengkapan obat, keramahan petugas, kesiapan petugas untuk membantu.
ii. Ketanggapan, dalam hal ini adalah cepat dan tepat dalam menghadapi permintaan, mampu memberikan solusi terhadap masalah pengobatan yang dihadapi pasien, komunikasi yang efektif antara petugas dan pasien, serta kelengkapan informasi obat yang diberikan petugas kepada pasien.
iii. Keyakinan, dalam hal ini adalah pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan jasa, kualitas obat yang baik, dan kesesuaian produk obat dengan kebutuhan pasien.
iv. Empati, dalam hal ini adalah perhatian yang diberikan kepada pasien, memberikan pelayanan tanpa memandang status sosial pasien, memberikan kenyamanan kepada pasien selama menunggu.
(23)
v. Bukti langsung, dalam hal ini adalah kebersihan dan kerapian apotek, kenyamanan ruang tunggu, penampilan eksterior dan interior ruangan, serta kebersihan dan kerapian petugas.
3.6 Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Peneliti melakukan pengambilan data langsung di Puskesmas, dan lembar kuisioner untuk tingkat kepuasan terhadap pelayanan resep di Puskesmas.
b. Meminta izin Dekan Fakultas Farmasi USU untuk melakukan penelitian di Puskesmas tersebut.
c. Meminta izin Dinas Kesehatan Kota Martapura untuk melakukan penelitian di Puskesmas tersebut.
d. Mendatangi Puskesmas tersebut dan memberikan surat izin dari Dinas Kesehatan kota Martapura untuk melakukan penelitian.
e. Melakukan pengambilan data langsung pada saat pelayanan resep oleh peneliti di Puskesmas tersebut, dan membagikan kuesioner ke pasien yang datang ke Puskesmas untuk mengetahui tingkat kepuasan terhadap pelayanan resep di Puskesmas.
f. Mengumpulkan kembali kuesioner yang telah diisi oleh pasien.
g. Melakukan analisis data hasil kuesioner dan membuat laporan penelitian. 3.7 Teknik Pengambilan Data
a. Pengambilan data untuk mutu pelayanan resep mengadopsi penelitian yang telah dilakukan oleh Anggraeni (2012), dan sebelumnya juga telah pernah dilakukan oleh Jamil dan Mubasysyir (2006), dengan mengukur beberapa indikator dari resep yang masuk ke apotek. Indikator-indikator tersebut yaitu
(24)
rata-rata waktu penyiapan obat, rerata waktu penyerahan obat, persentase jumlah obat yang diserahkan sesuai resep, persentase jumlah item obat yang diserahkan sesuai resep, persentase penggantian item obat, persentase etiket yang lengkap, dan persentase hasil konseling.
b. Pengambilan data untuk menilai tingkat kepuasan pasien dilakukan dengan membagikan kuesioner kepada pasien yang datang ke apotek untuk menebus resep. Penilaian tingkat kepuasan pasien ditentukan berdasarkan variabel-variabel kehandalan, ketanggapan, keyakinan, empati, dan bukti langsung. Selanjutnya, kuesioner yang telah diisi oleh pasien dikumpulkan kembali dan diberi nilai berdasarkan hasil jawaban pasien.
3.8 Variabel Penelitian dan Cara Pengukuran Variabel 3.8.1 Variabel penelitian
a. Variabel terikat: i. Pelayanan resep ii. Tingkat kepuasan b. Variabel bebas:
i. Pelayanan resep
a) Waktu Penyiapan Obat
Pengukuran dilakukan mulai resep masuk ke loket sampai nama pasien dipanggil, hal ini berhubungan dengan waktu tunggu pasien.
b) Waktu Penyerahan Obat
Pengukuran dilakukan mulai dari nama pasien dipanggil sampai pasien meninggalkan loket, hal ini berhubungan dengan adanya informasi atau kelengkapan informasi yang diberikan.
(25)
c) Jumlah Obat
Pengukuran dilakukan dengan mengamati apakah obat yang diserahkan kepada pasien cukup, jumlahnya sesuai atau kurang dari yang dimaksudkan dalam resep. Pengukuran ini dapat menggambarkan tingkat kecukupan obat di apotek.
d) Jumlah Item Obat
Pengukuran dilakukan dengan mengamati apakah obat yang diserahkan kepada pasien cukup jumlah item sesuai yang dimaksudkan dalam resep. Pengukuran ini dapat menggambarkan tingkat kecukupan obat di apotek. e) Penggantian Item Obat
Pengukuran dilakukan dengan mengamati berapa banyak item obat dalam resep yang diganti baik oleh petugas maupun oleh penulis resep karena alasan obat tidak tersedia atau habis.
f) Etiket
Pengukuran dilakukan dengan mengamati kelengkapan etiket dari ditulisnya nomor urut resep, tanggal, nama pasien, aturan pakai, serta cara pakai/peringatan lain dengan nilai setiap item 1 dan nilai maksimal 5. Nilai 1 diperoleh apabila hanya mencantumkan aturan pakai pada etiket. Nilai 2 diperoleh apabila mencantumkan aturan pakai dan nama pasien. Nilai 3 diperoleh apabila mencantumkan aturan pakai, nama pasien, dan cara pakai/peringatan lain. Nilai 4 diperoleh apabila mencantumkan aturan pakai, nama pasien, cara pakai/peringatan lain, dan tanggal. Nilai 5 diperoleh apabila mencantumkan aturan pakai, nama pasien, cara pakai/peringatan lain, tanggal, dan nomor urut resep.
(26)
g) Hasil Konseling
Pengukuran ini dimaksud untuk melihat apakah ada diberikan informasi kepada pasien tentang obat yang diterimanya sehubungan dengan aturan pakai, cara pakai, dan peringatan lainnya dan seberapa jauh informasi yang diberikan tersebut dapat diterima/dimengerti oleh pasien, dan diberikan nilai pada setiap item pertanyaan. Nilai berkisar antara 1 sampai 3. Nilai 1 diberikan apabila pasien hanya dapat menjawab 1 pertanyaan dengan benar. Nilai 2 diberikan apabila pasien dapat menjawab 2 pertanyaan dengan benar. Nilai 3 diberikan apabila pasien mampu menjawab 3 pertanyaan dengan benar.
ii. Tingkat Kepuasan
a) Responsiveness (daya tanggap), yaitu keinginan para karyawan/staf membantu semua pelanggan serta berkeinginan dan melaksanakan pemberian pelayanan dengan tanggap. Dalam hal ini adalah sikap dari penyedia jasa yang penuh perhatian, cepat dan tepat dalam menghadapi permintaan.
b) Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan memberikan pelayanan dengan segera, tepat (akurat), dan memuaskan. Dalam hal ini adalah melayani secara benar.
c) Assurance (jaminan), yaitu karyawan/staf memiliki kompetensi, kesopanan dan dapat dipercaya, bebas dari bahaya, serta bebas dari risiko dan keragu-raguan. Dalam hal ini adalah pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan jasa.
(27)
d) Emphaty (empati), yaitu karyawan/staf mampu menempatkan dirinya pada pelanggan, dapat berupa kemudahan dalam menjalin hubungan dan komunikasi termasuk perhatiannya terhadap para pelanggannya, serta dapat memahami kebutuhan dari pelanggan. Dalam hal ini adalah perhatian yang diberikan kepada pelanggan.
e) Tangibles (bukti langsung), dapat berupa ketersediaan sarana dan prasarana termasuk alat yang siap pakai serta penampilan karyawan/staf yang menyenangkan (Bustami, 2011).
3.8.2 Cara pengukuran variabel a. Pelayanan Resep
Mutu pelayanan resep diukur melalui rerata waktu penyiapan obat, rerata waktu penyerahan obat, persentase jumlah obat yang diserahkan sesuai resep, persentase jumlah item obat yang diserahkan sesuai resep, persentase penggantian item obat, persentase etiket yang lengkap, dan persentase hasil konseling.
b. Tingkat Kepuasan
Kuesioner yang dibagikan kepada pasien terdiri dari 18 pertanyaan, dimana cara penilaian untuk tiap pertanyaan dengan memberikan nilai pada masing-masing pilihan jawaban berdasarkan skala Lickert (Supranto, 2006).
i. Jawaban sangat baik diberi nilai 5 ii. Jawaban baik diberi nilai 4
iii. Jawaban cukup baik diberi nilai 3 iv. Jawaban kurang baik diberi nilai 2
(28)
Kemudian nilai-nilai tersebut dijumlahkan dan hasil yang diperoleh dibagi atas tiga katagori untuk menentukan tingkat kepuasan pasien, yaitu:
a. Kategori I dengan total nilai 0 - 30 berarti tidak puas b. Kategori II dengan total nilai 31 - 60 berarti puas
(29)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran umum Kabupaten OKU Timur
Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur merupakan satu dari 15 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Sumatera Selatan, dengan luas wilayah 3.370 km2. Dilihat dari sisi geografisnya kabupaten ini terletak antara 103° Bujur Timur sampai dengan 104° Bujur Timur dan antara 3° sampai dengan 4° Lintang Selatan. Luas wilayah Pemerintahan Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur yang beribukota Martapura meliputi 20 Kecamatan, 7 Kelurahan, 286 Desa (BPS Martapura, 2013). 4.2 Gambaran Umum Puskesmas di Kecamatan Martapura
Kecamatan Martapura memiliki 4 Puskesmas Rawat Jalan, yaitu Puskesmas Kotabaru, Puskesmas Martapura, Puskesmas Bunga Mayang dan Puskesmas Pemetung. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Rerata Jumlah Resep yang Masuk Setiap Bulan pada Masing-masing Puskesmas.
Puskesmas Rata-rata Resep Setiap Bulan
Kotabaru 750
Martapura 500
Bunga Mayang 250
Pemetung 500
Data dari BPS Martapura tahun 2013 yang merupakan data paling baru menyatakan bahwa di Puskesmas Kecamatan Martapura Kabupaten OKU Timur tidak terdapat apoteker. Penanggung jawab apotek dilakukan oleh asisten apoteker. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Tenaga Kesehatan di Puskesmas Kecamatan Martapura (BPS Martapura, 2013).
(30)
Tenaga Kesehatan Jumlah
Dokter Umum 9
Dokter Gigi 1
Bidan 95
Perawat gigi 6
Perawat Umum 76
Gizi 3
SKM 17
DIII Farmasi/Asisten apoteker 3
AKL 8
4.3 Indikator Mutu Pelayanan Resep a. Rerata waktu penyiapan obat
Berdasarkan 322 resep yang diamati, peneliti membagi dalam dua kelompok yaitu kelompok obat jadi dan kelompok obat racikan. Kelompok obat jadi terdiri dari 296 resep yang memiliki rerata waktu penyiapan obat adalah 257 detik (4,28 menit) dengan interval waktu 55-599 detik. Sementara kelompok obat racikan terdiri dari 26 resep yang memiliki rerata waktu penyiapan obat adalah 898 detik (14,97 menit) dengan interval waktu 606-2211 detik. Menurut Permenkes tahun 2014 nomor 35 standart lama waktu pelayanan resep antara 15-30 menit. Waktu yang dibutuhkan untuk penyiapan obat tergantung pada jenis obat yang diminta dalam resep. Pada umumnya, waktu penyiapan obat jadi (sediaan tunggal) lebih cepat daripada waktu penyiapan obat racikan (serbuk/campuran), dapat dilihat pada Gambar 4.2 dan Gambar 4.3.
(31)
Waktu Penyiapan Obat (detik)
Gambar 4.2 Diagram waktu penyiapan obat jadi (detik) vs jumlah resep
WaktuPenyiapan Obat (detik)
Gambar 4.3 Diagram waktu penyiapan obat racikan (detik) vs jumlah resep
Diagram waktu penyiapan obat dibedakan karena perbedaan waktu yang cukup jauh. Perbedaan tersebut terjadi karena penyiapan untuk resep obat racikan (serbuk/campuran) membutuhkan waktu yang cukup lama dari pada penyiapan untuk resep obat jadi (sediaan tunggal).
Hal ini dikarenakan petugas membutuhkan waktu untuk mencari dan meracik obat sedangkan jumlah resep yang harus dilayani cukup banyak sehingga petugas
23
94
71
63
35
10
0-100 101-200 201-300 301-400 401-500 501-600
17
3
1
0
1
0
2
(32)
cukup kesulitan terutama untuk melayani resep obat racikan (serbuk/campuran) dan membuat pasien menunggu lebih lama dari pada resep obat jadi.
Rerata waktu penyiapan obat jadi yang paling lama, lalu Puskesmas Kotabaru, Puskesmas Bunga Mayang, dan Puskesmas Pemetung (Tabel 4.3).
Tabel 4.3 Rerata Waktu Penyiapan Obat Jadi di Masing-masing Puskesmas
Puskesmas Rata-rata Waktu
Penyiapan Obat Interval Waktu Resep
Kotabaru 260 detik 40-600 detik 132
Martapura 257 detik 20-500 detik 102
Bunga Mayang 256 detik 100-400 detik 32
Pemetung 255 detik 180-356 detik 30
Rerata waktu penyiapan obat racikan yang paling lama, lalu Puskesmas Pemetung, Puskesmas Martapura, dan Puskesmas Bunga Mayang (Tabel 4.4).
Tabel 4.4 Rerata Waktu Penyiapan Obat Racikan di Masing-masing Puskesmas
Puskesmas Rata-rata Waktu
Penyiapan Obat Interval Waktu Resep
Kotabaru 900 detik 600-1000 detik 12
Martapura 897 detik 700-2400 detik 5
Bunga Mayang 896 detik 650-900 detik 3
Pemetung 899 detik 628-1100 detik 6
b. Rerata waktu penyerahan obat
Rerata waktu penyerahan obat adalah 20 detik dengan interval waktu 4 - 78 detik. Sebanyak 215 resep (66,77%) mempunyai waktu penyerahan di bawah rerata (Gambar 4.4).
(33)
Waktu Penyerahan Obat (detik) Gambar 4.4 Diagram waktu penyerahan obat (detik) vs resep
Rerata waktu penyerahan obat di Puskesmas Kecamatan Martapura Kabupaten OKU Timur Sumatera Selatan lebih lama dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggraeni (2012), yakni 7 detik dengan interval waktu 2 - 80 detik.
Rerata waktu penyerahan obat yang diperoleh peneliti lebih lama dari penelitian Anggraeni (2012), dikarenakan pasien diberikan informasi yang cukup lengkap tentang obat yang diberikan dan adanya komunikasi antara pasien dan petugas mengenai obat yang diberikan sehingga membutuhkan waktu yang lebih banyak. Ketika menyerahkan obat, perlu disertakan juga informasi mengenai obat dan penggunaannya, bahaya terputusnya atau tidak teraturnya penggunaan obat, cara penyimpanan obat, juga tentang kemungkinan interaksi dengan obat lain atau makanan, terutama obat bebas yang digunakan pasien. Perlu diingatkan obat yang mempengaruhi kemampuan mengendarai kendaraan, pejalan kaki dalam jalan ramai, koordinasi berfikir, dan orang yang menjalankan mesin. Pasien diingatkan untuk menyimpan obat jauh dari jangkauan anak-anak (Anief, 2007).
215
87
17
3
(34)
Puskesmas Pemetung memiliki rerata waktu penyerahan obat yang paling lama, lalu Puskesmas Bunga Mayang, Puskesmas Martapura, dan Puskesmas Kotabaru (Tabel 4.5).
Tabel 4.5 Rerata waktu penyerahan obat di masing-masing Puskesmas
Puskesmas Rata-rata Waktu
Penyerahan Obat Interval Waktu Resep
Kotabaru 24 detik 2-80 detik 140
Martapura 19 detik 2-30 detik 32
Bunga Mayang 21 detik 2-40 detik 130
Pemetung 18 detik 2-60 detik 20
c. Persentase jumlah obat yang diserahkan sesuai resep
Berdasarkan 322 resep yang diamati, persentase jumlah obat yang diserahkan sesuai resep adalah 98,76%. Persentase ini lebih tinggi dibandingkan penelitian yang dilakukan Anggraeni (2012), yakni 94,44%. Dari 4 Puskesmas yang diambil datanya, terdapat Puskesmas yang mengurangi jumlah obat, terutama obat penurun panas, yang tertulis dalam resep 9 tablet tetapi yang diberikan 6 tablet. Alasan yang diberikan oleh petugas pengelola obat adalah karena biasanya panas akan turun dalam dua hari sehingga obat akan tersimpan di rumah dalam waktu yang cukup lama, bisa saja sampai lewat tanggal kadaluarsa dan ketika pasien sakit panas, maka obat yang disimpan tadi diminumnya tanpa melihat tanggal kadaluarsa. Hal ini tentu saja sangat membahayakan kesehatan dan keselamatan pasien.
Selama pengurangan jumlah obat tidak untuk obat yang harus habis diminum seperti antibiotik, tidak masalah apabila terjadi pengurangan jumlah obat. Untuk obat antipiretik seperti yang dikemukakan di atas, memang tidak berakibat fatal bagi pasien, mengingat obat antipiretik diminum hanya jika suhu badan naik dan segera
(35)
menghentikan pengobatan jika suhu badan stabil, tetapi bisa berakibat penyalahgunaan dokumentasi.
d. Persentase jumlah item obat yang diserahkan sesuai resep
Berdasarkan 322 resep yang diamati, persentase jumlah item obat yang diserahkan sesuai resep adalah 98,14%. Persentase ini lebih rendah dibandingkan penelitian Anggraeni (2012), yakni 98,89%. Lebih rendahnya persentase jumlah item obat yang diperoleh peneliti daripada penelitian yang dilakukan Anggraeni karena tidak adanya komunikasi 2 arah antara penulis resep dan petugas pengelola obat tentang obat apa saja yang tersedia dan tidak tersedia, misalnya penulis resep meresepkan obat tetes telinga sementara obat tersebut tidak tersedia di Puskesmas. Petugas pengelola obat menuliskan resep obat yang tidak tersedia agar pasien dapat membeli sendiri. Kondisi seperti ini mengharuskan pasien mengeluarkan biaya sendiri/tambahan.
e. Persentase penggantian item obat
Berdasarkan 322 resep yang diamati, persentase penggantian item obat sebanyak 1,94%. Penggantian obat yang terjadi misalnya alopurinol diganti dengan piroksikam. Dibandingkan dengan penelitian Anggareni (2012), persentase penggantian item obat adalah 0%. Ini menunjukkan bahwa persentase penggantian resep di Puskesmas Kecamatan Martapura lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Anggareni (2012).
Hal ini disebabkan karena lamanya waktu tunggu obat. Sebagian unit pengelola obat kabupaten/kota saat ini kurang berfungsi sehingga pengadaan obat menjadi tidak efisien dan tidak sesuai dengan kebutuhan, baik jumlah, jenis, maupun waktunya (Herman, dkk., 2007).
(36)
f. Persentase etiket yang lengkap
Pengukuran persentase etiket dilakukan dengan mengamati kelengkapan etiket dari ditulisnya nomor urut resep, tanggal, nama pasien, aturan pakai, serta cara pakai/peringatan lain dengan nilai setiap item 1 dan nilai maksimal 5. Nilai 1 diperoleh apabila hanya mencantumkan aturan pakai pada etiket. Nilai 2 diperoleh apabila mencantumkan aturan pakai dan nama pasien. Nilai 3 diperoleh apabila mencantumkan aturan pakai, nama pasien, dan cara pakai/peringatan lain. Nilai 4 diperoleh apabila mencantumkan aturan pakai, nama pasien, cara pakai/peringatan lain, dan tanggal. Nilai 5 diperoleh apabila mencantumkan aturan pakai, nama pasien, cara pakai/peringatan lain, tanggal, dan nomor urut resep.
Berdasarkan 322 resep yang diamati, persentase etiket bernilai 1 adalah 64,44% dengan jumlah sampel 218 resep, bernilai 2 adalah 30,28% dengan berjumlah sampel 85 resep dan bernilai 3 adalah 5,28% dengan berjumlah sampel 19 resep, bernilai 4 dan bernilai 5 adalah 0% .
Terdapat beberapa Puskesmas yang langsung menulis aturan pakai, nama dan cara/waktu pakai/peringatan pada kemasan kantong plastik bening menggunakan spidol. Terdapat juga Puskesmas yang menulis aturan pakai pada sepotong kertas kecil yang dimasukkan dalam kantong plastik bening bersamaan dengan obat. Untuk sediaan botol dan salep, langsung ditulis dengan spidol pada kemasannya tanpa menempelkan label. Sedangkan untuk sediaan suspensi antibiotik, semua Puskesmas memberi tanda batas air yang akan dicampurkan pada sediaan suspensi kering antibiotik langsung pada kemasan botol dengan menggunakan spidol. Hal ini dikarenakan tidak adanya tanda batas air yang harus ditambahkan pada kemasan botol, yang ada hanya petunjuk berapa ml yang harus ditambahkan. Puskesmas juga tidak
(37)
menyediakan sendok takaran dosis untuk setiap pasien dengan resep suspensi kering antibiotik. Untuk memudahkan pasien, petugas pengelola obat berinisiatif langsung memberi tanda pada kemasan botol menggunakan spidol dan tentu saja sudah diukur sebelumnya.
Tidak lengkapnya label dapat berakibat tertukarnya obat dan pasien tidak mengetahui apa nama obat yang diminumnya. Penyerahan obat kepada pasien harus diberi etiket yang dilekatkan pada wadah/pengemas yang tertera:
i.nama pasien (sebagai pengganti bila dikehendaki dengan nomor), ii.aturan pakai, dan
iii.paraf yang membuat (asisten apoteker atau apoteker).
Untuk obat yang melalui mulut masuk perut disebut sebagai obat dalam, memakai etiket kertas berwarna putih dan bagi obat luar yaitu untuk kulit, mata, hidung, telinga, dubur, vagina, injeksi, obat kumur yang tidak ditelan digunakan etiket kertas berwarna biru (Anief, 2007).
g. Persentase hasil konseling
Pengukuran persentase hasil konseling dilakukan dengan memberikan tiga pertanyaan kepada pasien, dimana masing-masing pertanyaan diberikan nilai 1 sampai 3. Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada pasien sehubungan dengan aturan pakai, cara pakai, dan peringatan mengenai obat yang diterima pasien. Nilai 1 diberikan apabila pasien hanya dapat menjawab 1 pertanyaan dengan benar.Nilai 2 diberikan apabila pasien dapat menjawab 2 pertanyaan dengan benar. Nilai 3 diberikan apabila pasien mampu menjawab 3 pertanyaan dengan benar. Berdasarkan 322 resep yang diamati, persentase hasil konseling bernilai 1 adalah 0%, bernilai 2 adalah 56,83% dengan jumlah sampel 183 pasien, dan bernilai 3 adalah 43,17% dengan
(38)
jumlah sampel adalah 139 pasien. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar pasien dapat menjawab pertanyaan yang diberikan. Hal ini disebabkan karena seringnya pasien menerima obat dengan jenis yang sama dan sebelumnya sudah dijelaskan oleh dokter yang memberikan resep, serta petugas di apotek juga kembali memberikan informasi obat kepada pasien baik secara lisan maupun tulisan di etiket obat.
4.4 Tingkat Kepuasan Pasien
4.4.1 Karakteristik Responden Penelitian a. Usia
Berdasarkan usia dari 322 responden yang diamati, bahwa lebih dari 50% pasien yang datang berobat dan menebus resep ke apotek Puskesmas Kecamatan Martapura berada pada rentang usia 18 - 49 tahun, dimana usia tersebut masih termasuk dalam usia produktif (Tabel 4.6).
Tabel 4.6 Karakteristik responden berdasarkan usia
Usia Jumlah
(n= 322) %
13-17 tahun 22 6,83
18-49 tahun 165 51,24
>50 tahun 135 41,93
b. Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin dari 322 responden yang diperoleh, dapat dilihat bahwa sebagian besar pasien yang datang berobat dan menebus resep ke apotek Puskesmas Kecamatan Martapura adalah laki-laki yaitu 52,80% dan diikuti oleh perempuan sebanyak 47,20% (Tabel 4.7)
(39)
Tabel 4.7 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin Jumlah
(n=322) %
Laki-laki 170 52,80
Perempuan 152 47,20
c. Pendidikan
Berdasarkan tingkat pendidikan dari 322 responden yang diperoleh, dapat dilihat bahwa 44,10% pasien yang datang berobat dan menebus resep ke apotek Puskesmas Kecamatan Martapura adalah tamatan Perguruan Tinggi/Akademik dan diikuti dengan tamatan SMA sebanyak 49,69%. Berdasarkan tingkat pendidikan, dilihat bahwa pasien yang datang cukup memiliki pengetahuan yang luas sehingga dapat membantu peneliti untuk menjawab pertanyaan yang diberikan secara objektif (Tabel 4.8).
Tabel 4.8 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan
Pendidikan Jumlah
(n= 322) %
Tidak tamat SD 0 0
SD 3 0,93
SMP 17 5,28
SMA 160 49,69
Perguruan Tinggi/Akademik 142 44,10
d. Penghasilan
Berdasarkan penghasilan dari 322 responden yang diamati, dapat dilihat bahwa 54,35% pasien yang datang ke apotek berada pada rentang Rp 1.000.000,00 – Rp 5.000.000,00 dan 39,44% berpenghasilan > Rp 5.000.000,00. Hal ini berkaitan dengan tingkat pendidikan pasien yang sebagian besar tamatan Perguruan Tinggi/Akademik (Tabel 4.9).
(40)
Tabel 4.9 Karakteristik responden berdasarkan penghasilan
Penghasilan Jumlah (n= 322) %
<Rp 1.000.000,00 20 6,21
Rp 1.000.000,00-Rp 5.000.000,00 175 54,35
>Rp 5.000.000,00 127 39,44
e. Pekerjaan
Berdasarkan pekerjaan dari 322 responden yang diamati, dapat dilihat bahwa sebagian besar pasien yang datang berobat dan menebus resep ke Puskesmas Kecamatan Martapura adalah pegawai Puskesmas sendiri yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil dan juga para pensiunan, lalu diikuti oleh para keluarga yang memiliki pekerjaan sebagai ibu rumah tangga, BUMN, mahasiswa/mahasiswi, dan juga wiraswasta (Tabel 4.10).
Tabel 4.10 Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan
Pekerjaan Jumlah (n= 322) %
Mahasiswa/Mahasiswi 48 14,91
Wiraswasta 9 2,79
Pegawai Negeri Sipil 147 45,65
Pegawai BUMN 2 0,62
Ibu Rumah Tangga 48 14,91
Lain-lain (Pensiun) 68 21,12
f. Frekuensi penebusan resep ke apotek Puskesmas Kecamatan Martapura
Berdasarkan frekuensi penebusan resep ke apotek dari 322 responden yang diamati, dapat dilihat bahwa pasien yang datang berobat dan menebus resep ke Puskesmas Kecamatan Martapura 87,27% pernah datang lebih dari lima kali. Hal ini dikarenakan adanya jaminan kesehatan untuk pegawai negeri sipil, dimana mereka tidak perlu mengeluarkan biaya untuk berobat dan menebus resep yang secara tidak langsung menjadi faktor utama seringnya pasien datang untuk berobat (Tabel 4.11).
(41)
Berapa kali pasien datang ke apotek Jumlah (n= 322) %
Pertama kali 5 1,55
2-5 kali 36 11,18
>5 kali 281 87,27
g. Tujuan penebusan
Berdasarkan tujuan penebusan resep dari 322 responden yang diamati, dapat dilihat bahwa 66,15% resep yang ditebus bertujuan untuk pemakaian sendiri, 33,23% bertujuan untuk anak/keluarga, dan 0,62% bertujuan untuk orang lain (Tabel 4.12). Tabel 4.12 Karakteristik responden berdasarkan tujuan penebusan resep
Resep yang ditebus untuk Jumlah (n= 322) %
Diri sendiri 213 66,15
Anak/keluarga 107 33,23
Orang lain 2 0,62
4.4.2 Distribusi Penilaian pada Variabel yang Mempengaruhi Tingkat Kepuasaan Pasien
Perolehan data penilaian pada variabel-variabel yang mempengaruhi tingkat kepuasan pasien terhadap mutu pelayanan resep di Puskesmas Kecamatan Martapura Kabupaten OKU Timur Sumatera Selatan berdasarkan jumlah pasien yang dijadikan responden. Dari semua variabel kehandalan, mayoritas pasien menyatakan baik. Dimana untuk kecepatan pelayanan sebanyak 194 responden (60,25%), kelengkapan obat sebanyak 182 responden (56,52%), keramahan petugas sebanyak 169 responden (52,48%), tingkat kesiapan untuk membantu sebanyak 180 responden (55,90%) (Tabel 4.13).
Berdasarkan variabel ketanggapan, diperoleh mayoritas persentase untuk cepat tanggap petugas, pemberian solusi, dan informasi obat adalah baik dengan masing-masing jumlah responden sebanyak 187 responden (58,07%), 180 responden
(42)
(55,90%), dan 205 responden (63,66%). Sementara untuk komunikasi yang efektif diperoleh persentase terbesar adalah sangat baik sebanyak 142 responden yaitu 44,10% (Tabel 4.13).
Informasi obat merupakan salah satu hal yang penting dalam pelayanan kefarmasian oleh karena itu petugas apotek harus memberikan informasi yang benar, jelas, dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Manfaat adanya pemberian informasi obat yaitu, mengurangi resiko terjadinya kesalahan dan ketidakpatuhan pasien terhadap aturan pemakaian obat, mengurangi resiko terjadinya efek samping obat, menambah keyakinan akan efektivitas dan kemampuan obat yang digunakan (Sari, 2008).
Informasi obat yang diberikan kepada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi (Menkes, RI., 2004).
(43)
Tabel 4.13 Data penilaian pada variabel yang mempengaruhi tingkat kepuasan pasien
No PERTANYAAN
1 Jlh respo nden (%) 2 Jlh respon den (%) 3 Jlh respond en (%) 4 Jlh respond en (%) 5 Jlh respond en (%) A. KEHANDALAN
A1 Kecepatan pelayanan 0
(0) 12 (3,73) 96 (29,81) 194 (60,25) 20 (6,21)
A2 Kelengkapan obat 0
(0) 6 (1,86) 121 (37,58) 182 (56,52) 13 (4,04)
A3 Keramahan petugas 0
(0) 0 (0) 51 (15,84) 169 (52,48) 102 (31,68)
A4 Kesiapan membantu 0
(0) 0 (0) 78 (24,22) 180 (55,90) 64 (19,88) B. KETANGGAPAN
B1 Cepat tanggap 0
(0) 0 (0) 78 (22,67) 187 (58,07) 62 (19,26)
B2 Pemberian solusi 0
(0) 0 (0) 79 (24,53) 180 (55,90) 63 (19,57)
B3 Komunikasi efektif 0
(0) 0 (0) 50 (15,53) 130 (40,37) 142 (44,10)
B4 Informasi obat 0
(0) 0 (0) 81 (25,16) 205 (63,66) 36 (11,18) C. KEYAKINAN
C1 Pengetahuan dan keterampilan 0 (0) 0 (0) 78 (24,22) 199 (61,80) 45 (13,98)
C2 Kualitas obat 0
(0) 0 (0) 47 (14,59) 244 (75,78) 31 (9,63) C3 Kesesuaian produk obat 0
(0) 1 (0,31) 58 (18,01) 238 (73,91) 25 (7,77) D. EMPATI
D1 Perhatian petugas 0
(0) 0 (0) 99 (30,75) 184 (57,14) 39 (12,11) D2 Pelayanan tanpa memandang
status sosial 0 (0) 0 (0) 57 (17,70) 192 (59,63) 73 (22,67)
D3 Kenyamanan menunggu 0
(0)
0 (0)
111 (34,47)
161 (50) 50 (15,53) E. BUKTI LANGSUNG
E1 Kebersihan dan kerapian apotek 0 (0) 0 (0) 54 (16,77) 181 (56,21) 87 (27,02) E2 Kenyamanan ruang tunggu 0
(0) 0 (0) 63 (19,57) 165 (51,24) 94 (29,19) E3 Eksterior dan interior ruangan 0
(0) 0 (0) 73 (22,67) 193 (59,94) 56 (17,39) E4 Kebersihan dan kerapian
petugas 0 (0) 0 (0) 59 (18,32) 208 (64,60) 55 (17,08) Keterangan :
(44)
Berdasarkan dari variabel keyakinan, diperoleh persentase untuk pengetahuan dan keterampilan petugas terbesar adalah baik sebanyak 199 responden yaitu 61,80%. Untuk kualitas obat dan kesesuaian produk obat dengan yang diresepkan diperoleh persentase terbesar adalah baik, dimana masing-masing 244 responden dan 238 responden, yaitu 75,78% dan 73,91%. Untuk variabel empati juga tidak berbeda dari variabel-variabel sebelumnya, dimana perhatian petugas kepada pasien, pelayanan yang diberikan petugas tanpa memandang status sosial, dan kenyamanan saat menunggu memperoleh persentase terbesar adalah baik, yaitu 57,14% untuk 184 responden, 59,63% untuk 192 responden, dan 50% untuk 161 responden (Tabel 4.13).
Berdasarkan variabel bukti langsung, diperoleh persentase kebersihan dan kerapian apotek yang dirasakan pasien adalah baik sebanyak 181 responden yaitu 56,21%. Untuk kenyaman ruang tunggu diperoleh persentase terbesar adalah baik sebanyak 165 responden yaitu 51,24%. Pendapat pasien tentang eksterior dan interior ruangan adalah baik sebanyak 193 responden dengan persentase 59,94%. Untuk kebersihan dan kerapian petugas, sebanyak 208 pasien memiliki pendapat baik dengan persentase 64,60% (Tabel 4.13).
4.4.3 Penilaian Tingkat Kepuasan
Penilaian tingkat kepuasan pasien dilakukan dengan menjumlahkan nilai dari variabel-variabel di atas, maka dapat diperoleh total nilai tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kefarmasian di Puskesmas Kecamatan Martapura Kabupaten OKU Timur Sumatera Selatan yaitu, merasa sangat puas sebanyak 268 responden dengan persentase 83,20% dengan rentang skor 61 - 90, lalu diikuti 54 responden yang merasa
(45)
puas dengan persentase 16,80% dengan rentang skor 31 - 60, dan tidak ada pasien yang merasa tidak puas (Tabel 4.14 dan Gambar 4.5).
Menurut Supranto (2006), terdapat lima determinan penilaian jasa yaitu kehandalan (reliability) adalah kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya, ketanggapan (responsiveness) kemampuan membantu pelanggan untuk memberikan jasa dengan cepat atau ketanggapan, keyakinan (confidence) pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan atau (assurance), empati (emphaty) kemampuan untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi pelanggan, dan berwujud (tangible) penampilan fasilitas fisik, peralatan, personel, dan media komunikasi. Tabel 4.14 Total skor pasien berdasarkan variabel yang mempengaruhi tingkat
kepuasan pasien.
Total skor kepuasan pasien Jumlah (n= 322) %
1 (0-30) 0 0
2 (31-60) 54 16,80
3 (61-90) 268 83,20
Keterangan :
* : 1 (tidak puas), 2 (puas), 3 (sangat puas)
Kepuasan merupakan perasaan menyenangkan atau kecewa seseorang yang membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja (hasil) dan harapan-harapannya. Kualitas berdampak langsung pada kinerja atau jasa. Kepuasan merupakan hal yang penting untuk menilai mutu pelayanan dari pelayanan suatu pemberi jasa dan menilai keberhasilan dari suatu organisasi apotek (Kothler, 2003).
Adanya perbedaan kebutuhan yang diinginkan oleh pasien akan menyebabkan perubahan pada kepuasan pasien tersebut. Untuk itu, penyedia jasa dalam hal ini adalah apotek harus senantiasa memberikan pelayanan yang terbaik kepada para pasien (Amirin, 2009).
(46)
Kepuasan Pasien
Gambar 4.5 Diagram kepuasan pasien vs jumlah pasien
Pengukuran kepuasan konsumen merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien, dan lebih efektif. Apabila konsumen merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan tidak efisien. Tingkat kepuasan konsumen terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting dalam suatu sistem penyediaan pelayanan yang tanggap terhadap kebutuhan konsumen, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak pelayanan terhadap populasi sasaran (Yuningsih, 2008).
0
54
268
(47)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian dapat disimpulkan:
a. berdasarkan pelayanan resep terhadap mutu pelayanan resep di Puskesmas Kecamatan Martapura Kabupaten OKU Timur Sumatera Selatan belum memenuhi standar.
b. berdasarkan tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan resep di Puskesmas Kecamatan Martapura kabupaten OKU Timur Sumatera Selatan, 268 pasien (83,20%) merasa sangat puas, 54 pasien (16,80%) merasa puas, dan tidak ada pasien yang merasa tidak puas. Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pasien merasa sangat puas terhadap mutu pelayanan resep yang diberikan di Puskesmas Kecamatan Martapura Kabupaten OKU Timur Sumatera Selatan.
5.2 Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan, maka disarankan untuk penelitian selanjutnya:
a. disarankan untuk perbaikan menyeluruh mengacu pada Permenkes nomor 30 tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas.
b. disarankan adanya penempatan tenaga apoteker minimal 1 apoteker di masing-masing Puskesmas sebagai pemenuhan ketentuan Permenkes nomor 30 tahun 2014.
(48)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pelayanan Kefarmasian
Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien (Menkes, RI., 2004).
Menurut Purwastuti, digolongkan pelayananan kefarmasian sebagai salah satu pelayanan penunjang medik terapeutik bersama-sama dengan kegiatan lain seperti ruang operasi, instalasi gawat darurat, dan rehabilitasi medik. Pada saat ini, pasien dihadapkan beraneka ragam pilihan pelayanan kesehatan termasuk pelayanan farmasi. Mereka mempunyai posisi yang cukup kuat sehingga dalam memilih pelayanan tidak hanya mempertimbangkan aspek produk saja, tetapi juga aspek proses dan jalinan relasinya (Purwastuti, 2005).
2.1.1 Pengelolaan Perbekalan Kefarmasian
Pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai merupakan salah satu kegiatan pelayanan kefarmasian, yang dimulai dari perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan serta pemantuan dan evaluasi. Tujuannya adalah untuk menjamin kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan obat dan bahan medis habis pakai yang efisien, efektif, dan rasional, meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga kefarmasian,
(49)
mewujudkan sistem informasi manajemen, dan melaksanakan pengendalian mutu pelayanan (Menkes, RI., 2014).
Kepala ruang farmasi di Puskesmas mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk menjamin terlaksananya pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai yang baik.
Kegiatan pengelolaan obat dan bahan medis pakai meliputi: a. Perencanaan kebutuhan obat dan bahan medis habis pakai
Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi obat dan bahan medis habis pakai untuk menentukan jenis dan jumlah obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan puskesmas.
Tujuan perencanaan adalah untuk mendapatkan:
i. perkiraan jenis dan jumlah obat dan bahan medis habis pakai yang mendekati kebutuhan;
ii. meningkatkan penggunaan obat secara rasional; dan iii. meningkatkan efisiensi penggunaan obat.
Perencanaan kebutuhan obat dan bahan medis habis pakai di Puskesmas setiap periode dilaksanakan oleh ruang farmasi di Puskesmas.
b. Permintaan obat dan bahan medis habis pakai
Tujuan permintaan obat dan bahas medis habis pakai adalah memenuhi kebutuhan obat dan bahan medis habis pakai di Puskesmas, sesuai dengan perencanaan kebutuhan yang telah dibuat. Permintaan diajukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah daerah setempat.
(50)
c. Penerimaan obat dan bahan medis habis pakai
Penerimaan obat dan bahan medis habis pakai adalah suatu kegiatan dalam menerima obat dan bahan medis habis pakai dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota sesuai dengan permintaan yang telah diajukan.
Tujuannya adalah agar obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan permintaan yang diajukan oleh Puskesmas. Semua petugas yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan bertanggung jawab atas ketertiban penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan dan penggunaan obat dan bahan medis habis pakai berikut kelengkapan catatan yang menyertainya. Masa kadaluwarsa minimal dari obat yang diterima disesuaikan dengan periode pengelolaan di Puskesmas ditambah satu bulan. d. Penyimpanan obat dan bahan medis habis pakai
Penyimpanan obat dan bahan medis habis pakai merupakan suatu kegiatan pengaturan terhadap obat yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin, sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Tujuannya adalah agar mutu obat yang tersedia di Puskesmas dapat dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Penyimpanan obat dan bahan medis habis pakai dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
i.bentuk dan jenis sediaan;
ii.stabilitas (suhu, cahaya, kelembaban); iii.mudah atau tidaknya meledak/terbakar; dan
iv.narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus.
(51)
Pendistribusian obat dan bahan medis habis pakai merupakan kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat dan bahan medis habis pakai secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub unit/satelit farmasi Puskesmas dan jaringannya.
Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan obat sub unit pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas dengan jenis, mutu, jumlah dan waktu yang tepat.
f. Pengendalian obat dan bahan medis habis pakai
Pengendalian obat dan bahan medis habis pakai adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan dasar. Tujuannya adalah agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan dasar.
Pengendalian obat terdiri dari: i.pengendalian persediaan; ii.pengendalian penggunaan; dan
iii.penanganan obat hilang, rusak, dan kadaluwarsa. g. Pencatatan, pelaporan dan pengarsipan
Pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka penatalaksanaan obat dan bahan medis habis pakai secara tertib, baik obat dan bahan medis habis pakai yang diterima, disimpan, didistribusikan dan digunakan di Puskesmas atau unit pelayanan lainnya (Menkes, RI., 2014).
Tujuan pencatatan, pelaporan dan pengarsipan adalah:
(52)
ii.sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian; dan iii.sumber data untuk pembuatan laporan.
h. Pemantauan dan evaluasi pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai
Pemantauan dan evaluasi pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai dilakukan secara periodik dengan tujuan untuk:
i.mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai sehingga dapat menjaga kualitas maupun pemerataan pelayanan;
ii.memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai; dan
iii.memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan (Menkes, RI., 2014). 2.1.2 Pelayanan Farmasi Klinik
Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian dari pelayanan kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan obat dan bahan media habis pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Menkes, RI., 2014).
Pelayanan farmasi klinik bertujuan untuk:
i.meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan kefarmasian di Puskesmas;
ii.memberikan pelayanan kefarmasian yang dapat menjamin efektivitas, keamanan dan efisiensi obat dan bahan medis habis pakai;
iii.meningkatkan kerjasama dengan profesi kesehatan lain dan kepatuhan pasien yang terkait dalam pelayanan kefarmasian;
(53)
iv.melaksanakan kebijakan obat di Puskesmas dalam rangka meningkatkan penggunaan obat secara rasional (Menkes, RI., 2014).
Pelayanan farmasi klinik meliputi:
a. Pengkajian Resep, Penyerahan obat, dan Pemberian informasi obat
Kegiatan pengkajian resep dimulai dari seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.
Persyaratan administrasi meliputi:
i.nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien; ii.nama, dan paraf dokter;
iii.tanggal resep;
iv.ruangan/unit asal resep. Persyaratan farmasetik meliputi:
i.bentuk, dan kekuatan sediaan; ii.dosis dan jumlah obat;
iii.stabilitas dan ketersediaan; iv.aturan dan cara penggunaan;
v.inkompatibilitas (ketidakcampuran obat). Persyaratan klinis meliputi:
i.indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat; ii.ketepatan duplikasi pengobatan;
iii.alergi, indikasi dan efek samping obat iv.kontra indikasi;
(54)
Kegiatan penyerahan (Dispensing) dan pemberian informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap menyiapkan/meracik obat, memberikan label/etiket, menyerahkan sediaan farmasi dengan informasi yang memadai disertai pendokumentasian.
Tujuan:
i.pasien memperoleh obat sesuai dengan kebutuhan klinis/pengobatan; ii.pasien memahami tujuan pengobatan dan mematuhi intruksi pengobatan. b. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, jelas dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.
Tujuan:
i.menyediakan informasi mengenai obat kepada tenaga kesehatan lain di lingkungan Puskesmas, pasien dan masyarakat;
ii.menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan obat (contoh: kebijakan permintaan obat oleh jaringan dengan mempertimbangkan stabilitas, harus memiliki alat penyimpanan yang memadai);
iii.menunjang penggunaan obat yang rasional (Menkes, RI., 2014). c. Konseling
Merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan penggunaan obat pasien rawat jalan dan rawat inap, serta keluarga pasien.
Tujuan dilakukannya konseling adalah memberikan pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien/keluarga pasien antara lain tujuan pengobatan, jadwal
(55)
pengobatan, cara dan lama penggunaan obat, efek samping, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan dan penggunaan obat.
Setelah dilakukan konseling, pasien yang memiliki kemungkinan mendapat risiko masalah terkait obat misalnya komorbiditas, lanjut usia, lingkungan sosial, karakteristik obat, kompleksitas pengobatan, komploksitas penggunaan obat, kebinggungan atau kurangnya pengetahuan dan keterampilan tentang bagaimana menggunakan obat dan/atau alat kesehatan perlu dilakukan pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care) yang bertujuan tercapainya keberhasilan terapi obat (Menkes, RI., 2014).
d. Ronde/Visite Pasien
Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan secara mandiri atau bersama tim profesi kesehatan lainnya terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi, dan lain-lain.
Tujuan:
i.memeriksa obat pasien;
ii.memberikan rekomendasi kepada dokter dalam pemilihan obat dengan mempertimbangkan diagnosis dan kondisi klinis pasien;
iii.memantau perkembangan klinis pasien yang terkait dengan penggunaan obat; iv.berperan aktif dalam pengambilan keputusan tim profesi kesehatan dalam terapi
pasien.
Pasien rawat inap yang telah pulang ke rumah ada kemungkinan terputusnya kelanjutan terapi dan kurangnya kepatuhan penggunaan obat. Untuk itu, perlu juga dilakukan pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care) agar terwujud
(56)
komitmen, keterlibatan, dan kemandirian pasien dalam penggunaan obat sehingga tercapai keberhasilan terapi obat.
e. Pemantauan dan pelaporan efek samping obat (ESO)
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis. Tujuan:
i.menemukan efek samping obat sedini mungkin terutama yang berat, tidak dikenal dan frekuensinya jarang;
ii.menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat yang sudah sangat dikenal atau yang baru saja ditemukan (Menkes, RI., 2014).
f. Pemantauan terapi obat (PTO)
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi obat yang efektif, terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
Tujuan:
i.mendeteksi masalah yang terkait dengan obat;
ii.memberikan rekomendasi penyelesaian masalah yang terkait dengan obat (Menkes, RI., 2014).
g. Evaluasi penggunaan obat
Merupakan kegiatan untuk mengevaluasi penggunaan obat secara terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau (rasional).
(57)
i.mendapatkan gambaran pola penggunaan obat pada kasus tertentu;
ii.melakukan evaluasi secara berkala untuk penggunaan obat tertentu (Menkes, RI., 2014).
2.2 Pelayanan Resep
Pelayanan resep adalah suatu proses pelayanan terhadap permintaan tertulis dokter, dokter gigi, kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku (Menkes, RI., 2014).
2.2.1 Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi kepada apoteker, baik dalam bentuk paper maupun elektronik untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku (Menkes, RI., 2014).
Resep harus ditulis secara jelas dan lengkap. Apabila resep tidak dapat dibaca dengan jelas atau tidak lengkap, apoteker harus menanyakan obat kepada dokter penulis resep.
2.2.2 Standar Penulisan Resep
Resep selalu dimulai dengan tanda R/ yang artinya recipe (ambilah). Dibelakang tanda ini (R/) biasanya baru tertera nama dan jumlah obat. Suatu resep yang lengkap harus memuat:
a.nama, alamat dan nomor izin praktek dokter atau dokter gigi b.tanggal, penulisan resep, nama setiap obat atau komposisi obat c.memberikan tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep
(58)
d.tanda tangan atau paraf dokter penulisan dokter penulisan resep sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
e.nama pasien, jenis kelamin, umur, serta alamat
f. tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat yang jumlahnya melebihi dosis maksimal.
2.2.3 Skrining Resep
Skrining resep adalah hasil evaluasi dengan cara membandingkan literatur dan ketentuan yang telah ditetapkan terhadap resep dokter. Tahapan proses skrining resep meliputi:
a.melakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan resep yaitu: nama dokter, nomor izin praktek, alamat, tanggal penulisan resep, tanda tangan atau paraf dokter, nama pasien, alamat pasien, umur pasien, jenis kelamin dan berat badan pasien
b.melakukan pemeriksaan kesesuaian farmasetik yaitu: bentuk sediaan, dosis, frekuensi, kekuatan, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian obat c.mengkaji aspek klinis yaitu: adanya alergi, efek samping, interaksi kesesuaian
(dosis, durasi, jumlah obat dan kondisi khusus lainnya), membuat kartu pengobatan pasien
d.mengkonsultasikan ke dokter tentang masalah resep apabila diperlukan (Menkes, RI., 2004).
2.2.4 Indikator Mutu Pelayanan Resep
Untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian kepada masyarakat, digunakan tujuh indikator untuk evaluasi mutu pelayanan yaitu:
(59)
Merupakan kegiatan menyiapkan menimbang, mencampur, mengemas, dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis, dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.
b.Etiket
Etiket harus jelas dan dapat dibaca. c.Kemasan obat yang diserahkan
Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.
d.Penyerahan obat
Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien.
e.Informasi obat
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
f. Konseling
Apoteker harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan, dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau
(60)
penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan. g. Monitoring penggunaan obat
Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan kronis lainnya.
2.3 Kepuasan Pasien
2.3.1 Definisi Kepuasan Pasien
Kepuasaan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang terjadi setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja dan harapan-harapannya (Kothler, 2003).
Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan konsumen. Pengukuran kepuasan konsumen merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien dan lebih efektif. Apabila konsumen merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan tidak efisien. Hal ini terutama sangat penting bagi pelayanan publik. Tingkat kepuasan konsumen terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting dalam mengembangkan suatu sistem penyediaan pelayanan yang tanggap terhadap kebutuhan konsumen, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak pelayanan terhadap populasi sasaran (Sari, 2008).
(61)
Kepuasaan konsumen dapat mempengaruhi minat untuk kembali ke apotek yang sama. Hal ini akan merupakan promosi dari mulut ke mulut bagi calon konsumen lainnya yang diharapkan sangat positif bagi usaha apotek (Supranto, 2006).
2.3.2 Faktor-Faktor Kepuasan Pasien
Mempertahankan konsumen agar tetap loyal terhadap apotek adalah lebih sulit. Kepuasan konsumen merupakan salah satu faktor utama yang menentukan tingkat kepuasan konsumen yaitu kualitas pelayanan pada konsumen. Kepuasan konsumen adalah faktor penentu kesetiaan terhadap apotek (Sari, 2008).
Menurut Tjiptono, dkk., (2001), kepuasan konsumen ditentukan oleh beberapa faktor: a.sikap pendekatan petugas medis terhadap konsumen;
b.prosedur yang tidak membingungkan konsumen;
c.waktu tunggu yang tidak terlalu lama yang dirasakan oleh konsumen; d.keramahan petugas kesehatan terhadap konsumen;
e.proses penyembuhan yang dirasakan konsumen.
Menurut Budiastuti (2002), kepuasan pasien terhadap jasa pelayanan yang diterima mengacu pada beberapa faktor antara lain:
a.Kualitas produk atau jasa
Pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk atau jasa yang digunakan berkualitas. Persepsi pasien terhadap kualitas produk atau jasa dipengaruhi oleh dua hal yaitu kenyataan kualitas produk atau jasa yang sesungguhnya dan komunikasi perusahaan.
(62)
Kualitas pelayanan memegang peranan penting dalam industri jasa. Pelanggan dalam hal ini pasien akan merasa puas jika mereka memperoleh pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkannya.
c.Faktor emosional
Pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum terhadap pasien memilih rumah sakit yang sudah mempunyai pandangan rumah sakit mahal. Cenderung memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi.
d.Harga
Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar. Sedangkan rumah sakit yang berkualitas sama tetapi berharga murah, memberi nilai yang lebih tinggi pada pasien.
e.Biaya
Mendapatkan produk atau jasa, pasien tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan jasa pelayanan, cenderung puas terhadap jasa pelayanan.
Sumber daya manusia untuk mengelola apotek adalah seorang apoteker yang profesional. Dalam pengelolaan apotek, apoteker harus:
a.mampu menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik; b.mampu mengambil keputusan yang tepat;
c.mampu berkomunikasi antar profesi;
(63)
e.membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan (Menkes, RI., 2004).
Pelayanan konsumen dapat berupa produk, jasa atau campuran produk dan jasa. Apotek merupakan pelayanan produk dan jasa yang dikaitkan dengan kepuasan konsumen (Harianto, 2005).
Terdapat lima determinan penilaian jasa yaitu:
a.Kehandalan (reliability), kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya.
b.Ketanggapan (responsiveness), kemauan untuk membantu pelanggan yang memberikan jasa dengan cepat.
c.Keyakinan (confidence), pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan atau assurance.
d.Empati (emphaty), syarat untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi pelanggan.
e.Berwujud (tangible), penampilan fasilitas fisik, peralatan, personel dan media komunikasi (Supranto, 2006).
2.4 Puskesmas
Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Secara nasional standar wilayah kerja Puskesmas adalah satu kecamatan apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari satu Puskesmas, maka tanggung jawab wilayah
(64)
kerja dibagi antar Puskesmas dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah, yaitu desa/kelurahan atau dusun/rukun warga (RW) (Menkes, RI., 2004).
Tolak ukur penyelenggara upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama adalah Puskesmas yang didukung secara lintas sektoral dan didirikan sekurang-kurangnya satu di setiap kecamatan. Puskesmas bertanggung jawab atas masalah kesehatan di wilayah kerjanya. Terdapat tiga fungsi utama Puskesmas, yakni:
a.pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan; b.pusat pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan; dan c.pusat pelayanan kesehatan tingkat dasar.
Prasarana dan sarana yang harus dimiliki Puskesmas untuk meningkatkan pelayanan kefarmasian adalah sebagai berikut:
a.papan nama apotek yang dapat terlihat jelas oleh pasien b.ruang tunggu yang nyaman bagi pasien
c.peralatan penunjang pelayanan kefarmasian, antara lain timbangan gram dan miligram, mortir-stamper, gelas ukur, corong, rak alat-alat, dan lain-lain
d.tersedia tempat dan alat untuk mendisiplinkan formasi obat bebas dalam upaya penyuluhan pasien, misalnya untuk memasang poster, tempat brosur, dan majalah kesehatan
e.tersedia sumber informasi dan literatur obat yang memadai untuk pelayanan informasi obat, antara lain: Farmakope Indonesia edisi terakhir, Informasi Spesialite Obat Indonesia (ISO), dan Informasi Obat Nasional Indonesia (IONI) f. tersedia tempat dan alat untuk melakukan peracikan obat yang memadai
(65)
g.tempat penyimpanan obat khusus, seperti lemari es untuk supositoria, serum dan vaksin, dan lemari terkunci untuk penyimpanan narkotika sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
h.tersedia kartu stok untuk masing-masing jenis obat atau computer agar pemasukan dan pengeluaran obat termasuk tanggal kadaluarsa obat dapat dipantau dengan baik
i. tempat penyerahan obat yang memadai, yang kemungkinan untuk melakukan pelayanan informasi obat (Menkes, RI., 2004).
(66)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemerintah belum sepenuhnya menyelenggarakan pembangunan kesehatan yang efektif, efisien, dan bermutu sesuai dengan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik. Sistem informasi kesehatan menjadi lemah setelah menerapkan kebijakan desentralisasi. Data dan informasi kesehatan untuk perencanaan tidak tersedia tepat waktu. Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS) yang berbasis fasilitas sudah mencapai tingkat kabupaten/kota, namun belum dimanfaatkan. Proses desentralisasi yang semula diharapkan mampu memberdayakan daerah dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, dalam kenyataannya belum sepenuhnya berjalan dan bahkan memunculkan euforia di daerah yang mengakibatkan pembangunan kesehatan terkendala (Menkes, RI., 2009).
Kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan. Upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya pada mulanya berupa upaya penyembuhan penyakit kemudian secara berangsur-angsur berkembang ke arah keterpaduan upaya kesehatan untuk seluruh masyarakat dengan mengikut sertakan masyarakat secara luas yang mencakup upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif bersifat menyeluruh terpadu dan berkesinambungan (Menkes, RI., 2009).
(67)
Puskesmas sebagai unit pelaksana teknis tingkat pertama, dalam implementasi program masih menghadapi masalah antara lain implementasi kurang berorientasi pada masalah dan kebutuhan kesehatan masyarakat setempat (Menkes, RI., 2004).
Pengelolaan dan pelayanan obat di Puskesmas merupakan suatu hal yang perlu dilakukan karena obat yang diinventariskan di Puskesmas menyerap dana yang cukup besar yaitu lebih kurang 30-40% dari anggaran pembangunan kesehatan di masing-masing kabupaten/kota. Latar belakang pendidikan petugas di ruang obat farmasi puskesmas sangat beragam mulai dari tenaga apoteker, asisten apoteker, perawat, dan lain-lain ( Menkes, RI., 2002).
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah tercapainya kecamatan sehat. Kecamatan sehat mencakup 4 indikator utama, yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu dan derajat kesehatan penduduk. Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat mandiri dalam hidup sehat. Untuk mencapai visi tersebut, puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat sehingga perlu ditunjang dengan pelayanan resep. Oleh karena itu, puskesmas harus menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan (Menkes, RI., 2004).
Apabila pelayanan resep sudah sesuai dengan peraturan maka harus dipertahankan. Namun, apabila belum sesuai harus ditingkatkan menjadi lebih baik sesuai peraturan yang berlaku. Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dan mengambil sampel di Puskesmas Kecamatan Martapura Kabupaten OKU Timur Sumatera Selatan karena belum pernah ada
(68)
penelitian mengenai pelayanan resep di Puskesmas Kecamatan Martapura Kabupaten OKU Timur Sumatera Selatan.
1.2 Kerangka Pikir Penelitian
Menentukan mutu pelayanan resep dan tingkat kepuasan pasien dapat dibagi atas variabel terikat dan variabel bebas. Pelayanan resep dan tingkat kepuasan pasien merupakan variabel terikat. Varabel bebas untuk pelayanan resep adalah waktu penyiapan obat, waktu penyerahan obat, jumlah obat, jumlah item obat, penggantian item obat, etiket, dan hasil konseling, sementara variabel bebas untuk tingkat kepuasan adalah kehandalan, ketanggapan, keyakinan, empati, dan bukti langsung. Selengkapnya mengenai gambaran kerangka pikir penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian 1.3 Perumusan Masalah
Variabel Bebas a. Pelayanan resep Waktu penyiapan obat Waktu penyerahan obat Jumlah obat
Jumlah item obat Penggantian item obat Etiket
Hasil konseling b. Pendapat pasien Kehandalan
Ketanggapan Keyakinan Empati
Bukti langsung
Variabel Terikat a. Pelayanan resep Belum sesuai standar Sesuai standar
b. Tingkat kepuasan Sangat puas
Puas Tidak Puas
(69)
Berdasarkan latar belakang, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
a. apakah mutu pelayanan resep di Puskesmas Kecamatan Martapura Kabupaten OKU Timur Sumatera Selatan belum sesuai standar pelayanan kefarmasian? b. apakah tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan di Puskesmas Kecamatan
Martapura Kabupaten OKU Timur Sumatera Selatan sangat puas?
1.4 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka hipotesa dalam penelitian ini adalah:
a. mutu pelayanan resep di Puskesmas Kecamatan Martapura Kabupaten OKU Timur Sumatera Selatan belum sesuai standar
b. tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan di Puskesmas Kecamatan Martapura Kabupaten OKU Timur Sumatera Selatan sangat puas
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah:
a. untuk mengetahui mutu pelayanan resep di Puskesmas Kecamatan Martapura Kabupaten OKU Timur Sumatera Selatan
b. untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan di Puskesmas Kecamatan Martapura Kabupaten OKU Timur Sumatera Selatan
(70)
1.6 Manfaat Penelitian
a. penelitian ini sangat bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengalaman peneliti serta bahan untuk penerapan ilmu yang sudah didapat selama kuliah b. penelitian ini sangat bermanfaat bagi manajemen pelayanan Puskesmas di
Kecamatan Martapura Kabupaten OKU Timur Sumatera Selatan sebagai upaya peningkatan kualitas pelayanan di Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Martapura dalam rangka pembinaan Puskesmas c. penelitian ini dapat memberikan informasi kepada Puskesmas Kecamatan
Martapura Kabupaten OKU Timur Sumatera Selatan mengenai tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan resep di Puskesmas Kecamatan Martapura Kabupaten OKU Timur Sumatera Selatan
(1)
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Kerangka Pikir Penelitian ... 3
1.3 Perumusan Masalah ... 4
1.4 Hipotesis ... 4
1.5 Tujuan Penelitian ... 4
1.6 Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Pelayanan Kefarmasian ... 6
2.1.1 Pengelolaan Perbekalan Kefarmasian... 6
2.1.2 Pelayanan Farmasi Klinik... 10
(2)
2.2.1 Resep ... 15
2.2.2 Standar Penulisan Resep... 16
2.2.3 Skrining Resep ... 16
2.2.4 Indikator Mutu Pelayanan Resep ... 17
2.3 Kepuasan Pasien ... 18
2.3.1 Definisi Kepuasan Pasien... 18
2.3.2 Faktor-faktor Kepuasan Pasien... 19
2.4 Puskesmas... 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 24
3.1 Jenis Penelitian ...24
3.2 Sumber Data Penelitian ... 24
3.3 Waktu dan Tempat Penelitian ... 25
3.4 Analisis Data ... 25
3.5 Defenisi Operasional ... 26
3.6 Prosedur Penelitian ... 27
3.7 Teknik Pengambilan Data ... 27
3.8 Variabel Penelitian dan Cara Pengukuran Variabel ... 28
3.8.1 Variabel Penelitian ... 28
3.8.2 Cara Pengukuran Variabel ... 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33
4.1 Gambaran Umum Kabupaten OKU Timur... 33
4.2 Gambaran Umum Puskesmas di Kecamatan Martapura... 33
4.3 Indikator Mutu Pelayanan Resep ... 34
(3)
4.4.1 Karakteristik Responden Penelitian ... 42
4.4.2Distribusi Penilaian pada Variabel-variabel yang Mempengaruhi Tingkat Kepuasaan Pasien... 45
4.4.3 Penilaian Tingkat Kepuasan Pasien ... 48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 51
5.1 Kesimpulan ... 51
5.2 Saran ... 51
DAFTAR PUSTAKA ... 52
(4)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1 Rerata jumlah resep yang masuk setiap bulan pada
masing-masing puskesmas... ... 33
4.2 Tenaga kesehatan puskesmas kecamatan Martapura... 34
4.3 Rerata waktu penyiapan obat jadi di masing-masing Puskesmas... ... 36
4.4 Rerata waktu penyiapan obat racikan di masing-masing Puskesmas... .. 36
4.5 Rerata waktu penyerahan obat di masing-masing Puskesmas... 38
4.6 Karakteristik responden berdasarkan usia ... .. 42
4.7 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin ... 43
4.8 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan... 43
4.9 Karakteristik responden berdasarkan penghasilan ... 44
4.10 Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan ... 44
4.11 Karakteristik responden berdasarkan berapa kali pasien datang ke apotek ... .. 45
4.12 Karakteristik responden berdasarkan tujuan penebusan resep.. 45
4.13 Data penilaian pada variabel-variabel yang mempengaruhi tingkat kepuasan pasien berdasarkan jumlah pasien... .. 47
4.14 Total skor pasien berdasarkan variabel-variabel yang mempengaruhi tingkat kepuasan pasien ... . 49
(5)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1 Kerangka pikir penelitian ... 3 4.2 Diagram waktu penyiapan obat jadi (detik) vs
jumlah resep ... 35 4.3 Diagram waktu penyiapan obat racikan (detik) vs
jumlah resep ... 35 4.4 Diagram waktu penyerahan obat (detik) vs resep ... 37 4.5 Diagram kepuasan pasien vs jumlah pasien ... 50
(6)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Tabel Pengumpulan Data ... 54
2 Kuesioner penelitian ... 55
3 Data kuesioner ... 59