Gambaran umum Kabupaten OKU Timur Gambaran Umum Puskesmas di Kecamatan Martapura Indikator Mutu Pelayanan Resep

33

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran umum Kabupaten OKU Timur

Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur merupakan satu dari 15 KabupatenKota yang ada di Provinsi Sumatera Selatan, dengan luas wilayah 3.370 km2. Dilihat dari sisi geografisnya kabupaten ini terletak antara 103° Bujur Timur sampai dengan 104° Bujur Timur dan antara 3° sampai dengan 4° Lintang Selatan. Luas wilayah Pemerintahan Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur yang beribukota Martapura meliputi 20 Kecamatan, 7 Kelurahan, 286 Desa BPS Martapura, 2013.

4.2 Gambaran Umum Puskesmas di Kecamatan Martapura

Kecamatan Martapura memiliki 4 Puskesmas Rawat Jalan, yaitu Puskesmas Kotabaru, Puskesmas Martapura, Puskesmas Bunga Mayang dan Puskesmas Pemetung. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Rerata Jumlah Resep yang Masuk Setiap Bulan pada Masing-masing Puskesmas. Puskesmas Rata-rata Resep Setiap Bulan Kotabaru 750 Martapura 500 Bunga Mayang 250 Pemetung 500 Data dari BPS Martapura tahun 2013 yang merupakan data paling baru menyatakan bahwa di Puskesmas Kecamatan Martapura Kabupaten OKU Timur tidak terdapat apoteker. Penanggung jawab apotek dilakukan oleh asisten apoteker. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 4.2. Tabel 4.2 Tenaga Kesehatan di Puskesmas Kecamatan Martapura BPS Martapura, 2013. Universitas Sumatera Utara 34 Tenaga Kesehatan Jumlah Dokter Umum 9 Dokter Gigi 1 Bidan 95 Perawat gigi 6 Perawat Umum 76 Gizi 3 SKM 17 DIII FarmasiAsisten apoteker 3 AKL 8

4.3 Indikator Mutu Pelayanan Resep

a. Rerata waktu penyiapan obat Berdasarkan 322 resep yang diamati, peneliti membagi dalam dua kelompok yaitu kelompok obat jadi dan kelompok obat racikan. Kelompok obat jadi terdiri dari 296 resep yang memiliki rerata waktu penyiapan obat adalah 257 detik 4,28 menit dengan interval waktu 55-599 detik. Sementara kelompok obat racikan terdiri dari 26 resep yang memiliki rerata waktu penyiapan obat adalah 898 detik 14,97 menit dengan interval waktu 606-2211 detik. Menurut Permenkes tahun 2014 nomor 35 standart lama waktu pelayanan resep antara 15-30 menit. Waktu yang dibutuhkan untuk penyiapan obat tergantung pada jenis obat yang diminta dalam resep. Pada umumnya, waktu penyiapan obat jadi sediaan tunggal lebih cepat daripada waktu penyiapan obat racikan serbukcampuran, dapat dilihat pada Gambar 4.2 dan Gambar 4.3. Universitas Sumatera Utara 35 Waktu Penyiapan Obat detik Gambar 4.2 Diagram waktu penyiapan obat jadi detik vs jumlah resep WaktuPenyiapan Obat detik Gambar 4.3 Diagram waktu penyiapan obat racikan detik vs jumlah resep Diagram waktu penyiapan obat dibedakan karena perbedaan waktu yang cukup jauh. Perbedaan tersebut terjadi karena penyiapan untuk resep obat racikan serbukcampuran membutuhkan waktu yang cukup lama dari pada penyiapan untuk resep obat jadi sediaan tunggal. Hal ini dikarenakan petugas membutuhkan waktu untuk mencari dan meracik obat sedangkan jumlah resep yang harus dilayani cukup banyak sehingga petugas 23 94 71 63 35 10 0-100 101-200 201-300 301-400 401-500 501-600 17 3 1 1 2 1 1 Universitas Sumatera Utara 36 cukup kesulitan terutama untuk melayani resep obat racikan serbukcampuran dan membuat pasien menunggu lebih lama dari pada resep obat jadi. Rerata waktu penyiapan obat jadi yang paling lama, lalu Puskesmas Kotabaru, Puskesmas Bunga Mayang, dan Puskesmas Pemetung Tabel 4.3. Tabel 4.3 Rerata Waktu Penyiapan Obat Jadi di Masing-masing Puskesmas Puskesmas Rata-rata Waktu Penyiapan Obat Interval Waktu Resep Kotabaru 260 detik 40-600 detik 132 Martapura 257 detik 20-500 detik 102 Bunga Mayang 256 detik 100-400 detik 32 Pemetung 255 detik 180-356 detik 30 Rerata waktu penyiapan obat racikan yang paling lama, lalu Puskesmas Pemetung, Puskesmas Martapura, dan Puskesmas Bunga Mayang Tabel 4.4. Tabel 4.4 Rerata Waktu Penyiapan Obat Racikan di Masing-masing Puskesmas Puskesmas Rata-rata Waktu Penyiapan Obat Interval Waktu Resep Kotabaru 900 detik 600-1000 detik 12 Martapura 897 detik 700-2400 detik 5 Bunga Mayang 896 detik 650-900 detik 3 Pemetung 899 detik 628-1100 detik 6 b. Rerata waktu penyerahan obat Rerata waktu penyerahan obat adalah 20 detik dengan interval waktu 4 - 78 detik. Sebanyak 215 resep 66,77 mempunyai waktu penyerahan di bawah rerata Gambar 4.4. Universitas Sumatera Utara 37 Waktu Penyerahan Obat detik Gambar 4.4 Diagram waktu penyerahan obat detik vs resep Rerata waktu penyerahan obat di Puskesmas Kecamatan Martapura Kabupaten OKU Timur Sumatera Selatan lebih lama dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggraeni 2012, yakni 7 detik dengan interval waktu 2 - 80 detik. Rerata waktu penyerahan obat yang diperoleh peneliti lebih lama dari penelitian Anggraeni 2012, dikarenakan pasien diberikan informasi yang cukup lengkap tentang obat yang diberikan dan adanya komunikasi antara pasien dan petugas mengenai obat yang diberikan sehingga membutuhkan waktu yang lebih banyak. Ketika menyerahkan obat, perlu disertakan juga informasi mengenai obat dan penggunaannya, bahaya terputusnya atau tidak teraturnya penggunaan obat, cara penyimpanan obat, juga tentang kemungkinan interaksi dengan obat lain atau makanan, terutama obat bebas yang digunakan pasien. Perlu diingatkan obat yang mempengaruhi kemampuan mengendarai kendaraan, pejalan kaki dalam jalan ramai, koordinasi berfikir, dan orang yang menjalankan mesin. Pasien diingatkan untuk menyimpan obat jauh dari jangkauan anak-anak Anief, 2007. 215 87 17 3 0-20 21-40 41-60 61-80 Universitas Sumatera Utara 38 Puskesmas Pemetung memiliki rerata waktu penyerahan obat yang paling lama, lalu Puskesmas Bunga Mayang, Puskesmas Martapura, dan Puskesmas Kotabaru Tabel 4.5. Tabel 4.5 Rerata waktu penyerahan obat di masing-masing Puskesmas Puskesmas Rata-rata Waktu Penyerahan Obat Interval Waktu Resep Kotabaru 24 detik 2-80 detik 140 Martapura 19 detik 2-30 detik 32 Bunga Mayang 21 detik 2-40 detik 130 Pemetung 18 detik 2-60 detik 20 c. Persentase jumlah obat yang diserahkan sesuai resep Berdasarkan 322 resep yang diamati, persentase jumlah obat yang diserahkan sesuai resep adalah 98,76. Persentase ini lebih tinggi dibandingkan penelitian yang dilakukan Anggraeni 2012, yakni 94,44. Dari 4 Puskesmas yang diambil datanya, terdapat Puskesmas yang mengurangi jumlah obat, terutama obat penurun panas, yang tertulis dalam resep 9 tablet tetapi yang diberikan 6 tablet. Alasan yang diberikan oleh petugas pengelola obat adalah karena biasanya panas akan turun dalam dua hari sehingga obat akan tersimpan di rumah dalam waktu yang cukup lama, bisa saja sampai lewat tanggal kadaluarsa dan ketika pasien sakit panas, maka obat yang disimpan tadi diminumnya tanpa melihat tanggal kadaluarsa. Hal ini tentu saja sangat membahayakan kesehatan dan keselamatan pasien. Selama pengurangan jumlah obat tidak untuk obat yang harus habis diminum seperti antibiotik, tidak masalah apabila terjadi pengurangan jumlah obat. Untuk obat antipiretik seperti yang dikemukakan di atas, memang tidak berakibat fatal bagi pasien, mengingat obat antipiretik diminum hanya jika suhu badan naik dan segera Universitas Sumatera Utara 39 menghentikan pengobatan jika suhu badan stabil, tetapi bisa berakibat penyalahgunaan dokumentasi. d. Persentase jumlah item obat yang diserahkan sesuai resep Berdasarkan 322 resep yang diamati, persentase jumlah item obat yang diserahkan sesuai resep adalah 98,14. Persentase ini lebih rendah dibandingkan penelitian Anggraeni 2012, yakni 98,89. Lebih rendahnya persentase jumlah item obat yang diperoleh peneliti daripada penelitian yang dilakukan Anggraeni karena tidak adanya komunikasi 2 arah antara penulis resep dan petugas pengelola obat tentang obat apa saja yang tersedia dan tidak tersedia, misalnya penulis resep meresepkan obat tetes telinga sementara obat tersebut tidak tersedia di Puskesmas. Petugas pengelola obat menuliskan resep obat yang tidak tersedia agar pasien dapat membeli sendiri. Kondisi seperti ini mengharuskan pasien mengeluarkan biaya sendiritambahan. e. Persentase penggantian item obat Berdasarkan 322 resep yang diamati, persentase penggantian item obat sebanyak 1,94. Penggantian obat yang terjadi misalnya alopurinol diganti dengan piroksikam. Dibandingkan dengan penelitian Anggareni 2012, persentase penggantian item obat adalah 0. Ini menunjukkan bahwa persentase penggantian resep di Puskesmas Kecamatan Martapura lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Anggareni 2012. Hal ini disebabkan karena lamanya waktu tunggu obat. Sebagian unit pengelola obat kabupatenkota saat ini kurang berfungsi sehingga pengadaan obat menjadi tidak efisien dan tidak sesuai dengan kebutuhan, baik jumlah, jenis, maupun waktunya Herman, dkk., 2007. Universitas Sumatera Utara 40 f. Persentase etiket yang lengkap Pengukuran persentase etiket dilakukan dengan mengamati kelengkapan etiket dari ditulisnya nomor urut resep, tanggal, nama pasien, aturan pakai, serta cara pakaiperingatan lain dengan nilai setiap item 1 dan nilai maksimal 5. Nilai 1 diperoleh apabila hanya mencantumkan aturan pakai pada etiket. Nilai 2 diperoleh apabila mencantumkan aturan pakai dan nama pasien. Nilai 3 diperoleh apabila mencantumkan aturan pakai, nama pasien, dan cara pakaiperingatan lain. Nilai 4 diperoleh apabila mencantumkan aturan pakai, nama pasien, cara pakaiperingatan lain, dan tanggal. Nilai 5 diperoleh apabila mencantumkan aturan pakai, nama pasien, cara pakaiperingatan lain, tanggal, dan nomor urut resep. Berdasarkan 322 resep yang diamati, persentase etiket bernilai 1 adalah 64,44 dengan jumlah sampel 218 resep, bernilai 2 adalah 30,28 dengan berjumlah sampel 85 resep dan bernilai 3 adalah 5,28 dengan berjumlah sampel 19 resep, bernilai 4 dan bernilai 5 adalah 0 . Terdapat beberapa Puskesmas yang langsung menulis aturan pakai, nama dan carawaktu pakaiperingatan pada kemasan kantong plastik bening menggunakan spidol. Terdapat juga Puskesmas yang menulis aturan pakai pada sepotong kertas kecil yang dimasukkan dalam kantong plastik bening bersamaan dengan obat. Untuk sediaan botol dan salep, langsung ditulis dengan spidol pada kemasannya tanpa menempelkan label. Sedangkan untuk sediaan suspensi antibiotik, semua Puskesmas memberi tanda batas air yang akan dicampurkan pada sediaan suspensi kering antibiotik langsung pada kemasan botol dengan menggunakan spidol. Hal ini dikarenakan tidak adanya tanda batas air yang harus ditambahkan pada kemasan botol, yang ada hanya petunjuk berapa ml yang harus ditambahkan. Puskesmas juga tidak Universitas Sumatera Utara 41 menyediakan sendok takaran dosis untuk setiap pasien dengan resep suspensi kering antibiotik. Untuk memudahkan pasien, petugas pengelola obat berinisiatif langsung memberi tanda pada kemasan botol menggunakan spidol dan tentu saja sudah diukur sebelumnya. Tidak lengkapnya label dapat berakibat tertukarnya obat dan pasien tidak mengetahui apa nama obat yang diminumnya. Penyerahan obat kepada pasien harus diberi etiket yang dilekatkan pada wadahpengemas yang tertera: i. nama pasien sebagai pengganti bila dikehendaki dengan nomor, ii. aturan pakai, dan iii. paraf yang membuat asisten apoteker atau apoteker. Untuk obat yang melalui mulut masuk perut disebut sebagai obat dalam, memakai etiket kertas berwarna putih dan bagi obat luar yaitu untuk kulit, mata, hidung, telinga, dubur, vagina, injeksi, obat kumur yang tidak ditelan digunakan etiket kertas berwarna biru Anief, 2007. g. Persentase hasil konseling Pengukuran persentase hasil konseling dilakukan dengan memberikan tiga pertanyaan kepada pasien, dimana masing-masing pertanyaan diberikan nilai 1 sampai 3. Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada pasien sehubungan dengan aturan pakai, cara pakai, dan peringatan mengenai obat yang diterima pasien. Nilai 1 diberikan apabila pasien hanya dapat menjawab 1 pertanyaan dengan benar.Nilai 2 diberikan apabila pasien dapat menjawab 2 pertanyaan dengan benar. Nilai 3 diberikan apabila pasien mampu menjawab 3 pertanyaan dengan benar. Berdasarkan 322 resep yang diamati, persentase hasil konseling bernilai 1 adalah 0, bernilai 2 adalah 56,83 dengan jumlah sampel 183 pasien, dan bernilai 3 adalah 43,17 dengan Universitas Sumatera Utara 42 jumlah sampel adalah 139 pasien. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar pasien dapat menjawab pertanyaan yang diberikan. Hal ini disebabkan karena seringnya pasien menerima obat dengan jenis yang sama dan sebelumnya sudah dijelaskan oleh dokter yang memberikan resep, serta petugas di apotek juga kembali memberikan informasi obat kepada pasien baik secara lisan maupun tulisan di etiket obat. 4.4 Tingkat Kepuasan Pasien 4.4.1 Karakteristik Responden Penelitian