10
2.2 Hipertensi 2.2.1 Patofisiologi
Hipertensi merupakan penyakit heterogen dengan penyebab yang spesifik hipertensi sekunder atau mekanisme patofisiologi yang tidak diketahui
penyebabnya hipertensi primer atau esensial. Kasus hipertensi sekunder kurang dari 10 kasus, pada umumnya kasus tersebut disebabkan oleh penyakit ginjal
kronik atau renovascular. Kondisi lain yang dapat menyebabkan hipertensi sekunder antara lain pheochromocytoma, syndrome Cushing, hipertiroid,
hiperparatiroid, aldosteron primer, kehamilan, obstruktif sleep apnea, dan kerusakan aorta. Beberapa obat yang dapat meningkatkan tekanan darah adalah
kortikosteroid, estrogen, AINS Anti Inflamasi Non Steroid, amfetamine, sibutramin, siklosporin, tacrolimus, erythropoietin, dan venlafaxine. Susalit, dkk.,
2008. Corwin 2001 menjelaskan bahwa hipertensi tergantung pada tiga
variabel yaitu, laju jantung heart rate, volume sekuncup dan Total Peripheral Resistance TPR. Peningkatan salah satu dari ketiga variabel yang tidak
dikompensasi dapat menyebabkan hipertensi. Peningkatan denyut jantung dapat terjadi akibat rangsangan abnormal saraf simpatis pada nodus SA. Peningkatan
laju denyut jantung kronik sering disertai hipertiroidisme, namun peningkatan laju denyut jantung biasanya dikompensasi oleh penurunan volume sekuncup atau
TPR, sehingga tidak menimbulkan hipertensi Astawan, 2002. Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi
apabila terjadi peningkatan volume plasma yang berkepanjangan, akibat gangguan garam dan air yang berlebihan. Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron
Universitas Sumatera Utara
11 maupun penurunan aliran darah ke ginjal dapat mengubah penanganan air dan
garam oleh ginjal. Peningkatan volume plasma akan menyebabkan volume diastolik akhir meningkat sehingga terjadi peningkatan volume sekuncup dan
tekanan darah. Peningkatan preload tahanan yang harus dihadapi saat darah dikeluarkan dari ventrikel biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan darah
sistolik Astawan, 2002 Peningkatan Total Peripheral Resistance TPR yang berlangsung lama
dapat terjadi pada peningkatan saraf simpatis pada arteriol, atau responsivitas yang berlebihan dari arteriol terhadap rangsangan normal. Kedua hal tersebut
dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Peningkatan Total Peripheral Resistance TPR membuat jantung harus
memompa secara lebih kuat dan dengan demikian menghasilkan tekanan yang lebih besar untuk mendorong darah melintas pembuluh darah yang menyempit.
Hal ini disebut peningkatan afterload jantung dan biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan diastolik. Apabila peningkatan afterload berlangsung lama,
maka ventrikel kiri mungkin mengalami hipertrofi membesar, sehingga kebutuhan ventrikel akan oksigen semakin meningkat dan ventrikel harus mampu
memompa darah secara lebih keras lagi untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Pada hipertrofi, serat-serat otot jantung juga mulai tegang melebihi panjang
normalnya yang pada akhirnya menyebabkan penurunan kontraktilitas dan volume sekuncup Astawan, 2002.
Universitas Sumatera Utara
12
2.2.2 Epidemiologi
Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular dimana penderita memiliki tekanan darah di atas normal. Penyakit ini diperkirakan telah
menyebabkan peningkatan angka morbiditas secara global sebesar 4,5, dan prevalensinya hampir sama besar di negara berkembang maupun di negara maju.
Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama penyebab gangguan jantung. Selain mengakibatkan gagal jantung, hipertensi dapat juga berakibat terjadinya
gagal ginjal maupun penyakit serebrovaskular. Penyakit ini seringkali disebut silent killer karena tidak adanya gejala dan tanpa disadari penderita mengalami
komplikasi pada organ-organ vital. Penyakit ini memerlukan biaya pengobatan yang tinggi dikarenakan alasan seringnya angka kunjungan ke dokter, perawatan
di rumah sakit dan penggunaan obat jangka panjang Depkes, RI., 2006. Data WHO 2011 dari 50 penderita hipertensi yang diketahui hanya 25 yang
mendapat pengobatan dan hanya 12,5 yang diobati dengan baik. Diperkirakan pada tahun 2025 kasus hipertensi terutama di negara berkembang akan mengalami
peningkatan sekitar 80 dari 639 juta kasus di tahun 2000, menjadi 1,15 milyar kasus. Riset Kesehatan Dasar Riskesdas tahun 2007 melaporkan bahwa
prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun keatas di Indonesia cukup tinggi yaitu mencapai 31,7 dimana penduduk yang mengetahui dirinya
menderita hipertensi hanya 7,2 dan yang minum obat antihipertensi hanya 0,4.
2.2.3 Klasifikasi Hipertensi
Menurut The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure JNC 7 tahun
Universitas Sumatera Utara
13 2003, klasifikasi tekanan darah pada orang d
ewasa ≥ 18 tahun terbagi menjadi kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat 1 dan hipertensi derajat 2.
Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7 dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa menurut JNC 7 2003
Klasifikasi TD TDS mmHg
TDD mmHg Rekomendasi follow-up
Normal 120
80 Cek kembali dalam 2
tahun Prehipertensi
120-139 80-89
Cek kembali dalam 1 tahun
Hipertensi tingkat1
140-159 90-99
Konfirmasi dalam 2 bulan
Hipertensi tingkat 2
160 100
Evaluasi atau hubungi sumber pelayanan dalam 1
bulan. Untuk tekanan darah yang lebih tinggi
misal: 180100 mmHg, evaluasi atau rawat segera
atau dalam 1 minggu tergantung pada keadaan
klinis dan komplikasi.
Keterangan: 1.
TD=Tekanan Darah, TDS= Tekanan Darah Sistolik, TDD= Tekanan Darah Diastolik.
2. Tanda yaitu batas optimal untuk resiko penyakit kardiovaskuler. Namun,
tekanan darah yang terlalu rendah juga dapat mengakibatkan masalah jantung dan membutuhkan bantuan dokter.
3. Tanda yaitu prehipertensi merupakan keadaan dimana tidak memerlukan
medikasi, namun termasuk pada kelompok beresiko tinggi untuk menjadi hipertensi, penyakit jantung koroner dan stroke. Individu dengan prehipertensi
tidak memerlukan medikasi, tetapi dianjurkan untuk modifikasi pola hidup sehat yang mencakup penurunan berat badan, mengurangi asupan garam,
berhenti merokok dan membatasi minum alkohol Jeffery, 2008.
2.2.3.1 Hipertensi Esensial
Hipertensial esensial atau hipertensi primer atau ideopatik adalah hipertensi tanpa kelainan dasar patologi yang jelas. Lebih dari 90 kasus
merupakan hiperetnsi esensial. Penyebabnya multifaktorial meliputi faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium,
Universitas Sumatera Utara
14 kepekaan terhadap stres, reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokonstriktor
resistensi insulin dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stress emosi, obesitas, dan lain-lain Nafrialdi,
2011.
2.2.3.2 Hipertensi Sekunder
Kurang dari 10 penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah lihat
Tabel 2.2. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering. Obat-
obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Obat-obat ini
dapat dilihat pada Tabel 2.2. Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat yang bersangkutan atau mengobatimengoreksi
kondisi komorbid yang menyertainya sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi sekunder.
Tabel 2.2 Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi Penyakit
Obat
Penyakit ginjal kronis Hiperaldosteronisme
Penyakit renovaskular Sindrom Cushing
Pheochromocytoma Koarktasi aorta
Penyakit tiroid atau paratiroid Kortikosteroid, ACTH
Estrogen biasanya pil KB dengan kadar estrogen tinggi
NSAID, cox-2 inhibitor Fenilpropanolamine dan
analog Cyclosporin dan tacrolimus
Eritropoetin Sibutramin
Antidepresan terutama venlafaxine
NSAID: non-steroid-anti-inflammatory-drug,
ACTH: adrenokortikotropik
hormone Depkes, RI., 2006.
Universitas Sumatera Utara
15
2.2.4 Manifestasi Klinis
Peningkatan tekanan darah tidak jarang merupakan satu-satunya tanda pada hipertensi primer. Bergantung pada tingginya tekanan darah gejala yang
timbul dapat berbeda-beda. Kadang-kadang hipertensi primer berjalan tanpa gejala, dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti
pada ginjal, mata, otak, dan jantung. Gejala seperti sakit kepala, epistaksis, pusing, dan migren dapat ditemukan
sebagai gejala klinis hipertensi primer meskipun tidak jarang tanpa gejala. Pada survei hipertensi di Indonesia, tercatat berbagai keluhan yang dihubungkan
dengan hipertensi. Pada penelitian Gani dan kawan-kawan di Sumatera Selatan, pusing, cepat marah, dan telinga berdenging merupakan gejala yang sering
dijumpai, setelah gejala lain seperti mimisan, sukar tidur, dan sesak nafas. Penemuan ini tidak jauh berbeda dengan laporan Harmaji dan kawan-kawan, yang
juga mendapatkan keluhan pusing, rasa berat di tengkuk, dan sukar tidur sebagai gejala yang paling sering dijumpai pada pasien hipertensi. Rasa mudah lelah dan
cepat marah juga banyak dijumpai sedangkan mimisan jarang ditemukan. Gejala lain yang disebabkan oleh komplikasi hipertensi seperti gangguan
penglihatan, gangguan neurologi, gagal jantung, dan gangguan fungsi ginjal tidak jarang dijumpai. Gagal jantung dan gangguan penglihatan banyak dijumpai pada
hipertensi berat atau hipertensi maligna yang umumnya juga disertai oleh gangguan fungsi ginjal bahkan sampai gagal ginjal. Gangguan serebral yang
disebabkan oleh hipertensi dapat berupa kejang dan gejala akibat pendarahan pembuluh darah otak berupa kelumpuhan, gangguan kesadaran bahkan sampai
Universitas Sumatera Utara
16 koma. Timbulnya gejala tersebut merupakan petanda bahwa tekanan darah perlu
segera diturunkan Susalit, dkk., 2001.
2.3 Penatalaksanaan Hipertensi