Pendidikan dan Dunia Sosial

Dalam arti yang luas, pendidikan merupakan proses yang menghasilkan ketiga hal ini. Pendidikan adalah cara seseorang memperoleh kemampuan fisik, moral dan sosial yang dituntut daripadanya oleeh kelompok tempat ia dilahirkan dan harus berfungsi. Ahli sosiologi menyebut hal ini sebagai sosialisasi. Istilah ini berlaku karena dua hal. Pertama, istilah ini menekankan bahwa proses ini bersifat sosial; proses itu terjadi pada konteks sosial, dan dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan kelompok. Kedua, segi ‘kemanusiaan’ pola perilaku dan nilai yang memberi ‘arti’ kepadanya, merupakan dua pusat perhatian utama sosiologi. Pendidikan merupakan pelantikan pendatang baru dalam masyarakat. Pendidikan itu berjalan terus sebagai tanggapan terhadap nilai-nilai tentang bagaimana anggotanya harus bertindak dan ide-ide tentang apa yang harus mereka pelajari.

2.2 Pendidikan dan Dunia Sosial

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, menegaskan bahwa: “Setiap orang mempunyai hak atas pendidikan.” Namun, anak dan orang dewasa penyandang cacat sering kali direnggut dari haknya yang fundamental ini. Hal ini sering didasarkan atas asumsi bahwa penyandang cacat tidak dipandang sebagai umat manusia yang utuh, maka pengecualian pun diberlakukan dalam hal hak universalnya. Instrumen hak asasi manusia PBB berikutnya menyebutkan secara spesifik orang penyandang cacat, dan menekankan bahwa semua penyandang cacat, tanpa memandang tingkat keparahannya, memiliki hak atas pendidikan. Konvensi tentang Hak Anak PBB Universitas Sumatera Utara memiliki empat Prinsip Umum yang menaungi semua pasal lainnya termasuk pasal tentang pendidikan: non diskriminasi Pasal 2 menyebutkan secara spesifik tentang anak penyandang cacat, kepentingan Terbaik Anak Pasal 3, hak untuk kelangsungan hidup dan perkembangan Pasal 6, menghargai pendapat anak Pasal 12. http:www.kontras.orgbaruDeklarasi20Universal20HAM.pdf, Diakses 15 Oktober 2010, Pukul 18.57 WIB Masa anak merupakan masa-masa kritis di mana pengalaman- pengalaman dasar sosial yang terbentuk pada masa itu akan sulit untuk diubah dan terbawa sampai dewasa. Karena itu pengalaman negatif anak berkebutuhan khusus dalam berinteraksi dengan lingkungan yang terjadi pada masa awal kehidupannya akan dapat merugikan perkembangan sosial anak selanjutnya, seperti sikap menghindar atau menolak untuk berpartisipasi dengan lingkungannya. Semakin bertambahnya usia, pengalaman sosial anak semakin berkembang dengan berbagai dinamikanya, dan pengalaman berinteraksi dengan lingkungan akan mewarnai perkembangan kepribadiannya. Perkembangan sosial anak berkebutuhan khusus khususnya pada anak autis sangat tergantung pada bagaimana perlakuan dan penerimaan lingkungan terutama lingkungan keluarga terhadap anak. Di samping itu, akibat kondisinya juga sering menjadikan anak autis memiliki keterbatasan dalam belajar sosial melalui identifikasi maupun imitasi. Manusia sebagai mahluk sosial selalu memerlukan kebersamaan dengan orang lain. Demikian pula dengan anak berkebutuhan khusus. Akan tetapi karena hambatan Universitas Sumatera Utara yang dialaminya dapat menjadikan anak mengalami kesulitan dalam menguasai seperangkat tingkah laku yang diperlukan untuk menjalin relasi sosial yang memuaskan dengan lingkungannya. Perkembangan sosial anak autis akan tumbuh dengan baik apabila sejak awal keluarga di dalam keluarga menumbuhkan elemen-elemen saling membantu, saling menghargai, saling mempercayai, dan saling toleransi. Namun, karena hambatan- hambatan yang dialaminya, sering menjadikan hal tersebut kadang sulit didapat. Anak sering tidak memperoleh kepercayaan dari lingkungannya, yang akibatnya tidak saja dapat menumbuhkan perasaan tidak dihargai, tetapi juga dapat menjadikan dirinya sulit untuk mempercayai orang lain.

2.3 Autis