“Mengajar di SLB ternyata gak jauh beda dengan mengajar di sekolah anak normal. Saya anggap aja ngajar
di sini kayak ngajar anak di sekolah normal tapi anaknay paling bodoh di kelas memang memakan waktu yang lama
tapi kita diajari untuk bersabar mengajar mereka. Gak bisa dipungkiri juga kalau ngajar siswa SLB memang
capek tapi di samping itu kita juga diajari untuk bisa bersyukur berada ditengah-tengah mereka dan ada rasa
kasihan dan iba juga sama mereka..”Nizmalinda, 43 Tahun
Dengan adanya motivasi ini para guru menjalani proses belajar mengajar dengan siswa autis dengan harapan siswa yang diajari tersebut akan mendapat
pendidikan yang lebih baik dan mereka mampu meraih masa depan yang baik.
4.6 Kendala yang Dihadapi Guru di SLB Al-Azhar Medan
Selain motivasi yang baik yang dimilliki oleh guru, maka mereka juga diperhadapkan pada kendala dalam proses belajar mengajar. Menurut para guru
tersebut, sekolah Al-Azhar memiliki peraturan namun peraturan tersebut sering sekali dilanggar oleh siswa tersebut. Menurut hasil wawancara dengan salah seorang guru
menyatakan bahwa, “Kalo sekolah di sini memang dibuat peraturan masuk
pukul 07.45 tapi yang namanya terlambat tetap saja ada, sseperti sekarang, saya kan juga ngajar ke kelas tapi
sampe sekarang ketika itu pukul 08.15 siswa yang belajar di kelas saya belum dating. Sebenarnya sudah pernah kita
ingatkan sama orang tua tapi alasannya anaknya susah dibangunin, harus dibujuk-bujuk dulu. Yah, kalo begitu ga
mungkin kan kita paksakan lagi biarlah mereka terlambat yang penting mereka datang.” Sutoyo, 45 Tahun
Hal yang sama juga dituturkan oleh guru lainnya, seperti hasil wawancara berikut ini,
Universitas Sumatera Utara
“Kalau di kelas saya sering kali banyak siswa yang terlambat, kadang bahkan gak datang, ada alasannya yang
malas sekolah ada lagi yang memang susah dibujuk, macam-macamlah alasannya.”Nizmalinda, 43 Tahun
Adanya kendala yang dihadapi oleh guru mengakibatkan proses belajar mengajar tidak berjalan dengan efektif. Hal ini mengakibatkan materi yang akan
diterima oleh siswa autis tidak berjalan dengan sempurna.
4.7 Pola Pengajaran Keluarga pada Anak Autis
Orang tua dituntut untuk peduli terhadap pendidikan anaknya. Sebagai pendidik yang utama dan pertama, orang tua mempunyai peran penting dalam
mendidik dan membimbing anaknya. Hal yang sama juga dituturkan oleh orang tua yang lain, bahwa
“Kalo saya kadang pas saya lagi masak saya ngajak dia nemanin saya masak. Di situ saya ajarin aja nama-nama
sayuran yang saya masak, yang penting ada kata yang dia dapatkan.” Irmahani 36 Tahun
Seperti halnya yang dilakukan oleh Ibu Asmawati yang mengajari anaknya di rumah.
“Kalo di rumah seringan saya yang ngajarin Bullah, kalo ayahnya seringan ngajak Bullah main. Jadi kalo pas
belajar kan ada PR dari sekolah,ngajarin baca sama nulis, itu ya saya ajarin tapi seringan gak mau. Dia lebih suka
ngumpul-ngumpulin daun, sampe-sampe daun bunga saya habis dipetikin ama Bullah, caranya sih biarin dia main
dulu, ibaratnya kasi kelonggaran dikit nti siap itu baru ngajak belajar. Kadang pun kalo itu juga gak mau ya saya
dudukkan di kursi kecil itu trus saya tatap matanya dan mengajaknya juga untuk natap mata saya supaya dia bisa
menatap mata lawannya, kadang saya bawa main sambil belajar supaya ngenalin dia sama nama-nama mainan juga
Universitas Sumatera Utara
mempergunakan ingatannya supaya pengetahuannya bertambah kalo menurut saya si..apa yang dibuat di kelas
terapi itulah yang seharusnya dilakukan di rumah cuma karna keuangan kita terbatas ya kita gunakan aja pa yang
ada.” Asmawati, 32 tahun
Hal yang sama juga dituturkan oleh salah seorang ibu dari siswa autis yang mengatakan bahwa:
“Kalo kami meskipun tidak sama betul seperti yang dibuat di tempat terapi, tapi kami juga ikut melatih Farel di rumah
misalnya saja menyediakan berbagai alat bantu seperti balok-balok, berbagai mainan, abjad dll. dan dari situ kami
bisa liat kemampuan apa yang bisa digunakan untuk pengembangan kemampuan Farel.” Nur Aznah, 40 Tahun
Orang tua memainkan peran yang sangat penting dalam membantu perkembangan anak. Seperti anak-anak yang lainnya, anak autis terutama belajar
melalui permainan. Akan lebih baik apabila orang tua mau bergabung dengan anak ketika anak sedang bermain. Karena di sinilah oranng tua akan mengajari si anak
tentang berbicara dan berinteraksi. Seperti yang dilakukan oleh seorang ibu dari siswa autis:
“Kalo pas anak saya main biasanya saya juga ikut main sama dia kadang kalo saya kerja ayahnya yang ngawanin
dia main. Kalo misalnya Bullah udah bosen main di rumah, biasa kita ajak main sama kawannya biar Bullah bisa
berteman gak sendiri-sendiri lagi. Kalo ada waktu libur kita biasa bawa jalan-jalan itupun paling ke Carefour aja.
Bullah memang suka mainan tapi paling gak suka ni kalo diajak main di Time Zone. Dia langsung njerit karna suara
di sana kan kuat kali.” Asmawati, 32 Tahun
Dengan adanya peran dari orang tua maka anak tidak akan merasa sendirian, anak akan mampu berinteraksi setidaknya dimulai dari interaksinya dengan orang tua
ketika bermain bersama. Selain bermain bersama dengan anak, maka kata-kata pujian
Universitas Sumatera Utara
untuk prestasi anak juga perlu diberikan misalnya saja karena telah menyelesaikan tugasnya dengan baik. Seperti yang dilakukan oleh keluarga Ibu Irmahani, yang
menyatakan bahwa, “Kami biasa ngasi pujian buat anak kami setidaknya bisa
buat dia senang meskipun yang ia lakukan hanya sedikit tindakan aja..supaya dia termotivasi aja, tapi kalo pas
tindakannya salah maka dinasehati kadang kalo keterlaluan ya dimarahi.” Irmahani, 36 Tahun
Hal yang sama juga dilakukan oleh keluarga yang lain di mana mereka juga memberikan pujian kepada anak mereka.
“Kalo misalnya dia salah ya kita bilangin trus kalo dia ngelakuin tindakan yang baik ntah belajarnya bagus,
tulisannya sudah ada perubahan ya kita puji supaya lain waktu dia lebih baik lagi, anak-anak kan senang dipuji,
dikasi hadiah.” Nur Intan Sari, 38 Tahun
Orang tua juga memiliki peranan utama dalam melatih anak autis, karena meskipun telah banyak tersedia obat-obatan yang mendukung pemulihan anak autis,
pendekatan secara keluarga masih merupakan cara yang paling diutamakan. Karena ketika orang tua tidak peduli pada keberadaan anak autis maka perkembangan
pemulihan pada anak autis akan mengalami hambatan.
4.8 Interaksi Kekeluargaan pada Anak Autis dalam Keluarga