4.3 Pola Pendidikan Anak Autis di Sekolah
4.3.1 Penggunaan Bahasa pada Anak Autis
Pendidikan adalah kunci masa depan bagi setiap individu tak terkecuali anak autis, mereka memiliki berbagai gangguan, yang sering
menyebabkan kendala bagi mereka dalam belajar dan bahkan berinteraksi. Kebanyakan orang berinteraksi dengan anak autis secara verbal, di mana
mereka hanya mengucapkan instruksi tanpa bantuan apapun. Hal tersebut bisa juga terjadi dalam proses belajar mengajar, di mana para guru cenderung
menjelaskan segala sesuatunya dengan singkatringkas tanpa banyak menggunakan sinonim kata. Hal ini tejadi karena daya ingat anak autis sangat
kuat dan apabila kita menggunakan kata yang memiliki arti yang sama maka akan menimbulkan kebingungan pada si anak. Seperti yang dituturkan oleh
guru yang mengajar di kelas anak autis: “Anak autis itu daya ingatnya kuat dek…apa yang kita
bilang sekarang pasti diingatnya.jadi untuk pengembangan kemampuannya kita gunakan ingatannya itu tapi kalo kita
ngomong jangan menggunakan sinonim nanti pasti bingung..misalnya dalam membedakan kata tidak dan
jangan…maka mereka pasti bingung maka dalam mengajari mereka terlibih dahulu kita harus konsisten
dengan kata yang kita gunakan.” Ibu Nizmalinda, 43 Tahun
Hal yang sama juga dituturkan oleh guru yang juga mengajar di kelas autis yang menegaskan tentang perlunya pemahaman guru mengenai keadaan
anak autis. Berikut hasil wawancara dengan guru yang mengajar di kelas terapi,
Universitas Sumatera Utara
“Seorang guru tidak hanya mampu menguasai mata pelajaran yang akan diajarkannya, tapi juga mampu
memahami kelasnya termasuk siswanya..kalau misalnya siswa tidak paham dengan bahasa yang ada di dalam buku
maka kita harus menggunakan bahasa yang memang dimengerti sama mereka terlebih-lebih mereka kan
memiliki keterbatasan dalam memahami kata-kata yang kita ucapkan maka sebaiknya kita menggunakan kata-kata
yang memang sudah sering ia dengar, karna kalau anak autis ini kan memiliki daya ingat yang kuat jadi kata apa
yang sering ia dengar akan diingat terus.”Sotoyo, 45 Tahun
Pemahaman guru terhadap kemampuan anak autis sangat penting karena merupakan kunci untuk membuat pelatihan dan pendidikan dini serta
menemukan strategi dan cara untuk membantu anak autis agar dapat
mengembangkan kemampuan mereka dalam berbagai aspek. 4.3.2 Terapi Perilaku pada Anak Autis
Pada umumnya anak autis mengalami kekurangan dalam bidang sosialisasi, komunikasi, dan afeksi. Sehingga untuk mengajarkan mereka
tentang cara bersosialisasi, berkomunikasi maka perlu dilakukan praktek terapi perilaku.
4.3.2.1 Terapi Okupasi
Terapi okupasi membantu anak dalam atensi, konsentrasi, motorik halus anak, kemandirian dan mampu beradaptasi dalam kehidupan sehari-hari.
Sama halnya dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan salah seorang guru:
Universitas Sumatera Utara
“Kurikulum yang diberlakukan di sekolah ini adalah kurikulum biasa yang digunakan oleh SLB kurikulum
khusus SLB yang termasuk dalam bidang membaca, menulis, keterampilan, olah raga, dan agama. Ketika
mengeja harus ada kesamaan antara komunikasi, mimik dan pandangan mata.dan latihan fokus dengan
menggunakan sempoa, di sini mereka kita ajari menghitung.”Sutoyo, 45 Tahun
Hal ini juga dipertegas oleh guru yang lain yang menyatakan bahwa mengajar siswa autis yang pertama kali dilakukan adalah dengan melatih
kemampuannya sehingga mampu memperhatikan setiap pelajaran yang diberikan di kelas.
“Siswa autis ini kan paling susah sekali untuk diajak memperhatikan kita apalagi kalo menatap mata, makanya
harus dilatih dengan lebih mendekatkan diri dengan siswa itu dan mengajaknya bicara sambil menatap matanya
begitu juga dengan siswa tersebut, dia juga harus ikut memperhatikan kita kalau lagi bicara sama dia.”
Nizmalinda 43 tahun
Banyak manfaat yang dapat diambil dari terapi ini. Salah satunya adalah melatih kemampuan fokus pada anak autis sehingga anak autis mampu
memahami dan beradaptasi dengan keadaan lingkungan sekitarnya. Tidak hanya itu, di sekolah ini, anak juga diajari cara menulis dengan baik, dan anak
biasanya diberikan tugas PR yang harus di kerjakan di rumah dan tujuannya
adalah menanamkan tanggung jawab pada si anak.
“Kalo di sini biasanya ada PR yang harus dikerjakan anak supaya anak dapat bertanggung jawab biasanya PR untuk
anak yang masih berada di kelas terapi masih sekitar baca dan tulis saja dan tidak hanya itu ketika anak berada di
kelas terapi, anak akan diajari untuk menulis, karena tulisan anak autis ini paling hancur dek. ” Sutoyo 45
tahun
Universitas Sumatera Utara
Menurut penuturan Bapak Sutoyo selaku guru di kelas terapi, mereka suka mengerjakan sesuatu dan sangat fokus pada aktivitas tersebut, bahkan
tidak mau diganggu oleh orang yang ada di sekitarnya. Berikut penuturannya, “Mereka gak suka diganggu kalo pas fokus ngerjain
sesuatu…contohnya si Bullah..dia paling suka mengumpulkan daun-daun dan menyusunnya menjadi
satu..dan melakukannya berulang-ulang…dan misalnya kalo kita ambil daun itu satu saja..maka mereka akan
mengamuk…disinilah dibutuhkan keahlian seorang guru untuk mengajak si anak berinteraksi sehingga ketika ingin
memulai pelajaran, fokus anak yang tadinya mengarah pada daun..dapat dialihkan..” Sutoyo, 45 Tahun
Dengan melakukan terapi tersebut maka diharapkan agar siswa tersebut akan mampu menciptakan konsentrasifokus karena hanya dengan
melakukan terapi ini siswa akan mampu melatih daya konsentrasinya. 4.3.2.2
Terapi Wicara
Terapi wicara membantu anak melancarkan otot‐otot mulut sehingga membantu anak berbicara lebih baik dan akhirnya berkomunikasi. Terapi ini
membantu anak melancarkan otot-otot mulut sehingga mambantu anak berbicara lebih baik. Terapi wicara merupakan metode pembelajaran bahasa
tidak hanya belajar lisan tetapi juga tulis. Terapi okupasi bertujuan untuk melatih motorik halus anak. Terapi bermain mengajarkan anak belajar sambil
bermain. Seperti yang diutarakan oleh salah seorang guru yang menyatakan bahwa:
Universitas Sumatera Utara
“Untuk melatih anak autis untuk berbicara dengan baik maka guru perlu menunjukkan gambar dan menyuruh si
anak untuk menyebutkan nama gambar tersebut setelah itu si anak pasti akan langsung mengambil gambar yang kita
tunjukkan tadi dan mengumpulkannya di meja..kita juga mengajari si anak mengeja dan menulis, tujuannya adalah
untuk mengajari si anak cara berbicara misal mengeja ca..ci..cu..ce..co..” Sutoyo, 45 Tahun
Anak autis adalah anak yang tergolong sulit untuk diajak berbicara. Apapun yang dibicarakan oleh lawannya kebanyakan direspon dengan diam
bahkan sering sekali tidak mau melihat lawannya yang sedang berbicara dan itulah yang biasa terjadi pada anak autis yang masih berada di kelas terapi.
Namun ketika siswa sudah tidak berada di ruang terapi lagi, maka di sanalah pihak guru mengajarinya lebih banyak lagi tentang bagaimana berbicara
dengan orang lain. Seperti yang diutarakan oleh guru yang lain: “Mengajari anak autis berbicara memang memakan waktu
yang lama karna disamping pemahaman mereka tentang kata-kata yang sangat minim ditambah lagi dengan
sulitnya mengucapkan kata-kata yang akan disampaikan ke temannya berbicara, sehingga ketika mereka bicara kita
harus mengikuti kata-kata yang diucapkannya dan membantunya memperbaiku kata-kata yang salah
diucapkan.” Nizmalinda, 43 Tahun
Melalui terapi wicara kemampuan anak autis bisa dikembangkan dengan baik. Keberhasilan terapi wicara tampak dari kemampuan dalam
mengemukakan pengetahuan yang telah diserapnya melalui bahasa lisan atau bahasa tulis. Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang guru yang
mengajar di kelas autis,
Universitas Sumatera Utara
“Kalo siswa yang sudah bisa membaca maka dia mampu mengingat apa yang dibaca tersebut, misalnya kalo kita
menyuruhnya membaca tentang kemerdekaan Indonesia, maka apabila kita Tanya tentang tanggal kemerdekaan
Indonesia, organisasi yang ada pada bacaan itu, maka dia akan mampu menjawabnya dengan baik.”Nizmalinda, 43
Tahun
Anak autis memiliki gangguan pada perkembangan sosialnya. Adanya gangguan pada perkembangan itu, hasilnya anak dapat menjadi terhambat
dalam hal berbicara. Bahkan ketika anak autis mulai berbicara, mereka akan memenggal kata-kata pesan yang akan disampaikan kepada pendengarnya.
Seperti hasil wawancara yang dilakukan dengan salah seorang guru, “Anak autis paling susah diajak bicara, kalopun mereka
bicara itupun sangat jarang dan ketika bicara mereka pasti hanya mengeluarkan kata-kata yang sangat singkat sekali
misalnya ketika mereka mau bilang saya haus, maka kata yang hanya akan dikeluarkan adalah kata haus, jadi di sini
perlu kita lengkapi kalimatnya sambil mengajarinya mengucapkan kalimat tersebut dengan lengkap.”Sutoyo,
45 Tahun
Misalnya saja seperti yang dilakukan oleh Bapak Sutoyo bahwa: “Biasanya kalo masih baru sulit sekali ngajak bicara, bisa-
bisa mereka marah atau menangis karna mereka merasa terasing, bahkan ada siswa yang setelah 3 bulan baru mau
masuk ke kelas itupun karna memang harus dibujuk-bujuk bahkan sempat dikawanin sama ibunya ke dalam
kelas.”Sutoyo, 45 Tahun
Dengan adanya perkembangan wicara pada anak autis maka siswa akan mampu berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya dan juga dapat
memahami dan merespon pesan yang disampaikan oleh lawan bicaranya.
Universitas Sumatera Utara
4.3.2.3 Terapi Interaksi Sosial
Terapi interaksi sosial merupakan salah satu bagian dari terapi yang bertujuan untuk menghilangkan perilaku yang tidak dapat diterima oleh
umum misalnya anak suka menjerit tiba-tiba, marah tiba-tiba, tertawa tiba-tiba dan menangis tiba-tiba. Menurut salah seorang guru menuturkan bahwa:
“Untuk mengajar anak autis maka harus dimulai dari motorik kasar seperti tepuk tangan dan pukul meja
ditujukan untuk melatih gerakan pada si anak, latihan pandangan mata ditujukan untuk megajari anak agar
mampu berinteraksi dengan orang lain minimal dengan menatap mata.”Sutoyo, 45 Tahun
Perilaku-perilaku yang digambarkan tersebut dapat membuat kita menyadari bahwa anak autis memerlukan orang-orang yang dapat memahami
dan mengerti apa yang diinginkan anak tersebut. Ketika mereka merasa terasing maka sangat dibutuhkan motivasi dari orang-orang yang berada di
sekitarnya termasuk guru. Seorang guru misalnya, dalam hal ini tidak hanya dituntut untuk mampu mengajar di kelas dengan baik, memberikan pelajaran
agar mampu dimengerti oleh anak tetapi juga harus dapat memahami perkembangan anak, apa yang dikehendaki anak dan mengajak anak berbicara
sehingga menghasilkan interaksi yang baik.
4.4 Keadaan Kelas Anak Autis