Pola Pendidikan pada Anak Autis (Studi Deskriptif: Anak Autis di Sekolah Luar Biasa Al-Azhar Medan)

(1)

Skripsi

(Study Deskriptif : Anak Autis di Sekolah Luar Biasa Al-azhar Medan) Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara D

I S U S U N OLEH:

EVIERA MICHALTA BR BANGUN 070901024

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN SOSIOLOGI

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh: Nama : Eviera Michalta Br Bangun Nim : 070901024

Departemen : Sosiologi

Judul : Pola Pendidikan pada Anak Autis

(Studi Deskriptif: Anak Autis di Sekolah Luar Biasa Al-Azhar Medan)

Dosen Pembimbing Ketua Departemen Sosiologi FISIP USU

Drs. Henry Sitorus, M. Si Dra. Lina Sudarwati, M. Si Nip. 196602281990031001 Nip. 196603181989032001

Dekan FISIP USU

Prof. Dr. Badaruddin, M.Si Nip. 196805251992031002


(3)

ABSTRAK

Anak autis berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Mereka memiliki tindakan dan kebiasaan yang sangat berbeda dengan yang dimiliki anak-anak biasanya seperti tidak mampu bersosialisasi dan berkomunikasi dengan baik, asyik dengan diri sendiri tanpa memperhatikan lingkungan sekitarnya, tidak mampu bertatap mata, tidak bisa fokus pada hal-hal tertentu, suka menangis dan tertawa tiba-tiba, dll.

Ada beberapa hal yang dilakukan dalam melatih anak autis sehingga anak mampu bersosialisasi dengan baik diantaranya, pertama melakukan terapi okupasi pada anak yang membantu anak dalam melatih konsentrasi, motorik halus anak, kemandirian dan mampu beradaptasi dalam kehidupan sehari-hari. Kedua terapi wicara membantu anak melancarkan otot‐otot mulut sehingga membantu anak berbicara lebih baik dan akhirnya berkomunikasi. Dan yang ketiga terapi interaksi sosial yang membantu anak menghilangkan perilaku yang tidak dapat diterima oleh umum misalnya anak suka menjerit tiba-tiba, marah tiba-tiba, tertawa tiba-tiba dan menangis tiba-tiba sehingga anak mampu bersosialisasi dalam lingkungan masyarakat yang normal.

SLB Al-Azhar merupakan lokasi penelitian tentang anak autis ini. Dalam hal ini metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Penelitian ini dilakukan terhadap 6 (enam) orang informan yaitu, 4 orang tua dari anak autis dan 2 guru yang mengajar di kelas autis.

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa kebiasaan tidak normal pada anak autis termasuk tidak dapat bersosialisasi dengan baik merupakan satu bagian yang tidak dapat dipisahkan. Hal tersebut didukung karena keinginannya untuk menyendiri dan melakukan tindakan tertentu. Akibatnya anak menjadi tidak mampu bersosialisasi dengan sekitarnya. Untuk mengatasi hal tersebut maka dibutuhkan latihan pada anak autis. Keluarga haruslah mengambil peran yang utama dalam melatih anak karena keluarga merupakan agen pertama dalam menciptakan sosialisasi pada anak, selain itu peran guru juga sangat diperlukan dalam memberikan latihan kepada anak.


(4)

KATA PENGANTAR

Segala semha dan puji kepada Tuhan yang memberikan kasih dan anugrahNya yang telah menyertai saya dalam menjalankkan tanggung jawab saya sebagai mahasiswa yang takut akan Tuhan. Saya sangat berterima kasih karena atas kehendakNya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

Saya menyadari keterbatasan yang saya miliki dalam penulisan skrispi ini. Dan saya menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua saya, Sempurna Bangun dan Susanna Br Sitepu yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, dukungan dan doa kepada anak-anaknya sehingga kami dapat merasakan kehangatan kasih sayang orang tua di sepanjang perjalanan hidup kami, dan juga buat adik saya Alvani Vranata Bangun yang telah memberikan semangat kepada saya. Semoga keluarga kita tetap dalam lingkupan Allah. Dan buat semua keluarga Bangun Mergana dan Sitepu Mergana yang telah menjadi penyemangat saya dalam mengerjakan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Badarrudin M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Lina Sudarwati M.Si, selaku Ketua Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan yang telah


(5)

memberikan pemahaman, bimbingan dan nasehat selama saya menjadi mahasiswa di Departemen Sosiologi FISIP USU.

4. Bapak Drs. Hendri Sitorus M.Si selaku dosen wali sekaligus sebagai dosen pembimbing saya yang telah meluangkan waktunya dan penuh kesabaran membimbing saya dalam penyusunan skripsi ini.

5. Seluruh Bapaak dan Ibu Dosen Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah membekali saya dengan pengetahuan dan ilmu yang bermanfaat, terimakasih atas bimbingannya selama ini.

6. Buat Kak Juni Simarmata S. Sos, Kak Prima S. Sos, Bang Nalon Ginting S.Sos, Bang Okto Silaban S.Sos, Bang Teguh Boangmanalu S.Sos, trima kasih buat persekutuan yang indah yang pernah kita jalani. Dan buat kak Nellina Yunanda Turnip S.Sos yang telah mengenalkan saya tentang Allah.

7. Kawan-kawanku stambuk 2007 trima kasih atas dukungannya yang juga ikut memberi warna dalam hidupsaya, terima kasih untuk kebersamaan selama ini 8. Buat seluruh mahasiswa Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sumatera Utara trima kasih buat kebersamaannya selama ini.

9. Seluruh sahabat saya yang telah mendukung saya dan memberikan perhatian dan semangat kepada saya. Trima kasih buat semuanya.


(6)

10.Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini, SLB Al-Azhar Medan termasuk orang tua siswa dan adik-adik yang berada di SLB Al-Azhar Medan trima kasih karena telah memberikan saya kesempatan berada di tengah-tengah kalian. Hanya doa yang dapat saya panjatkan, semoga Tuhan membalas semua kebaikan dan memberkati kalian.

Medan, Juni 2011


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ………….………. i

KATA PENGANTAR……… ii

DAFTAR ISI………..………….. vi

DAFTAR TABEL………....……… ix

BAB I PENDAHULUAN………. ……... 1

1.1 Latar Belakang Masalah………. 1

1.2 Rumusan Masalah………... 5

1.3 Tujuan Penelitian……… 6

1.4 Manfaat Penelitian………. 6

1.5 Defenisi Konsep………. 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA………. 9

2.1 Pendidikan………. 9

2.2 Pendidikan dan Dunia Sosial……… 10

2.3 Autis……… …….. 12

2.4 Hakikat Sekolah………. 15

2.5 Terapi pada Siswa Autis di Sekolah……….. 18

2.6 Sosialisasi dalam Keluarga……….……… 23

BAB III METODE PENELITIAN……… 23


(8)

3.2. Lokasi Penelitian……… 23

3.3. Unit Analisis dan Informan……… 24

3.4. Teknik Pengumpulan Data………. 25

3.5. Interpretasi Data………. ……... 26

3.6. Jadwal Kegiatan………... 28

3.7. Keterbatasan Penelitian……….. ……... 28

BAB IV TEMUAN DATA DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN……….. ……... 30

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian……….………... 30

4.1.1 Sejarah Yayasan Perguruan Al-Azhar………... 30

4.1.2 Visi, Misi dan Tujuan Seklah Luar Biasa Al-Azhar Medan……….. 32

4.1.3 Tujuan……….………... 32

4.1.4 Program Pendidikan……….…... 33

4.1.5 Fasilitas dan Program Kegiatan………. 35

4.1.6 Keadaan Siswa di SLB……….………...……….. 36

4.1.7 Keadaan Guru di SLB……….……….. 37

4.2 Profil Informan………38

4.2.1 Profil Guru di SLB Al-Azhar Medan……….38

4.2.1 Profil Keluarga Anak Autis ……….………. 42


(9)

4.3.1 Penggunaan Bahasa pada Anak Autis………..………. 51

4.3.2 Terapi Perilaku pada Anak Autis………..………. 52

4.3.3 Keadaan Kelas Anak Autis………..……….. 51

4.3.4 Keadaan Siswa yang Mengajar Siswa Autis………. 59

4.6 Kendala yang Dihadapi Guru di SLB Al-Azhar Medan……….... 62

4.7 Pola Pengajaran Keluarga pada Anak Autis……….. 63

4.8 Interaksi Kekeluargaan pada Anak Autis dalam Keluarga……… 65

4.9 Perilaku Anak Autis……… 67

4.10 Penerimaan Orang tua terhadap Anak Autis……… 68

4.11 Pengetahuan Orang Tua tentang Autis………... 69

4.12 Keuntungan Terapi Khusus Autis………... 70

BAB V PENUTUP………. 76

5.1. Kesimpulan……….. ……... 76

5.2. Saran……… ……... 78

DAFTAR PUSTAKA………... 81 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Data Siswa SLB Al-Azhar Medan Tahun Ajaran 2010-2011 Tabel 4.2 Daftar Nama-nama Guru SLB Al-Azhar Medan


(11)

ABSTRAK

Anak autis berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Mereka memiliki tindakan dan kebiasaan yang sangat berbeda dengan yang dimiliki anak-anak biasanya seperti tidak mampu bersosialisasi dan berkomunikasi dengan baik, asyik dengan diri sendiri tanpa memperhatikan lingkungan sekitarnya, tidak mampu bertatap mata, tidak bisa fokus pada hal-hal tertentu, suka menangis dan tertawa tiba-tiba, dll.

Ada beberapa hal yang dilakukan dalam melatih anak autis sehingga anak mampu bersosialisasi dengan baik diantaranya, pertama melakukan terapi okupasi pada anak yang membantu anak dalam melatih konsentrasi, motorik halus anak, kemandirian dan mampu beradaptasi dalam kehidupan sehari-hari. Kedua terapi wicara membantu anak melancarkan otot‐otot mulut sehingga membantu anak berbicara lebih baik dan akhirnya berkomunikasi. Dan yang ketiga terapi interaksi sosial yang membantu anak menghilangkan perilaku yang tidak dapat diterima oleh umum misalnya anak suka menjerit tiba-tiba, marah tiba-tiba, tertawa tiba-tiba dan menangis tiba-tiba sehingga anak mampu bersosialisasi dalam lingkungan masyarakat yang normal.

SLB Al-Azhar merupakan lokasi penelitian tentang anak autis ini. Dalam hal ini metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Penelitian ini dilakukan terhadap 6 (enam) orang informan yaitu, 4 orang tua dari anak autis dan 2 guru yang mengajar di kelas autis.

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa kebiasaan tidak normal pada anak autis termasuk tidak dapat bersosialisasi dengan baik merupakan satu bagian yang tidak dapat dipisahkan. Hal tersebut didukung karena keinginannya untuk menyendiri dan melakukan tindakan tertentu. Akibatnya anak menjadi tidak mampu bersosialisasi dengan sekitarnya. Untuk mengatasi hal tersebut maka dibutuhkan latihan pada anak autis. Keluarga haruslah mengambil peran yang utama dalam melatih anak karena keluarga merupakan agen pertama dalam menciptakan sosialisasi pada anak, selain itu peran guru juga sangat diperlukan dalam memberikan latihan kepada anak.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pencapaian tujuan pendidikan nasional tidak terlepas dari peran serta orang tua atau keluarga. Keluarga sebagai bagian dari struktur sosial setiap masyarakat adalah salah satu unsur sosial yang paling awal mendapat dampak dari setiap perubahan sosial budaya. Peranan keluarga yang paling utama adalah sebagai pembagi kehidupan individu ke dalam tingkat-tingkat peralihan usia (daur ulang) dan dalam rangka pembentukan watak dan perilaku generasi muda agar menjadi bagian dari anggota masyarakat yang terinternalisasi ke dalam keseluruhan sistem nilai budaya yang jadi panutan masyarakatnya (sosialisasi).

Keluarga adalah bagian kehidupan terkecil manusia yang sangat menentukan kehidupan masa depan dan kehidupan yang lebih besar di dunia. Keberhasilan kehidupan keluarga biasanya berpengaruh pada keberhasilan kehidupan masa depan. Kehidupan keluarga yang damai, rukun, kompak, demokratis dan bermoral akan mencerminakan perilaku anggota keluarganya di dalam masyarakat.

Keluarga juga merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pelajaran (pendidikan). Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. Pada umumnya pendidikan dalam keluarga itu bukan berpangkal tolak dari


(13)

kesadaran dan pengertian yang lahir dari pengetahuan mendidik, melainkan secara kodrati. Suasana dan strukturnya memberikan kemungkinan alami membangun situasi pendidikan. Situasi pendidikan itu terwujud berkat adanya pergaulan dan hubungan pengaruh mempengaruhi secara timbal balik antara orang tua dan anak.

Orang tua dituntut untuk peduli terhadap pendidikan anaknya. Sebagai pendidik yang utama dan pertama, orang tua mempunyai peran penting dalam mendidik dan membimbing anaknya. Orang tua tidak hanya bertanggung jawab agar anaknya tumbuh menjadi anak yang cerdas, tetapi juga membuat anak menjadi pribadi yang mandiri, bertanggungjawab dan dapat menghadapi kehidupannya kelak dengan baik dan berhasil.

Keluarga sebagai lingkungan pertama dan utama di mana anak berinteraksi sebagai lembaga pendidikan yang tertua, artinya disinilah dimulai suatu proses pendidikan. Sehingga orang tua berperan sebagai pendidik bagi anak-anaknya. Lingkungan keluarga juga dikatakan lingkungan yang paling utama, karena sebagian besar kehidupan anak berada di dalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima anak adalah dalam keluarga. Menurut Hasbullah (1997), dalam tulisannya tentang dasar-dasar ilmu pendidikan, bahwa keluarga sebagai lembaga pendidikan memiliki beberapa fungsi yaitu fungsi dalam perkembangan kepribadian anak dan mendidik anak dirumah; fungsi keluarga/orang tua dalam mendukung

pendidikan di sekolah.


(14)

Di dalam keluarga, anak-anak mulai menerima pendidikan yang pertama dan paling utama. Pendidikan yang diterima oleh anak mulai dari pendidikan agama, cara bergaul, dan hubungan interaksi dengan lingkungan. Keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama bagi anak. Dalam lingkungan keluargalah anak mulai mengadakan persepsi, baik mengenai hal-hal yang ada di luar dirinya, maupun mengenai dirinya sendiri.

Memiliki anak yang cerdas secara spiritual, emosional dan intelektual adalah dambaan bagi setiap orang tua. Namun tidak semua anak mengalami perkembangan normal. Banyak diantara mereka yang dalam perkembangannya mengalami hambatan, gangguan, kelambatan, atau memiliki faktor-faktor resiko sehingga untuk mencapai perkembangan optimal diperlukan penanganan atau intervensi khusus. Kelompok inilah yang kemudian dikenal sebagai anak berkebutuhan khusus.

Autis merupakan salah satu jenis anak yang berkebutuhan khusus. Penderita autis memiliki kecenderungan untuk hidup pada dunia mereka sendiri. Apapun yang mereka anggap dijadikan kawan berkomunikasi, maka itulah dunia yang mereka nikmati. Mereka memiliki kecenderungan untuk hidup sendiri, menganggap pihak lain yang ada di sekeliling mereka adalah benda mati yang tidak perlu dipedulikan.

Di sisi lain, penderita autis terkadang memiliki tingkat kecerdasan yang di atas rata-rata manusia normal. Sehingga, hal tersebut menjadikan apa yang mereka pikir dan lakukan, sering kurang mampu dipahami oleh orang lain. Dengan kata lain,


(15)

pemikiran seorang penderita autis kerap berada di ranah out of the box, berpikir tentang sesuatu yang tidak terpikirkan oleh orang lain.

Pendidikan harus diarahkan kepada seluruh anak manusia. Bukan hanya bagi mereka yang dilahirkan dalam kondisi normal; baik fisik maupun mental. Harus ada pendidikan luar biasa untuk anak-anak yang berkebutuhan khusus tersebut. Sehingga sangat wajarlah jika Sekolah Luar Biasa (SLB) makin banyak dibangun di setiap kabupaten/kota. Sebab, hal itu memang merupakan suatu kebutuhan di tengah mendesaknya pemenuhan hak-hak azasi manusia.

Pendidikan Luar Biasa menjadi suatu kebutuhan bagi seluruh anak-anak. Harus dipahami pula bahwa makna Luar Biasa, bukanlah bagi mereka yang berkekurangan secara fisik maupun mental. Tetapi juga bagi mereka yang mempunyai kelebihan, bagi mereka yang jenius dan gifted harus pula mendapatkan upaya pengembangan potensi. Hal inilah yang semestinya menjadi perhatian Kementerian Pendidikan Nasional.

Banyak keluarga dari penderita autis yang menyerahkan pendidikan autis kerabat mereka ke sebuah lembaga khusus. Mereka berharap, masalah tentang autisme yang dialami anggota keluarga mereka bisa selesai dengan menyerahkan pada pihak yang dianggap ahli.

Lahirnya suatu lembaga pendidikan formal bagi anak autis dimaksudkan untuk membantu para orang tua, pemerintah dan masyarakat dalam membina dan melayani anak autis sehingga mereka dapat mengembangkan potensi, bakat dan


(16)

pengetahuannya. Berbagai bentuk lembaga sosial atau yayasan sosial yang didirikan baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat yang kesemuanya bertujuan untuk mengoptimalkan pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial. Salah satu bentuk lembaga pendidikan atau yayasan yang dimaksudkan adalah Yayasan Pendidikan Al-azhar Medan yang menyediakan sekolah luar biasa bagi anak berkebutuhan khusus.

Di sekolah ini anak diberikan pertolongan baik dalam bidang pendidikan dan pelatihan. Melalui sekolah ini diharapkan anak berkebutuhan khusus menemukan identitas mereka di tengah-tengah masyarakat dan menanamkan rasa percaya diri di kalangan anak berkebutuhan khusus bahwa mereka memiliki kemampuan yang sama dengan orang-orang normal dengan bidang-bidang tertentu.

SLB Al-Azhar Medan menyediakan program pendidikan untuk siswa tuna wicara, tuna rungu dan juga autis. Selain itu sekolah tersebut juga memiliki berbagai fasilitas untuk mendukung berlangsungnya proses belajar mengajar. Tidak hanya memiliki gedung sekolah yang bagus tetapi biaya pendidikannya juga relative murah. Khusus siswa autis, sekolah ini juga mengadakan tes untuk siswa autis, dan apabila siswa tersebut memiliki perkembangan yang baik dan dianggap mampu bersosialisasi dengan teman sepermainannya maka akan dipindahkan ke sekolah umum.

1.2 Rumusan Masalah

Ada hal yang perlu menjadi perhatian setiap kalangan dalam melaksanakan pendidikan bagi anak, atau generasi muda yang akan menjadi penerus bangsa kelak, dan juga ada beberapa hal yang perlu dikaji secara mendalam agar proses pendidikan


(17)

berjalan dengan baik dan bergerak menuju cita-cita bersama yang tertuang dalam tujuan pendidikan. Oleh karena itu setiap pihak harus memahami betul peran yang akan dijalankannya berkaitan dengan tugas pendidikan yang sandangnya

Untuk mempermudahkan penelitian dan agar penelitian memiliki arah yang jelas dalam menginterpretasikan data dan fakta ke dalam penulisan laporan penelitian, maka terlebih dahulu dirumuskan permasalahannya. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam latar belakang masalah tersebut, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana pola pendidikan pada anak autis?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini, adalah: 1.3.1 Untuk mengetahui pola pendidikan pada anak autis di Sekolah Luar

Biasa Al-azhar Medan.

1.3.2 Untuk mengetahui peran orang tua dalam pendidikan anak autis.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman ilmiah bagi mahasiswa sosiologi khususnya pengetahuan mengenai sosiologi pendidikan dan sosiologi keluarga.


(18)

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penulis dalam membuat laporan hasil penelitian dan hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan kepada peneliti tentang pola pendidikan pada anak autis.

1.5 Defenisi Konsep

Dalam sebuah penelitian, defenisi konsep sangat diperlukan untuk memfokuskan penelitian sehingga memudahkan penelitian. Konsep adalah defenisi, abstraksi mengenai gejala atau realita ataupun suatu pengertian yang nantinya akan menjelaskan suatu gejala (Maleong, 1997:67).

Penelitian mengenai pola pendidikan pada anak berkebutuhan khusus ditujukan untuk mengetahui pola pendidikan pada anak berkebutuhan khusus di kota Medan sehingga nantinya dapat digunakan sebagai referensi untuk melihat pola pendidikan yang terdapat di kota Medan. Kemudian agar penelitian ini tetap terfokus dan tidak menimbulkan penafsiran ganda, maka digunakan beberapa defenisi konsep sebagai berikut:

1.5.1 Pola pendidikan adalah pola dan metode yang digunakan oleh SLB Al-Azhar dalam mendidik siswa sehingga dapat menumbuhkan kemandirian dan interaksi sosial pada autis.


(19)

1.5.2 Anak autis adalah anak yang mengalami gangguan pada proses perkembangannya di mana anak tersebut tidak mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik dengan lingkungannya, cenderung menyendiri dan asyik dengan dirinya sendiri. Dalam hal ini, anak autis yang dimaksud adalah anak ang masih duduk di bangku sekolah dasar di SLB Al-Azhar Medan.

1.5.3 Keluarga adalah orang yang tinggal bersama dengan anak autis yang merupakan keluarga inti dari anak autis tersebut.

1.5.4 Sosialisasi Pendidikan adalah pengajaran yang diperoleh oleh anak autis di baik di sekolah dan di rumah.


(20)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pendidikan

Pendidikan bagi sebagian besar orang, berarti berusaha membimbing anak untuk menyerupai orang dewasa, sebaliknya bagi Jean Peaget (1896) dalam buku Konsep dan Makna Pembelajaran, pendidikan sebagai penghubung dua sisi, disatu sisi individu yang sedang tumbuh dan disisi lain nilai sosial, intelektual dan moral yang menjadi tanggung jawab pendidik untuk mendorong individu tersebut.

Kegiatan pendidikan merupakan suatu proses interaksi antara dua individu, bahkan dua generasi, yang memungkinkan geneasi muda memperkembangkan dirinya. Kegiatan pendidikan yang sistematis terjadi di lembaga sekolah yang dengan sengaja dibentuk oleh masyarakat.

Pendidikan sebagai usaha pewarisan dari generasi ke generasi. Menurut ahli sosiologi, pendidikan adalah sesuatu yang terjadi di masyarakat yang disebabkan tiga hal tentang umat manusia. Pertama, mempelajari semua yang meliputi cara hidup suatu masyarakat atau kelompok orang. Tidak ada yang diwariskan secara biologis. Kedua, manusia sangat peka terhadap pengalaman. Maksudnya, ia mampu mengembangkan rentangan kepercayaan tentang dunia sekitarnya keterampilan dalam memanipulasinya. Ketiga bayi yang baru lahir dan dalam waktu yang cukup lama selalu tergantung pada orang lain. Ia tidak mampu mengembangkan kepribadiaannya tanpa banyak pertolongan orang lain, baik secara kebetulan maupun dengan sengaja.


(21)

Dalam arti yang luas, pendidikan merupakan proses yang menghasilkan ketiga hal ini. Pendidikan adalah cara seseorang memperoleh kemampuan fisik, moral dan sosial yang dituntut daripadanya oleeh kelompok tempat ia dilahirkan dan harus berfungsi. Ahli sosiologi menyebut hal ini sebagai sosialisasi. Istilah ini berlaku karena dua hal. Pertama, istilah ini menekankan bahwa proses ini bersifat sosial; proses itu terjadi pada konteks sosial, dan dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan kelompok. Kedua, segi ‘kemanusiaan’ pola perilaku dan nilai yang memberi ‘arti’ kepadanya, merupakan dua pusat perhatian utama sosiologi.

Pendidikan merupakan pelantikan pendatang baru dalam masyarakat. Pendidikan itu berjalan terus sebagai tanggapan terhadap nilai-nilai tentang bagaimana anggotanya harus bertindak dan ide-ide tentang apa yang harus mereka pelajari.

2.2 Pendidikan dan Dunia Sosial

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, menegaskan bahwa: “Setiap orang mempunyai hak atas pendidikan.” Namun, anak dan orang dewasa penyandang cacat sering kali direnggut dari haknya yang fundamental ini. Hal ini sering didasarkan atas asumsi bahwa penyandang cacat tidak dipandang sebagai umat manusia yang utuh, maka pengecualian pun diberlakukan dalam hal hak universalnya. Instrumen hak asasi manusia PBB berikutnya menyebutkan secara spesifik orang penyandang cacat, dan menekankan bahwa semua penyandang cacat, tanpa memandang tingkat keparahannya, memiliki hak atas pendidikan. Konvensi tentang Hak Anak PBB


(22)

memiliki empat Prinsip Umum yang menaungi semua pasal lainnya termasuk pasal tentang pendidikan: non diskriminasi (Pasal 2) menyebutkan secara spesifik tentang anak penyandang cacat, kepentingan Terbaik Anak (Pasal 3), hak untuk kelangsungan hidup dan perkembangan (Pasal 6), menghargai pendapat anak (Pasal 12). (http://www.kontras.org/baru/Deklarasi%20Universal%20HAM.pdf, Diakses 15 Oktober 2010, Pukul 18.57 WIB)

Masa anak merupakan masa-masa kritis di mana pengalaman- pengalaman dasar sosial yang terbentuk pada masa itu akan sulit untuk diubah dan terbawa sampai dewasa. Karena itu pengalaman negatif anak berkebutuhan khusus dalam berinteraksi dengan lingkungan yang terjadi pada masa awal kehidupannya akan dapat merugikan perkembangan sosial anak selanjutnya, seperti sikap menghindar atau menolak untuk berpartisipasi dengan lingkungannya.

Semakin bertambahnya usia, pengalaman sosial anak semakin berkembang dengan berbagai dinamikanya, dan pengalaman berinteraksi dengan lingkungan akan mewarnai perkembangan kepribadiannya. Perkembangan sosial anak berkebutuhan khusus khususnya pada anak autis sangat tergantung pada bagaimana perlakuan dan penerimaan lingkungan terutama lingkungan keluarga terhadap anak. Di samping itu, akibat kondisinya juga sering menjadikan anak autis memiliki keterbatasan dalam belajar sosial melalui identifikasi maupun imitasi.

Manusia sebagai mahluk sosial selalu memerlukan kebersamaan dengan orang lain. Demikian pula dengan anak berkebutuhan khusus. Akan tetapi karena hambatan


(23)

yang dialaminya dapat menjadikan anak mengalami kesulitan dalam menguasai seperangkat tingkah laku yang diperlukan untuk menjalin relasi sosial yang memuaskan dengan lingkungannya.

Perkembangan sosial anak autis akan tumbuh dengan baik apabila sejak awal keluarga di dalam keluarga menumbuhkan elemen-elemen saling membantu, saling menghargai, saling mempercayai, dan saling toleransi. Namun, karena hambatan-hambatan yang dialaminya, sering menjadikan hal tersebut kadang sulit didapat. Anak sering tidak memperoleh kepercayaan dari lingkungannya, yang akibatnya tidak saja dapat menumbuhkan perasaan tidak dihargai, tetapi juga dapat menjadikan dirinya sulit untuk mempercayai orang lain.

2.3 Autis

Istilah autis berasal dari kata “autos” yang berarti sendiri, dan “isme” yang berati aliran. Dengan demikian autisme berarti suatu paham yang tertarik pada dunianya sendiri. Gangguan tersebut mencakup bidang interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku.

Autis merupakan gangguan perkembangan pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Di samping itu, Autisme tak lain merupakan gangguan yang menyangkut banyak aspek perkembangan; yang bila dikelompokkan akan menyangkut tiga aspek yaitu perkembangan fungsi bahasa, aspek fungsi sosial, dan perilaku repetitif. Karena gambaran autisme begitu beragam dan setiap saat


(24)

seorang anak akan senantiasa mengalami perkembangan, maka penegakan diagnosa tidak bisa begitu saja, sebab bisa saja kemudian diagnosa menjadi berubah-ubah dari waktu ke waktu.

Autis adalah kecacatan perkembangan sepanjang hidup yang mempengaruhi seseorang berkomunikasi dan berhubungan dengan orang lain di sekitar mereka. Anak–anak dan orang dewasa yang menderita autis memiliki kesulitan dalam berinteraksi sosial sehari–hari. Kemampuan mereka untuk mengembangkan persahabatan biasanya terbatas sebagaimana kemampuan mereka untuk memahami ekspresi emosi orang lain.

Autis adalah kecacatan perkembangan sepanjang hidup yang mempengaruhi seseorang berkomunikasi dan berhubungan dengan orang lain disekitar mereka. Anak-anak dan orang dewasa dengan autisma memiliki kesulitan dalam berinteraksi sosial sehari-hari. Kemampuan mereka untuk mengembangkan persahabatan biasanya terbatas sebagaimana kemampuan mereka untuk memahami ekspresi emosi orang lain.

Penyebab dari autis masih belum diketahui tetapi penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik merupakan faktor penting. Hal ini juga dijelaskan dari penelitian bahwa autisma mungkin diasosiasikan dengan keanekaragaman dari kondisi yang mempengaruhi perkembangan otak yang terjadi sebelum, selama atau segera setelah melahirkan.


(25)

Orang autis biasanya mengalami kesulitan pada tiga hal pokok ; hal ini dikenal sebagai kelemahan tiga serangkai:

1. Interaksi sosial (kesulitan dengan hubungan sosial, sebagai contoh menyendiri dan tidak tertarik pada orang lain).

2. Komunikasi sosial (kesulitan dengan komunikasi verbal dan non verbal, sebagai contoh tidak memahami penuh arti dari gerakan tubuh, ekspresi muka atau tekanan suara).

3. Daya Fantasi (kesulitan dalam perkembangan bermain secara interpersonal dan imajinasi, sebagai contoh memiliki jangkauan terbatas akan kegiatan imajinasi, kemungkinan meniru dan mengikuti secara kaku dan berulang – ulang).

4. Menunjukkan ketidak acuhan

5. Bergabung jika orang dewasa meminta dengan tegas dan membantunya 6. Menunjukkan kebutuhan dengan menggunakan tangan orang dewasa 7. Interaksi hanya disatu pihak

8. Echolalic (meniru kata-kata) seperti burung beo 9. Berbicara tak putus–putusnya mengenai satu masalah 10.Membawa atau memutar–mutar obyek

11.Tidak ada kontak mata

Menurut Baron dan Cohen (1993) autis adalah suatu kondisi mengenai seorang anak yang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak


(26)

dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi normal. Hal ini mengakibatkan anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif. Selain itu autisme dapat diartikan sebagai gangguan perkembangan yang luas dan berat (pervasive) yang gejalanya mulai tampak pada anak sebelum ia mencapai usia 3 tahun. Gangguan perkembangan ini mencakup bidang komunikasi, interaksi dan perilaku. Penyebabnya adalah gangguan pada perkembangan susunan saraf pusat yang mengakibatkan terganggunya fungsi otak.

Autis bisa terjadi pada siapa saja, tidak ada perbedaan status social ekonomi, pendidikan maupun golongan etnik, dan bangsa. Perbandingan antara pria dan wanita di perkirakan 4 : 1. Faktor penyebab gangguan autisme ini masih terus dicari dan masih dalam penelitian para ahli. Beberapa teori terakhir mengatakan bahwa faktor genetika memegang peranan penting pada terjadinya autisme. Bayi kembar satu telur akan mengalami perkembangan autisme yang mirip dengan saudara kembarnya. Juga ditemukan beberapa anak dalam satu keluarga atau dalam satu keluarga besar mengalami gangguan yang sama.

2.4 Hakikat Sekolah

Sekolah memegang peranan penting dalam proses sosialisasi anak, walaupun sekolah merupakan hanya salah satu lembaga yang bertanggung jawab atas pendidikan anak. Anak mengalami perubahan dalam perilaku sosialnya setelah ia masuk ke sekolah. Di rumah ia hanya bergaul dengan anggota keluarga yang terbatas


(27)

jumlahnya, terutama dengan anggota keluarga dan anak-anak tetangga. Suasana di rumah bercorak informal dan banyak tindakan yang diizinkan menurut suasana di rumah. Anak itu mengalami suasana yang berbeda di sekolah. Ia bukan lagi anak istimewa yang diberi perhatian khusus oleh ibu guru, melainkan hanya salah seorang di antara puluhan murid lainnya di dalam kelas. Dengan suasana kelas demikian, anak itu melihat dirinya sebagai salah seorang di antara anak-anak lainnya. Jadi di sekolah anak itu belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial yang baru yang memperluas keterampilan sosialnya. Ia juga berkenalan dengan anak yang berbagai ragam latar belakang dan belajar untuk menjalankan peranannya dalam struktur sosial yang dihadapinya di sekolah.

Dalam perkembangan fisik dan psikologis anak, selanjutnya anak memperoleh pengalaman-pengalaman baru dalam hubungan sosialnya dengan anak-anak lain yang berbeda status sosial, kesukuan, agama, jenis kelamin dan kepribadiannya. Lambat laun ia membebaskan diri dari ikatan rumah tangga untuk mencapai kedewasaan dalam hubungan sosialnya dengan masyarakat luas.

Dewasa ini pendidikan sekolah menjadi sangat penting dan mencakup ruang lingkup yang lebih luas. Masyarakat modern menuntut adanya pendidikan sekolah yang bersifat massal. Untuk itu masyarakat modern mencurahkan investasinya kepada institusi-institusi pendidikan. Seperti proses sosialisasi pada umumnya, pendidikan sekolah mempunyai dua aspek penting, yaitu aspek individual dan sosial. Di satu pihak pendidikan sekolah bertugas mempengaruhi dan menciptakan kondisi yang memungkinkan perkembangan pribadi anak secara optimal. Di pihak lain


(28)

pendidikan sekolah bertugas mendidik agar anak mengabdikan dirinya kepada masyarakat.

Menurut Webster, 1991 (dalam Hasbullah, 1999) sekolah merupakan tempat atau institusi/lembaga yang secara khusus didirikan untuk menyelenggarakan proses belajar mengajar atau pendidikan. Sebagai institusi, sekolah merupakan tempat untuk mengajar murid-murid, tempat untuk melatih dan memberi instruksi-instruksi tentang suatu lapangan keilmuan dan keterampilan tertentu kepada siswa. Tempat yang dinamakan sekolah itu merupakan satu kompleks bangunan, laboratorium, fasilitas fisik yang disediakan sebagai pusat kegiatan belajar dan mengajar. (http://www.uns.ac.id/data/sp4.pdf. Diakses 03 Maret 2011, Pukul 15.38 WIB)

Berdasarkan pendapat itu maka sekolah mengandung dua makna, secara fisik sekolah terdiri dari bangunan-bangunan gedung dan laboratorium, jadi sekolah dalam artian material. Sedangkan yang nonfisik terdiri dari sistem-sistem hubungan antara mereka yang ditugaskan untuk mengajar (guru, pelatih dan lain-lain) dengan yang diajar (murid, siswa), jadi sekolah dalam artian spiritual. sosialisasi yang dilembagakan melalui sekolah sebagai institusi, karena kita membawa anak-anak dari lingkungan keluarga ke lingkungan yang lebih luas. Perbuatan ini sama saja dengan mengalihkan perhatian kita dari pembentukan identitas individu dalam suatu unit keluarga kepada pembentukan struktur sosial yang lebih luas dan pada gilirannya akan saling memberikan pengaruh oleh identitas tersebut. Jadi, kita beralih dari suatu orientasi mikro ke makro yang dengan logika itu maka pendidikan secara bersistem tetap diperlukan untuk memanusiakan manusia utuh dan kaya arti.


(29)

2.5 Terapi pada Siswa Autis di Sekolah

Selain belajar, anak autis juga harus mengikuti terapi perilaku atau Applied Behaviour Analysis (ABA) yaitu suatu ilmu terapan perilaku untuk mengajarkan dan melatih seseorang agar menguasai suatu/ berbagai kemampuan yyang sesuai dengan standar yang ada di masyarakat. Terapi ini merupakan salah satu terapi yang diberikan kepada penyandang autis di mana terapi ini juga difokuskan kepada kemampuan anak untuk merespon terhadap lingkungan dan mengajarkan anak perilaku-perilaku yang umum. Terapi perilaku terdiri dari terapi wicara, terapi okupasi dan terapi interaksi sosial. Tujuan terapi adalah membentuk tingkah laku yang dapat diterima lingkungan dan menghilangkan/mengurangi tingkah laku bermasalah. Terapi perilaku terdiri dari terapi wicara, terapi okupasi dan terapi interaksi sosial.

1. Terapi Okupasi

Terapi okupasi membantu anak dalam atensi, konsentrasi, motorik halus anak, kemandirian dan mampu beradaptasi dalam kehidupan sehari-hari.

2. Terapi Wicara

Terapi wicara membantu anak melancarkan otototot mulut sehingga membantu anak berbicara lebih baik dan akhirnya berkomunikasi. Terapi wicara dilakukan untuk mengatasi gangguan bicara pada anak autis. Terapi dilakukan dengan rutin, teratur dan intensif. Sehingga gangguan bicara anak berkurang, sementara kemampuan berbicara dan memahami kosakatanya meningkat.


(30)

3. Terapi Interaksi Sosial

Terapi interaksi sosial merupakan salah satu bagian dari terapi Applied Behaviour Analysis (ABA), yang bertujuan untuk menghilangkan perilaku yang tidak dapat diterima oleh umum misalnya anak suka menjerit tiba-tiba, marah tiba-tiba, tertawa tiba-tiba dan menangis tiba-tiba. Tujuan dari terapi interaksi sosial ini pada anak autis, yaitu agar mereka dapat diterima dan mampu bersosialisasi dalam lingkungan masyarakat yang normal.

Secara garis besar ada tiga lingkungan yang nantinya akan dimasuki oleh anak-anak ini, yaitu keluarga dan tetangga, lingkungan masyarakat, lingkungan sekolah reguler dan lingkungan lapangan pekerjaan. Intensitas terapi interaksi sosial yang ideal adalah empat puluh jam dalam seminggu, jadi rata- rata delapan jam per hari. Tetapi untuk mencapai hasil terapi yang maksimal, anak harus ditangani selama dia bangun. Saat proses pendampingan terjadi anak ditemani untuk memberikan informasi dan pengalaman dalam berbagai bentuk kepada anak, yang perlu diingat oleh para orangtua adalah jangan membiarkan anak sendirian tanpa melakukan sesuatu.

Oleh karena itu, tidak mungkin terapi anak hanya dilakukan oleh satu orang saja, misalnya ibunya atau ayahnya atau pengasuhnya. Jadi disamping terapi di institusi atau sekolah khusus, masih dibutuhkan penanganan di rumah yang justru akan lebih lama dari disekolah. Untuk ini diperlukan suatu kerja sama yang baik dan


(31)

terkoordinir atau terorganisir, serta dipantau secara intensif, agar seluruh program dapat berjalan dengan lancar dan tidak buang waktu.

Waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan terapi cukup lama, yaitu kurang lebih dua sampai tiga tahun. Oleh karena waktu yang cukup lama ini, maka seluruh keluarga yang akan terlibat harus termotivasi dengan baik, dan menyediakan waktu untuk anak. Hanya dengan demikian dapat mengisi kekurangan perilakunya dan menghilangkan perilaku buruknya, serta menjadikan normal kembali. Oktober 2010, pukul 15.40)

2.6 Sosialisasi dalam Keluarga

Sosialisasi atau dengan kata lain disebut sebagai proses belajar sosial merupakan proses yang berlangsung sepanjang hidup (lifelong process), bermula sejak lahir hingga mati. Proses sosialisasi itu terjadi dalam kelompok atau institusi sosial di dalam masyarakat. Dalam proses sosialisasi individu mempelajari kebiasaan, sikap, ide-ide, pola-pola nilai dan tingkah laku dalam masyarakat di mana dia hidup

Dalam proses sosialisasi terdapat tiga kegiatan yang mencakup di dalamnya:

1. Belajar (learning)

Banyak pendapat yang menyatakan, bahwa seorang bayi yang baru lahir ibarat kertas putih bersih yang belum mempunyai cacat atau coretan sedikitpun. Baik atau buruknya nanti kertas tersebut tergantung dari orang atau lingkungan yang akan menjamah kertas tersebut. Jadi, seorang bayi yang baru lahir ke dunia ini, sampai


(32)

nanti menjadi dewasa, sikap, tingkah laku dan wataknya akan banyak ditentukan oleh proses lingkungannya. Dan yang penting adalah proses awal ataupun proses dasar pembentukan anak anak tersebut, terutama dalam lingkungannya yang terdekat, yakni keluarga. Proses pembentukan ini didapat karena belajar dari lingkungan. Dalam hal ini tentu saja si anak berinteraksi dengan orang lain. Jadi dari kecil si anak sudah mengalami proses belajar. Di mana pengertian belajar di sini bukanlah berarti harus duduk di bangku sekolah formal, tetapi menyangkut segala apa yang dilihat dan diamati oleh si anak.

2. Penyesuaian diri dengan lingkungan

Dalam proses kehidupan mannusia sebagai anggota masyarakat, individu tidak dapat begitu saja untuk melakukan tindakan yang dianggap sesuai dengan dirinya, karena individu tersebut mempunyai lingkungan di luar dirinya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Dan lingkungan ini mempunyai aturan atau norma-norma yang membatasi tingkah laku individu tersebut. Penyesuaian diri tersebut seringg diistilahkan ke dalam adaptasi yang merupakan bentuk penyesuaian diri seseorang dengan lingkungan sekitarnya.

3. Pengalaman mental

Pengalaman seseorang akan membentuk suatu sikap pada diri seseorang. Dan dalam proses pengalaman mental ini sangat banyak mempengaruhi proses pembentukan kepribadian seseorang. Apabila seorang anak dari kecil sering dibantu untuk pekerjaan-pekerjaan yang seharusnya dapat dilakukannya, maka pengalaman ini akan terus melekat pada dirinya, sehingga setelah dewasapun kemungkinan sikap


(33)

ketergantungan akan melekat pada anak tersebut, dan perkembangan mental anak tersebut tercipta menjadi pribadi yang tidak mandiri, sehingga orang tersebut akan cepat putus asa kalau ada masalah berat yang dihadapinya. .

Keluarga merupakan lembaga yang paling penting dalam proses sosialisasi anak, karena keluarga yang memberikan tuntunan dan contoh-contoh semenjak masa anak sampai dewasa dan berdiri sendiri. Namun dalam masyarakat modern orangtua harus membagi otoritas dengan orang lain terutama guru dan pemuka masyarakat, bahkan dengan anak mereka sendiri yang memperolah pengetahuan baru dari luar keluarga. Perubahan sifat hubungan orang tua dengan anaknya itu, akan diiringi pula dengan perubahan hubungan guru, siswa serta didukung lingkungan masyarakat. Dengan kata lain, terdapat hubungan yang saling mempengaruhi antara ketiga pusat pendidikan itu.

Lingkungan keluarga sebagai lingkungan pendidikan yang pertama, karena dalam keluarga inilah anak pertama-tama mendapatkan didikan dan bimbingan. Juga dikatakan lingkungan yang utama, karena sebagian besar dari kehidupan anak adalah di dalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak adalah dalam keluarga. Tugas utama dari keluarga bagi pendidikan anak adalah sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan. Sifat dan tabiat anak sebagian besar diambil dari kedua orang tuanya dan dari anggota keluarga yang lain.


(34)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Tujuan penelitian kualitatif ini adalah untuk memahami permasalahan yang diteliti sehingga diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih mendalam tentang gejala-gejala dan fenomena-fenomena yang diteliti.

Maksud dari metode ini adalah untuk mendapatkan data dan informasi dengan kata-kata dan tindakan-tindakan. Pendekatan kualitatif dapat diartikan dari apa yang diamati. Penelitian deskriptif ini digunakan untuk menggambarkan atau melukiskan apa yang sedang diteliti dan berusaha memberi suatu gambaran yang jelas tentang apa yang menjadi pokok permasalahan. Dalam hal ini untuk melihat “Pola Pendidikan pada Anak Autis di Sekolah Luar Biasa Al-azhar Medan.”

3.2 Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian dilakukan di Sekolah Luar Biasa Al-azhar yang berada di Jalan Pintu Air 4 No.214 Medan. Adapun alasan pemilihan lokasi tersebut karena sekolah ini merupakan salah satu sekolah yang mendidik anak berkebutuhan khusus khususnya anak autis.


(35)

3.3 Unit Analisis dan Informan

Unit analisis adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek pebelitian (Arikunto, 2006:121). Dalam penelitian ini, yang menjadi unit analisisnya adalah Sekolah Luar Biasa Al-azhar yang berada di kota Medan yang termasuk dalam kategori sekolah yang menerapkan konsep terapi perilaku kepada siswa autis.

Adapun yang menjadi sumber informasi dalam penelitian ini disebut sebagai informan. Dan yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah :

1. Kepala sekolah, yaitu untuk mendapatkan informasi tentang pendidikan di Sekolah Luar Biasa Al-azhar.

2. Guru, untuk mendapatkan informasi tentang model pendidikan serta interaksi yang terjalin antara guru dan anak autis.

3. Orang tua dari anak autis, alasan memilih orang tua sebagai informan karena keluarga sebagai lembaga pertama dalam pendidikan anak sehingga yang menjadi informan tidak hanya pihak sekolah tetapi juga orang tua. Dalam hal ini, informasi yang ingin didapatkan tentang pola pendidikan yang digunakan oleh orang tua di rumah serta interaksinya dengan anak autis.


(36)

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan atau mengumpulkan data informasi yang dapat menjelaskan dan menjawab permasalahan penelitian yang bersangkutan secara objektif. Dalam hal ini, untuk memperoleh data yang diperlukan maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengumpulan data primer dan sekunder.

1. Data primer

a. Observasi, yaitu mengamati suatu objek penelitian. Sebagai alat pengumpul data yang penting, wawancara tidak sepenuhnya memuaskan. Ada jenis-jenis masalah tertentu yang tidak dapat dijangkau oleh kedua alat pengumpul data tersebut. Adakalanya penting untuk melihat perilaku dalam keadaan (setting) alamiah, melihat dinamika, melihat gambaran perilaku berdasarkan situasi yang ada. Dalam hal ini observasi menjadi penting sebagai metode utama untuk mendapatkan informasi tentang “Pola Pendidikan pada Anak Autis di Sekolah Luar Biasa Al-azhar Medan.”

b. Wawancara mendalam (depth interview), adalah suatu kegiatan verbal dengan tujuan mendapatkan informasi. Wawancara merupakan sebuah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya jawab sambil bertatap muka, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara. Data ini berupa teks hasil wawancara dan


(37)

diperoleh melalui wawancara dengan informan yang sedang dijadikan informan dalam penelitian. Di samping akan mendapatkan gambaran yang menyeluruh, juga akan mendapatkan informasi yang penting mengenai “Pola Pendidikan pada Autis di Sekolah Luar Biasa Al-azhar Medan.”

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder yaitu dengan mengumpulkan data dan mengambil informasi dari beberapa literature diantaranya, referensi buku-buku, jurnal, majalah ataupun data yang diperoleh dari internet yang dianggap relevan serta berkaitan dengan permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini. Oleh karena itu, sumber data sekunder diharapkan dapat berperan dalam membantu mnegungkapkan data yang diharapkan, membantu member keterangan sebagai pelengkap dan bahan pembanding (Bungin, 2001:129).

3.5 Interpretasi Data

Menurut Moleong (1993:103), analisa data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dianalisa selanjutnya.

Interpretasi data adalah sebuah tahap dalam upaya menyederhanakan data yang telah diperoleh dari hasil penelitian di lapangan maupun dari hasil yang diperoleh dari buku-buku, referensi, internet, jurnal, artikel dan dokumentasi. Data yang telah diperoleh dalam penelitian inilah yang akan diinterpretasikan berdasarkan dukungan


(38)

teori dalam kajian pustaka yang telah ditetapkan sampai akhirnya disusun sebagai akhir laporan penelitian ini.

Proses analisis data ditandai dengan pengolahan dan penafsiran data yang diperoleh dari setiap informasi baik secara pengamatan, wawancara ataupun catatan-catatan lapangan serta hasil kajian pustaka kemuadian tahap selanjutnya adalah mereduksi data melalui pembuatan abstraksi yang merupakan usaha membuat rangkuman inti. Langkah selanjutnya adalah menyusun data-data dalam satuan-satuan. Satuan-satuan ini kemudian dikategorikan. Berbagai kategori tersebut dilihat kaitannya satu dengan yang lainnya dan diinterpretasikan secara kualitatif, yaitu proses pengolahan data mulai dari tahap mengedit data sesuai dengan pokok permasalahan yang diteliti kemudian diolah secara deskriptif berdasarkan fenomena yang terjadi di lapangan.


(39)

3.6 Jadwal Kegiatan

Kegiatan Bulan Ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Pra Survey √

Acc Judul √

Penyusunan Proposal Penelitian √ √

Seminar Proposal √

Revisi Proposal √

Penelitian Ke Lapangan √ √

Pengumpulan Data dan Analisis Data √

Bimbingan Skripsi √ √

Penulisan Laporan √

Sidang Meja Hijau √

3.7Keterbatasan Peneliti

Dari beberapa kali melakukan penelitian di lapangan, peneliti menemukan beberapa kesulitan, baik dari pihak yayasan, sekolah dan juga orang tua. Keterbatasan-keterbatasan itu antara lain, adalah:

1. Sulitnya menjiwai setiap orang tua dari siswa autis yang menjadi informan dalam penelitian ini sehingga peneliti harus berhati-hati dalam mengadakan


(40)

wawancara dan menyampaikan beberapa pertanyaan terkhusus seputar kehidupan anak autis.

2. Sulitnya menjumpai guru yang menjadi informan dalam penelitian ini karena mereka juga harus mengajar siswa di SLB.

3. Karena peneliti tidak tinggal di lokasi penelitian maka selama mengadakan penelitian maka peneliti kurang mengetahui tingkah laku anak autis secara keseluruhan.

4. Akibat terjadi banjir yang melanda beberapa bagian kota Medan termasuk juga lokasi penelitian ini maka peneliti merasa kesulitan untuk mendapatkan data sekunder dari sekolah karena data sekunder sekolah sudah terendam banjir.

Itulah beberapa kesulitan dan keterbatasan dalam penelitian ini, semoga kedepannya kesulitan dan keterbatasan dari penelitian ini tidak ditemukan lagi untuk mengembangkan penelitian selanjutnya.


(41)

BAB IV

TEMUAN DATA DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1 Sejarah Yayasan Perguruan Al-Azhar

Perguruan Al-Azhar didirikan sebagai salah satu upaya Yayasan Hajjah Rachmah Nasution dalam mewujudkan visi dan misinya dalam bidang sosial, pendidikan dan keagamaan. Pendiriannya Yayasan Hajjah Rachmah Nasution tidak terlepas dari rasa syukur keluarga besar H. Abdul Manan Muis atas keberhasilan operasi (open heart) jantung ibu Hajjah Rachmah Nasution. Sebagai wujud dari syukur itu, keluarga besar berniat mendirikan sebuah mesjid yang diberi nama Mesjid Ar Rahmah yang berlokasi di tanah keluarga Jalan Pintu Air IV Kuala Berkala, Padang Bulan Medan.

Yayasan Hajjah Rachmah Nasution didirikan tanggal 24 Januari 1983 dengan Akte Notaris Raskami Sembiring SH No. 39 tanggal 24 Januari 1983 dan diubah dengan Akte Notaris Raskami Sembiring SH No. 17 tanggal 18 November 1997 lalu diubah kembali dengan Akte Notaris Adi Pinem SH No. 36 tanggal 19 Juni 2001.

Visi dan misi yayasan ini adalah melahirkan intelektual muslim dan muslim intelektual yaitu insan yang memiliki dua muatan dan satu ciri khas. Pertama bermuatan iman dan taqwa di kalbunya. Kedua bermuatan ilmu dan


(42)

teknologi dalam akal pikirannya. Sedangkan satu ciri khas adalah berakhlakul karimah dalam mengamalkan hablum minallah dan hablum minannas. Tujuan Pendidikan Al-Azhar adalah melahirkan generasi muda yang berakhlakul karimah, unggul dalam prestasi, cemerlang dalam gagasan, menarik dalam penampilan, tanggap terhadap perubahan dan amanah dalam bertugas dan mempunyai daya saing tinggi.

Pada tanggal 16 Juli 1984 Yayasan Hajjah Rachmah Nasution mendirikan Perguruan Al-Azhar yang menyelenggarakan jenjang pendidikan pra sekolah, dasar dan menengah. Sedangkan Universitas Al-Azhar yang dibuka tanggal 27 Desember 1986 menyelenggarakan pendidikan tinggi. Nama Al-Azhar merupakan usulan dari seorang tokoh pengusaha Bapak Abdul Hakim Nasution (abang kandung Ibu Hajjah Rachmah Nasution) sebagai pengganti nama Perguruan Indra Utama. Maksud pendirian Perguruan/Universitas Al-Azhar adalah sebagai wadah untuk mendukung program pemerintah mendidik generasi penerus guna mencapai kualitas Insan Kamil.

Sedangkan Sekolah Luar Biasa (SLB) Al-azhar didirikan pada tanggal 15 Juli 2007, sebagai wujud amanah Almarhumah Hj. Rachman Nasution dalam melengkapi satuan pendidikan mulai dari PG, TK, SLB sampai Universitas. SLB Al-azhar berada di Jalan Pintu Air IV No. 214 Kuala Berkala, Padang Bulan Medan. Sekolah Luar Biasa (SLB) Al-azhar Medan berupaya mendidik dan membimbing anak-anak berkebutuhan khusus dalam


(43)

mengoptimalisasikan potensi-potensi yang mereka miliki, agar mandiri dalam hidupnya. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-undang No.20 tahun 2003.

4.1.2 Visi, Misi dan Tujuan Sekolah Luar Biasa (SLB) Al-azhar Medan 4.1.2.1Visi

Visi dari Sekolah Luar Biasa (SLB) Al-azhar Medan adalah wadah anak berkebutuhan khusus yang berkepribadian dan mandiri.

4.1.2.2Misi

Selain visi sekolah ini juga memiliki misi untuk mempermudah sekolah dalam mencapai misi tersebut yaitu memberdayakan potensi-potensi kognitif afektif dan psikomotor dengan:

a. Menyediakan fasilitas, sarana dan prasarana pendidikan berstandar nasional.

b. Menyelenggarakan pendidikan, pengajaran, bimbingan, pelatihan dan terapi.

c. Mengembangkan sistem pendidikan dan pelayanan yang aktif, kreatif, inovatif, afektif dan menyenangkan sesuai dengan karakteristik anak.

4.1.3 Tujuan

Tujuan dari Sekolah Luar Biasa (SLB) Al-azhar Medan adalah melahirkan anak-anak berkebutuhan khusus yang memiliki pengetahuan, keterampilan, teknologi, mandiri dan berbudi pekerti sebagai wujud insane


(44)

yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlaqul karimah dalam hubungannya dengan Tuhan, manusia dan lingkungan.

4.1.4 Program Pendidikan

4. 1.4.1 Jurusan B (Tuna Rungu Wicara)

Jurusan B (Tuna Rungu Wicara) adalah anak yang kehilangan sebagian atau keseluruhan pendengarannya, sehingga kurang atau tidak mampu berkomunikasi secara verbal, walaupun telah dibari pertolongan alat bantu dengar namun masih tetap memerlukan pelayanan/ pendidikan khusus. Ciri-ciri anak Tuna Rungu Wicara adalah:

1. Kurang bisa atau tidak bisa mendengar 2. Menggunakan isyarat dalam berkomunikasi 3. Kurang tanggap bila diajak bicara

4. Tidak jelas mengucapkan kata-kata 5. Kualitas suara agak aneh

6. Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar 4.1.4.2Jurusan C (Tuna Grahita)

Jurusan C (Tuna Grahita) adalah anak yang mengalami hambatan/ keterlambatan dalam perkembangan mental (fungsi intelektual di bawah rata-rata) diserai ketidakmampuan untuk belajar


(45)

dan menyesuaikan diri sedemikian rupa sehingga memerlukan pendidikan khusus. Ciri-ciri anak tuna grahita adalah:

1. Penampilan fisik tidak seimbang

2. Tidak mampu mengurus diri sendiri sesuai dengan perkembangan usia

3. Perkembangan bicara dan bahasa agak terlambat 4. Kurang perhatian terhadap lingkungannya

5. Koordinasi gerak yang tidak seimbang sehingga gerakan sering tidak terkendali

6. Sering ngiler/ngences

7. Perkembangan gerakan tengkurap, duduk, merangkak, berdiri, berjalan sangat terlambat

4.1.4.3Jurusan M (Autis)

Jurusan M (Autis) adalah anak yang mengalami kelainan dalam otak yang mengakibatkan hambatan dalam perkembangan perilaku, seolah-olah mereka memiliki dunia sendiri disertai ketidakmampuan untuk belajar dan menyesuaikan diri dengan lingkungan yang sedemikian rupa, sehingga memerlukan pendidikan dan pelayanan khusus. Ciri-ciri anak autis adalah:

1. Seolah-olah asyik dengan dirinya sendiri 2. Kontak mata sangat kurang

3. Gerak-gerik kurang fokus 4. Menolak bila dipeluk


(46)

5. Tidak menoleh bila dipanggil 6. Menangis atau tertawa tanpa sebab 4.1.5 Fasilitas dan Program Kegiatan

Setiap manusia memerlukan sarana dan prasarana untuk dapat memenuhi semua kebutuhannya. Demikian juga halnya dengan anak-anak yang ada di sekolah ini, mereka memerlukan banyak hal untuk membantu mereka dalam perjalanan pendidikan di sekolah ini. Setiap anak di tempatkan di ruangan saat belajar. Anak-anak yang dianggap sudah mampu bersosialisasi dengan baik khususnya bagi anak autis digabung dengan anak berkebutuhan khusus yang lainnya namun bagi anak yang belum mampu bersosialisasi dengan baik ditempatkan di ruang yang khusus. Fasilitas yang ada di sekolah ini adalah:

1. Gedung sekolah 2. Lapangan olah raga 3. Klinik

4. Kantin 5. Bus sekolah 6. Kolam renang 7. Perpustakaan 8. Security


(47)

Program kegiatan yang ada di sekolah ini adalah:

1. Terapi wicara

2. Bina persepsi bunyi dan irama 3. Praktek ibadah

4. Olah raga 5. Kesenian 6. Keterampilan 7. Rekreasi

4.1.6 Keadaan Siswa di SLB Al-Azhar Medan

Berdasarkan data dari SLB Al-Azhar Medan tahun ajaran 2010 sampai 2011, maka jumlah siswa yang yang berada di sekolah ini ada 32 siswa dengan pembagian sebagai berikut ini; siswa yang tergolong kelas tuna rungu wicara (jurusan B) berjumlah 8 siswa, siswa yang tergolong kelas tuna grahita (jurusan C) berjumlah 19 siswa yang tergolong kelas autis (jurusan M) berjumlah 4 siswa.

Tabel 4.1 Data Siswa SLB Al-Azhar Medan Tahun Ajaran 2010-2011

NO NAMA SISWA L/P KLS/BAG NAMA ORANG

TUA ALAMAT

1 Nurhaliza P P2/B Iriyani

Jl. Bunga Asoka No. 115A, Setia Budi

2

Munni Shoiba Br.

Napitupulu P D3/B Ngolo Napitupulu Jl. Pintu Air IV Gg. Ternak

3 Cinta Nurul Fadila P D1/B Syahrijal Jl. Pintu Air IV Gg. Melayu.

4 Syarafina Adillah P D1/B Kamiso Hadi Kusuma Bangun Sari Dsn. VII. Tjg. Morawa

5 T. Arif Aziddin L D1/B T. Fadli Razali Jl. STM. Ujung No. 118/8A

6 Yowan Andini L D1/B Supoyo, Spi. MM.

Jl. Karya Jaya Gg. Eka Jaya No. 29 Medan


(48)

7 Arif Sulianto L D1/B Sigianto Jl. Pintu Air IV No. 8A 8

Rezha Auriel

Syahputra L D2/C Hendri Rizal Jl. Luku 1 No. 281

9 Elfahri syah Hardi L P1/C Erik Darius Hardi

Jl. Eka Rasmi, Comp. SPRINGVILLE No. 30 gedung Johor - Medan

10 Ropangga L D1/C Zamharir

Jl. Bunga Asoka No. 115A, Setia Budi

11 Raskita Perbina P D1/C1 Heryanto Jl. Bunga Rampe I Semalingkar B

12 Annisa' P D2/C1 Ngadiman Deli tua KM 105 PERUM KPUM

13 M. Rahmat L D2/C1

Dra. Elvy Oktina, APT

Jl. Eka Rasmi Melinjo III / Komp. Johor Permai

14 Nita Aryani P D4/C Darwis Jl. Sepakat kampung Baru

15 M. Hizbullah Lbs L P1/M Zulfikar

Jl. Masjid Desa Lama No. 09 Pancur Batu

16 Bagus Pradana L D1/C Budi Hartono Jl. Saudara Gg. Mandor

17 Muhammad Yasir L D4/C Khairuddin SH Jl. Pintu Air IV

18 Fahrel M. Adli L D5/C Ir. Darlina Tanjung Jl. Luku 1 Gg. Waris No. 4

19 Nita Aryani P D3/C Darwis Jl. Sepakat - Kampung Baru

20 Muhammad Fadillah L D5/M Predi Pribadi

Jl. Karya Wisata, Johor Villa Prima Indah No. B57

21

Reyhan Dani

Alamsyah L D5/M Nur Intan Sari

Perumahan Johor Medan Permai Block V No. 43

22 M. Iqbal Porkas Lubis L K. kh

Prof. Dr. Ir. Bachrian Lbs. Msi

Jl. Tridharma, 118 Kampus USU Medan

23 Alexander L D1/ B Julie Jl. Eka Rasmi Gg. Eka Rasa

24 Dimas Ramadhana L P1/M Arno Marzuki

Jl. Bajak 2H, Gg. Nasional No.20 Marendal

25 Alya Jasmine P P2/C Muhammad Amrin

Jl. Komp. Puri Tanjung Sari II No. 50 Medan

26 Athira Putri Tamarah P P2/C Drs. Tajuddin Jl. Mas Gg. Rahayu No. 16

27 Fadhilah Aflah P P2/C Haryono

Jl. Eka Rasmi Komp. Bumi Johor Sentosa Block 2

28 Fasha Nadilla Azzura P P2/C1 Suryono Asrama Yankav Gg. Serbu Medan

29

Riski Endah Pratama

Lubis L D3/C Edi Martua Lubis, IR Jl. Vanili Raya No. 92 - Medan

30

Muhammad Hakim

Madani L D4/C Herdani Komp. Kencana Asri block 1 No. 77

31 Nur Anisa P P1/C Edi syahputra Jl. Patimura No. 10 Medan

32 Tri Adilla Kirani P P1/C Sudarto

Jl. Bunga Pancur I No. 40 Sp. Selayang

Sumber: Data Siswa SLB Al-Azhar Medan

4.1.7 Keadaan guru di SLB Al-Azhar Medan

Adapun data guru yang mengajar di SLB Al-Azhar Medan adalah sebagai berikut.


(49)

Tabel 4.2 Daftar Nama-nama Guru SLB Al-Azhar Medan

No Nama guru Tempat

tanggal lahir L/P

K/TK

Alamat D/L

1 Sutoyo, S. Pd/196005271983031006

Ngawi,

27-05-1960 L K

Jl. Karya Ujung No. 2. - Helvetia

2 Basri Sutrisno, S. Pd

Banjar Negara,

14-09-1945 L K Jl. Pintu Air IV , Kolam Jaka

3 Dra. Hj. Hasni/150279502

Medan,

27-08-1961 P K Jl. Pintu Air IV Gg. Melayu

4 Ikhsanul Hidayat, S. Pd

Medan, 15November

1984 L TK

Jl. Kapas I No. 4 P. Simalingkar - Medan

5 Afni Mahfuza, S. Ag

Medan,

13-09-1976 P K

Jl. Angsana Raya No. 14.P. - Helvetia

6 Ema Sari, S. Psi

Medan,

24-10-1983 P K Jl. Rakyat No. 110B - Medan

7 Syaiful Rizal, SE

Langkat,

05-12-1980 L K

Jl. Pintu Air I No. 114B Kwala Bekala

8 Nizmalinda

Langkat,

16-09-1967 P K

Jl. Pintu Air IV Gg. Nabar No.06

9 Gunaidi

DeliSerdang,

07 April 1966 L K

Partumbak, Jl. Perjuangan II No. 160

Sumber: Daftar Nama Guru SLB Al-Azhar Medan Tahun 2010-2011

4.2 Profil Informan

4.2.1 Profil Guru Di SLB Al-Azhar Medan 4.2.1.1Sutoyo, S.pd (45 Tahun)

Sutoyo, S.pd merupakan kepala sekolah dan juga guru di SLB ini. Beliau merupakan lulusan dari PGSLB Negeri Yogyakarta yaitu salah satu sekolah guru yang diperuntukkan bagi anak berkebutuhan khusus. Dan setelah menamatkan pendidikan di PGSLB, Beliau kemudian melanjutkan pendidikannya di UNIMED. Sebelum menjadi kepala sekolah di SLB


(50)

Al-azhar, Beliau pernah menjadi guru di SD negeri dan kemudian mengajukan diri sebagai kepala sekolah. Beliau sudah 3 tahun menjabat sebagai kepala sekolah. Sekalipun Beliau adalah seorang kepala sekolah, hal itu tidak membuatnya untuk tidak memperhatikan dan melihat perkembangan anak-anak berkebutuhan khusus di SLB tersebut. Dengan semangat dan kerja keras Beliau mengerjakan setiap tugas da tanggung jawabnya sebagai guru dan kepala sekolah. Bapak Sutoyo beserta dengan keluarganya tinggal dan menetap di daerah Medan Helvetia, yaitu Jl. Karya Ujung No. 2. Kecamatan Medan Helvetia.

Beliau mengajar di kelas terapi, kelas terapi merupakan kelas di mana anak autis dibentuk untuk mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik. Kelas ini diperuntukkan kepada anak autis yang baru memasuki lingkungan sekolah. Menurutnya salah satu hal yang harus dilakukan oleh seorang guru yang berada di kelas terapi adalah dengan melakukan metode praktek langsung dengan cara mendekatkan diri dengan anak autis, karena di kelas ini anak akan merasa terasing dan bias saja anak tidak mau ikut dalam proses belajar di kelas tersebut.

Meskipun diperhadapkan dengan banyak kegiatan namun tidak membuat Bapak Sutoyo menghindar dari pekerjaannya karena menurutnya pekerjaannya tersebut adalah pekerjaan yang paling mulia karena tidak semua orang mau mengajar anak berkebutuhan khusus. Menurutnya manusia pada umumnya memilih pekerjaan yang paling menyenangkan termasuk juga


(51)

dalam hal ekonominya namun mengingat bahwa jarang sekali peduli terhadap anak berkebutuhan khusus tersebut maka Beliau tertarik untuk mengajar anak berkebutuhan khusus.

Menurutnya, sekalipun mengajar di SLB menarik bukan berarti tidak ada kendala yang dia hadapi. Misalnya saja siswa sering sekali terlambat datang ke sekolah sehingga proses belajar mengajar tidak berjalan dengan efektif. Kendala tersebut tidak dibiarkan begitu saja karena pihak sekolah khususnya kepala sekolah sudah sering membicarakan hal tersebut kepada orang tua namun tetap saja ada siswa yang terlambat datang ke sekolah.

Dengan penuh kesabaran Beliau mengerjakan tugasnya sebagai kepala sekolah sekaligus sebagai guru. Keramahan yang terlihat dari setiap tindakannya membuat orang-orang di sekitarnya termasuk anak berkebutuhan khusus senang bergaul dengannya. Menurutnya, seorang guru selain mampu mengajar dengan baik maka guru juga harus mampu membaca apa yang sedang terjadi di dalam kelas. Misalnya saja, ketika anak autis menangis, marah dan tertawa, maka si guru harus mampu mengetahui apa penyebabnya. Menurutnya menjadi guru di SLB, maka guru haruslah mampu menjalin interaksi dengan baik bahkan harus memiliki karakter sebagai teman sehingga anak autis tidak merasa asing dengan guru mereka. Karakter yang ramah membuat guru mudah untuk menjalin keakraban dengan orang lain bahkan juga anak berkebutuhan khusus.


(52)

4.2.1.2Nizmalinda (43 tahun)

Ibu Nizmalinda adalah seorang ibu rumah tangga yang tinggal di Jl. Pintu Air IV Gg. Nabar No.06, Beliau berprofesi sebagai seorang guru di yayasan ini. Profesi sebagai seorang guru sudah 18 tahun dia jalani. Ibu Nizmalinda merupakan lulusan dari SPG. Sebelum menjadi guru di SLB Al-azhar, Ibu Nizmalinda pernah menjadi guru di SD Al-azhar. Namun ketika SLB Al-azhar dibangun maka Beliau pun mengajukan permohonan untuk pindah mengajar di SLB Al-azhar.

Baginya mengajar sebagai guru di SLB Al-azhar menarik dan membutuhkan kreatifitas untuk membuat anak berkebutuhan khusus mengerti tentang semua topik pelajaran. Sekalipun dia tahu bahwa mengajar anak-anak tersebut tidak seperti mengajar anak-anak yang ada di kelas regular.

Bila diperhatikan, Ibu Nizmalinda seperti seorang yang begitu tegas namun memiliki hati yang tulus untuk anak berkebutuhan khusus tersebut. Beliau mengajar di kelas anak berkebutuhan khusus. Di dalam kelas ini terdapat anak tuna rungu wicara, tuna grahita dan anak autis. Sekolah ini memang kekurangan guru sehingga ketika si anak mulai dapat berinteraksi dengan teman sebayanya maka mereka akan disatukan ke dalam kelas yang sama, khususnya anak autis.


(53)

Meskipun Ibu Nizmalinda adalah seorang yang tamatan SPG namun ketika mengajar Beliau juga membutuhkan keterampilan yang khusus dalam mengajar anak-anak tersebut yang tidak Dia dapatkan di SPG. Sehingga Beliau selalu mengikuti Pelatihan yang diadakan oleh PLB (Pendidikan Luar Biasa).

Ibu Nizmalinda selalu melakukan persiapan di rumah sehingga ketika mengajar di kelas Beliau sudah mampu menguasai mata pelajaran yang berbeda-beda. Menurutnya melakukan persiapan merupakan kewajiban seorang guru ketika akan mengajari anak didiknya. Tidak hanya itu, dia juga mempersiapkan alat peraga yang dibutuhkan ketika mengajar di kelas.

Menurutnya pendidikan di SLB pada umumnya bertujuan untuk mendidik anak supaya mandiri, mampu bersosialisasi dengan lingkungannya dan sekolah ini bukan tempat untuk mentransfer ilmu seperti yang dilakukan oleh sekolah-sekolah reguler. Sehingga guru harus mampu mengajari si anak untuk dapat terampil dan dapat membina diri sendiri.

4.2.2 Profil Keluarga Anak Autis 4.2.2.1Asmawati (32 tahun)

Ibu Asmawati adalah seorang ibu rumah tangga yang yang menikah dengan Bapak Zulfikar sejak 6 tahun yang lalu. Dari hasil pernikahannya, mereka memproleh seorang anak yang bernama Muhammad Hizbullah Lubis, seorang anak laki-laki yang saat ini berusia 5 tahun 6 bulan. Muhammad


(54)

Hizbullah Lubis lahir di Batam, karena awalnya keluarga ini tinggal di Batam. Saat ini keluarga tersebut tinggal di Jalan Mesjid No. 9 Desa Lama Pancur Batu.

Ibu Asmawati merupakan lulusan dari SMEA dan saat ini bekerja di sebuah apotek di Adam Malik. Sedangkan suaminya bekerja di Loundry, sementara Beliau bekerja di sebuah Apotek di Adam Malik. Keluarga ini baru memiliki satu putra, namun keadaan putra mereka berbeda dengan anak-anak yang lain. Setiap harinya mereka membagi tugas, di mana di pagi hari Ibu Asmawati menemani anaknya sekolah di SLB Al-azhar sedang sang ayah pergi bekerja, dan pada siang harinya si ibu yang bekerja dan si ayah menemani anaknya di rumah.

Muhammad Hizbullah Lubis adalah seorang anak autis yang terlahir autis. Memiliki anak autis bukanlah dambaan keluarga ini bahkan mereka sangat tidak menyangka anak mereka mengalami autis. Karena mereka juga mengetahui anak mereka autis setelah anaknya berusia 1 tahun, namun mereka tetap mensyukuri apa yang sudah diberi oleh Yang Maha Kuasa.

Pengetahuan orang tua ini mengenai autis sebenarnya tidak terlalu dalam, bahkan mereka mengetahui anaknya terkena autis dan mendengar kata autis pertama kali dari dokter yang memeriksa anaknya.

Setelah putranya sudah mampu masuk ke sekolah, maka Bullah pun disekolahkan di SLB Al-Azhar Medan. Bullah (nama yang biasa dipanggil)


(55)

berada di kelas terapi di mana yang mengajar di kelas ini adalah Bapak Sutoyo. Alasan orang tua Bullah menyekolahkan Bullah di sekolah ini karena keterbatasan biaya.

Ibu Asmawati langsung saja menyekolahkan putranya di SLB tanpa memasukkan putranya ke tempat terapi terlebih dahulu. Alasan kedua orang tua ini adalah karena biaya untuk terapi begitu mahal belum lagi biaya ke dokter, sehingga berangkat dari alasan tersebut, mereka pun akhirnya membuat latihan-latihan ringan untuk putra mereka dan mengharapkan terapi di SLB di mana Bullah bersekolah saat ini.

Sebelumnya, meskipun Bullah sudah terdaftar sebagai siswa di SLB tersebut, namun selama 3 bulan Bullah tidak mau masuk ke dalam ruangan, dia bahkan menangis dan menjerit. Oleh karena itu Ibu Asmawati menemaninya di sekolah dan sampai saat ini Beliau masih tetap menemani anaknya di sekolah tersebut. Ibu Asmawati selalu menemani anaknya di sekolah dan mengajari anaknya pada siang hari sebelum Beliau berangkat kerja. Hal ini dilakukannya karena keluarga ini tidak mempunyai biaya untuk memasukkan anaknya di sekolah terapi autis.

Beliau mengetahui bahwa anaknya terkena gangguan autis dari dokter, namun tidak mengetahui tingkatan-tingkatan autis, dan Beliau tidak mengetahui kondisi anaknya apakah termasuk ringan atau berat. Ibu ini bahkan sulit mendapatkan informasi mengenai autis dan hanya memperoleh


(56)

informasi dari buku, majalah, surat kabar serta tayangan di TV. Dalam memperoleh buku, majalah ataupun surat kabar tidak sengaja mencarinya, Beliau hanya membeli ketika mengetahui bahwa di dalamnya terdapat informasi mengenai autis. Selain itu Beliau juga meminjam buku dari SLB Al-Azhar tentang anak autis sehingga pengetahuannya tentang anak autis dapt diperdalam lagi.

4.2.2.2Irmahani Hasibuan (36 Tahun)

Ibu Irmahani Hasibuan seorang ibu rumah tangga yang menikah dengan Bapak Arno Marzuki. Ibu Irmahani Hasibuan merupakan tamatan dari SMEA (sekarang disebut dengan SMK). Beliau sehari-hari tinggal di rumah sebagai seorang ibu rumah tangga sementara Bapak Arno Marzuki (suaminya) merupakan seorang karyawan di salah satu perusahaan di Bengkulu. Intensitas pertemuan antara ibu, anak dan ayah di keluarga ini tergolong jarang. Oleh karena itu, biasanya apabila ada libur sekolah, Ibu Irmahani beserta anaknya pergi ke Bengkulu atau sebaliknya, si ayah yang datang ke Medan.

Interaksi yang intensif terjadi antara ayah dengan anaknya yang autis tidaklah terlalu sering karena ayah Dimas sibuk bekerja di daerah lain dan hanya dapat berinteraksi secara intensif dengan anaknya yang autis sewaktu pulang ke rumah terkadang 1 bulan sekali. Interaksi inipun tidak dilakukan dengan terapi atau memberi pelajaran untuk anaknya yang autis. Bentuk dari


(57)

interaksi tersebut hanyalah menemani atau mendampingi anaknya bermain atau mengajaknya jalan-jalan

Keluarga ini tinggal di sebuah rumah kontrakan yang berada di Jl. Bajak 2H, Gg. Nasional No.20 Marendal. Oleh karena lokasi SLB dan SD Al-Azhar berdekatan maka Ibu Irmahani setiap harinya mengantar anak-anaknya. Sambil menunggu anak-anaknya pulang dari sekolah Beliau menunggu di teras ruangan SLB Al-azhar.

Keluarga ini memiliki 4 orang anak (3 orang perempuan dan 1 orang laki-laki). Keluarga ini memiliki seorang anak yang tergolong ke dalam anak autis. Anak itu bernama Dimas Ramadhana. Dimas begitu nama panggilannya, saat ini berusia 6 tahun. Dimas kini mengenyam pendidikan di SLB Al-azhar Medan. Beliau mengetahui anaknya autis semenjak anaknya berusia 4 tahun.

Salah satu yang menjadi alasan bagi Ibu Irmahani untuk menyekolahkan anaknya di SLB Al-azhar karena ke tiga anak mereka tersebut disekolahkan di Yayasan Al-azhar. Selain itu pendidkan di sekolah ini juga relatif murah yakni Rp 150.000 per bulan. Salah satu yang menjadi alasan bagi Beliau untuk menyekolahkan anaknya di SLB Al-azhar karena ke tiga anak mereka tersebut disekolahkan di Yayasan Al-azhar. Selain itu pendidkan di sekolah ini juga relatif murah. Di mana Rp 150.000.


(58)

Beliau mengaku bahwa Dimas tidak mengikuti terapi autis di tempat lain selain di sekolah tersebut. Alasannya karena minimnya biaya dan untuk masalah terapi masih ada terapi di sekolah yang bisa membantu pemulihan anaknya meskipun sebenarnya kurang maksimal. Selain itu, Beliau mengaku bahwa pihak keluarga di rumah juga ikut membantu pemulihan anaknya, misalnya saja dengan mengajak anak-anaknya bermain bersama. Selain itu, mereka juga kadang mengajak anak-anaknya untuk jalan-jalan misalnya saja ke tempat rekreasi anak-anak yang memiliki banyak permainan sekaligus berujuan sebagai arena mengenal lingkungan sekitar dan mampu berinteraksi dengan lingkungannya.

4.2.2.3Nur Aznah (40 Tahun)

Ibu Nur Aznah dan Bapak Predi Pribadi adalah orang tua dari Muhammad Fadillah yang saat ini berada di SLB Al-Azhar. Muhammad Fadillah biasa dipanggil dengan sebutan Farel. Farel merupakan anak ketiga dari 3 bersaudara. Di mana kakak dan abangnya saat ini mengecap pendidikan di SMP. Keluarga ini tinggal di Jl. Karya Wisata, Johor Villa Prima Indah No. B57. Ibu Nur Aznah seorang ibu rumah tangga dan Bapak Predi seorang wiraswastawan.

Menurut Ibu Nur Aznah menyatakan bahwa mereka mengetahui putranya mengalami autis sejak anaknya berusia 2 tahun 4 bulan. Menurutnya ada perpedaan perkembangan yang terjadi pada putranya. Sehingga mereka


(59)

pun membawa putra mereka ke dokter anak. Menurut hasil penuturannya, Farel dianjurkan oleh dokter untuk diobati dan harus dibawa ke terapi anak karena untuk mengajarinya dibutuhkan juga peran dari terapis.

Setelah menyelesaikan terapinya, Farel pun akhirnya di sekolahkan di SLB Al-Azhar. Dan saat ini Farel sudah berada di kelas 5 SD Al-Azhar Medan. Dia berada di kelas campuran di mana terdapat siswa tuna rungu dan tuna daksa. Farel digabung dengan teman-temannya yang lain karena sekolah ini kekurangan guru. Namun meskipun demikian pihak keluarga tetap menyekolahkan Farel di sekolah tersebut. Menurut penuturan orang tuanya bahwa alas an mereka menyekolahkan Farel di SLB tersebut karena di sekolah itu biaya pendidikannya murah dan juga putra mereka dapat belajar agama dengan baik.

Komunikasi orang tua Farel dengan anaknya yang autis dapat dikatakan cukup baik, setidaknya orang tua mengerti dan memahami apa yang dimaksudkan anaknya misalnya dalam meminta sesuatu. Komunikasi yang baik ini tidak hanya terjadi antara orang tua dengan anaknya yang autis, namun anggota keluarga lainnya juga dapat menjalin komunikasi secara baik dengan Farel.

Dengan adanya interaksi yang baik antara keluarga dengan farel maka hal ini juga ikut berperan dalam membantu Farel supaya Farel cepat pulih. Tidak hanya itu, akibat adanya interaksi ynag baik antara orangtua sekolah


(60)

dan juga pihak terapis maka sampai saat ini sudah terjadi banyak perubahan pada Farel. Contohnya saja, saat ini Farel sudah mampu membaca meskipun masih kurang sempurna.

4.2.2.4Nur Intan Sari (38 Tahun)

Beliau adalah seorang ibu rumah tangga yang memiliki 4 orang anak. Beliau memiliki 2 putri dan 2 putra. Anak keempatnya saat ini berada dan mengecap pendidikan di Yayasan Al-Azhar. Reyhan Dani Alamsyah adalah anak yang sejak lahir mengalami autis. Akan tetapi orang tua mengetahui anaknya autis semenjak Reyhan berusia 3 tahun. Setelah mengetahui anaknya mengalami autis maka pihak kelurga pun membawa Reyhan ke tempat terapi anak autis.

Sikap yang baik senantiasa ditunjukkan oleh orang tua Reyhan dan anggota keluarga lainnya terhadap putra mereka yang mengalami autis, namun pada awalnya pihak keluarga terutama orang tua merasa bingung dan belum bisa menerima keadaan putranya yang autis dengan apa adanya, namun seiring berjalannya waktu akhirnya mereka pun dapat menerima putranya apa adanya. Keluarga ini memperlakukan anaknya yang autis secara wajar, tidak membeda-bedakannya dengan anak-anaknya yang lain.

Meskipun pada awalnya keluarga termasuk anak-anak kami yang lain tidak terima ketika mengetahui bahwa Reyhan mengalami autis. Namun


(61)

lama-kelamaan mereka menerima keadaan tersebut dan kakak-kakaknya dapat mengerti bahwa adik mereka terkena autis.

Setelah terapinya selesai maka Reyhan pun akhirnya di sekolahkan di SLB Al-Azhar Medan. Ketika itu Reyhan masih berumur 6 tahun. Setelah terapinya selesai akhirnya orang tua pun menyekolahkan Reyhan di SLB Al-Azhar.

Reyhan sempat mengecap pendidikan di SLB tersebut selama 3 tahun, namun setelah ada pertimbangan dari pihak sekolah ditambah lagi dengan adanya tes untuk siswa autis maka Reyhan dinyatakan lulus tes dan akhirnya dia melanjutkan pendidikannya di sekolah umum yakni SD Al-Azhar. Menurut hasil penuturan Ibu Nur Intan, Reyhan saat ini berada di kelas 5 SD Al-Azhar Medan.

Ketika Reyhan dipindahkan ke sekolah umum tentu saja pihak keluarga merasa bahagia karena Reyhan mengalami perkembangan dan sekolahnya juga dipindahkan ke sekolah umum. Meskipun saat ini Reyhan sudah berada di sekolah umum namun bukan berarti dia sudah sembuh total, namun inilah yang dijadikan sebagai awal di mana Reyhan akan memasuki kehidupan dengan teman-temannya yang tergolong normal.


(62)

4.3 Pola Pendidikan Anak Autis di Sekolah 4.3.1 Penggunaan Bahasa pada Anak Autis

Pendidikan adalah kunci masa depan bagi setiap individu tak terkecuali anak autis, mereka memiliki berbagai gangguan, yang sering menyebabkan kendala bagi mereka dalam belajar dan bahkan berinteraksi. Kebanyakan orang berinteraksi dengan anak autis secara verbal, di mana mereka hanya mengucapkan instruksi tanpa bantuan apapun. Hal tersebut bisa juga terjadi dalam proses belajar mengajar, di mana para guru cenderung menjelaskan segala sesuatunya dengan singkat/ringkas tanpa banyak menggunakan sinonim kata. Hal ini tejadi karena daya ingat anak autis sangat kuat dan apabila kita menggunakan kata yang memiliki arti yang sama maka akan menimbulkan kebingungan pada si anak. Seperti yang dituturkan oleh guru yang mengajar di kelas anak autis:

“Anak autis itu daya ingatnya kuat dek…apa yang kita bilang sekarang pasti diingatnya.jadi untuk pengembangan kemampuannya kita gunakan ingatannya itu tapi kalo kita ngomong jangan menggunakan sinonim nanti pasti bingung..misalnya dalam membedakan kata tidak dan jangan…maka mereka pasti bingung maka dalam mengajari mereka terlibih dahulu kita harus konsisten dengan kata yang kita gunakan.” (Ibu Nizmalinda, 43 Tahun)

Hal yang sama juga dituturkan oleh guru yang juga mengajar di kelas autis yang menegaskan tentang perlunya pemahaman guru mengenai keadaan anak autis. Berikut hasil wawancara dengan guru yang mengajar di kelas terapi,


(63)

“Seorang guru tidak hanya mampu menguasai mata pelajaran yang akan diajarkannya, tapi juga mampu memahami kelasnya termasuk siswanya..kalau misalnya siswa tidak paham dengan bahasa yang ada di dalam buku maka kita harus menggunakan bahasa yang memang dimengerti sama mereka terlebih-lebih mereka kan memiliki keterbatasan dalam memahami kata-kata yang kita ucapkan maka sebaiknya kita menggunakan kata-kata yang memang sudah sering ia dengar, karna kalau anak autis ini kan memiliki daya ingat yang kuat jadi kata apa yang sering ia dengar akan diingat terus.”(Sotoyo, 45 Tahun)

Pemahaman guru terhadap kemampuan anak autis sangat penting karena merupakan kunci untuk membuat pelatihan dan pendidikan dini serta menemukan strategi dan cara untuk membantu anak autis agar dapat mengembangkan kemampuan mereka dalam berbagai aspek.

4.3.2 Terapi Perilaku pada Anak Autis

Pada umumnya anak autis mengalami kekurangan dalam bidang sosialisasi, komunikasi, dan afeksi. Sehingga untuk mengajarkan mereka tentang cara bersosialisasi, berkomunikasi maka perlu dilakukan praktek/ terapi perilaku.

4.3.2.1Terapi Okupasi

Terapi okupasi membantu anak dalam atensi, konsentrasi, motorik halus anak, kemandirian dan mampu beradaptasi dalam kehidupan sehari-hari. Sama halnya dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan salah seorang guru:


(64)

“Kurikulum yang diberlakukan di sekolah ini adalah kurikulum biasa yang digunakan oleh SLB (kurikulum khusus SLB) yang termasuk dalam bidang membaca, menulis, keterampilan, olah raga, dan agama. Ketika mengeja harus ada kesamaan antara komunikasi, mimik dan pandangan mata.dan latihan fokus dengan menggunakan sempoa, di sini mereka kita ajari menghitung.”(Sutoyo, 45 Tahun)

Hal ini juga dipertegas oleh guru yang lain yang menyatakan bahwa mengajar siswa autis yang pertama kali dilakukan adalah dengan melatih kemampuannya sehingga mampu memperhatikan setiap pelajaran yang diberikan di kelas.

“Siswa autis ini kan paling susah sekali untuk diajak memperhatikan kita apalagi kalo menatap mata, makanya harus dilatih dengan lebih mendekatkan diri dengan siswa itu dan mengajaknya bicara sambil menatap matanya begitu juga dengan siswa tersebut, dia juga harus ikut memperhatikan kita kalau lagi bicara sama dia.” Nizmalinda (43 tahun)

Banyak manfaat yang dapat diambil dari terapi ini. Salah satunya adalah melatih kemampuan fokus pada anak autis sehingga anak autis mampu memahami dan beradaptasi dengan keadaan lingkungan sekitarnya. Tidak hanya itu, di sekolah ini, anak juga diajari cara menulis dengan baik, dan anak biasanya diberikan tugas (PR) yang harus di kerjakan di rumah dan tujuannya adalah menanamkan tanggung jawab pada si anak.

“Kalo di sini biasanya ada PR yang harus dikerjakan anak supaya anak dapat bertanggung jawab biasanya PR untuk anak yang masih berada di kelas terapi masih sekitar baca dan tulis saja dan tidak hanya itu ketika anak berada di kelas terapi, anak akan diajari untuk menulis, karena tulisan anak autis ini paling hancur dek. ” Sutoyo (45 tahun)


(65)

Menurut penuturan Bapak Sutoyo selaku guru di kelas terapi, mereka suka mengerjakan sesuatu dan sangat fokus pada aktivitas tersebut, bahkan tidak mau diganggu oleh orang yang ada di sekitarnya. Berikut penuturannya,

“Mereka gak suka diganggu kalo pas fokus ngerjain sesuatu…contohnya si Bullah..dia paling suka mengumpulkan daun-daun dan menyusunnya menjadi satu..dan melakukannya berulang-ulang…dan misalnya kalo kita ambil daun itu satu saja..maka mereka akan mengamuk…disinilah dibutuhkan keahlian seorang guru untuk mengajak si anak berinteraksi sehingga ketika ingin memulai pelajaran, fokus anak yang tadinya mengarah pada daun..dapat dialihkan..” (Sutoyo, 45 Tahun)

Dengan melakukan terapi tersebut maka diharapkan agar siswa tersebut akan mampu menciptakan konsentrasi/fokus karena hanya dengan melakukan terapi ini siswa akan mampu melatih daya konsentrasinya.

4.3.2.2Terapi Wicara

Terapi wicara membantu anak melancarkan otot‐otot mulut sehingga membantu anak berbicara lebih baik dan akhirnya berkomunikasi. Terapi ini membantu anak melancarkan otot-otot mulut sehingga mambantu anak berbicara lebih baik. Terapi wicara merupakan metode pembelajaran bahasa tidak hanya belajar lisan tetapi juga tulis. Terapi okupasi bertujuan untuk melatih motorik halus anak. Terapi bermain mengajarkan anak belajar sambil bermain. Seperti yang diutarakan oleh salah seorang guru yang menyatakan bahwa:


(66)

“Untuk melatih anak autis untuk berbicara dengan baik maka guru perlu menunjukkan gambar dan menyuruh si anak untuk menyebutkan nama gambar tersebut setelah itu si anak pasti akan langsung mengambil gambar yang kita tunjukkan tadi dan mengumpulkannya di meja..kita juga mengajari si anak mengeja dan menulis, tujuannya adalah untuk mengajari si anak cara berbicara misal mengeja ca..ci..cu..ce..co..” (Sutoyo, 45 Tahun)

Anak autis adalah anak yang tergolong sulit untuk diajak berbicara. Apapun yang dibicarakan oleh lawannya kebanyakan direspon dengan diam bahkan sering sekali tidak mau melihat lawannya yang sedang berbicara dan itulah yang biasa terjadi pada anak autis yang masih berada di kelas terapi. Namun ketika siswa sudah tidak berada di ruang terapi lagi, maka di sanalah pihak guru mengajarinya lebih banyak lagi tentang bagaimana berbicara dengan orang lain. Seperti yang diutarakan oleh guru yang lain:

“Mengajari anak autis berbicara memang memakan waktu yang lama karna disamping pemahaman mereka tentang kata-kata yang sangat minim ditambah lagi dengan sulitnya mengucapkan kata-kata yang akan disampaikan ke temannya berbicara, sehingga ketika mereka bicara kita harus mengikuti kata-kata yang diucapkannya dan membantunya memperbaiku kata-kata yang salah diucapkan.” (Nizmalinda, 43 Tahun)

Melalui terapi wicara kemampuan anak autis bisa dikembangkan dengan baik. Keberhasilan terapi wicara tampak dari kemampuan dalam mengemukakan pengetahuan yang telah diserapnya melalui bahasa lisan atau bahasa tulis. Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang guru yang mengajar di kelas autis,


(67)

“Kalo siswa yang sudah bisa membaca maka dia mampu mengingat apa yang dibaca tersebut, misalnya kalo kita menyuruhnya membaca tentang kemerdekaan Indonesia, maka apabila kita Tanya tentang tanggal kemerdekaan Indonesia, organisasi yang ada pada bacaan itu, maka dia akan mampu menjawabnya dengan baik.”(Nizmalinda, 43 Tahun)

Anak autis memiliki gangguan pada perkembangan sosialnya. Adanya gangguan pada perkembangan itu, hasilnya anak dapat menjadi terhambat dalam hal berbicara. Bahkan ketika anak autis mulai berbicara, mereka akan memenggal kata-kata/ pesan yang akan disampaikan kepada pendengarnya. Seperti hasil wawancara yang dilakukan dengan salah seorang guru,

“Anak autis paling susah diajak bicara, kalopun mereka bicara itupun sangat jarang dan ketika bicara mereka pasti hanya mengeluarkan kata-kata yang sangat singkat sekali misalnya ketika mereka mau bilang saya haus, maka kata yang hanya akan dikeluarkan adalah kata haus, jadi di sini perlu kita lengkapi kalimatnya sambil mengajarinya mengucapkan kalimat tersebut dengan lengkap.”(Sutoyo, 45 Tahun)

Misalnya saja seperti yang dilakukan oleh Bapak Sutoyo bahwa: “Biasanya kalo masih baru sulit sekali ngajak bicara, bisa-bisa mereka marah atau menangis karna mereka merasa terasing, bahkan ada siswa yang setelah 3 bulan baru mau masuk ke kelas itupun karna memang harus dibujuk-bujuk bahkan sempat dikawanin sama ibunya ke dalam kelas.”(Sutoyo, 45 Tahun)

Dengan adanya perkembangan wicara pada anak autis maka siswa akan mampu berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya dan juga dapat memahami dan merespon pesan yang disampaikan oleh lawan bicaranya.


(68)

4.3.2.3Terapi Interaksi Sosial

Terapi interaksi sosial merupakan salah satu bagian dari terapi yang bertujuan untuk menghilangkan perilaku yang tidak dapat diterima oleh umum misalnya anak suka menjerit tiba-tiba, marah tiba-tiba, tertawa tiba-tiba dan menangis tiba-tiba. Menurut salah seorang guru menuturkan bahwa:

“Untuk mengajar anak autis maka harus dimulai dari motorik kasar seperti tepuk tangan dan pukul meja ditujukan untuk melatih gerakan pada si anak, latihan pandangan mata ditujukan untuk megajari anak agar mampu berinteraksi dengan orang lain minimal dengan menatap mata.”(Sutoyo, 45 Tahun)

Perilaku-perilaku yang digambarkan tersebut dapat membuat kita menyadari bahwa anak autis memerlukan orang-orang yang dapat memahami dan mengerti apa yang diinginkan anak tersebut. Ketika mereka merasa terasing maka sangat dibutuhkan motivasi dari orang-orang yang berada di sekitarnya termasuk guru. Seorang guru misalnya, dalam hal ini tidak hanya dituntut untuk mampu mengajar di kelas dengan baik, memberikan pelajaran agar mampu dimengerti oleh anak tetapi juga harus dapat memahami perkembangan anak, apa yang dikehendaki anak dan mengajak anak berbicara sehingga menghasilkan interaksi yang baik.

4.4 Keadaan Kelas Anak Autis

Di sekolah ini, anak yang tergolong autis terbagi dalam dua kelas yakni kelas terapi dan kelas gabungan. Kelas terapi merupakan kelas yang diperuntukkan untuk


(1)

Gambar 3: Senam pagi yang dilakukan oleh siswa-siswi di SLB Al-Azhar Medan yang dilaksanakan

setiap pagi sebelum memulai pelajaran

Gambar 4: Kegiatan belajar di kelas terapi, tampak seorang guru yang sedang menyuruh siswanya untuk melipat tangan sambil memukul meja


(2)

Gambar 5; Latihan interaksi pada siswa autis dengan menggunakan gerakan tatapan mata

Gambar 6: Melatih kemampuan siswa agar tetap fokus dengan melakukan gerakan goyang kepala sambil tetap menatap mata lawannya


(3)

Gambar 7: Belajar kesimbangan gerakan agar otot-otot siswa autis tidak kaku lagi


(4)

(5)

Gambar 11: Guru sedang memberikan pertanyaan seputar text yang dibaca


(6)

Gambar 13: Istirahat setelah siswa berolah raga