2.5 Terapi pada Siswa Autis di Sekolah
Selain belajar, anak autis juga harus mengikuti terapi perilaku atau Applied Behaviour Analysis ABA yaitu suatu ilmu terapan perilaku untuk mengajarkan dan
melatih seseorang agar menguasai suatu berbagai kemampuan yyang sesuai dengan standar yang ada di masyarakat. Terapi ini merupakan salah satu terapi yang
diberikan kepada penyandang autis di mana terapi ini juga difokuskan kepada kemampuan anak untuk merespon terhadap lingkungan dan mengajarkan anak
perilaku-perilaku yang umum. Terapi perilaku terdiri dari terapi wicara, terapi okupasi dan terapi interaksi sosial. Tujuan terapi adalah membentuk tingkah laku
yang dapat diterima lingkungan dan menghilangkanmengurangi tingkah laku bermasalah. Terapi perilaku terdiri dari terapi wicara, terapi okupasi dan terapi
interaksi sosial. 1.
Terapi Okupasi Terapi okupasi membantu anak dalam atensi, konsentrasi, motorik halus anak,
kemandirian dan mampu beradaptasi dalam kehidupan sehari-hari. 2.
Terapi Wicara
Terapi wicara membantu anak melancarkan ototāotot mulut sehingga membantu anak berbicara lebih baik dan akhirnya berkomunikasi. Terapi wicara
dilakukan untuk mengatasi gangguan bicara pada anak autis. Terapi dilakukan dengan rutin, teratur dan intensif. Sehingga gangguan bicara anak berkurang, sementara
kemampuan berbicara dan memahami kosakatanya meningkat.
Universitas Sumatera Utara
3. Terapi Interaksi Sosial
Terapi interaksi sosial merupakan salah satu bagian dari terapi Applied Behaviour Analysis ABA, yang bertujuan untuk menghilangkan perilaku yang tidak
dapat diterima oleh umum misalnya anak suka menjerit tiba-tiba, marah tiba-tiba, tertawa tiba-tiba dan menangis tiba-tiba. Tujuan dari terapi interaksi sosial ini pada
anak autis, yaitu agar mereka dapat diterima dan mampu bersosialisasi dalam lingkungan masyarakat yang normal.
Secara garis besar ada tiga lingkungan yang nantinya akan dimasuki oleh anak-anak ini, yaitu keluarga dan tetangga, lingkungan masyarakat, lingkungan
sekolah reguler dan lingkungan lapangan pekerjaan. Intensitas terapi interaksi sosial yang ideal adalah empat puluh jam dalam seminggu, jadi rata- rata delapan jam per
hari. Tetapi untuk mencapai hasil terapi yang maksimal, anak harus ditangani selama dia bangun. Saat proses pendampingan terjadi anak ditemani untuk memberikan
informasi dan pengalaman dalam berbagai bentuk kepada anak, yang perlu diingat oleh para orangtua adalah jangan membiarkan anak sendirian tanpa melakukan
sesuatu. Oleh karena itu, tidak mungkin terapi anak hanya dilakukan oleh satu orang
saja, misalnya ibunya atau ayahnya atau pengasuhnya. Jadi disamping terapi di institusi atau sekolah khusus, masih dibutuhkan penanganan di rumah yang justru
akan lebih lama dari disekolah. Untuk ini diperlukan suatu kerja sama yang baik dan
Universitas Sumatera Utara
terkoordinir atau terorganisir, serta dipantau secara intensif, agar seluruh program dapat berjalan dengan lancar dan tidak buang waktu.
Waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan terapi cukup lama, yaitu kurang lebih dua sampai tiga tahun. Oleh karena waktu yang cukup lama ini, maka seluruh
keluarga yang akan terlibat harus termotivasi dengan baik, dan menyediakan waktu untuk anak. Hanya dengan demikian dapat mengisi kekurangan perilakunya dan
menghilangkan perilaku buruknya, serta menjadikan normal kembali. http:www.enformasi.com201005terapi-untuk-anak-autis.html, diakses 31
Oktober 2010, pukul 15.40
2.6 Sosialisasi dalam Keluarga