2. Sifat Kimia Tanah Dampak Kebakaran Hutan Terhadap Sifat-Sifat Tanah di Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat

B. 1. 6. Permeabilitas cmjam Hasil permeabilitas yang didapat dari tanah hutan utuh lebih rendah bila dibandingkan dengan tanah hutan bekas kebakaran, walaupun hasil permeabilitas kedua tanah tersebut tergolong Cepat. Penggolongan tersebut dapat dilihat pada tabel 2. Hasil permeabilitas dalam bentuk grafik dapat dilihat pada gambar 15. 16,273 19,25 6 8 10 12 14 16 18 20 P e rm e a b il it a s c m j a m Utuh Pasca Kebakaran Gambar 15. Analisis Permeabilitas. Berdasarkan Dephut Dirjen RRL 1998. Hal di atas dikarenakan faktor pori-pori tanah. Menurut Hakim dkk 1986, permeabilitas merupakan kemampuan tanah untuk mentransfer air dan udara, permeabilitas biasanya diukur dengan istilahnya jumlah air yang mengalir melalui tanah dalam waktu yang ditetapkan. Menurut Buckman and Brady 1982, kecepatan gerakan air dipengaruhi oleh gaya yang menggerakkan air dan gaya hantar hidrolik. Gaya hantar hidraulik ditentukan oleh sejumlah faktor, termasuk ukuran pori.

B. 2. Sifat Kimia Tanah

B. 2.1. N-Total Hasil yang didapat menunujukkan bahwa kandungan N pada tanah hutan utuh lebih kecil bila dibandingkan tanah hutan bekas kebakaran. Dari hasil yang Universitas Sumatera Utara didapat kandungan N-total pada tanah hutan utuh dan pada tanah hutan bekas kebakaran tergolong rendah. Penggolongan tersebut dapat dilihat pada lampiran 3. tabel 5. Hasil N-Total dapat dilihat pada gambar 16. 0,15 0,156 0,05 0,1 0,15 0,2 N - T o ta l Utuh Pasca Kebakaran Gambar 16. Analisis N-Total. Hal ini dikarenakan penambahan unsur hara pasca kebakaran. Menurut Chandler et al 1983 dalam Priandi 2006, terjadinya peningkatan secara relatif pada unsur-unsur hara disebabkan karena adanya penambahan unsur hara sisa abuarang kebakaran dari material organik. Menurut Hardjowigeno 2003, bahan organik merupakan sumber N yang utama di dalam tanah. Faktor yang mempengaruhi dekomposisi salah satunya adalah suhu, dimana suhu tinggi akan mempercepat proses dekomposisi, sehingga proses dekomposisi lebih meningkat pada areal hutan bekas kebakaran yang dikarenakan tidak adanya penutupan lahan dan menyebabkan peningkatan suhu. Menurut Daniel dkk 1987 dalam Marjenah 2007, pembakaran cenderung menaikkan pH tanah karena karena endapan abu yang bersifat basa. Abu terutama terdiri atas elemen-elemen kalsium, magnesium, kalium dan fosfor. Kenaikan pH ini cenderung menambah ketersedian fosfor dan proporsi nitrogen nitrat yang lebih mudah tercuci. Pembakaran mengurangi Universitas Sumatera Utara populasi mikroba tanah, tetapi kenaikan pH menambah perkembangannya dan bisa didapatkan bahwa populasi bertambah dengan cepat ketingkat sebelumnya. Kenaikan aktivitas mikrobial merangsang nitrifikasi yang menyebabkan areal terbakar biasanya mempunyai nitrogen nitrat lebih tinggi daripada sebelum terbakar. Hal di atas yang menyebabkan peningkatan kandungan unsur N pada tanah pasca kebakaran walaupun peningkatannya sangat sedikit. Menurut Pusat Penelitian Tanah Bogor 1981 dalam Priandi 2006, kandungan unsur N pada kedua jenis tanah tersebut tergolong rendah. B. 2.2. P - tersediappm Dari hasil laboratorium didapat hasil P – tersedia terjadinya peningkatan pada areal tanah hutan bekas kebakaran. P-tersedia pada tanah hutan bekas kebakaran tergolong sedang, sedangkan pada tanah hutan utuh tergolong rendah. Penggolongan tersebut dapat dilihat pada lampiran 3. tabel 5. Hasil P-tersedia dapat dilihat pada gambar 17 11,197 16,087 2 4 6 8 10 12 14 16 18 P - Te rs ed ia p pm Utuh Pasca Kebakaran Gambar 17. Analisis P-tersedia. Hasil Fosfor P yang didapat dari tanah hutan utuh lebih kecil dibandingkan Fosfor yang terdapat pada tanah bekas kebakaran, hal ini disebabkan terjadinya penambahan unsur hara pada tanah bekas kebakaran, sehingga tanah pada tanah bekas kebakaran lebih subur kandungan Fosfornya. Universitas Sumatera Utara Menurut Hardjowigeno 2003, unsur P di dalam tanah berasal dari bahan organik dimana P dalam tanah terbentuk dalam P-organik dan P-anorganik. Menurut Daniel dkk 1987 dalam Marjenah 2007, pembakaran cenderung menaikkan pH tanah karena karena endapan abu yang bersifat basa. Abu terutama terdiri atas elemen-elemen kalsium, magnesium, kalium dan fosfor. Kenaikan pH ini cenderung menambah ketersedian fosfor dan proporsi nitrogen nitrat yang lebih mudah tercuci. Menurut Pusat Penelitian Tanah Bogor 1981 dalam Priandi 2006, kandungan fosfor yang terdapat pada tanah bekas kebakaran tergolong sedang dan pada tanah hutan utuh tergolong rendah. B. 2. 3. K me100 Dari hasil laboratorium didapat hasil Kalium terjadinya peningkatan pada areal tanah hutan bekas kebakaran. Kandungan Kalium pada tanah hutan bekas kebakaran tergolong rendah, sedangkan pada tanah hutan utuh tergolong sangat rendah. Penggolongan tersebut dapat dilihat pada lampiran 3. tabel 5.Hasil kalium tersebut dapat dilihat pada gambar 18. 0,082 0,29 0,1 0,2 0,3 0,4 K m e 10 Utuh Pasca Kebakaran Gambar 18. Analisis Kalium. Hasil Kalium K yang didapat dari tanah hutan utuh lebih kecil dibandingkan Kalium yang terdapat pada tanah bekas kebakaran, hal ini Universitas Sumatera Utara disebabkan terjadinya penambahan unsur hara pada tanah bekas kebakaran, sehingga tanah pada tanah bekas kebakaran lebih subur kandungan kaliumnya. Menurut Daniel dkk 1987 dalam Marjenah 2005, pembakaran cenderung menaikkan pH tanah karena karena endapan abu yang bersifat basa. Abu terutama terdiri atas elemen-elemen kalsium, magnesium, kalium dan fosfor. Kenaikan pH ini cenderung menambah ketersedian fosfor dan proporsi nitrogen nitrat yang lebih mudah tercuci. Menurut Pusat Penelitian Tanah Bogor 1981 dalam Priandi 2006, kandungan kalium yang terdapat pada tanah bekas kebakaran tergolong rendah dan pada tanah hutan utuh tergolong sangat rendah. B.2. 4. C-Organik , Bahan OrganikBO , CN Dari hasil laboratorium didapat hasil C-Organik, BO, CN terjadinya penurunan pada areal tanah hutan bekas kebakaran. Kandungan C-organik pada tanah hutan bekas kebakaran tergolong sedang, sedangkan pada tanah hutan utuh tergolong tinggi. Pada tanah hutan utuh bahan organiknya tergolong sangat tinggi sedangkan pada tanah hutan bekas kebakaran tergolong tinggi. CN pada tanah hutan utuh dan pada tanah hutan bekas kebakaran tergolong tinggi. Penggolongan tersebut dapat dilihat pada lampiran 3. tabel 5.Hasil C-Organik, BO dan CN dalam bentuk grafik dapat dilihat pada gambar 19, 20, dan 21. Universitas Sumatera Utara 3,575 2,871 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 C - O rg a n ik Utuh Pasca Kebakaran Gambar 19. Analisis C-Organik. 6,149 4,93 1 2 3 4 5 6 7 B O Utuh Pasca Kebakaran Gambar 20. Analisis Bahan Organik. 23,83 18,4 5 10 15 20 25 30 C N Utuh Pasca Kebakaran Gambar 21. Analisis CN. Universitas Sumatera Utara Hasil C-organik yang didapat dari tanah hutan utuh lebih besar bila dibandingkan dengan C-organik pada tanah pasca kebakaran. Hal ini disebabkan karena hilangnya vegetasi pada tanah bekas kebakaran sehingga tidak adanya suplai karbon kedalam tanah. Menurut Rosmarkam dan Yuwono 2002, tanaman mengambil unsur karbon berupa CO 2 dari udara bebas. Kegiatan ini dilakukan oleh organ tanaman yang memiliki klorofil, umumnya bagian tanaman yang berwarna hijau dan terdapat di atas tanah. Menurut Pusat Penelitian Tanah Bogor 1981 dalam Priandi 2006, kandungan C-Organik yang terdapat pada tanah bekas kebakaran tergolong sedang dan pada tanah hutan utuh tergolong tinggi. Hasil bahan organik didapat dari perkalian C-Organik, semakin tinggi kandungan C-Organik semakin tinggi pula bahan organik, hal tersebut yang menyebabkan bahan organik pada tanah hutan bekas kebakaran lebih rendah daripada bahan organik pada hutan utuh.. Menurut De Bano et al 1998 bahan organik memiliki ambang batas temperatur dimana bahan organik memiliki ambang batas sebesar 100 o C, sehingga bahan organik yang ada pada areal tanah hutan bekas kebakaran lebih rendah daripada bahan organik pada tanah hutan utuh yang disebabkan terbakarnya bahan organik tersebut. Menurut Pusat Penelitian Tanah Bogor 1981 dalam Priandi 2006, kandungan bahan organik yang terdapat pada tanah bekas kebakaran tergolong tinggi dan pada tanah hutan utuh tergolong sangat tinggi. Sedangkan hasil dari CN didapat dari pembagian kandungan C dibagi kandungan N masing-masing jenis tanah. Hal tersebut yang menyebabkan kandungan CN pada tanah hutan bekas kebakaran lebih rendah dari kandungan CN pada tanah hutan utuh. Menurut Pusat Penelitian Tanah Bogor Universitas Sumatera Utara 1981 dalam Priandi 2006, kandungan CN kedua jenis tanah tersebut tergolong tinggi. B. 2.5. Aldd me100 Hasil Al yang didapat pada tanah hutan utuh lebih tinggi daripada tanah hutan bekas kebakaran, hal ini disebabkan karena pH dihutan terbakar lebih tinggi daripada pH pada tanah hutan utuh. Hasil ini dapat dilihat pada gambar 22 2,183 1,05 0,5 1 1,5 2 2,5 A L d d m e 1 Utuh Pasca Kebakaran Gambar 22. Analisis Aldd. Menurut Rosmarkam dan Yuwono 2002, tanah yang mengandung Al 3+ dan Fe 3 + menyebabkan tanah mempunyai pH yang rendah. Al tertukar dianggap kation yang dominan pengaruhnya terhadap kemasaman tanah. Semakin banyak kandungan Al yang ada pada suatu tanah maka semakin asam pula kandungan tanah tersebut. B.2. 6. Kapasitas Tukas KationKTK me100 Hasil yang didapat dari analisa laboratorium Kapasitas Tukar Kation dapat dilahat pada gambar 23. Kandungan Kapasitas Tukar Kation pada tanah hutan Universitas Sumatera Utara utuh dan pada tanah bekas kebakaran tergolong rendah. Penggolongan tersebut dapat dilihat pada lampiran 3. tabel 5. 8,567 10,503 2 4 6 8 10 12 K T K m e 1 Utuh Pasca Kebakaran Gambar 23. Analisis KTK. Hasil yang di dapat dari analisa laboratorium Kapasitas Tukar Kation pada tanah hutan utuh lebih rendah dibandingkan Kapasitas Tukar Kation pada tanah hutan bekas kebakaran, hal tersebut terjadi karena pengaruh jenis tanah pH tanah. Menurut Hardjowigeno 2003, tanah-tanah tua seperti tanah Oxisol memiliki KTK rendah karena koloidnya banyak terdiri dari seskuioksida. Menurut Hakim dkk 1986, pada kebanyakan tanah ditemukan bahwa pertukaran kation berubah dengan berubahnya pH tanah. Pada pH rendah, hanya muatan permanen liat dan sebagian muatam koloid organik memegang ion yang dapat digantikan melalui pertukaran kation. Dengan demikian KTK relatif rendah, hal ini disebabkan oleh kebanyakan tempat pertukaran kation koloid organik dan beberapa fraksi liat, H dan mungkin hidroksi Al terikat kuat, sehingga sulit dipertukarkan. Menurut Pusat Penelitian Tanah Bogor 1981 dalam Priandi 2006, KTK kedua jenis tanah tersebut tergolong rendah. Penggolongan tersebut dapat dilihat pada lampiran 3. tabel 5 Universitas Sumatera Utara B. 2. 7. pH Aquadest Hasil pH dapat dilihat dalam gambar 24. pH pada tanah hutan bekas kebakaran lebih netral daripada tanah hutan utuh. 4,69 4,9167 2 4 6 p H Utuh Pasca Kebakaran Gambar 24. Analisis pH. Hasil analisa laboratorium didapat pH pada tanah hutan utuh lebih rendah daripada pH pada tanah hutan bekas kebakaran. Hal tersebut karena kandungan Al yang lebih banyak pada kondisi tanah hutan utuh dari tanah hutan bekas kebakaran. Menurut Rosmarkam dan Yuwono 2002, tanah yang mengandung Al 3+ dan Fe 3 + menyebabkan tanah mempunyai pH yang rendah. Al tertukar dianggap kation yang dominan pengaruhnya terhadap kemasaman tanah. Menurut Syumanda 2007 dan Pyne et al 1996, dalam peristiwa biokimia, kebakaran cenderung meningkatkan konsentrasi dan pergerakkan yang pasti dari elemen- elemen yang mudah larut, dimana pembakaran hutan dan lahan ditujukan untuk menaikkan pH dan membebaskan residu karbon dalam bentuk abu dan arang. Menurut Pusat Penelitian Tanah Bogor 1981 dalam Priandi 2006, pH kedua jenis tanah tersebut tergolong masam. Penggolongan tersebut dapat dilihat pada lampiran 3. tabel 5 Universitas Sumatera Utara

B. 3. Sifat Biologi