Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan mahluk yang tidak pernah berhenti berubah. Semenjak pembuahan hingga akhir kehidupan selalu terjadi perubahan, baik dalam kemampuan fisik maupun kemampuan psikologis. Perkembangan kehidupan manusia terjadi secara bertahap, dan setiap tahap perkembangan tersebut memiliki karakteristik, tugas-tugas perkembangan serta risiko-risiko yang harus dihadapi. Setiap periode perkembangan dalam kehidupan manusia memiliki peranan yang sangat penting. Pemenuhan tugas-tugas perkembangan pada tahap awal perkembangan akan mempengaruhi perkembangan pada rentang kehidupan selanjutnya Hurlock, 1999. Memasuki periode dewasa awal, individu memiliki tugas perkembangan yang berbeda dengan periode sebelumnya. Salah satu tugas perkembangan pada masa ini adalah membangun hubungan dengan lawan jenis dan kemudian menikah. Salah satu kelompok individu yang berada pada masa ini yaitu mahasiswa. Mahasiswa adalah sekelompok individu yang telah menyelesaikan SMU dan memasuki Perguruan Tinggi. Mahasiswa memasuki akhir dari tahap perkembangan remaja akhir dan memasuki awal dari tahap perkembangan dewasa awalnya Erikson, 1999. Mahasiswa yang berada pada tahap perkembangan dewasa awal mempunyai masalah sebagai mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial, Universitas Sumatera Utara mahasiswa mengalami perkembangan psikososial dan salah satunya adalah dengan membentuk hubungan intim dengan lawan jenis Papalia, 2003. Masalah ini berkaitan dengan tugas perkembangannya yang berada pada masa dewasa awal di mana sebagian besar mahasiswa berada pada rentang umur dari 1819 tahun sampai 2425 tahun Winkel,1997. Mahasiswa bukan hanya dituntut untuk sekedar menjalin hubungan dengan lawan jenis. Akan tetapi, mahasiswa juga dituntut untuk mengembangkan keintiman intimacy dalam hubungannya tersebut. Keintiman dengan lawan jenis ini akan membantu mahasiswa untuk memenuhi tugas perkembangannya dalam rangka persiapan untuk hidup berumah tangga. Sebelum berumah tangga mahasiswa akan memilih pasangan yang paling tepat untuk dijadikan pendamping. Biasanya mereka yang menikah adalah mereka yang telah melalui tahap-tahap berpacaran. Melalui pacaran, seseorang mendapat ilmu untuk memasuki dunia pernikahan. Pengertian pacaran itu sendiri menurut Reiss dalam Duval Miller, 1985 adalah hubungan antara pria dan wanita yang diwarnai dengan keintiman. Keduanya terlibat perasaan cinta dan saling mengakui pasangan sebagai pacar. Gembeck Patherick 2006 mengatakan bahwa tujuan yang ingin dicapai dalam berpacaran yaitu keintiman dengan lawan jenis dan berbagi dengan orang lain yang merefleksikan tugas perkembangan pada masa ini. Terdapat dua bentuk utama dari keintiman yaitu keintiman dalam persahabatan dan keintiman dalam hubungan yang intim Trenholm Jensen, 1992. Salah satu contoh hubungan yang intim yaitu pacaran. Penelitian ini menggunakan keintiman dalam Universitas Sumatera Utara berpacaran dalam kaitan menjalin hubungan dengan lawan jenis untuk persiapan tugas perkembangan dewasa awal dalam hidup berumah tangga. Kematangan yang dimiliki mahasiswa dalam menjalin keintiman dengan lawan jenis tidak dapat terjadi bergitu saja. Menurut Erikson 1999, pencapaian keintiman harus terlebih dahulu melewati pencapaian identitas. Pendapat ini juga diperkuat oleh penelitian Fitch dan Adams dalam Adams, 2005 yang meneliti hubungan antara identitas dan keintiman. Mereka menemukan bahwa terdapat hubungan antara status identitas yang baik identity achievement dengan level keintiman yang lebih tinggi. Olforsky dalam Marcia, Waterman, Matteson, Archer Olforsky., 1993 mendefinisikan kemampuan keintiman sebagai kemampuan untuk membentuk dan mempertahankan hubungan yang intim atau akrab, yang biasanya terlihat dalam bentuk kedekatan, penghargaan terhadap individualitas, keterbukaan, komunikasi, tanggung jawab, hubungan timbal balik, komitmen dan seksualitas. Perilaku mahasiswa akan berubah ketika menjalin hubungan yang intim dengan lawan jenis. Mereka akan lebih sering berinteraksi dengan pasangannya, menghabiskan waktu lebih banyak untuk bersama-sama, saling terbuka dan juga saling memahami satu sama lain Berscheid, Burgess Huston dalam Fieldman, 1995. Kenyataannya keintiman pada setiap individu berbeda-beda. Hal ini terlihat dari pengamatan yang dilakukan terhadap mahasiswa Psikologi Unika yang dilakukan dengan wawancara dan konsultasi pribadi oleh Suparmi Setiono 2000 yang menemukan bahwa belum semua mahasiswa mampu menjalin Universitas Sumatera Utara keintiman dengan lawan jenis. Akibatnya hanya mampu menjalin hubungan yang bersifat dangkal. Akhirnya, banyak yang suka berganti-ganti pasangan. Ada yang baru sebulan jadian, tiba-tiba putus dan seminggu kemudian sudah mendapatkan gandengan baru. Semuanya dilakukan karena alasan tertentu Mulamawitri, 2003. Keintiman yang berbeda-beda juga terlihat dari wawancara yang dilakukan dengan YR 21 tahun, Mahasiswa semester 6 Jurusan Manajemen Fakultas UISU mengatakan bahwa, ”aku baru enam bulan pacaran. Dia pacarku yang keberapa ya? Aku lupa. Aku sering ganti pacar. Dalam setahun bisa empat kali ganti. Alasannya karena aku mencari pacar yang benar-benar pas dengan aku. Kalau dia gak mau dengerin yang aku bilang, aku paling males. Kali ini aku udah enam bulan pacaran, tapi kayaknya aku gak cocok juga ma dia. Dia kurang perhatian, kurang terbuka. Banyak banget rahasianya. Aku males pula jalanin hubungan yang seperti ini. Aku kemaren suka ma dia karena dia kayaknya orangnya lembut, baek gitu. Trus, dia lagi popular banget di kampus. Banyak teman aku yang suka ma dia, rupanya dia maunya jadi pacar aku. Ya udah, jadianlah kami. Eh, gak taunya kelembutan payah juga. Lemah lembut kali juga anaknya. Jadi ya, aku gak taulah. Kalau emang masih kayak gini terus mendingan putus aja. Akupun gak yakin ma pacarku kali ini, salah pilih juga mungkin. Tapi kan masih banyak yang lain. Hehehe.” wawancara personal, 06 Februari 2008. Berbeda dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan Y.R yang mengatakan tentang hubungannya yang tidak terlalu baik dengan pasangannya. Seorang mahasiswi Jl 22 tahun semester lima Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi UISU mengatakan bahwa, ” Aku baru dua kali pacaran. Pacaran yang pertama sampai lima tahun, terus yang kedua sampai sekarang. Udah empat tahun kami pacaran, susah seneng udah dijalani. Kadang terlintas pikiran pengen putus kalo ada masalah dikit tapi ujung-ujungnya balikan dan dekat lagi.ya karena masalah kecil aja, aku suka cemburu gitu deh. Rahasianya? Ehm yang penting saling percaya. Soalnya kalau udah gak ada kepercayaan itu uda susah menjalaninya. Terus, kalo ada hal-hal yang gak disukai dari pasangan dibicarain aja, jangan disimpen sendiri nanti jadi dongkol Universitas Sumatera Utara sendiri. Kalo dibicarainkan bisa dicari solusinya. Rencana masa depan? Hehe,ya ada dunk. Secara kitakan udah empat tahun pacaran. Cuma masalahnya pacar aku belum kerja. Jadi aku belum berani kenalin ma keluarga.. tapi jujur aja untuk saat ini kami udah buat komitmen sih, pokoknya kalau dia da kerja nanti, terus aku udah selesai kuliah, ya udah,apalagi. hehe.” Komunikasi personal, November 2007 Berdasarkan hasil wawancara dengan YR yang mengatakan hubungannya tidak berjalan dengan baik karena merasa hubungan yang sedang dijalaninya tidak terdapat keterbukaan dari pasangan dan merasa pasangannya kurang memberi perhatian kepadanya. YR juga kurang yakin terhadap pilihannya. Hubungan Jl yang berlangsung lama terlihat keintiman di dalamnya. Keintiman yang terlihat dari lamanya mereka berpacaran, telah memiliki komitmen dalam hubungan yang sedang dijalani dan adanya keterbukaan dalam hubungan tersebut sehingga permasalahan yang terjadi dalam hubungan mereka diselesaikan secara bersama- sama. Hal ini sesuai dengan pendapat Reis 1990 yang mengatakan bahwa keintiman diperlukan untuk mendirikan sebuah hubungan yang berlangsung lama Menurut Erikson dalam Newman, 2006, seseorang harus mencapai status identitas yang baik sebelum seseorang mampu untuk membuat komitmen terhadap diri sendiri untuk berbagi identitas dengan orang lain. Dewasa awal yang tidak mengenal dengan jelas dirinya terancam ketika memasuki suatu hubungan jangka panjang dengan orang lain, komitmen, atau keterikatan atau juga mereka memiliki ketegantungan yang berlebihan kepada pasangannya sebagai sumber identitas olehnya. Menurut Marcia 2000, mahasiswa diharapkan mampu menyelesaikan periode pencarian identitas diri. Mahasiswa melakukan eksplorasi yang Universitas Sumatera Utara mempertanyakan kembali, mengkaji dan mendalami berbagai hal mengenai masalah yang menimpanya. Seiring dengan eksplorasi maka mahasiswa melakukan suatu komitmen yaitu penentuan sikap atau pilihan yang pasti terhadap suatu permasalahan. Akan tetapi, di satu pihak mahasiswa begitu penuh harap, terbuka, bangga, tetapi dilain pihak mahasiswa dipenuhi ketakutan, keraguan, kecemasan, tidak yakin dirinya mampu atau tidak, tidak mengetahui tujuan hidupnya, tidak mengetahui akan menjadi apa dikemudian hari dan sebagainya. Mahasiswa sering dipenuhi konflik dan tantangan tentang masa depan. Aryatmi dalam Kartono, 1985. Erikson dalam Kroger, 2001 mendefinisikan keintiman mengacu pada perasaan saling percaya dan saling berbagi dalam suatu hubungan. Keintiman dapat terjadi karena kita telah mengenal diri kita dan merasa cukup aman dengan identitas yang kita miliki. Ketika kita mengenali diri kita, mengetahui pilihan apa yang kita ambil, dalam hal memilih pasangan juga sama halnya. Seperti pada kasus YR yang tidak meyakini pilihannya sendiri dan hanya memilih pasangan berdasarkan penilaian teman-temannya. Hal ini mengindikasikan YR belum mengenali dengan benar pilihan yang akan diambilnya dan belum memiliki identitas diri yang baik. Individu yang bertanggung jawab dan mandiri akan memiliki keintiman yang lebih baik karena bertanggung jawab terhadap pilihan yang diambil serta memiliki kesadaran yang jelas mengenai dirinya. Reis 1990 mengatakan keintiman juga baru dapat terjadi apabila kita telah mengenal diri kita sendiri dan nyaman dengan diri kita. Setelah itu barulah kita dapat mengizinkan orang lain untuk berbagi dengan kita, mengenal kelebihan dan Universitas Sumatera Utara kekurangan kita. Rice dalam Suparmi Setiono, 2000 menyatakan bahwa salah satu faktor yang penting sekali bagi pembentukan keintiman adalah identitas diri. Hal ini sesuai dengan teori psikososial dari Erikson yang mengatakan bahwa kesuksesan suatu tahap perkembangan dipengaruhi oleh kesuksesan tahap perkembangan sebelumnya. Tahap perkembangan individu yang berada pada masa dewasa awal yaitu keintiman dengan keterasingan. Di mana perkembangan keintiman dipengaruhi oleh berhasil tidaknya seseorang mencapai perkembangan identitas pada tahap sebelumnya. Marcia 1993, mengelompokkan identitas diri ke dalam empat kategori yaitu diffusion, foreclosure, moratorium dan achievement. Pengelompokan ini didasarkan atas krisis dan komitmen yang terbentuk. Pengertian dari krisis itu sendiri adalah sebuah periode pembuatan keputusan ketika pilihan-pilihan, kepercayaan-kepercayaan, dan pengidentifikasian yang telah ada sebelumnya dipertanyakan oleh individu dan informasi atau pengalaman yang berhubungan terhadap pilihannya untuk dilakukan pencarian. Krisis juga menggambarkan sejumlah pencarian untuk meninjau kembali atau mendefinisikan ulang mengenai dirinya.. Komitmen adalah keadaan di mana seseorang telah memiliki sejumlah pilihan-pilihan, kepercayaan dan nilai-nilai yang spesifik. Komitmen juga memperlihatkan suatu tanggung jawab pribadi terhadap apa yang mereka lakukan. Status identitas diffusion, terdiri dari individu yang tidak mempunyai komitmen dan belum mengalami krisis dalam kehidupannya. Foreclosure merupakan status identitas yang terdiri dari individu yang memiliki komitmen tetapi belum melewati krisis dalam hidupnya. Moratorium terdiri dari individu Universitas Sumatera Utara yang sedang mengalami krisis tetapi belum memiliki komitmen. Status identitas achivement ditandai oleh adanya komitmen, yang terbentuk melalui krisis yang dilalui. Individu yang berada pada ke empat status identitas ini juga memiliki karakteristik yang berbeda. Menurut Erikson 1999, Individu yang berada pada status identitas diffusion tidak bertanggung jawab, terlihat kurang memiliki tujuan dan merasa kebingungan. Mereka merasakan kesulitan untuk merencanakan suatu keputusan. Individu yang memiliki status identitas foreclosure digambarkan sebagai seseorang yang mengadopsi tujuan, nilai-nilai dan kepercayaan dari orangtua atau figur otoritas lainnya tanpa memikirkannya secara kritis. Misalnya seseorang yang memilih pasangan tanpa mengenali dengan baik pasangannya. Tetapi karena penilaian orangtua atau teman-teman maka individu tersebut mengikuti pilihan mereka tanpa melakukan penilaian secara kritis. Hal ini juga sama dengan kasus yang dialami YR. Individu yang berada pada status identitas moratorium mengalami keraguan terhadap dirinya, kebingungan dan mengalami konflik dengan orangtua atau figur otoritas lainnya. Mereka sering terlihat menyendiri, memikirkan dan mempertimbangkan pilihan yang telah diambilnya Kaplan, 2000. Individu yang memiliki status identitas achievement mencapai kedewasaan dengan perasaan yang jelas mengenai siapa dirinya, kepercayaan- kepercayaan yang penting dan arah hidup yang jelas tujuannya, lebih mandiri, dapat memberikan respon yang baik terhadap kondisi stress, mempunyai cita-cita yang lebih realistik dan harga diri yang lebih tinggi dibandingkan dengan ketiga status identitas lainnya. Individu pada status identitas ini bertanggung jawab, Universitas Sumatera Utara memiliki kesadaran diri dan komitmen yang jelas terhadap sejumlah pilihan yang telah diambilnya. Individu pada status ini dapat meyakini pilihan yang diambilnya. Dalam hal memilih pasangan, mereka bertanggung jawab terhadap pasangan yang dipilih sehingga hubungan yang dijalani dapat bertahan lebih lama. Individu yang memiliki identitas achievement dan moratorium memiliki keintiman yang lebih baik dari pada individu yang memiliki status identitas foreclosure dan diffusion. Gembeck Patherick 2006 menyatakan bahwa mahasiswa yang mempunyai identitas achievement bersikap lebih terbuka dalam suatu hubungan, dan dapat menjalin hubungan yang intim dalam jangka waktu yang lebih lama dibanding status identitas yang lainnya. Fitch dan Adam 1983 dalam penelitiannya terhadap 78 orang individu menunjukkan bahwa identitas mempunyai peranan yang penting dalam perkembangan keintiman. Mahasiswa yang berhasil mencapai status identitas akan memiliki kemampuan keintiman yang lebih baik karena mampu menjalin hubungan yang lebih dekat, dan lebih bersifat terbuka terhadap pasangan. Bertolak dari latar belakang masalah tersebut di atas, peneliti ingin mengetahui bagaimana perbedaan keintiman dalam berpacaran ditinjau dari status identitas pada mahasiswa.

B. Rumusan Masalah