pendapatan riil perkapita memang bukanlah satu-satunya sasaran kebijakan terutama di negara-negara berkembang, namun kebijakan ekonomi menaikkan
tingkat pertumbuhan output memang perlu dilakukan. Hal ini berdasarkan alasan, karena pertumbuhan ekonomi dipandang sebagai suatu syarat yang sangat
diperlukan untuk perbaikkan kesejahteraan masyarakat dan mencapai tujuan- tujuan pembangunan lainnya seperti peningkatan pendapatan dan kekayaan
masyarakat, ataupun penyediaan fasilitas dan sarana-sarana sosial lainnya.
2.2. Pengertian Degradasi Lingkungan
Berdasarkan UU No. 23 Tahun 1997, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda dan kesatuan makhluk hidup termasuk di dalamnya
manusia dan perilakunya yang melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Sumber daya lingkungan, seperti udara,
air, lahan, dan biota, dapat menyediakan barang dan jasa yang secara langsung maupun tidak langsung mendapatkan manfaat ekonomis. Mengingat bahwa daya
dukung alam sangat menentukan bagi kelangsungan hidup manusia, maka kemampuan daya dukung alam tersebut harus dijaga agar tidak terdegradasi.
Degradasi lingkungan adalah deteriorasi lingkungan dengan hilangnya sumber daya air, udara, dan tanah serta kerusakan ekosistem dan punahnya fauna
liar. Menurut Wardhana 1995, Secara umum degradasi lingkungan disebabkan
oleh 2 faktor, yaitu faktor internal dimana degradasi lingkungan berasal dari dalam bumi atau alam itu sendiri, dan faktor eksternal dimana degradasi
lingkungan berasal dari ulah manusia dalam rangka meningkatkan kualitas dan kenyamanan hidupnya.
Menurut Thomas 2000, salah satu cara untuk mengidentifikasi polutan sebagai pencemar udara yang menyebabkan kerusakan lingkungan yaitu dengan
membedakan polutan itu berasal. Ada 2 sumber polutan itu berasal sebagai faktor penyebab degradasi lingkungan, yaitu:
1. Polutan alami
Polutan alami muncul dari proses nonartifisial di alam, seperti gas yang dikeluarkan oleh hewan dan partikel dari letusan gunung berapi.
2. Polutan anthropogenic
Polutan yang berasal dari pegaruh kegiatan manusia dan mencakup semua residu yang berhubungan dengan konsumsi dan produksi. Contohnya gas
dan partikel dari proses industri manufaktur tertentu.
2.3. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Degradasi Lingkungan:
Environmental Kuznets Curve EKC
Orientasi pertumbuhan ekonomi telah memacu permintaan terhadap sumberdaya alam yang semakin besar. Metode produksi yang tidak
memungkinkan adanya substitusi input tersebut berdampak terhadap eksploitasi sumberdaya tersebut sehingga ketersediaannya semakin menipis. Simon Kuznets
1955 peraih penghargaan Nobel membuat suatu hipotesis mengenai hubungan pertumbuhan ekonomi dengan lingkungan yang dikenal dengan hipotesis
Environmental Kuznets Curve. Berdasarkan
hipotesis Environmental Kuznets Curve, kerusakan
lingkungan yang parah rawan terjadi di negara-negara berkembang yang mayoritas merupakan negara-negara yang berpenghasilan per kapita rendah. Hal
ini karena pada fase awal ini, pertumbuhan industrialisasi sangat besar fokusnya pada bagaimana ekonomi berkembang pesat dan banyak menyerap tenaga kerja.
Isu lingkungan belum menjadi agenda utama dan pemerintah belum banyak terlibat dalam upaya perbaikan sistem pasar. Pada fase ini terjadi korelasi positif
antara degradasi lingkungan karena banyak bahan polutan di udara dengan pertumbuhan ekonomi.
Emisi Bahan Polutan
EKC Konvensional EKC Revisi
Pendapatan per kapita
Sumber: Kahuthu, 2006
Gambar 2.1. Hipotesis Environmental Kuznets Curve
Namun, pada tingkat pendapatan tertentu terjadi titik balik. Pada fase ini kesadaran pentingnya kualitas lingkungan sudah mulai berkembang. Public goods
seperti kualitas lingkungan serta kesehatan telah menjadi bagian permintaan masyarakat. Tekanan atas kebutuhan tersebut baik terpaksa maupun tidak, industri
melakukan kebijakan perubahan metode produksi. Pada fase ini terdapat income yang cukup untuk melakukan usaha-usaha perbaikan lingkungan. Penjelasan lebih
jelasnya mengenai terjadinya inverted U pada kurva Kuznets adalah sebagai berikut :
1. Terjadinya pergeseran transformasi dari sektor pertanian ke sektor industri
karena adanya dorongan investasi asing. Pada tingkat pendapatan rendah di negara berkembang, pendapatan industri masih rendah dan akan meningkat
seiring peningkatan pendapatan. Peningkatan sektor indutri ini menyebabkan polusi di negara sedang berkembang juga akan mengalami peningkatan dan
ketika terjadi transformasi dari sektor industri ke sektor jasa, polusi akan menurun seiring peningkatan pendapatan.
2. Permintaan akan kualitas lingkungan akan mengalami peningkatan seiring
dengan peningkatan pendapatan. Hal ini bermula ketika pendapatan masih rendah, sulit bagi pemerintah negara berkembang untuk melakukan proteksi
terhadap lingkungan. Ketika pendapatan mulai meningkat, masyarakat mulai mampu untuk membayar kerugian lingkungan akibat dari kegiatan ekonomi.
Pada tahap ini masyarakat mau mengorbankan konsumsi barang demi terlindunginya lingkungan Andreoni Levinson, 2001.
Menurut Copeland dan Taylor 2003 dalam Hutabarat 2010 menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi mempengaruhi lingkungan melalui mekanisme
kausal: 1.
Efek skala aktivitas ekonomi meningkatkan polusi, cateris paribus 2.
Efek komposisi bentuk industri yang bersih atau kotor, jika industri kotor menurun maka polusi juga menurun, cateris paribus
3. Efek teknologi teknologi yang maju dan bersih akan mengurangi polusi,
cateris paribus Mekanisme ini dapat menjelaskan mengapa degradasi lingkungan pada
awalnya meningkat kemudian menurun seiring dengan pertumbuhan tingkat
ekonomi yang disertai dengan kebijakan atau regulasi yang berhubungan dengan degradasi lingkungan. Ketika pendapatan meningkat, skala ekonomi cenderung
semakin besar. Negara yang sedang berkembang membutuhkan peningkatan output sehingga dibutuhkan lebih banyak input dan sumber daya alam. Dengan
semakin meningkatnya output berimplikasi pada meningkatnya sisa buangan dan emisi sebagai hasil dari aktivitas ekonomi yang mana akan memperburuk kualitas
lingkungan. Ini disebut dengan efek skala scale effect. Struktur ekonomi juga cenderung berubah seiring dengan pertumbuhan
ekonomi. Panayotou 1993 dalam Hutabarat 2010 mengatakan bahwa degradasi lingkungan cenderung meningkat ketika struktur ekonomi berubah dari desa ke
kota, dari pertanian ke industri composition effect. Namun degradasi lingkungan ini akan menurun ketika struktur yang berikutnya berubah dari industri berat yang
berfokus pada energi ke industri yang berfokus pada jasa dan teknologi. Pada akhirnya kemajuan teknologi akan mengarah pada penggunaan alat-alat yang
dapat mengurangi pengeluaran emisi yang juga meningkatkan kualitas lingkungan. Hal ini disebut efek teknologi technology effect. Ketika efek
teknologi dominan terhadap efek skala, maka tingkat polutan akan meningkat selama periode pertama dari perubahan struktur ekonomi, dan kemudian menurun
selama perubahan struktural tahap kedua.
2.4. Penelitian-Penelitian Terdahulu