industri pengolahan. Dengan kata lain berdasarkan adanya hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang the law of diminishing return yang mempengaruhi
bentuk fungsi produksi, maka jika penggunaan bahan baku tersebut ditambahkan terus menerus tanpa memperhatikan faktor produksi lain faktor produksi lain
dibiarkan tetap maka akan menyebabkan pengurangan penambahan output bahkan dapat menurunkan output industri pengolahan.
Untuk meningkatkan nilai output sektor industri pengolahan secara signifikan dapat dilakukan dengan cara penambahan nilai investasi dan bahan
bakar minyak dalam proses produksi. Keputusan ini merupakan hal yang paling efisien karena nilai investasi dan bahan bakar minyak mempunyai nilai elastisitas
yang berpengaruh nyata, sehingga dapat memberikan pengaruh yang signifikan pada pencapaian nilai output.
5.4. Skala Usaha Return to Scale Industri Pengolahan di Kota Tasikmalaya
Skala usaha return to scale menjelaskan bagaimana suatu kenaikan proporsional dari suatu faktor-faktor produksi input terhadap outputnya.
Besarnya skala usaha ditentukan dari penjumlahan parameter peubah bebasnya. Berdasarkan hasil estimasi fungsi produksi kelima variabel bebasnya
∑ 1 yaitu sebesar 1.56128. Nilai skala usaha yang lebih dari satu menunjukan bahwa
skala usaha industri pengolahan berada pada kondisi increasing return to scale. Artinya, bahwa setiap proprosi penambahan input produksi akan menghasilkan
output produksi yang proporsinya lebih besar atau setiap penambahan faktor produksi secara bersama-sama akan memberikan tambahan kepada produksi.
5.5. Nilai Tambah
Nilai tambah industri pengolahan merupakan selisih antara nilai output yang dihasilkan dengan biaya input yang dikeluarkan. Peningkatan nilai tambah
mengindikasikan adanya peningkatan aktivitas produksinya. Nilai tambah pada industri pengolahan di Kota Tasikmalaya pada periode tahun 2002-2008
mengalami fluktuasi seperti yang ditunjukan pada Gambar 5.1.
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 Gambar 5.1. Nilai Tambah Riil pada Industri Pengolahan di Kota Tasikmalaya
Periode Tahun 2002-2008 Gambar 5.1 menunjukan nilai tambah pada industri pengolahan di Kota
Tasikmalaya. Pada periode tahun 2002 sampai tahun 2008, nilai tambah mengalami fluktuasi. Nilai tambah riil tertinggi dicapai pada tahun 2007 sebesar
380,805,504,248 rupiah, sedangkan nilai tambah terendah dialami pada tahun 2002 dengan nilai tambah sebesar 88,409,458,234 rupiah.
88,409,458,234 291,077,913,700
319,331,538,654 275,082,221,468
278,294,026,297 380,805,504,248
190,405,858,927
2002 2003
2004 2005
2006 2007
2008
Nilai Tambah Riil Industri Pengolahan di Kota Tasikmalaya Periode 2002-2008
Rupiah
5.6. Efisiensi
Nilai efisiensi digunakan untuk melihat keberhasilan industri pengolahan. Perkembangan nilai efisiensi industri pengolahan dihitung berdasarkan
perbandingan antara biaya input dengan nilai output Industri pengolahan dari tahun ke tahun, yang dapat dilihat pada Gambar 5.2.
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat Tahun 2002-2008 diolah
Gambar 5.2 Nilai Efisiensi pada Industri Pengolahan di Kota Tasikmalaya Periode Tahun 2002-2008 diolah
Nilai efisiensi yang merupakan rasio biaya input dengan nilai output pada industri pengolahan mengalami fluktuasi selama periode 2002 sampai 2008. Nilai
efisiensi tertinggi terjadi pada tahun 2003 dengan nilai efisiensi 0.367224, dan yang paling rendah pada tahun 2002 dengan nilai efisiensi 0.760225.
5.7. Produktivitas