exp = 2.718
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Sifat Fisik dan Kimia Tanah Gambut Pulang Pisau, Kalimantan
Tengah
Hasil analisis kimia dari tanah gambut Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Analisis kimia dan fisik dari bahan gambut dari lokasi studi
Sifat Kimia Nilai
pH H
2
O 4,69
C-organik 39,45
N-total 1,37
CN ratio 28,80
Volume serat 46
Warna munsell
10 YR 31 very dark grey
Tingkat dekomposisi Hemik
Nilai pH pada sampel tanah adalah 4,69. Nilai pH ini lebih tinggi dari hutan gambut alami pH 3-4. Hal ini disebabkan karena lokasi sampel mulai
dibuka untuk pertanian sejak tahun 1980-an, sehingga telah mengalami pencucian asam-asam organik melalui drainase. Nilai C-organik dari hasil analisis awal
bahan gambut sebesar 39,5. Hal ini menegaskan bahwa bahan tanah tersebut termasuktanah gambut. Berdasarkan klasifikasi USDA yang termasuk kedalam
tanah histosol adalah tanah yang memiliki kadar bahan organik antara 30-50 Soepardi 1983. Kadar serat adalah volume serat 46, warna munsell 10 YR 31,
dan indeks pirofosfat bernilai 2 sehingga, berdasarkan kriteria untuk tingkat kematangan dekomposisi gambut adalah hemik Lynn et al. 1974.
4.2. Konsentrasi Asam-Asam Fenolat Awal
Hasil analisis awal asam-asam fenolat sebagaimana disajikan pada Tabel 4.2, hanya didapatkan asam ferulat, asam sinapat dan asam vanilat. Berdasarkan
Tan 1993 asam-asam ini berasal dari lignin hardwood dan softwood. Asam p- hidroksibenzoat dan p-kumarat tidak terukur, hal ini menegaskan bahwa tanah
gambut dilokasi studi tidak berasal dari grass-wood rumput-rumputan.
Berdasarkan penelitian Driessen 1978 pada tanah gambut ombrogen di Indonesia komposisinya sekitar 64 mengandung lignin yang berasal dari bahan
kayu-kayuan. Tabel 4.2. Analisis awal asam-asam fenolat tanah gambut
Asam Fenolat Konsentrasi ppm
Ulangan 1 Ulangan 2
Asam ferulat 9 x 10
9 x 10
-3 -3
Asam siringat Tu
tu Asam sinapat
83,10 86,40
Asam p-kumarat Tu
tu Asam vanilat
2 x 10 2 x 10
-3
Asam p-hidroksibenzoat
-3
Tu tu
Total Asam Fenolat 83,11
86,47
Ket: tu: tidak terukur
4.3. Emisi CO
2
Setelah Masa Inkubasi Mengunakan Metode Titrasi
Simulasi emisi CO
2
dengan menggunakan persamaaan First Order Kinetic disajikan pada Gambar 4.1. Nilai parameter emisi CO
2
maksimum, konstanta kecepatan, dan nilai R
2
Tabel 4.3. Persamaan first order kinetic pada setiap perlakuan
disajikan pada Tabel 4.3.
Perlakuan Persamaan
a
mg kg
-1
b jam
-1
R P
2
Paraquat f= 200,761-exp
-0,0137 x
200,76 1,37 x 10
0.99
-2
p 0,001 Difenoconazole f= 196,201-exp
-0,0128 x
196,20 1,28 x 10
0,97
-2
p 0,001 Bpmc
f= 211,011-exp
-0,0116x
211,01 1,16 x 10
0,94
-2
p 0,001 Tanpa
f= 194,461-exp
-0,0121x
194,46 1,21 x 10
0,94
-2
p 0,001
Pemberian pestisida meningkatkan nilai maksimum emisi CO
2
selama 168 jam inkubasi. Perlakuan yang memberikan nilai maksimum emisi CO
2
dari tertinggi sampai terendah adalah BMPC 211,01 mg CO
2
kg
-1
paraquat 200,76 mgCO
2
kg
-1
difenoconazole 196,20 mgCO
2
kg
-1
tanpa pestisida 194,46 mg CO
2
kg
-1
. Data di atas menunjukkan bahwa pemberian pestisida meningkatkan emisi CO
2
dibandingkan dengan tanpa perlakuan pestisida. Meningkatnya emisi CO
2
pada perlakuan pestisida mungkin salah satunya disebabkan oleh degradasi pestisida tersebut sehingga C pada pestisida tersebut dioksidasi menjadi CO
2
. Waktu degradasi DT
50
setiap bahan aktif pestisida bermacam-macam. Djojosumarto 2008 melaporkan bahwa DT
50
pada BPMC adalah 7-9 hari,