Sifat Kimia Lahan Gambut

tanaman pada lahan gambut bisa 10 kali karbon yang disimpan oleh tanah dan tanaman pada tanah mineral Agus dan Subiksa, 2008. Dalam kondisi alami simpanan karbon pada lahan gambut relatif stabil. Ketebalan gambut bertambah dengan kecepatan sampai 3 mm tahun -1 Parish et al. 2007. Namun jika kondisi alami tersebut terganggu, maka akan terjadi percepatan proses pelapukan dekomposisi, sehingga karbon yang tersimpan di dalam lahan gambut akan teremisi membentuk gas rumah kaca GRK terutama gas CO 2 , sebagai dampak dari dilakukannya proses drainase yang selalu menyertai proses penggunaan lahan gambut. Berdasarkan data yang dikeluarkan BAPPENAS 2009, diperkirakan rata-rata emisi tahunan dari lahan gambut di Indonesia tahun 2000-2006 sekitar 903 juta ton CO 2 , termasuk emisi yang mungkin terjadi dari kebakaran gambut. Padahal dalam keadaan hutan alam, lahan gambut mengeluarkan emisi 20-40 t CO 2 ha -1 tahun -1 Masing-masing komponen cadangan karbon carbon stock tersebut dapat bertambah atau berkurang tergantung pada faktor alam dan campur tangan manusia. Kemarau panjang berakibat pada penurunan muka air tanah yang selanjutnya dapat mempercepat emisi CO Rieley et al. 2008. Emisi dari hutan gambut berasal dari proses respirasi akar tanaman autotrophic respiration dan aktivitas mikrorganisme tanah. 2 dari tanah gambut. Cara pengelolaan lahan pertanian pada lahan gambut, seperti pembakaran, pembuatan drainase, dan pemupukan mempengaruhi tingkat emisi CO 2 Respirasi mikroorganisme tanah mencerminkan tingkat aktivitas mikroorganisme tanah. Pengukuran respirasi mikroorganisme tanah merupakan cara yang pertama kali digunakan untuk menentukan tingkat aktifitas mikroorganisme tanah. Pengukuran respirasi telah mempunyai korelasi yang baik dengan parameter lain yang berkaitan dengan aktivitas mikroorganisme tanah Pembakarankebakaran lahan gambut dapat menurunkan cadangan karbon di dalam jaringan tanaman dan didalam gambut yang berarti meningkatkan emisi dari kedua sumber tersebut. Pemupukan dapat meningkatkan emisi disebabkan meningkatnya aktivitas mikroba. Sebaliknya, pada lahan gambut yang sudah terlanjur didrainase, pemasangan empang pada saluran canal blocking dapat memperlambat emisi Agus et al 2011. seperti bahan organik tanah, transformasi N, hasil antara, pH dan rata-rata jumlah mikroorganisrne. Penetapan respirasi tanah didasarkan pada penetapan : 1 jumlah CO 2 yang dihasilkan, dan 2 jumlah O 2 Respirasi tanah merupakan suatu proses yang terjadi karena adanya kehidupan mikrobia yang melakukan aktifitas hidup dan berkembang biak dalam suatu masa tanah. Mikrobia dalam setiap aktifitasnya membutuhkan O yang digunakan oleh mikroba tanah. Pengukuran respirasi ini berkorelasi baik dengan peubah kesuburan tanah yang berkaitan dengan aktifitas mikroba seperti: 1 Kandungan bahan organik; 2 Transformasi N atau P; 3 Hasil antara; 4 pH; dan 5 Rata-rata jumlah mikroorganisme Anas 1989. 2 atau mengeluarkan CO 2 yang dijadikan dasar untuk pengukuran respirasi tanah. Laju respirasi maksimum terjadi setelah beberapa hari atau beberapa minggu populasi maksimum mikrobia dalam tanah, karena banyaknya populasi mikrobia mempengaruhi keluaran CO 2 atau jumlah O 2 yang dibutuhkan mikrobia. Oleh karena itu, pengukuran respirasi tanah lebih mencerminkan aktifitas metabolik mikrobia dari pada jumlah, tipe, atau perkembangan mikrobia tanah. 1 Penggunaan herbisida paraquat dan glifosfat dapat menurunkan emisi gas CH 4 . Kandungan bahan aktif dalam herbisida tersebut diduga menghambat aktivitas bakteri metanogen namun mekanisme penghambatannya belum diketahui secara jelas.Selain herbisida paraquat dan glifosat, penggunaan organoklorin dan hexakloro-sikloheksan HCH juga dapat menekan perkembangan bakteri metanogen. Meskipun herbisida dapat digunakan untuk mereduksi emisi CH 4

2.3. Pestisida

, penggunaannya harus sesuai dengan anjuran sehingga tidak meninggalkan residu dalam tanah yang akan menimbulkan pencemaran lingkungan Kartikawati et al 2011. Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Yang dimaksud hama di sini adalah sangat luas, yaitu serangga, tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit 1 Ragil. 2009. http:cahtanah.blogspot.com2009_02_16_archive.html. [Diakses pada 8 Mei 2013]. tanaman yang disebabkan oleh fungi jamur, bakteria dan virus, kemudian nematoda bentuknya seperti cacing dengan ukuran mikroskopis, siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan. Pestisida berdasarkan jenis sasarannya digolongkan menjadi insektisida serangga, fungisida fungijamur, rodentisida hewan pengeratrodentia, herbisida gulma, akarisida tungau, bakterisida bakteri, dan nematisida Djojosumarto 2008. Menurut SK Menteri Pertanian RI No 434.1kptsTP.27072001 Kementerian Pertanian 2012, pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk: a. memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian; b. mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan c. memberantas atau mencegah hama air. d. memberantas atau mencegah binatang dan jasad renik. e. memberantas atau mencegah binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air. Berdasarkan sifat dan cara kerja pestisida terbagi atas 2 kelompok besar yaitu racun sistemik dan racun kontak. Racun sistemik artinya dapat diserap melalui sistemorganisme misalnya akar atau daun kemudian diserap kedalam jaringan tanaman yang bersentuhan atau dimakan hama sehingga menghasilkan peracunan pada hama. Racun kontak artinya langsung dapat menyerap melalui kulit pada saat pemberian insektisida atau dapat pula serangga target kemudian kena sisa insektisida residu beberapa waktu setelah penyemprotan. Pestisida dikelompokkan ke dalam kelas, golongan, atau kelompok kimia berdasarkan persamaaan struktur dasar rumus kimianya. Umumnya, bahan aktif pestisida yang tergabung dalam kelompok kimia yang sama memiliki kemiripan sifat kimiawi. Insektisida dari golongan karbamat relatif mudah diurai di lingkungan tidak persisten dan tidak terakumulasi dalam jaringan lemak hewan. Salah satu nama insektisida golongan karbamat adalah fenobukarb, yang di Indonesia lebih dikenal dengan BPMC buthylphenylmethyl carbamate. BPMC merupakan insektisisda non sistemik racun kontak dan digunakan untuk