29 netralbiasa mendekati agak suka. Hasil ini menunjukkan bahwa dari segi aroma, yoghurt
dengan kultur tunggal L. rhamnosus R23 masih lebih disukai oleh panelis. Walaupun demikian, berdasarkan analisis sidik ragam dan dilanjutkan uji Duncan Lampiran 12c
diketahui bahwa set yoghurt yang dibuat dengan kultur L. rhamnosus R23 1:0 tidak berbeda signifikan dengan yoghurt kultur campuran dengan perbandingan kultur 1:1. Jika
dibandingkan dengan yoghurt yang menggunakan P. pentosaceus, terlihat bahwa semakin banyak porsi P. pentosaceus yang digunakan, penilaian aroma menjadi lebih tidak disukai.
Aroma pada yoghurt pada umumnya dihasilkan dari senyawa hasil fermentasi selain asam laktat seperti asetaldehid, diasetil, dan asetat. Senyawa-senyawa ini bersifat volatil
sehingga dapat memberi aroma yang khas pada yoghurt. P. pentosaceus A38 tidak terlalu efektif dalam memfermentasi laktosa, sehingga hal ini yang menyebabkan aroma yang
dihasilkan kurang disukai. Adapun menurut Hartoto 2003, pada umumnya yoghurt yang menggunakan kultur campuran mempunyai aroma yang lebih kuat dibandingkan dengan
yoghurt kultur tunggal, karena pembentukan senyawa-senyawa volatil tersebut juga akan lebih tinggi. Hal ini menjelaskan yoghurt kultur campuran lebih disukai dari segi aroma jika
dibandingkan dengan kultur tunggal P. pentosaceus A38. Untuk penilaian overall keseluruhan, hasil yang diperoleh tidak berbeda dengan atribut lainnya, dimana yoghurt
yang dibuat dengan perbandingan kultur 1:0 merupakan yoghurt yang paling disukai, namun tidak berbeda nyata dengan yoghurt dengan perbandingan kultur 1:1 berdasarkan
analisis sidik ragam dan dilanjutkan uji Duncan Lampiran 12d. Dengan melihat secara keseluruhan, penilaian organoleptik terhadap set yoghurt
menunjukkan bahwa set yoghurt kultur tunggal L. rhamnosus R23 1:0 paling disukai oleh panelis namun yoghurt kultur campuran dengan perbandingan 1:1 memiliki tingkat
kesukaan yang sama sehingga formulasi untuk set yoghurt kultur campuran dapat menggunakan perbandingan 1:1. Adapun dari keempat atribut sensori yang diujikan,
terlihat bahwa penggunaan P. pentosaceus A38 dengan porsi yang lebih banyak, menurunkan tingkat kesukaan panelis.
b. Stirred Yoghurt
Yog Lac+Yog Ped Uji Organoleptik
Hasil pengujian organoleptik untuk stirred yoghurt yang dibuat dengan beberapa perbandingan campuran yoghurt L. rhamnosus R23 dan yoghurt P. pentosaceus A38 dapat
dilihat pada Gambar 10 di bawah ini. Data secara lengkap disajikan pada Lampiran 13.
30 Gambar10. Hasil uji organoleptik stirred yoghurt, campuran yoghurt L. rhamnosus R23
dan yoghurt P. pentosaceus A38 dengan perbandingan 2:1, 1:2, dan 1:1 Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa dari segi rasa, stirred yoghurt dari yang
paling disukai adalah yoghurt campuran dengan perbandingan 2:1, kemudian 1:2, dan 1:1 dengan nilai rata-rata 4,2-4,6 netralbiasa mendekati agak suka. Berdasarkan analisis sidik
ragam dan dilanjutkan uji Duncan Lampiran 13a, penilaian rasa stirred yoghurt campuran dengan perbandingan yoghurt 2:1 tidak berbeda dengan perbandingan 1:2 namun berbeda
signifikan jika dibandingkan dengan perbandingan 1:1. Dari hasil ini, diperoleh bahwa yoghurt campuran yang dibuat dengan mencampurkan yoghurt L. rhamnosus R23 dengan
porsi yang lebih banyak, lebih disukai rasanya oleh panelis. Untuk tekstur stirred yoghurt, pada Gambar 10 diperlihatkan bahwa yoghurt
campuran dengan perbandingan 1:2 paling disukai oleh panelis. Berbeda dengan atribut sensori yang diujikan lainnya, pada penilaian tekstur ini, penambahan yoghurt P.
pentosaceus A38 dengan porsi lebih banyak ternyata menghasilkan tekstur yang lebih disukai oleh panelis. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh produksi EPS
eksopolisakarida oleh P. pentosaceus. EPS eksopolisakarida merupakan polisakarida yang dihasilkan oleh bakteri untuk bertahan hidup menempel pada permukaan dan
mencegah dari kekeringan. Pada penerapannya, polisakarida ini kerap diisolasi untuk dijadikan sebagai viskosifier, stabilizer, emulsifier ataupun sebagai gelling agent untuk
memodifikasi sifat rheologi dan tektur dari produk pangan. Penelitian Semjonovs dan Zikmanis 2007 memaparkan kemampuan P. pentosaceus dalam memproduksi EPS yang
cukup baik. Menurut Tamime dan Robinson 1999, bakteri starter yoghurt dengan kemampuan memproduksi EPS tinggi cenderung kurang dalam memberikan citarasa
namun, memberi tekstur yoghurt yang lembut. Berdasarkan analisis sidik ragam dan dilanjutkan uji Duncan Lampiran 13b tingkat
kesukaan panelis terhadap stirred yoghurt campuran dengan perbandingan 1:2 tidak berbeda signifikan dengan yoghurt perbandingan 1:1. Hasil sebelumnya menunjukkan
bahwa dalam pembuatan set yoghurt dengan menggunakan kultur tunggal P. pentosaceus A38, diperoleh tekstur yang kurang padat dan menampakkan jumlah whey yang paling
banyak sehingga kurang disukai. Namun, dari hasil ini dapat diketahui bahwa perbedaan cara pembuatan yoghurt memberi pengaruh terhadap penilaian panelis. Pada stirred
yoghurt, setelah proses fermentasi dilakukan, terdapat tahap homogenisasi yang dapat memberikan penampilan tekstur yang lebih baik, karena tidak terdapat whey yang terpisah.
4,65
b
4,52
a
4,87
a
4,75
a
4,42
a,b
4,78
b
4,74
a
4,54
a
4,23
a
4,71
a,b
4,74
a
4,45
a
2 3
4 5
6
Rasa Tekstur konsistensi
Aroma Overall
S k
o r
k esu
k aa
n
Atribut sensori 2:1
1:2 1:1
31 Selain rasa dan tekstur, penilaian aroma stirred yoghurt menunjukkan bahwa
yoghurt campuran dengan perbandingan yoghurt L. rhamnosus R23 dan yoghurt P. pentosaceus A38 sebanyak 2:1 paling disukai dari segi aroma oleh panelis dengan skor 4,87
netralbiasa mendekati agak suka. Walaupun berdasarkan analisis sidik ragam dilanjutkan dengan uji Duncan Lampiran 13c, hasil ini tidak berbeda nyata dengan yoghurt dengan
perbandingan campuran yoghurt 2:1, 1:2, dan 1:1 Hasil ini juga tidak jauh berbeda dengan penilaian overall keseluruhan dimana yoghurt campuran yang dibuat dengan
perbandingan yoghurt 2:1 merupakan yoghurt yang paling disukai. Analisis sidik ragam dan dilanjutkan uji Duncan Lampiran 13d memperlihatkan bahwa hasil ini tidak berbeda
signifikan dengan penilaian overall terhadap yoghurt campuran dengan perbandingan yoghurt 1:2 dan 1:1.
Secara keseluruhan, dari hasil yang diperoleh baik set maupun stirred yoghurt, diketahui bahwa untuk pembuatan dengan metode fermentasi set yoghurt, perbandingan kultur
1:1 dan 1:2 terlihat memberikan karakteristik yoghurt yang cukup baik dengan tingkat keasaman dan tekstur curd yang telah memenuhi standar yoghurt. Namun, dari perhitungan
total BAL dan total Pedioccus diketahui bahwa metode set yoghurt dengan pencampuran kultur dilakukan pada tahap awal sebelum fermentasi, dapat menurunkan jumlah P.
pentosaceus A38. Selain itu, penilaian organoleptik terhadap atribut sensori rasa, aroma, tekstur, maupun
overall keseluruhan terhadap yoghurt set dan stirred yoghurt memperlihatkan bahwa stirred yoghurt memperoleh skor kesukaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan set yoghurt
sehingga pembuatan yoghurt dengan metode stirred yoghurt lebih baik untuk diterapkan. Stirred yoghurt yang dibuat dengan mencampurkan yoghurt L. rhamnosus R23 dan yoghurt P.
pentosaceus A38 perbandingan 2:1 diketahui mendapatkan skor kesukaan paling tinggi dari panelis. Walaupun demikian, stirred yoghurt campuran dengan perbandingan 2:1 tidak berbeda
signifikan dengan yoghurt campuran perbandingan 1:2 sehingga perbandingan kultur yang terpilih adalah 1:2. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan jumlah P. pentosaceus A38
yang harus tetap dapat dipertahankan banyak untuk dapat optimal memenuhi sifat fungsionalitasnya sebagai probiotik.
B. FORMULASI STIRRED YOGHURT