9 stabilizer, emulsifier ataupun sebagai gelling agent untuk memodifikasi sifat rheologi dan
tektur dari produk pangan. Kultur yang digunakan pada penelitian ini adalah P. pentosaceus A38. P. pentosaceus A38 merupakan isolat BAL asal ASI yang diketahui
berpotensi menurunkan kolesterol secara in vitro melalui mekanisme asimilasi dan
dekonyugasi garam empedu Nuraida et al. 2011a.
D. PREBIOTIK
Prebiotik menurut ISAPP International Scientific Association for Probiotics and Prebiotics didefinisikan sebagai bahan pangan yang dapat difermentasi dan menghasilkan beberapa
perubahan pada komposisi atau aktivitas mikrobiota usus yang memberikan keuntungan bagi kesehatan inang manusia. Terdapat beberapa kriteria prebiotik yang baik diantaranya: a resisten
terhadap degradasi oleh asam lambung, enzim mamalia atau hidrolisis, b dapat difermentasi secara selektif oleh mikroba baik usus dan c memberikan efek selektif simultatif terhadap
pertumbuhan atau aktivitas dari mikroba yang menguntungkan di dalam usus. Kriteria lain yang harus ada adalah aman, memberikan efek sensori yang baik dan disukai, stabil panas dan tahan
kering serta dapat disimpan pada suhu ruang selama berbulan-bulan Kolida et al. 2002. FOS fruktooligosakarida dan GOS galaktooligosacarida merupakan prebiotik yang
banyak dikenal luas oleh masyarakat. Selain FOS dan GOS, terdapat pula jenis prebiotik lainnya seperti inulin, TOS transGOS, polydextrose, oligosakarida kedelai, isomalto-oligosakarida,
gluko-oligosakarida, xylo-oligosakarida dan jenis prebiotik lainnya. Pada penelitian ini, prebiotik yang akan digunakan adalah inulin.
Inulin merupakan prebiotik yang secara alami dapat diperoleh dari berbagai sumber, seperti pisang, umbi dahlia, bawang, oat dan kedelai. Beberapa hasil studi menyatakan bahwa inulin dapat
menstimulasi pertumbuhan bakteri baik di dalam usus, utamanya bifidobakteria. Penelitian yang dilakukan oleh Gibson et al. 1995 menyatakan bahwa konsumsi inulin 15 ghr dapat
meningkatkan jumlah bifidobakteria pada 8 orang sehat secara signifikan. Penelitian lain oleh Klessen et al. 1997 menyatakan bahwa jumlah bifidobakteria meningkat seiring dengan
penurunan jumlah Enterococcus dan Enterobacter pada konsumsi inulin pada dosis 20-40 ghr pada 35 pasien kontipasi yang telah berusia lanjut. Walupun demikian, Kolida et al. 2007
menyatakan bahwa konsumsi 5-8 ghr inulin sudah cukup memberi efek positif terhadap bakteri usus. Oleh karena itu, pada penelitian ini jumlah inulin yang ditambahkan adalah 5. Jika
diasumsikan konsumsi yoghurt 100 grhr, maka inulin sebanyak 5 sudah cukup untuk berperan sebagai prebiotik. Konsumsi prebiotik yang terlalu banyak melebihi 20 ghr dapat memberi efek
samping seperti produksi gas, diare dan dapat menyebabkan transit makanan melalui usus kecil terlalu cepat sehingga penyerapan komponen makanan lain menjadi berkurang. Sedangkan
prebiotik yang terlalu sedikit, tidak memberikan fungsi optimal untuk mendukung pertumbuhan bakteri probiotik.
E. PENGARUH PENYIMPANAN TERHADAP VIABILITAS PROBIOTIK
Salah satu syarat agar dapat probiotik berfungsi optimal bagi kesehatan adalah probiotik tersebut harus hidup dan tersedia dalam jumlah yang cukup di dalam tubuh, sekitar 10
6
-10
8
cfug FAOWHO 2002. Hal ini menegaskan bahwa hanya probiotik yang hidup dan memenuhi kriteria
10 jumlah tertentulah yang dapat memberi efek kesehatan yang optimum sehingga sangat penting
untuk menjaga viabilitas probiotik sampai produk dikonsumsi. Beberapa studi menunjukkan bahwa viabilitas probiotik menurun selama penyimpanan yoghurt. Probiotik seperti Lactobacillus
acidophilus dan Bifidobacterium bifidum diketahui tidak stabil pada yoghurt dan mengalami penurunan jumlah selama disimpan pada suhu dingin Shah et al. 1994. Lactobacillus acidophilus
dan B. bifidum yang ditambahkan ke dalam yoghurt Argentina pada awalnya terdapat sekitar 10
6
- 10
7
cfuml namun setelah disimpan pada suhu dingin dan diuji viabilitasnya setiap minggu selama 4 minggu, jumlahnya terus menurun dan hanya terdapat kurang dari 10
4
cfuml pada akhir minggu keempat Venderola et al. 1999.
Penelitian dalam mengkaji viabilitas probiotik selama penyimpanan dingin juga telah dilakukan pada empat merek yoghurt komersial dari supermarket di Australia. Yoghurt yang
berumur satu hari setelah diproduksi dianalisis selama penyimpanan dingin. Hasil analisis menunjukkan probiotik L. acidophilus ditemukan hidup dalam jumlah yang bervariasi. Pada salah
satu merek yoghurt masih ditemukan 10
7
cfug namun pada tiga merek lainnya hanya berkisar 10
6
-10
5
cfug, bahkan salah satu merek hanya berjumlah 10
3
cfug pada yoghurt selama penyimpanan. Viabilitas Bifidobacteria juga diketahui menurun selama penyimpanaan dingin
dimana tiga dari empat merek yoghurt yang diuji menunjukkan jumlah Bifidobacteria tersisa 1,5x10
5
sampai 10
3
cfug selama dua minggu penyimpanan dingin Micanel et al. 1997. Mortazavian et al. 2006 meneliti tentang pengaruh kombinasi suhu terhadap viabilitas probiotik
L. acidophilus dan B. bifidum pada yoghurt dan diperoleh hasil bahwa L. acidophilus mempunyai viabilitas lebih baik pada 2
o
C sedangkan B. bifidum lebih baik pada suhu 8
o
C walaupun secara umum jumlah keduanya diketahui mengalami penurunan viabilitas 80 setelah disimpan lebih
dari 15 hari. Jumlah bakteri probiotik yang terdapat pada produk berkurang disebabkan oleh beberapa
faktor seperti tingkat keasaman produk, asam yang diproduksi selama penyimpanan suhu dingin, level oksigen dalam produk masuknya oksigen melalui bahan pengemas, sensitivitas terhadap zat
antimikroba yang dihasilkan oleh bakteri starter, karakteristik lisogenik bakteri, dan kemungkinan mikroorganisme kekurangan nutrisi di dalam produk Tamime et al. 2005. Viabilitas probiotik
pada produk susu seperti yoghurt juga sangat dipengaruhi oleh strain kultur probiotik yang digunakan dan tipe yoghurt yang dibuat Birollo et al. 2000. Strain kultur yang digunakan
menentukan ketahanan bakteri pada kondisi di dalam produk yoghurt sehingga berhubungan erat dengan viabilitasnya. Adapun tipe atau karakteristik yoghurt mempengaruhi kondisi hidup bakteri
probiotik. Contohnya adalah kandungan lemak dan gula yang tinggi pada yoghurt diketahui dapat menjadi faktor yang menghambat pertumbuhan bakteri probiotik Shah et al. 1994.
Berkurangnya viabilitas bakteri probiotik pada yoghurt harusnya dapat diminimalisir sehingga jumlah bakteri yang masuk ke dalam tubuh tetap cukup untuk memberi manfaat yang
optimal. Penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan viabilitas probiotik telah banyak dilakukan, diantaranya dengan menambahkan prebiotik seperti inulin atau pati jagung Donkor et al. 2006,
mikroenkapsulasi Rokka S dan Rantamaki 2010, penambahan vitamin C sebagai agen penangkap oksigen Dave dan Shah 1997a, serta penambahan sistein sebagai sumber nitrogen untuk
pertumbuhan Dave dan Shah 1997b.
III. METODE PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini meliputi susu skim Sunlac
TM
, gula pasir Gulaku
TM
, AMDK Air Minum Dalam Kemasan Aqua
TM
, inulin, agar Swallow Globe
TM
, dan glukosa Brataco Chemica
TM
. Bakteri asam laktat BAL yang digunakan adalah BAL isolat asal Air Susu Ibu ASI yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi SEAFAST Center IPB,
meliputi Lactobacillus rhamnosus R23 dan Pediococcus pentosaceus A38. Adapun bahan yang digunakan untuk analisis terdiri dari media MRS deMan Rogosa and Sharp broth, MRS agar,
antibiotik nystatin dan ampicillin, NaCl, PDA Potato Dextrose Agar, NaOH, KHP, indikator phenolftalein, dan bahan untuk pewarnaan Gram.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi autoklaf, oven, pH meter, tabung reaksi, cawan petri, Erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur, buret, mikropipet 100-1000 µl, plastik
HDPE tahan panas, botol kaca bertutup, vorteks, dan alat gelas lainnya.
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah tahap penentuan metode fermentasi. Tahap kedua adalah formulasi dengan menambahkan penstabil dan pemanis.
Tahap ketiga adalah tahap analisis viabilitas probiotik pada yoghurt selama penyimpanan dingin. Kerangka penelitian disajikan pada Gambar 2. dibawah ini.