Gambar 11 Tanaman karet pada plot contoh yang telah mengalami penjarangan.
Gambar 12 Tanaman karet pada plot contoh yang belum mengalami penjarangan. Dengan model pendugaan biomasa lapang diketahui bahwa biomasa
kelapa sawit memiliki nilai yang lebih besar dibanding dengan biomasa karet. Secara umum tanaman karet memiliki diameter dan tinggi yang cenderung lebih
kecil jika dibandingkan dengan kelapa sawit. Biomasa kelapa sawit pada penelitian ini mengikut sertakan pelapah dari kelapa sawit.
4.2 Model-model Penduga Biomasa
Dalam pembuatan model penduga biomasa menggunakan citra PALSAR diketahui bahwa ada korelasi yang erat antar polarisasi HH dan HV. Hasil
perhitungan koefisien korelasi antara HH dan HV disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Hasil perhitungan matriks korelasi antar peubah pada citra PALSAR HH
HV HHHV HH-HVHH+HV
HH 1 0.58393
-0.75890 -0.75647
HV 0.58393 1
0.08198 0.08566
HHHV -0.75890 0.08198
1 0.99931
HH-HVHH+HV -0.75647 0.08566
0.99931 1
Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat bahwa backscatter HH memiliki nilai korelasi yang positif terhadap HV, hal ini menunjukkan bahwa apabila terjadi
peningkatan terhadap backscatter HH, maka akan terjadi peningkatan juga pada backscatter HV. Sebaliknya pada hubungan antara backscatter HH terhadap
HHHV dan HH-HVHH+HV menunjukkan nilai yang negatif. Apabila terjadi perubahan pada backscatter HH, maka akan terjadi perubahan yang berlawanan
pada HHHV dan HH-HVHH+HV. Hubungan antara HH dan HV menunjukkan nilai koefisien korelasi yang relatif rendah, yaitu 0.584. Hal ini menunjukkan
tidak terjadi multikolinearitas dalam hubungan antara HH dan HV pada persamaan regresi berganda.
a. Model Penduga Biomasa Karet
a b
Gambar 13 Grafik hubungan antara a biomasa karet terhadap backscatter HV dan b biomasa karet terhadap backscatter HH citra PALSAR,
ukuran sampel 1x1 pixel. Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 13a dan 13b, pola hubungan
antara backscatter HH dan HV terhadap biomasa karet adalah berbentuk eksponensial. Terjadi saturasi volume biomasa pada nilai backscatter HV -10.
Demikian pula pada polarisasi HH, terjadi saturasi volume biomasa pada nilai -5. y = 193.1e
0.277x
R² = 0.7174 5
10 15
20
-25 -20
-15 -10
-5
Biomasa tonha Backscatter HV
y = 74.79e
0.388x
R² = 0.573 5
10 15
20
-20 -15
-10 -5
5
Biomasa tonha Backscatter HH
Pada Gambar 13a dapat dilihat bahwa hubungan antara biomasa karet dan backscatter HV cukup tinggi dengan nilai R
2
sebesar 71.74. Demikian pula hubungan antara biomasa karet dan backscatter HH memiliki nilai R
2
yang relatif tinggi, yaitu 57.3 Gambar 13b. Dari kajian ini diketahui bahwa pada ukuran
sampel 1x1 pixel, variasi backscatter HV mampu menjelaskan variasi biomasa yang relatif lebih baik dibandingkan dengan backscatter HH.
a b
Gambar 14 Grafik hubungan antara a biomasa karet terhadap backscatter HV dan b biomasa karet terhadap backscatter HH citra PALSAR,
ukuran sampel 2x2 pixel. Dengan ukuran sampel 2x2 pixel, pola hubungan antara biomasa terhadap
backscatter baik HH maupun HV relatif sama dengan ukuran sampel 1x1 pixel. Pada Gambar 14a dan 14b, hubungan antara biomasa karet terhadap backscatter
HV dan backscatter HH memiliki nilai R
2
yang relatif tinggi, yaitu secara berturut-turut 71.16 dan 57.5.
Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 15a, bahwa pada ukuran sampel 3x3 pixel, hubungan antara biomasa karet dan backscatter HV relatif tinggi
dengan nilai R
2
sebesar 71.15. Demikian pula ditunjukkan pada Gambar 15b, hubungan antara biomasa karet terhadap backscatter HH memiliki nilai R
2
yang cukup tinggi yaitu 58.5.
Dari temuan sebagaimana diperoleh sebelumnya, ukuran sampel 1x1 pixel memberikan hasil korelasi yang lebih baik dibandingkan dengan ukuran sampel
2x2 dan 3x3 pixel. Pola hubungan antara backscatter HV terhadap biomasa adalah eksponensial.
y = 211.5e
0.283x
R² = 0.7116
5 10
15 20
-30 -20
-10
Biomasa tonha Backscatter HV
y = 89.68e
0.414x
R² = 0.575 5
10 15
20
-20 -15
-10 -5
5
Biomasa tonha Backscatter HH
a b
Gambar 15 Grafik hubungan antara a biomasa karet terhadap backscatter HV dan b biomasa karet terhadap backscatter HH citra PALSAR,
ukuran sampel 3x3 pixel. Berdasarkan Gambar 16, dapat dilihat pola hubungan antara peubah-
peubah citra Landsat terhadap biomasa karet. Pendugaan biomasa terbaik R
2
= 59.2 dihasilkan menggunakan peubah MIRNIR Gambar 16e. Hal ini
menunjukkan bahwa nilai MIRNIR mampu menjelaskan biomasa dengan pola hubungan berbentuk polinomial, dengan nilai R
2
yang sedikit lebih kecil dibanding menggunakan citra PALSAR.
y = 222.0e
0.288x
R² = 0.7115 5
10 15
20
-30 -20
-10
Biomasa tonha Backscatter HV
y = 90.46e
0.417x
R² = 0.585 5
10 15
20
-20 -15
-10 -5
5
Biomasa tonha Backscatter HH
a b
c d
e Gambar 16 Grafik hubungan antara biomasa karet terhadap nilai a MIR, b
NIR, c RED, d NDVI, dan e MIRNIR pada citra Landsat.
b. Model Penduga Biomasa Kelapa Sawit