Pengertian Anak Landasan Teori

xxxviii kemampuan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan, dan diskriminasi dalam berbagai bidang. Kegiatan ini menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial yaitu kaum perempuan dan anak-anak yang berdaya, dalam artian kaum perempuan dan anak-anak yang mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mempunyai mata pencaharian, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.

IV. Pengertian Anak

Anak adalah tunas, potensi, dan generasi penerus cita-cita bangsa. Mereka memiliki peran strategis dalam menjamin eksistensi bangsa dan negara pada masa yang akan datang. Agar anak kelak mampu memikul tanggungjawab tersebut, maka mereka perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, sosial, maupun spiritual. Mereka perlu mendapatkan hak-haknya, perlu dilindungi, dan disejahterakan. Karenanya, segala bentuk tindakan kekerasan terhadap anak perlu dicegah dan diatasi. Menurut The Minimum Age Convention nomor 138 1973, pengertian anak adalah seseorang yang berusia 15 tahun ke bawah. Sebaliknya, dalam Convention on the Rights of the Child 1989 yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia melalui Keppres nomor 39 tahun 1990 disebutkan bahwa anak adalah mereka yang berusia 18 tahun ke bawah. Sementara itu, UNICEF mendefinisikan anak sebagai penduduk yang berusia antara 0 sampai dengan 18 tahun. Undang- Undang RI nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, menyebutkan bahwa xxxix anak adalah mereka yang belum berusia 21 tahun dan belum menikah. Sedangkan Undang-Undang Perkawinan menetapkan batas usia 16 tahun. Pasal 1 Konvensi PBB tentang Hak-hak Anak menyatakan bahwa anak adalah setiap orang yang berusia dibawah 18 tahun, kecuali berdasarkan undang- undang nasional yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal. Walaupun usia 18 tahun telah digunakan oleh komunitas LSM hak- hak anak internasional untuk menentukan masa kanak-kanak, tetapi masih banyak negara yang mengganggap bahwa anak-anak sudah dianggap dewasa sebelum mereka mencapai usia 18 tahun atau ketika upaya-upaya perlindungan tidak berlaku sampai usia 18 tahun. Usia tanggung jawab seksual age of consent memang berbeda-beda antara satu negara dengan negara yang lain bahkan dalam sebuah negara. Disamping itu, jika perundang-undangan tidak menjamin hak-hak yang sama antara laki-laki dan perempuan maka usia tanggung jawab seksual juga berbeda berdasarkan jender. Laki-laki biasanya lebih tinggi daripada perempuan. Sebaliknya, banyak perundang-undangan di berbagai negara yang dimaksudkan untuk melindungi anak-anak dari eksploitasi seksual hanya menangani isu yang terkait dengan eksploitasi terhadap anak perempuan dan cenderung mengabaikan eksploitasi seksual terhadap anak laki-laki. Jika usia yang dipergunakan untuk mendefinisikan anak bukan usia 18 tahun maka perlindungan terhadap anak dari eksploitasi seksual dan bentuk- bentuk kekerasan lain akan menjadi lebih sulit untuk dilakukan. Hal ini terjadi ketika anak-anak melintasi perbatasan internasional dimana mereka mungkin xl tidak memperoleh batasan-batasan usia perlindungan yang sama antara satu negara dengan negara yang lain. Menentukan usia yang baku untuk mendefinisikan masa kanak-kanak berpengaruh terhadap bagaimana anak-anak yang menjadi korban diperlakukan oleh hukum. Anak-anak tidak mungkin memberikan izin untuk dieksploitasi dan didera. Oleh karena itu, di depan hukum mereka harus dianggap sebagai korban bukan sebagai kriminal. Dengan demikian, membakukan usia 18 tahun sebagai usia tanggung jawab seksual secara internasional akan memberi perlindungan yang lebih besar terhadap anak sekaligus menyadari bahayanya mengkriminalisasi anak-anak. Definisi legal tentang anak juga akan berpengaruh terhadap bagaimana pengadilan memperlakukan para pelaku tindak kejahatan. Dalam berbagai kejadian, penerimaan sosial dapat mempengaruhi sikap dan pendekatan dari penegakan hukum dan para petugas pengadilan yang berakibat bahwa kekerasan dapat dianggap sebagai masalah yang kurang serius dan oleh karena itu hanya sedikit tindakan yang dilakukan. Menurut Konvensi Hak Anak yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1989 Seto, www.anakku.com, dimana Indonesia juga telah meratifikasinya melalui Keppres No. 39 Tahun 1990, setiap anak tanpa memandang ras, suku bangsa, jenis kelamin, asal usul keturunan, agama, maupun bahasa mempunyai hak yang meliputi 4 hak, yaitu : xli 1 Hak Untuk Hidup Anak-anak harus mempunyai akses pada pelayanan kesehatan dan dapat menikmati standar hidup yang layak, termasuk cukup makanan, air bersih, dan tempat tinggal yang aman. Anak-anak juga mempunyai hak untuk memperoleh nama dan kewarganegaraan. 2 Hak Untuk Tumbuh dan Berkembang Anak-anak berhak mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Mereka berhak memperoleh pendidikan formal dan non formal yang memadai. Anak-anak juga diberi kesempatan untuk bermain, berkreasi, dan beristirahat. 3 Hak Untuk Memperoleh Perlindungan Anak-anak harus dilindungi dari eksploitasi ekonomi dan seksual, kekerasan fisik atau mental, penangkapan atau penahanan yang sewenang-wenang, dan segala bentuk diskriminasi. Anak-anak yang tidak mempunyai orangtua dan anak-anak pengungsi juga berhak mendapat perlindungan. 4 Hak Untuk Berpartisipasi Anak-anak harus diberi kesempatan untuk menyuarakan pandangan dan ide-idenya terutama tentang berbagai persoalan yang berkaitan dengan anak. xlii

V. Eksploitasi Seksual Komersial Anak ESKA 1. Konsep ESKA