34 memanfaatkan lahan garapan disebut percil. Sedangkan peserta program PKBL
mengetahui PKBL sebagai dana pinjaman untuk membantu usaha kecil dan ada pula yang mengetahui program CSR. Hal ini didukung dengan tingkat pendidikan
peserta program PKBL yang lebih baik dibandingkan dengan peserta Program PHBM.
Berdasarkan unit kelola program CSR, terutam program PHBM yang unit kelola adalah lahan usaha pertanian dengan luas rata-rata 0,34 ha. Dimana luas
lahan garapan berdasarkan ketetapan yang dapat digarap oleh peserta tumpangsari, GP3K, dan PLDT yaitu seluas 0,25 ha orang. Sedangkan pada
peserta program PKBL unit kelola berupa dana pinjaman dengan rata-rata Rp. 5.166.666,00 yang disesuiakan dengan usaha yang dikembangkan dan prospek
usaha. Program PHBM dan PKBL telah dapat menghasilkan nilai ekonomi berupa pendapatan bagi peserta, akan tetapi ada pula peserta program CSR yang tidak
melanjutkan program karena merasa tidak meningkatkan pendapatannya.
5.2 Kontribusi Program CSR Terhadapa Tingkat Kemiskinan Peserta
5.2.1 Kontribusi Program CSR Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Peserta
Pendapatan dari program CSR memberikan kontribusi yang berbeda-beda terhadap pendapatan rumah tangga responden. Jika pendapatan dari program CSR
memberikan kontribusi yang besar terhadap pendapatan rumah tangga peserta, maka program CSR merupakan sumber utama dalam pemenuhan kebutuhan
rumah tangga. Selain itu, kontribusi hasil program CSR juga dipengaruhi oleh pendapatan non program CSR. Semakin besar pendapatan non program CSR,
maka kontribusi dari program CSR semakin kecil. Sehingga kontribusi total program CSR terhadap pendapatan rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Kontribusi total program CSR terhadap pendapatan rumah tangga.
Pendapatan Kontribusi
Total Rp tahun Persentase
Program CSR 297.885.000
51,10 Non program CSR
285.076.000 48,90 Total
582.961.000 100,00
Pendapatan total dari program CSR yaitu sebesar Rp.297.885.000,00 Tahun. Sedangkan pendapatan non program CSR yaitu sebesar
35 Rp.285.076.000,00 Tahun. Maka dapat diketahui bahwa kontribusi pendapatan
dari program CSR dan pendapatan non program CSR terhadap pendapatan rumah tangga memiliki pendapatan yang cukup sama. Sehingga kontribusi total program
CSR terhadap pendapatan rumah tangga peserta yaitu sebesar 51,10 termasuk kontribusi yang cukup meningkatkan pendapatan rumah tangga.
Berdasarkan kontribusi per individu program CSR terhadap pendapatan rumah tangga dapat diketahui, bahwa peserta yang memiliki kontribusi cukup
tinggi jika 50 yaitu sebanyak 38 responden dengan rata-rata kontribusi 79,76. Sedangkan kontribusi program CSR yang rendah 50 yaitu sebanyak
22 responden dengan rata-rata 22,81. Semakin rendah kontribusi program CSR maka akan semakin kecil pendapatan dari program CSR dalam pemenuhan
kebutuhan rumah tangga. Sehingga partisipasi peserta program CSR akan semakin menurun.
5.2.2 Tingkat Kemiskinan Peserta Program CSR
Tingkat kemiskinan peserta Program CSR diukur melalui tiga pendekatan, yakni pendekatan garis kemiskinan menurut Sajogyo, BPS, dan Bank Dunia.
Sajogyo menggunakan indikator pengeluaran per kapita per tahun yang setara dengan konsumsi beras. BPS dengan garis kemiskinan Rp 212.000,00 per bulan
berarti Rp 7.000,00 per hari disetarakan US 1,5. Hal itu berdasarkan hitungan bahwa Rp 7.000,00 sudah ada nilai kalori sebesar 2.100. Sedangkan garis
kemiskinan Bank Dunia adalah pendapatan per kapita sebesar US 2 per hari. Ukuran kemiskinan menurut Bank Dunia bertujuan untuk menilai tingkat
kemiskinan secara global. Tingkat kemiskinan peserta program CSR di KPH Balapulang dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Tingkat kemiskinan peserta program CSR di KPH Balapulang
Kriteria Tingkat kemiskinan
Di atas garis kemiskinan
Garis kemiskinan ∑Responden
∑Responden Miskin Miskin
sekali Paling
miskin Miskin Miskin
sekali Paling
miskin Sajagyo
19 31,67 6
10 25
10 16,67
41,67 BPS 2011
10 16,67 50
83,33 BanK Dunia
5 8,33
55 91,67
36 Pada Tabel 11 tingkat kemiskinan peserta program CSR di KPH Balapulang
berdasarkan pendekatan kriteria Sajogyo bahwa responden yang tidak miskin di atas garis kemiskinan sebesar 32 19 responden, miskin sebesar 10 6
responden, miskin sekali sebesar 16 10 responden, dan sangat miskin sebesar 42 25 responden. Menurut kriteria kemiskinan BPS diketahui sebsesar 83
50 responden berada di bawah garis kemiskinan dan sebesar 17 10 responden berada di atas garis kemiskinan. Pada kriteria kemiskinan Bank Dunia
diketahui sebesar 92 55 responden berada di bawah garis kemiskinan dan sebesar 8 5 responden berada di atas garis kemiskinan.
Dilihat dari tiga pendekatan tersebut, setelah dengan adanya program CSR menurut Perum Perhutani telah membuat keadaan masyarakat cukup baik. Jika
tidak ada program CSR, maka akan semakin banyak lagi masyarakat miskin. Sehingga berdasarkan tiga pendekatan diatas, peserta program CSR masih ada
yang belum sejahtera. Oleh karena itu, perlu upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat desa hutan melalui inovasi-inovasi program CSR yang sesui dengan
kebutuhan masyarakat.
5.3 Faktor-Faktor Keberhasilan Program CSR di KPH Balapulang