22
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Perkembangan Program CSR di KPH Balapulang
5.1.1 Jenis dan Kegiatan Program CSR
Program CSR di Perum Perhutani yaitu Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat PHBM dan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan
PKBL. Program PHBM merupakan kelola sosial dalam pemberdayaan masyarakat. Sedangkan PKBL merupakan kegiatan kelola sosial dalam upaya
membantu pemerintah dalam kegiatan pengembangan usaha kecil dan koperasi. Program PKBL di KPH Balapulang hanya terdapat Program Kemitraan
yang merupakan dana pinjaman kepada usaha kecil dengan pengembalian bunga pinjaman yang relatif kecil dan tetap yaitu sebesar 0,5 per bulan atau 6 per
tahun. Sedangkan Program Bina Lingkungan belum dijalankan di KPH Balapulang. Dimana Program Bina Lingkungan merupakan dana bantuan yaitu
kepada korban bencana alam, pendidikan dan atau pelatihan, peningkatan kesehatan, pengembangan prasarana dan sarana umum, serta sarana ibadah dan
bantuan pelestarian alam. Menurut Rahman 2009 bahwa fokus program CSR di negara berkembang yaitu perusahaan dapat memberdayakan masyarakat untuk
mandiri dan meningkatkan taraf hidup. Sedangkan kesamaan program CSR dari negara berkembang dan negara maju merupakan kedermawanan sosial.
Menurut Andari 2009 istilah kedermawanan dibatasi sebagai perpindahan sumberdaya secara sukarela untuk tujuan sedekah, sosial, dan kemasyarakatan,
terdiri atas dua bentuk utama yaitu hibah sosial dan pembangunan. Hibah sosial adalah bantuan kepada suatu organisasi nirlaba untuk kegiatan-kegiatan sosial,
pendidikan, sedekah, atau kegiatan lain yang melayani kemaslahatan masyarakat dengan hak pengelolaan hibah sepenuhnya pada penerima. Sedangkan hibah
pembangunan adalah bantuan selektif kepada suatu organisasi nirlaba yang menjalankan suatu kegiatan atau agenda yang sejalan dengan organisasi pemberi.
Hibah sosial berangkat dari paradigma kedermawanan sosial sedekah. Sedangkan hibah pembangunan berangkat dari paradigma pengembangan masyarakat
23 Commonity Development. Berdasarkan hal ini PKBL masih termasuk dalam
program CSR, meskipun belum berjalan optimal di KPH Balapulang. Program PHBM di KPH Balapulang terdiri dari kegiatan sebagai berikut:
1. Tumpangsari
Tumpangsari merupakan pemanfaatan lahan dalam kawasan hutan oleh masyarakat sekitar hutan, terutama pada pola tanaman dengan sistem
tumpangsari. Pemanfaatan lahan ini, masyarakat dapat menanam berbagai jenis tanaman seperti padi dan palawija. Masyarakat dapat menanam tanaman selama 2-
3 tahun sesuai dengan kontrak kerja. Sistem tumpangsari merupakan sistem pengelolaan lahan setelah pasca tebang, untuk melihat lebih jelas sistem
tumpangsari dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Sistem Tumpangsari Tumpangsari merupakan komponen biaya produksi untuk penanaman yang
digantikan dengan tenaga manusia masyarakat untuk meminimalkan biaya. Jika dibandingkan dengan sistem borongan yang akan mengeluarkan upah dalam
pengelolaan lahan. Sehingga kegiatan tumpangsari belum sesuai dimasukan dalam progrma CSR. Dimana dapat dilihat bahwa masih bersifat single bottom line,
yaitu aspek ekonomi yang direfleksikan dalam kondisi finansial. Sedangkan menurut Wibisono 2007 program CSR harus mencakup triple bottem line, yaitu
selain mengejar profit, perusahaan juga mesti memperhatikan dan terlibat pada
24 pemenuhan kesejahteraan masyarakat people dan turut berkontribusi aktif dalam
menjaga kelestarian lingkungan planet. 2.
Pemanfaatan Lahan Dibawah Tegakan PLDT Pemanfaatan lahan dibawah tegakan pada KU IV UP yang dapat ditanam
dengan tanaman pertanian dan tanaman kehutanan. PLDT merupakan agroforestry Perum Perhutani yang pendapatannya berupa bagi hasil dengan pesanggem yang
memanfaatkan lahan dibawah tegakan dengan jenis tanaman porang, jahe, dan kopi. Pemanfaatan lahan di bawah tegakan dilakukan sepanjang daur sesuai
dengan kontrak kerja yang disepakati, untuk melihat lebih jelas kegiatan PLDT dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Pemanfaatan Lahan Dibawah Tegakan PLDT Kegiatan PLDT sebagai salah satu tambahan pendapatan bagi KPH
Balapulang selain pendapatan hasil kayu. Sehingga PLDT belum sesuai dimasukan dalam program CSR. Selain itu juga PLDT belum berjalan optimal di
KPH Balapulang karena pernah mengalami kegagalan pada tahun 2009 yang disebabkan gangguan hutan dan jenis tanaman yang tidak sesuai dengan keinginan
masyarakat. 3.
Sharing produksi Sharing produksi di KPH Balapulang merupakan berbagi hasil hutan kayu.
Hasil hutan kayu adalah hasil hutan berupa semua jenis kayu tebangan dari kawasan hutan produksi yang dikelola melalui proses PHBM. Berbagi hasil hutan
25 kayu bertujuan meningkatkan peran dan tanggung jawab perusahaan, masyarakat
desa hutan, dan pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan sumberdaya hutan dalam rangka keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan. Serta
meningkatkan pendapatan perusahaan dan masyarakat desa hutan secara simultan dan berkelanjutan Perum Perhutani 2011b. Sharing produksi bertujuan untuk
mencegah penebangan liar dan perambahan hutan yang terjadi di wilayah Perum Perhutani. Dimana besarnya dana bagi hasil Sharing produksi sebesar 25
dipengaruhi oleh faktor koreksi keamanan pangkuan, petak tebang, keberhasilan tanamanan, dan hasil monitoring dan evaluasi PHBM. Sehingga Sharing
produksi bertujuan untuk meminimalkan gangguan hutan untuk meningkatkan pendapatan perusahaan. Sehingga Sharing produksi belum sesuai dimasukan
dalam program CSR. 4.
Gerakan Peningkatan Produksi Pangan berbasis Koperasi GP3K Gerakan Peningkatan Produksi Pangan berbasis Koperasi GP3K adalah
bentuk dukungan sinergi Badan Usaha Milik Negara BUMN untuk meningkatkan Ketahanan Pangan Nasional melalui peningkatan produksi padi,
jagung dan kedelai. Pendanaan bantuan kredit modal bagi petani program GP3K berasal dari dana Program Kemitraan PK BUMN dan Kredit Ketahanan Pangan
dan Energi dengan pola bunga rendah yang disubsidi oleh pemerintah. Perum Perhutani berperan sebagai avalist Penjamin dan koordinasi Perum Perhutani
2011c. Program GP3K merupakan program baru pada tahun 2011, akan tetapi
masih termasuk program lama yang dikemas dengan skema baru. Program ini sama dengan sistem tumpangsari akan tetapi pada program GP3K dibantu dana
pinjaman dengan bunga yang rendah untuk memenuhi sarana produksi dan bantuan benih unggul. Program GP3K termasuk dalam kedermawanan sosial
sehingga sesuai dimasukan dalam program CSR karena bertujuan meningkatkan taraf hidup dan kemandirian masyarakat, akan tetapi program ini belum berjalan
optimal dikarenakan birokrasi yang sulit dijalankan oleh petani dalam memenuhi persyaratan dana pinjaman untuk sarana produksi dan benih unggul.
Program CSR yang selama ini telah dilakukan oleh KPH Balapulang Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah, sejatinya belum melakukan program CSR secara
26 nyata sesuai dengan aspek triple bottem line, akan tetapi program yang ada telah
memberikan kontribusi secara ekonomi bagi masyarakat sekitar perusahaan.
5.1.2 Unit Kelola dan Peserta Program CSR
Program CSR memiliki unit kelola yang berbeda dan disesuikan dengan kesesuaian jenis program. Unit kelola berupa luasan dikhususkan dalam program
PHBM karena menjadikan lahan sebagai unit kelola dalam pemberdayaan masyarakat. Sedangkan untuk program PKBL unit kelola berupa dana pinjaman
dan bantuan sosial. Luas lahan untuk program PHBM disesuaikan dengan macam kegiatan dan peruntukan lahan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Luas unit kelola PHBM di KPH Balapulang
y Luasan Keterangan
Potensial Realisasi Ha Ha
Tumpang sari dan GP3K
9120,06 30,61 3887,2 13,05 KU
I PLDT
3643,2 12,23 0 0,00 KU
IV up
Sharing produksi etat luas volume tahun berjalan
Daur masak tebang KPH Balapulang
29790,13 Kawasan hutan
Pada Tabel 5 dapat diketahui luasan unit kelola program PHBM yang diperoleh dari data potensi SDH Tahun 2010 KPH Balapulang Perum Perhutani
2011d, bahwa luas unit kelola yang berpotensi untuk dikelolah yaitu sebesar 30,61 untuk program tumpangsari dan GP3K. Sedangkan untuk program PLDT
yaitu sebesar 12,23 yang berpotensi dikelola masyarakat. Akan tetapi, yang terealisasi luasan unit kelola untuk program tumpangsari dan GP3K yaitu sebesar
13,05. Pada program PLDT belum terealisasi dan berupa potensi untuk dapat dikembangkan. Sedangkan luas program sharing produksi disesuaikan dengan
potensi hasil kayu yang dapat di panen pada tahun berjalan etat luas volume dan dipengaruhi oleh faktor koreksi. Sehingga dana sharing produksi dapat berbeda
pada setiap desa sesuai dengan potensi kayu yang dipanen. Potensi program CSR unit kelola program PKBL berupa dana pinjaman
yang berasal dari dana laba bersih Perum Perhutani maksimal 2, baik Program Kemitraan dan Program Bina lingkungan dapat dilihat pada Tabel 6.
27 Tabel 6 Potensi dana pinjaman unit kelola PKBL di KPH Balapulang
Potensi Dana PKBL
Tahun 2012
2013 2014
2015 2016
Laba bersih Rp Tahun
5.468.688.055 4.222.315.486 6.140.288.287 7.324.551.898 8.477.690.678 Maksimal Dana
PK BL 2 dari Laba bersih
Rp Tahun 109.373.761 84.446.310
122.805.766 146.491.038
169.553.814 Realisasi Dana
Pinjaman PK Rp Tahun
61.000.000 Selisih Rp
Tahun 48.373.761 23.446.310 61.805.766 85.491.038
108.553.814 Realisasi Dana
Pk BL 1,12 1,44 0,99 0,83 0,72
Pada Tabel 6 potensi dana pinjaman unit kelola PKBL di KPH Balapulang diperoleh dari data laba bersih 5 tahun ke depan KPH Balapulang pada tahun
2012-2016 Perum Perhutani 2012. Realisasi rata-rata dana pinjaman Program Kemitraan diasumsikan sebesar Rp. 61.000.000,00 berdasarkan data realisasi tiga
tahun terakhir 2008-2011. Sehingga dana pinjaman jika dimaksimalkan laba bersih sebesar 2 maka akan sangat berpotensi untuk mundukung usaha mitra
binaan dalam Program Kemitraan. Sedangkan dana untuk Program Bina Lingkungan akan berpotensi dalam mendukung bantuan sosial dan pelestarian
lingkungan sekitar KPH Balapulang. Peserta program CSR di KPH Balapulang dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Peserta program CSR KPH Balapulang
No Program CSR
Sektor pekerjaan Rata-rata pendapatan
Rp Tahun Orang ∑ Peserta
1 PHBM Pertanian
7.865.017,50 187
2 PKBL Non
pertanian 48.866.667,00
7 Total
194
Pada Tabel 7 dapat dilihat peserta program CSR memiliki perbedaan. Dimana peserta PHBM bekerja di sektor pertanian dengan rata-rata pendapatan
yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan pendapatan rata-rata pesert PKBL yang bekerja di sektor non pertanian. Pada tingkat pendidikan juga berbeda yaitu
peserta program PKBL tingkat pendidikan terakhir tertinggi adalah S2. Sedangkan peserta program PKBL pendidikan terkahir tertinggi adalah SMA. Selain itu,
28 dilihat dari kondisi rumah peserta program PKBL jauh lebih baik dibandingkan
dengan peserta PHBM. Bahkan dua responden peserta PHBM yaitu Bapak Tarif dan Raip tercatat sebagai rumah tangga miskin sebagai penerima BLT yang
tertulis didepan rumahnya. Perum Perhutani menargetkan peserta program CSR yaitu masyarakat desa
hutan tapi tidak dijelaskan secara rinci sasaran peserta yang sesuai mendapatkan program CSR. Peserta program CSR di KPH Balapulang yaitu 61 desa dengan
jumlah 99.548 KK, tapi dari hasil penelitian tidak semua KK dapat mengikuti program CSR. Pada Desa Banjaranyar terdapat 4.385 KK akan tetapi yang
mengikuti program CSR hanya 194 responden. Hal ini bisa terjadi karena informasi program CSR yang tidak mudah didapatkan masyarakat.
Perbedaan profil atau karakteristik lapangan usaha dapat dijadikan sebagai dasar bagi penentuan sasaran peserta program CSR untuk meningkatkan
kesejahteraan peserta. Sehingga program CSR lebih tepat diberikan pada peserta yang termasuk dalam kategori miskin sehingga program dapat menyelesaikan
permasalah kemiskinan.
5.1.3 Perkembangan Program CSR
Perum Perhutani berpendapat bahwa telah melakukan program kegiatan kelola sosial dalam pemberdayaan masyarakat sejak 1972 hingga saat ini dengan
berbagai macam perubahan nama dan disesuaikan dengan perkembangannya. Pada tahun 1970-1980an periode orde baru yaitu pelibatan masyarakat dalam
pengelolaan hutan sangat terbatas. Dimana pelibatan masyarakat hanya terlibat dalam pembangunan hutan dengan sistem tumpangsari. Pada tahun 1980-1990an
periode transisi yaitu pelibatan masyarakat lebih besar dengan peningkatan porsi pelibatan masyarakat. Dimana masyarakat diberi kesempatan untuk
memanfaatkan lahan hutan lebih lama yaitu sepanjang daur tanaman pokok hutan. Pada tahun 1990-2000an periode reformasi yaitu menuju masyarakat
sebagai pengelolah hutan. Dimana masyarakat di sekitar hutan, diberi kesempatan untuk mengelola hutan dalam bentuk kelompok atau koperasi Murniati dan
Sumarhani 2010. Pada program Prosperity Approach dimulai pada 1972-1982 dengan sistem
tumpangsari yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan hutan
29 tanaman sehingga kualitas tanaman pokok, produksi tanaman tumpangsari dan
kesuburan tanah meningkat. Sedangkan Program Pembangunan Masyarakat Desa Hutan PMDH yang kemudian diubah menjadi Pembinaan Masyarakat Desa
Hutan merupakan program lanjutan yang diimplementasikan sejak tahun 1982- 1986. Dalam perkembangan selanjutnya, Program PMDH dilaksanakan secara
terpadu dengan Pemerintah Daerah PEMDA menjadi Pembinaan Masyarakat Desa Hutan Terpadu PMDHT pada tahun 1996 sd 1999 yang bertujuan juga
untuk membantu menanggulangi masalah-masalah kerawanan sosial-ekonomi masyarakat desa hutan dalam rangka merealisasikan pembangunan desa.
Program Perhutanan Sosial atau tumpangsari selama daur 1986-1995 yang diselenggarakan oleh Perum Perhutani sebagai penyempurnaan dari program
lanjutan. Program Perhutanan Sosial, masyarakat terlibat aktif dalam pembangunan hutan namun hanya dalam tahapan kegiatan tertentu yaitu tahap
pelaksanaan dan bahkan sudah dibentuk dan dibina kelompok tani hutan. Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat PHBM merupakan
kelanjutan atau penyempurnaan dari program lanjutan, yang mulai dilaksanakan pada tahun 2000 oleh Perum Perhutani. Perbedaan dengan program Perhutanan
Sosial adalah pola tanam dan jenis tanaman yang digunakan dapat direncanakan bersama antara petugas Perum Perhutani dengan anggota masyarakat peserta
program secara partisipatif. Pada program PHBM ini masyarakat mendapat porsi hasil kayu sesuai dengan kontribusinya dalam pemeliharaan dan pengamanan
hutan. Selain itu, dalam pengelolaan hutan dengan mengintegrasikan aspek-aspek ekologi, sosial dan ekonomi.
Pada awalnya Program PKBL merupakan Program Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi PUKK yang merupakan salah satu program PHBM untuk
membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat desa hutan. Akan tetapi sejak tahun 2003 diubah menjadi program PKBL untuk memberdayakan dan
meningkatkan usaha kecil agar lebih tangguh dan mandiri. Sedangkan untuk perkembangan tata cara sejak awal tetap sama, berupa dana pinjaman dengan
bunga yang relatif kecil dan targetanyan saja yang diperjelas lebih ditekankan pada masyarakat desa hutan atau LMDH.
30 Program CSR sendiri di Perum Perhutani sudah mulai dikenal sejak tahun
2007 dan didalamnya termasuk program PHBM dan program PKBL. Sehingga Perkembangan program CSR merupakan program yang sudah lama dikembangan
Perum Perhutani akan tetapi yang membedakaan adalah keterlibatan masyarakat yang semakin aktif dan partisipatif dari masa ke masa. Serta untuk tata cara
hampir sama akan tetapi dikembangkan dengan skema yang beragam yaitu baik dari perubahan sistem tumpangsari pola tanam, jenis tanaman, lama tanam, dan
bantuan dana pinajaman. Sedangkan jenis kegiatan disesuaikan dengan perkembangan masa dan kondisi.
Dari uraian di atas, secara ringkas program CSR dapat dilihat perkembanganya dari masa ke masa yaitu dari sisi aspek, definisi, keterlibatan
masyarakat, kegiatan, dan sistem tumpangsari yang diterapkan. Sebagai resumeringkasan tentang perkembangan program CSR di Perum Perhutani, dapat
dikembangkan pada matriks berikut yang dapat dilihat pada Tabel 8.
31
Tabel 8 Matriks perkembangan program CSR di Perum Perhutani
Tahun 1972-1982 1982-1986 1986-1995 1996-1999 2000-sekarang
2007-sekarang 1. Aspek
Prosperity Approach PMDH
Perhutanan Sosial PMDHT
PHBM Program CSR
2. Definisi Program
pembangunan hutan untuk
mengembalikan potensi dan fungsi
hutan sekaligus meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Program dimana masyarakat
diperlakukan sebagai obyek dan subyek
dalam pelaksanaan kegiatan.
Program untuk meningkatkan fungsi
hutan secara optimal, sekaligus perbaikan
lingkungan dan menjaga
kelestariannya. Program yang
ditujukan untuk sekaligus perbaikan
kualitas lingkungan dan kelestariannya
Program dengan jiwa berbagi secara optimal
dan proporsional. Program yang
berupaya membina dan melibatkan
masyarakat desa hutan.
3. Keterlibatan
masyarakat Sangat terbatas
Terbatas Meningkatkan peran
aktif tahap pelaksanan.
Aktif dalam tahap pelaksanaan.
Partisipasi dan aktif kolaborasi atau
kemitraan dengan jiwa berbagi.
Aktif dan partisipsi agar berkembang
bersama perusahaan.
4. Jenis kegiatan Tumpangsari, Inmas
Tumpangsari, Insus Tumpangsari dan
Ma–Lu. Melanjutkan Program
Prosperity Approach, dan tambahan
program untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi desa.
Merupakan program lanjutan Prosperity
Approach dan
PMDH, dan sudah terbentuk KTH.
Melanjutkan Program
Perhutanan sosial dan mempercepat
realisasi pembangunan desa.
Melanjutkan program setelahnya dan terdapat
program baru yaitu sharing produksi.
PHBM tumpangsari, PLDT, sharing
produksi dan GP3K dan PKBL.
5. Sistem
tumpangsari Menanam tanaman
pangan dengan jarak tanam tanaman yang
relatif sempit dan waktu pelaksanaan
kontrak tumpangsari hanya 2-
3 tahun. Lanjutan dari
Program Prosperity Approach
Pada tumpangsari selama daur jarak
tanaman pokok lebih lebar, Masa
tumpangsari yang panjang dengan
menanam jenis tanaman tahan
naungan. Lanjutan dari
Program Perhutanan sosial.
Pola tanam dan jenis tanaman dapat
direncanakan bersama antara petugas Perum
Perhutani dengan masyarakat.
Lanjutan program PHBM akan tetapi
dengan jangka waktu 2-3 tahun untuk
tumpangsari dan GP3K. Sedangkan
untuk satu daur untuk PLDT.
32
5.1.4 Keberhasilan Program CSR
Perum Perhutani menilai keberhasilan program CSR dari perbaikan biofisik lingkungan berupa keberhasilan reboisasi dan penurunan gangguan keamanan
hutan, aspek sosial berupa peningkatan pendidikan, kesehatan, jejaring kelembagaan dan tingkat keharmonisan antar petugas Perum Perhutani dengan
masyarakat, dan aspek ekonomi berupa peningkatan usaha produktif dan daya beli masyarakat. Sedangkan untuk program PKBL berupa kelancaran mitra dalam
membayar angsuran dana pinjaman. Masyarakat menilai keberhasilan dari program CSR secara umum sebatas
peningkatan pendapat dari penghasilannya dari program CSR. Akan tetapi bagi peserta yang memahami dengan baik tujuan dari program CSR maka keberhasilan
dinilai dari aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Menurut Pak Hakim yang pernah mengikuti program PKBL di KPH Balapulang bahwa program CSR
bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat di sekitar perusahaan. Akan tetapi program CSR di KPH Balapulang belum terasa manfaatannya. Hal ini
dikarenakan hanya sebatas pemberian bantuan modal, pemantauan usaha yang dirasakan kurang, serta konsep pemberdayaan yang belum maksimal, dan
minimnya informasi program CSR dari Perum Perhutani. Serta dalam kegiatan sosial dan kegiatan lingkungan Perum Perhutani belum melibatkan masyarakat.
Selain itu, Pak Hakim membandingkan program CSR Perum Perhutani dengan telkom yang jauh lebih baik dalam pendampingan.
Menurut Wibisono 2007 program CSR yang mencakup triple bottom line, akan tetapi yang terjadi dilapangan masih berupa single bottom line. Sehingga
program CSR belum dapat dikatakan berhasil karena belum memenuhi aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan secara terpadu. Selain itu, dilihat dari program
PKBL yang masih terkendala dalam kelancaran pembayaran angsuran dana pinjaman. Sehingga dapat diketahui bahwa keberhasilan program CSR yang ada
masih bersifat kualitatif sehingga belum dapat terukur dengan akurat. karena ketidaksamaan parameter keberhasilan antara perusahaan, masyarakat, dan
pemerintah. Akan tetapi jika dilihat dari pendapatan responden program PHBM, dimana
rata-rata pendapatan pertahun sebesar Rp. 7.865.017,00 dan berada dibawah garis
33 kemiskinan. Sedangkan pendapatan responden program PKBL dengan rata-rata
pendapatan per tahun sebesar Rp. 48.866.667,00. Hal ini menunjukan bahwa pendapatan responden program PKBL lebih meningkatkan pendapatan dan tidak
ada responden program PKBL yang berpendapatan rendah dan berada diatas garis kemiskinan. Sehingga keberhasilan dilihat dari peningkatan pendapatan masih
dirasakan kurang terutama untuk program PHBM. Maka program PKBL jauh lebih berhasil jika dilihat dari sudut pandangan masyarakat.
5.1.5 Karakteristik Peserta Program CSR
Karakteristik responden peserta Program CSR dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Karakteristik pesera program CSR
No Uraian Data-data
primer Keterangan
1. Umur
46-55 tahun rata-rata 51,23 tahun
Kondisis masih dapat bekerja, sehat, dan normal.
2. Pendidikan
tidak sekolah 38,33, SD 48,33, SMP 6,67 , SMA
5, DI-SI 1,67 Ada sebagian yang tidak
bisa membaca dan menulis. 3.
Pengetahuan terhadap program CSR
Tidak Tahu 91,67, Tahu 6,67, Sangat tahu 1,67
Peserta PHBM pada umumnya hanya
mengetahui tanah garapanpercil.
5. Anggota keluarga
1-8 orang Peluang bekerja
6. Unit kelola
- Program PHBM
- Program PKBL
0,125-3,5 Ha rata-rata 0,34 ha Dana pinjaman 3-7,5 juta rata-
rata 5,16 juta Usaha utama dan usaha
sampingan
Pada Tabel 9 diketahui karakteristik responden peserta program CSR pada umumnya pada kondisi yang dapat bekerja, normal dan sehat dengan rata-rata usia
51,23 tahun. Berdasarkan produktivitas usia rata-rata dapat digunakan untuk melihat produktivitas kerja dalam memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga.
Dilihat menurut usia, rata-rata usia kepala rumah tangga miskin sedikit lebih tinggi dibandingkan rata-rata usia kepala rumah tangga tidak miskin 48,1 tahun
dibanding 46,5 tahun maka rata-rata usia responden termasuk dalam rumah tangga miskin.
Pada tingkat pendidikan responden peserta program CSR sebagian besar tingkat pendidikan SD yaitu sebesar 86,66 gabungan tidak sekolah dan tamatan
SD. Selain itu, terdapat peserta yang tidak dapat membaca dan menulis. Sedangkan berdasarkan pengetahuan peserta terhadap program CSR
dikategorikan rendah karena sebagian peserta program PHBM hanya mengetahui
34 memanfaatkan lahan garapan disebut percil. Sedangkan peserta program PKBL
mengetahui PKBL sebagai dana pinjaman untuk membantu usaha kecil dan ada pula yang mengetahui program CSR. Hal ini didukung dengan tingkat pendidikan
peserta program PKBL yang lebih baik dibandingkan dengan peserta Program PHBM.
Berdasarkan unit kelola program CSR, terutam program PHBM yang unit kelola adalah lahan usaha pertanian dengan luas rata-rata 0,34 ha. Dimana luas
lahan garapan berdasarkan ketetapan yang dapat digarap oleh peserta tumpangsari, GP3K, dan PLDT yaitu seluas 0,25 ha orang. Sedangkan pada
peserta program PKBL unit kelola berupa dana pinjaman dengan rata-rata Rp. 5.166.666,00 yang disesuiakan dengan usaha yang dikembangkan dan prospek
usaha. Program PHBM dan PKBL telah dapat menghasilkan nilai ekonomi berupa pendapatan bagi peserta, akan tetapi ada pula peserta program CSR yang tidak
melanjutkan program karena merasa tidak meningkatkan pendapatannya.
5.2 Kontribusi Program CSR Terhadapa Tingkat Kemiskinan Peserta