Analisis Perbandingan Kadar Serat Pangan Pucuk Kolesom yang

26

4.2 Analisis Perbandingan Kadar Serat Pangan Pucuk Kolesom yang

Ditanam pada Dua Musim Meta analisis dilakukan dengan membandingkan kandungan serat pangan antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Prabekti 2012. Kedua penelitian ini menggunakan sampel kolesom dengan parameter analisis dan perlakuan pemupukan yang sama. Sampel penulis ditanam pada periode musim kemarau Mei-Juli 2011 sementara sampel Prabekti ditanam pada periode musim hujan Maret-Mei 2011. Histogram perbandingan rata-rata kadar TDF, IDF, SDF, dan substansi pektat dari sampel kolesom dengan perlakuan pemupukan organik dan anorganik pada musim hujan dan kemarau disajikan pada Gambar 8. Hasil meta analisis ini menunjukkan bahwa secara umum, kandungan serat pangan kolesom sangat dipengaruhi oleh musim dan perlakuan pemupukan organik dan anorganik. Kandungan serat pangan TDF, SDF, IDF, dan substansi pektat antara kolesom pada musim hujan dengan kolesom pada musim kemarau menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan p 0.01 baik pada pemupukan organik maupun anorganik Lampiran 18-25. Ini artinya, pemupukan organik maupun anorganik memberikan hasil TDF, IDF, SDF, dan substansi pektat yang berbeda sangat nyata p 0.01 pada musim yang berbeda. Perlakuan pemupukan organik dan anorganik umumnya memberikan hasil yang berbeda nyata p 0.05 pada kolesom di masing-masing musim, kecuali pada parameter IDF di musim kemarau. Pada musim ini, apapun jenis pemupukan, baik organik maupun anorganik, kadar IDF kolesom tidak berbeda nyata. a b c d : musim hujan : musim kemarau : nilai rata-rata analisis berbeda nyata untuk dua jenis perlakuan nilai p 0.05 Gambar 10. Histogram perbandingan serat pangan kolesom pada musim hujan dan kemarau a TDF, b IDF, c SDF, dan d substansi pektat 68.42 73.55 27.12 27.12 20 40 60 80 100 organik anorganik ID F g 1 g b er a t k er in g Perlakuan 3.64 4.27 6.58 6.01 2 4 6 8 10 organik anorganik S u b sta n si p ek ta t g 1 g b a sis k er in g Perlakuan 73.04 78.74 40.52 42.57 20 40 60 80 100 organik anorganik TDF g 1 g b er a t k er in g Perlakuan 4.62 5.18 13.4 15.41 20 40 60 80 100 organik anorganik S DF g 1 g b er a t k er in g Perlakuan 27 Pada perlakuan pemupukan organik, kadar TDF, IDF, SDF, dan substansi pektat antara kolesom yang ditanam pada musim hujan dengan kolesom yang ditanam pada musim kemarau menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan p 0.01. Pada kolesom yang dipupuk secara organik, rata-rata kadar TDF dan IDF pada musim hujan mencapai 73.04 g100 g bk dan 68.42 g 100 g bk, jauh di atas rata-rata kadar TDF dan IDF sampel organik pada musim kemarau, yakni 40.52 g100 g bk dan 27.12 g100 g bk. Sementara itu, rata-rata kadar SDF dan substansi pektat kolesom yang ditanam pada musim kemarau menunjukkan hasil yang lebih tinggi, yakni 13.40 g100 g bk dan 6.58 g100 g bk, dibandingkan rata-rata kadar SDF dan substansi pektat sampel pada musim hujan yang hanya 4.62 g100 g bk dan 3.64 g100 g bk. Pada kolesom yang dipupuk secara anorganik, rata-rata kadar TDF dan IDF kolesom yang ditanam pada musim hujan 78.74 g 100 g bk dan 73.55 g 100 g bk masih lebih tinggi dibanding parameter yang sama pada sampel kolesom yang ditanam pada musim kemarau 42.57 g100 g bk dan 27.12 g100 g bk. Sebaliknya rata-rata kadar SDF dan substansi pektat kolesom pada musim kemarau 15.41 g100 g bk dan 6.01 g100 g bk lebih tinggi daripada rata-rata kadar SDF dan substansi pektat kolesom yang ditanam pada musim hujan 5.18 g100 g bk dan 4.27 g100 g bk. Nilai gizi suatu tanaman didefinisikan sebagai komposisi kimia dan potensi daya cerna yang merupakan faktor kimiawi, fisik, dan struktural yang diturunkan pada tanaman dimana kesemuanya sangat tergantung pada faktor eksternal, termasuk musim tanam dan teknik budidaya Moore 1994. Sebagai contoh adalah pembentukan senyawa metabolit sekunder tanaman yang dipengaruhi oleh perubahan lingkungan, misalnya perubahan temperatur siang dan malam, curah hujan, kekeringan, serta lama dan intensitas cahaya matahari Siatka Kasparova 2010; Marsic et al. 2011. Eppendorfer dan Eggum 1995 juga melaporkan bahwa kondisi tempat pertumbuhan tanaman mempengaruhi kandungan TDF serta distribusi SDF dan IDF. Pada saat musim kemarau, tanaman mengalami cekaman kekeringan karena curah hujan yang rendah dan lama penyinaran yang tinggi. Hal ini diduga membuat suhu tanah meningkat. Jumin 2005 menjelaskan bahwa suhu mempengaruhi dosis pemupukan dalam tanah. Suhu yang lebih tinggi seharusnya diiringi peningkatan dosis pemupukan yang lebih besar karena berkurangnya kandungan N dalam tanah. Suhu tanah yang tinggi mengakibatkan mineralisasi bahan organik dan pupuk lebih cepat. Nitrifikasi lebih besar daripada amonifikasi sehingga nitrat yang terbentuk lebih besar daripada laju penyerapan tanaman. Akibatnya banyak nitrat yang tercuci ke lapisan bawah. Di samping itu, jumlah amonium yang terbentuk dari proses amonifikasi sering kali tidak dapat langsung digunakan oleh tanaman karena kondisi udara yang oksidatif mendorong nitrifikasi lebih lancar sehingga kemampuan tanaman dalam menerapkan N terbatas. Kondisi ini diperparah dengan terbatasnya air yang tersedia dalam tanah saat musim kemarau. Air merupakan media untuk penyerapan unsur hara dari dalam tanah ke tanaman. Kurangnya air membuat penyerapan unsur-unsur hara menjadi kurang optimal. Kondisi kekeringan, jumlah N dan unsur hara tersedia yang rendah, dan terhambatnya penggunaan N oleh tanaman membuat penyerapan dan penggunaan unsur-unsur hara, termasuk N, menjadi terbatas. Unsur N sendiri merupakan komponen penyusun klorofil. Senyawa klorofil merupakan pigmen penangkap cahaya yang digunakan dalam reaksi terang fotosintesis. Berkurangnya pasokan N membuat sintesis klorofil menurun. Hal ini dibuktikan dengan data sekunder dari Mualim 2012 yang menunjukkan total klorofil pada tanaman kolesom pada musim kemarau lebih rendah daripada kolesom pada musim hujan. Hal ini membuat proses fotosintesis yang terjadi pada kolesom pada musim kemarau kurang optimal dibandingkan dengan kolesom pada musim hujan. Akibatnya sintesis karbohidrat, termasuk serat pangan, juga terhambat. 28 Selain itu, akibat ketersediaan air yang terbatas, tanaman kolesom pada musim kemarau mengalami cekaman kekeringan. Pada saat mengalami cekaman, tanaman cenderung mensintesis metabolit sekunder dalam bentuk senyawa-senyawa antioksidan, misalnya vitamin C, senyawa fenolik, antosianin, dan flavonoid. Senyawa-senyawa ini membantu tanaman menghadapi radikal bebas dan oksidasi. Akibatnya terjadi kompetisi subtrat untuk sintesis senyawa antioksidan dan karbohidrat. Substrat yang tersedia untuk sintesis senyawa karbohidrat seperti serat pangan terbatas sehingga pada akhirnya mengurangi kandungan serat pangan tanaman pada musim kemarau. Mualim 2012 menyebutkan bahwa pada musim kemarau, tanaman kolesom memiliki total fenolik tinggi namun aktivitas PAL phenylalanine ammonia lyase yang rendah. Hal ini menunjukkan senyawa fenolik ini sebagian besar disintesis melalui lintasan asam malonat dengan prekursor berupa asetil koenzim A hasil glikolisis, bukan dari lintasan fenilpropanoid. Akibatnya, terjadi kompetisi substrat untuk pembentukan fenolik dan klorofil, karena keduanya menggunakan prekursor yang sama. Karena sintesis fenolik meningkat akibat adanya cekaman kekeringan, maka kandungan klorofil tanaman pun menurun. Pada akhirnya, hal ini membuat hasil fotosintesis dan sintesis serat pangan berkurang. Hal ini diperkuat dengan data Mualim 2012 yang menunjukkan bahwa pada musim kemarau, kandungan klorofil kolesom lebih rendah, sementara kadar total fenolik dan total flavonoid lebih tinggi daripada pada musim hujan p 0.05. Dalam menghadapi cekaman kekeringan, tanaman melakukan pengaturan osmotik osmotic adjustment. Adaptasi ini berfungsi untuk menurunkan potensial osmotik tanaman sehingga memungkinkan tanaman tetap menyerap air dari dalam tanah dalam kondisi kekeringan sekalipun. Pengaturan osmotik ini dilakukan dengan cara mengakumulasi zat tertentu yang sesuai yang dapat menurunkan potensial osmotik tanaman tanpa membatasi fungsi enzim. Senyawa- senyawa tersebut di antaranya sukrosa, asam amino prolin dan glisin betain, mannitol, sorbitol, serta inositol dan turunannya Morgan 1984; Turner dan Jones 1980; Styer 2000; Sheveleva et al. 1997. Sebagai contoh Nicotina tabacum transgenik yang mengakumulasi D-ononitol menunjukkan penghambatan fotosintesis yang lebih sedikit dalam menghadapi cekaman air dan salinitas Sheveleva et al. 1997. Saat cekaman terjadi, inositol, D-ononitol, dan D-pinitol melindungi tanaman dengan dua mekanisme, yakni melindungi struktur sel dari radical oxygen species ROS dan mengontrol tekanan turgor sel Styer 2000. Inositol sendiri merupakan prekursor dari serat-serat pangan. Inositol akan dioksidasi untuk membentuk uridin difosfat UDP-D-galakturonat dan UDP gula lain, misal UDP- glucuronat dan UDP-L-arabinosa Styer 2000. Senyawa glucuronat merupakan prekursor dari komponen serat pangan larut, misalnya hemiselulosa, gum, musilage, dan pektin Cseke et al. 2006. Towle dan Christensen 1973 menyebutkan bahwa komponen utama pektin adalah asam D-galakturonat, juga terdapat L-arabinosa, D-galaktosa, dan L-ramnosa dalam jumlah yang beragam. Akumulasi inositol sebagai mekanisme pengaturan osmotik tanaman kemungkinan mendorong sintesis SDF, terutama substansi pektat. Dalam penelitian ini yang dianalisis hanya kandungan SDF saja, tanpa mengukur kandungan inositol atau senyawa antara lainnya. Namun, bila melihat keterkaitan antara pengaruh cekaman kekeringan dan akumulasi inositol dari berbagai literatur, tingginya kadar SDF khususnya substansi pektat sangat mungkin disebabkan oleh mekanisme ini. 29

4.3 Perbandingan Produksi Pucuk Kolesom yang Ditanam pada Dua Musim