Latar Belakang Analisis Perbandingan Kandungan Serat Pangan Daun Kolesom (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) dengan Pemupukan Organik dan Anorganik pada Perbedaan Musim

1 I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sayuran merupakan bagian dari menu yang dikonsumsi sehari-hari oleh masyarakat Indonesia, baik dalam keadaan mentah dilalap maupun diolah. Sayuran bersama dengan buah- buahan merupakan sumber komponen-komponen gizi yang berguna bagi tubuh, seperti vitamin, mineral, antioksidan, dan serat pangan. Secara umum serat dapat digolongkan menjadi serat pangan dietary fiber dan serat kasar crude fiber. Serat pangan terbagi menjadi serat pangan larut soluble dietary fiber dan serat pangan tidak larut insoluble dietary fiber. Serat pangan larut memiliki fungsi utama menurunkan kolesterol darah, sedangkan serat pangan tidak larut berfungsi menurunkan waktu transit makanan dalam usus sehingga melancarkan buang air besar dan mencegah kanker kolon. Kolesom Talinum triangulare Jacq Willd adalah salah satu jenis sayuran tropis yang banyak tumbuh di Indonesia. Selain dikenal sebagai tanaman obat tradisional, kolesom juga banyak dikonsumsi sebagai sayuran Rifai 1994, khususnya bagian daun dan pucuk muda. Daun kolesom ini dapat dimakan mentah dilalap atau ditumis. Daun kolesom berair dan cukup lengket ketika dipatahkan. Hal ini diduga karena kandungan pektinnya yang cukup tinggi. Pektin merupakan komponen serat larut, sehingga dapat berfungsi menurunkan kadar kolesterol LDL dalam darah Aja et al. 2005. Kandungan pektin ini merupakan salah satu keunggulan kolesom sebab sebagian besar sayuran yang umum dikonsumsi masyarakat Indonesia didominasi serat tidak larut yang lebih berkhasiat melancarkan pencernaan, tidak berfungsi menurunkan kadar kolesterol LDL dalam darah Aja et al. 2005. Dengan kandungan serat pangan yang lebih seimbang, diharapkan kolesom dapat menjadi sayuran yang tidak hanya mampu melancarkan sistem pencernaan, tetapi juga menjaga kadar kolesterol dalam darah. Nilai gizi suatu tanaman didefinisikan sebagai komposisi kimia dan potensi daya cerna yang merupakan faktor kimiawi, fisik, dan struktural yang diturunkan pada tanaman Moore, 1994 tergantung pada faktor eksternal, termasuk musim tanam dan teknik budidaya. Beberapa studi menunjukkan bahwa budidaya organik menghasilkan tanaman dengan komposisi nilai gizi yang berbeda dengan tanaman anorganik. Studi tersebut melaporkan bahwa tanaman organik memiliki kandungan gula, vitamin C, besi, magnesium, fosfor, dan total polifenol yang lebih tinggi daripada tanaman anorganik Benbrook et al. 2008; Carbonaro et al. 2002; Young et al. 2005; Abu-Zahra et al. 2007; Ren et al. 2008; Worthington 2001. Selain itu, senyawa toksik pada tanaman organik, misalnya nitrat, ditemukan dalam jumlah lebih rendah daripada tanaman anorganik Benbrook et al. 2008; Wang et al. 2008. Penelitian sebelumnya mengenai kolesom menunjukkan bahwa kolesom yang dipupuk secara organik memiliki bobot pucuk, vitamin C, dan total fenolik yang lebih tinggi serta kadar protein, flavonoid, dan antosianin yang lebih rendah daripada kolesom yang dipupuk secara anorganik. Namun perbedaan tersebut tidak signifikan secara statistik p 0.05. Di sisi lain, kandungan klorofil dan total gula pada kolesom yang yang dipupuk secara organik lebih rendah daripada kolesom yang dipupuk secara anorganik pada taraf signifikansi 0.05 Mualim 2012. Lebih lanjut Mualim 2012 menunjukkan bahwa kolesom yang ditanam pada musim kemarau memiliki bobot basah pucuk, protein, vitamin C, total fenolik, dan flavonoid yang lebih tinggi serta total gula dan klorofil yang lebih rendah daripada kolesom yang ditanam pada musim hujan p 0.05. Sementara itu, Prabekti 2012 melaporkan bahwa kolesom yang dipupuk secara organik memiliki kadar TDF, IDF, SDF, dan substansi pektat yang lebih rendah p 0.05 2 daripada kolesom yang dipupuk secara anorganik. Sampel kolesom yang ditanam pada musim hujan ini menunjukkan kandungan serat pangan yang tinggi, khususnya TDF dan IDF. Berbagai hasil penelitian tersebut mendorong pada hipotesis bahwa ada kemungkinan kolesom akan menghasilkan komposisi serat pangan yang berbeda antara tanaman yang dibudidayakan secara organik dan anorganik pada musim yang berbeda. Sejauh ini belum ada penelitian yang mengungkap mengenai pengaruh teknik budidaya dan perbedaan musim terhadap komposisi atau kadar serat pangan khususnya pada tanaman kolesom sehingga hal ini menjadi menarik untuk diteliti lebih lanjut.

1.2 Tujuan Penelitian