Budidaya Organik dan Anorganik

4 bahwa umbi kolesom memiliki kandungan alkaloid, steroid, saponin, dan tanin. Daunnya mengandung alkaloid, saponin, tanin, fenolik, flavanoid, triterpenoid, steroid, dan glikosida Mualim 2009. Berikut adalah klasifikasi Talinum triangulare Jacq. Willd USDA NRCS 2011. Kingdom Plantae Subkingdom Tracheobionta Superdivisi Spermatophyta Divisi Magnoliophyta Kelas Magnoliopsida Subkelas Caryophyllidae Ordo Caryophyllales Famili Portulacaceae Genus Talinum Adans. Spesies Talinum triangulare Jacq. Willd Hasil analisis proksimat dan serat pangan Talinum triangulare Jacq. Willd disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan Talinum triangulare Jacq. Willd Kandungan Satuan Kadar Basis Kering Kadar Basis Basah Karbohidrat a mgg 10.87±3.99 12.38±2.76 Protein a 3.52±0.32 18.75±2.72 Minyak a 3.52 1.42 Serat kasar a 12.00 8.50 Steroid a mgg 106.61±2.53 11.37±1.19 β-karoten a mgg 114.5±1.49 40.02±0.50 TDF b g100 g 73.04 1 dan 78.74 2 6.36 1 dan 6.74 2 IDF b g100 g 68.42 1 dan 73.55 2 5.96 1 dan 6.29 2 SDF b g100 g 4.62 1 dan 5.18 2 0.40 1 dan 0.44 2 Substansi pektat b g100 g 3.64 1 dan 4.27 2 0.35 1 dan 0.40 2 a Aja et al. 2010 b Prabekti 2012 1 perlakuan pemupukan organik 2 perlakuan pemupukan anorganik

2.2 Budidaya Organik dan Anorganik

Menurut SNI 01-6729-2002, sistem pertanian organik merupakan sistem manajemen produksi yang holistik untuk meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agro-ekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah. Pertanian organik menekankan penerapan praktek-praktek manajemen yang lebih mengutamakan penggunaan input dari limbah kegiatan budidaya di lahan, dengan mempertimbangkan daya adaptasi terhadap keadaankondisi setempat. Jika memungkinkan, hal tersebut dapat dicapai dengan penggunaan budaya, metode biologi dan mekanik, yang tidak menggunakan bahan sintesis untuk memenuhi kebutuhan khusus dalam sistem. Selain aman terhadap lingkungan, budidaya organik dirasa aman 5 pula terhadap kesehatan sebab tidak menggunakan unsur-unsur kimia sintetis yang dikhawatirkan meninggalkan residu pada produk tanaman Notohadiprawiro 2002. Sistem pertanian ini menghindarkan atau mengesampingkan penggunaan senyawa sintetik baik pupuk, zat tumbuh, maupun pestisida. Sebaliknya, pertanian anorganik dirancang untuk mengoptimalkan produktivitas tanaman dengan penggunaaan senyawa-senyawa sintetik, baik berupa pupuk, zat tumbuh, maupun pestisida. Sistem inilah yang saat ini lebih banyak diterapkan dalam masyarakat. Sebenarnya, pertanian organik ini sudah menjadi kearifan atau pengetahuan tradisional yang membudaya di kalangan kaum tani di Indonesia. Namun, teknologi pertanian organik ini mulai ditinggalkan oleh petani ketika teknologi intensifikasi yang mengandalkan bahan agrokimia diterapkan di bidang pertanian pada era revolusi hijau. Setelah muncul persoalan dampak lingkungan dan kesehatan akibat penggunaan bahan kimia di bidang pertanian, teknologi pertanian organik yang akrab lingkungan dan menghasilkan pangan yang sehat mulai diperhatikan lagi Sutanto 2002. Kristensen et al. 2012 dalam studinya menyatakan bahwa hasil panen tanaman yang dibudidayakan secara anorganik lebih tinggi daripada hasil panen tanaman yang sama yang dibudidayakan secara anorganik. Oat, rye, selada, bawang merah, dan kol yang ditanam secara organik menghasilkan panen rata-rata hanya 82 dari hasil panen tanaman sama yang dibudidayakan secara anorganik. Meskipun demikian beberapa studi menunjukkan bahwa tanaman organik mengandung komponen-komponen bioaktif lebih banyak serta senyawa toksik yang lebih rendah daripada tanaman anorganik. Sebagai contoh, kandungan total polifenol pada tanaman organik lebih tinggi daripada tanaman anorganik Benbrook et al. 2008; Carbonaro et al. 2002; Young et al. 2005; Abu-Zahra et al. 2007. Hallmann dan Rembialkowska 2006 menemukan bahwa tanaman yang dibudidayakan secara organik mengandung lebih banyak gula dibandingkan tanaman anorganik. Jus bayam, bawang bombai, dan kol organik memiliki aktivitas antioksidan 50-120 lebih tinggi daripada jus dari komoditas sejenis yang dibudidayakan secara anorganik Ren et al. 2008. Studi lain melaporkan bahwa rata-rata kandungan vitamin C, besi, magnesium, dan fosfor pada beberapa tanaman organik berturut-turut 27.0; 21.1; 29.3; dan 13.6 lebih tinggi dibandingkan dengan produk anorganik Worthington 2001. Senyawa berbahaya seperti nitrat ditemukan dalam jumlah yang lebih sedikit pada tanaman organik dibandingkan dengan tanaman anorganik Benbrook et al. 2008; Wang et al. 2008. Mualim 2012 melaporkan bahwa kolesom yang dipupuk secara organik memiliki bobot pucuk, vitamin C, dan total fenolik yang lebih tinggi serta kadar protein, flavonoid, dan antosianin yang lebih rendah daripada kolesom yang dipupuk secara anorganik. Namun perbedaan tersebut tidak signifikan secara statistik p 0.05. Di sisi lain, kandungan klorofil dan total gula pada kolesom yang yang dipupuk secara anorganik lebih tinggi daripada kolesom yang dipupuk secara organik Mualim 2012. Pengaruh pembudidayaan organik dan anorganik terhadap kadar total serat pangan maupun pektin pada kolesom belum banyak diteliti. Perbedaan hasil biosintesisnya pun belum diketahui.

2.3 Pemupukan