± 1.54 13.40 ± 1.68 ± 0.75 15.41± 1.85 ± 5.38 4.62 ± 0.24 ± 2.54 5.18 ± 0.48 Analisis Perbandingan Kandungan Serat Pangan Daun Kolesom (Talinum triangulare (Jacq.) Willd) dengan Pemupukan Organik dan Anorganik pada Perbedaan Musim

21 antara sampel organik 5, organik 4, dan anorganik 1 p = 0.352; antara sampel organik 4, anorganik 1, anorganik 5 dan anorganik 4 p = 0.129; antara sampel anorganik 5, anorganik 4, dan organik 3 p = 0.057; antara sampel anorganik 4, organik 3, dan organik 1 p = 0.67; serta antara sampel organik 3, organik 1, dan organik 2 p = 0.052. Ini artinya dosis pupuk yang sama antara pupuk organik dan anorganik memberikan nilai SDF yang berbeda nyata p 0.05, kecuali sampel organik 4 dan anorganik 4 Lampiran 12. Proporsi komponen serat pangan sangat bervariasi antara satu bahan pangan dengan bahan pangan lainnya. Faktor-faktor seperti spesies, tingkat kematangan, bagian tanaman yang dikonsumsi dan perlakuan terhadap bahan tersebut, sangat berpengaruh terhadap komposisi kimia dan sifat fisik dari serat pangan Anderson dan Clydesdale 1980. Sebagai contoh, Tabel 4 ini menampilkan kandungan serat pangan berbagai jenis sayuran. Tabel 4. Kadar serat pangan berbagai sayuran Jenis sayuran Nama latin Metode Serat Pangan g100 g basis kering TDF IDF SDF Kacang tanah a Arachis hypogaea L. Asp, 1995 10.91 ± 2.84 9.63 ± 2.50 1.18 ± 0.24 Kacang polong b Pisum sativum AOAC, 1983 13.17 ± 1.64 11.31 ± 1.51 1.86 ± 0.86 Wortel c Daucus carota L. AOAC, 1990 26.78 ± 1.13 10.46 ± 1.26 16.32 ± 4.79 Tomat hijau d Solanum lycopersicum Asp, 1983 32.84 ± 0.23 25.22 ± 0.47 7.62 ± 0.24 Genjer d Limnocharis flava Asp, 1983 39.38 ± 1.29 31.74 ± 0.94 7.62 ± 0.35 Kacang kedelai 1 e Glycine max L. Asp, 1992 35.22 ± 0.23 30. 43 ± 0.25 4.79 ± 1.98 Daun kolesom organik musim kemarau Talinum triangulare Jacq. Willd AOAC, 1999 40.52 ± 2.72

27.12 ± 1.54 13.40 ± 1.68

Daun kolesom anorganik musim kemarau Talinum triangulare Jacq. Willd AOAC, 1999 42.57 ± 1.84

27.12 ± 0.75 15.41± 1.85

Daun jambu mete d Anacardium occidentale L. Asp, 1983 45.64 ± 1.29 39.98 ± 0.20 5.66 ± 1.09 Daun ubi jalar d Ipomoea batatas Asp, 1983 46.66 ± 1.41 39.82 ± 0.28 6.82 ± 0.56 Paria d Momordica charantia Asp, 1983 49.34 ± 1.09 42.96 ± 0.35 6.38 ± 0.42 Kemangi d Ocinum bassilicum ferina citratum Asp, 1983 50.63 ± 0.89 43.51 ± 2.00 7.12 ± 1.11 Daun singkong d Manihot utilissima Asp, 1983 52.26 ± 2.72 43.03 ± 2.74 9.23 ± 0.01 Daun melinjo d Gnetum gnemon Asp, 1983 57.45 ± 0.16 48.69 ± 0.25 876 ± 0.09 Daun pepaya d Carica papaya Asp, 1983 57.46 ± 2.26 48.75 ± 0.35 8.71 ± 0.49 Kacang kedelai 2 e Glycine max L. AOAC, 1999 59.42 ± 0.10 57.65 ± 0.23 1.31 ± 0.02 Pakis d Cycas rumphii Asp, 1983 60.97 ± 0.52 53.64 ± 0.81 7.33 ± 0.25 Poh-pohan d Pilea trinervia Asp, 1983 67.03 ± 0.44 57.04 ± 0.25 9.99 ± 0.15 Beluntas d Pluchea indica Asp, 1983 70.26 ± 1.06 67.29 ± 1.09 2.97 ± 0.03 Daun kolesom organik musim hujan f Talinum triangulare Jacq. Willd AOAC, 1999 73.04 ± 5.46

68.42 ± 5.38 4.62 ± 0.24

Daun kolesom anorganik musim hujan f Talinum triangulare Jacq. Willd AOAC, 1999 78.74 ± 2.60

73.55 ± 2.54 5.18 ± 0.48

a Kutoz et al. 2003 b Stoughton-Ens et al. 2009 c Englyst dan Hudson 1996 d Desminarti 2001 e Jelita 2011 f Prabekti 2012 22 Dibandingkan sayuran daun yang umum dikonsumsi masyarakat Indonesia, rata-rata TDF dan IDF pada sampel kolesom yang ditanam pada musim kemarau memang lebih rendah, berbeda dengan kolesom yang ditanam pada musim hujan yang memiliki kandungan TDF dan IDF yang tinggi. Namun, kolesom musim kemarau memiliki SDF yang lebih tinggi daripada sayuran kebanyakan. Sebagai contoh TDF dan IDF beluntas 70.26 g 100 g bk dan 67.29 g100 g bk, sementara TDF dan IDF kolesom musim kemarau secara berturut-turut sebesar 40.52 g100 g bk dan 27.12 g 100 g bk untuk sampel dengan pemupukan organik serta 42.57 g 100 g bk dan 27.12 g100 g bk untuk sampel dengan pemupukan anorganik. Sementara itu, kadar SDF beluntas 2.97 g 100 g bk jauh lebih rendah daripada rata-rata kadar SDF kolesom musim kemarau dengan pemupukan organik dan anorganik, yakni sebesar 13.40 g 100 g bk dan 15.41 g 100 g bk. Prabekti 2012 menunjukkan bahwa kolesom segar memiliki kadar air rata-rata 90.39. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa dari 100 g kolesom segar didapati 90-92 g air Rifai 1994; Mensah et al. 2008. Pada penelitian ini tidak diukur kadar air pucuk kolesom segar. Oleh karena itu, perhitungan kadar serat pangan pucuk kolesom yang ditanam di musim kemarau ini menggunakan asumsi kadar air 90.39. Data serat pangan pucuk kolesom basis basah disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Kadar serat pangan kolesom yang ditanam pada musim kemarau g100 g sampel segar Serat Pangan Pemupukan organik Pemupukan anorganik TDF 3.89 4.09 IDF 2.61 2.61 SDF 1.29 1.48 Penelitian ini menunjukkan bahwa dengan asumsi kadar air kolesom segar 90.39, konsumsi 100 g kolesom yang ditanam pada musim kemarau akan dapat memberikan asupan serat pangan sebesar 3.89 – 4.09 g. FDA Food and Drug Administration menganjurkan konsumsi serat pangan sebesar 25 gram per hari untuk wanita dewasa dan 38 gram per hari untuk pria dewasa. Ini artinya untuk memenuhi kebutuhan serat pangan harian, kolesom perlu dikonsumsi sekitar 625 g bagi wanita dewasa dan 950 g bagi pria dewasa. Dengan kata lain, konsumsi 100 g kolesom yang ditanam pada musim kemarau akan menyumbang 10-16 TDF dan 9-13.9 IDF dari kebutuhan harian manusia. Hal ini jauh berbeda dengan asupan serat pangan dari kolesom yang ditanam pada musim hujan. Berdasarkan penelitian Prabekti 2012, dengan kandungan TDF dan IDF yang tinggi, 100 g kolesom yang ditanam pada musim hujan akan menyumbang sekitar 17-26 TDF dan 21.3-32.6 IDF dari kebutuhan harian manusia. Ini artinya untuk asupan TDF dan IDF yang sama, konsumsi kolesom yang ditanam pada musim kemarau harus lebih besar daripada konsumsi kolesom yang ditanam pada musim hujan. Bila kadar TDF dan IDF menjadi keunggulan kolesom yang ditanam pada musim hujan, kadar SDF menjadi keunggulan kolesom yang ditanam pada musim kemarau. Kadar SDF kolesom yang ditanam pada musim kemarau lebih tinggi dari kadar SDF berbagai jenis sayuran lain, kecuali wortel. Hal ini membuat kolesom yang ditanam pada musim kemarau berpotensi dapat menurunkan kadar kolesterol darah dengan baik. Brown et al. 1999 melakukan meta analisis atas 67 penelitian yang berfokus pada serat pangan larut SDF. Hasilnya menunjukkan adanya pengurangan kolesterol darah secara signifikan seiring dengan meningkatnya konsumsi serat pangan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa konsumsi 2-10 g serat pangan larut per hari secara signifikan mengurangi total kolesterol dalam serum dan konsentrasi LDL-kolesterol. Ini artinya konsumsi 200 g kolesom yang ditanam pada musim kemarau akan memberikan asupan SDF sekitar 2.8 g, lebih dari cukup untuk memberikan efek pengurangan kadar kolesterol dalam darah 23 secara signifikan. Institute of Medicine di bawah naungan FDA merekomendasikan konsumsi SDF antara 20-30 dari konsumsi total serat pangan. Bila mempergunakan rekomendasi konsumsi serat pangan dari FDA ini, setidaknya dibutuhkan asupan SDF sebesar 5 gram bagi wanita dan 7.6 g bagi pria per harinya. Konsumsi kolesom yang ditanam pada musim kemarau sebanyak 200 g mencukupi kebutuhan SDF harian sekitar 55 bagi wanita dewasa dan 36 bagi pria dewasa. Konsumsi kolesom yang disarankan adalah sebesar 200 g kolesom segar hari dengan takaran saji sebesar 100 g kolesom segar. Dari kolesom yang ditanam pada musim kemarau, jumlah ini mampu mengurangi kadar kolesterol dalam darah secara signifikan dan memenuhi kebutuhan TDF harian sebesar 20-32 dan SDF sebesar 36-55. Untuk mencukupi kebutuhan serat pangan sampai 100 perlu dikombinasikan dengan pangan lain yang memiliki kandungan serat pangan yang tinggi. Berbeda dengan hasil analisis TDF, IDF, dan SDF, sampel kolesom dengan pemupukan organik memiliki kadar substansi pektat 6.58 g 100 g bk lebih tinggi dibandingkan sampel kolesom dengan pemupukan anorganik 6.01 g 100 g bk. Uji t pada taraf kepercayaan 95 memberikan nilai p 0.044 Lampiran 17. Artinya hasil analisis kadar substansi pektat sampel dengan pemupukan organik dan anorganik menunjukkan perbedaan nyata p 0.05. Kadar substansi pektat tertinggi pada perlakuan pemupukan organik terdapat pada sampel organik 3, yakni 7.47 g 100 g bk. Sementara pada perlakuan pemupukan anorganik, sampel anorganik 3 memiliki kadar substansi pektat tertinggi, yakni sebesar 6.28 g 100 g bk. Secara berurutan, sampel dengan kadar substansi pektat dari tinggi ke rendah antara lain sampel organik 3, organik 4, organik 2, anorganik 3, anorganik 5, anorganik 2, anorganik 4, organik 1, organik 5, dan anorganik 1. Kadar substansi pektat antara sampel organik 4 dan organik 2 tidak berbeda nyata p = 0.228. Demikian halnya dengan kadar substansi pektat antara sampel anorganik 3, anorganik 5, dan anorganik 2 p = 0.56 serta antara anorganik 4, organik 1, dan organik 5 p = 0.318 Lampiran 13. Pada dosis pupuk yang sama, pemupukan dengan pupuk organik selalu menghasilkan kadar substansi pektat yang lebih tinggi daripada pemupukan dengan pupuk anorganik dengan nilai yang berbeda nyata p 0.05. Kadar substansi pektat pucuk kolesom yang ditanam pada musim kemarau ini ditampilkan pada Gambar 6, sementara data perhitungannya ditampilkan pada Lampiran 9 dan Lampiran 26. a-e : nilai rata-rata dengan huruf yang berbeda pada tiap batang menunjukkan hasil analisis rata-rata substansi pektat berbeda nyata antar sampel nilai p 0.05 : nilai rata-rata analisis substansi pektat berbeda nyata untuk dua jenis perlakuan nilai p 0.05 Gambar 7. Histogram kadar substansi pektat pucuk kolesom pada musim kemarau Histogram pada Gambar 7 menunjukkan adanya pola yang mirip antara tren perubahan kadar substansi pektat kolesom pada musim kemarau dan kolesom pada musim hujan dengan pengaruh dosis pemupukan. Pada perlakuan pemupukan organik, kolesom yang ditanam pada 5.77 e 6.89 b 7.47 a 7.03 b 5.76 d 6.58 ±0.74 5.42 e 6.20 c 6.28 c 5.88 d 6.25 c 6.01 ±0.35 2 4 6 8 10 1 2 3 4 5 ẋ 1 2 3 4 5 ẋ organik anorganik sub st a ns i pek ta t g 1 g ba sis k er ing Perlakuan 24 musim hujan memiliki kandungan substansi pektat yang relatif rendah pada dosis pupuk yang rendah perlakuan organik 1, meningkat seiring meningkatnya dosis pupuk pada perlakuan organik 2, 3, dan 4, lalu menurun kadar substansi pektatnya pada dosis pupuk tertinggi yakni pada perlakuan organik 5. Pada kolesom yang ditanam di musim kemarau, pola perubahan kadar substansi pektat hampir serupa. Kadar substansi pektat relatif rendah pada perlakuan 1, lalu meningkat seiring meningkatnya dosis pupuk pada perlakuan 2 dan 3. Namun, sedikit berbeda dengan kolesom di musim hujan, sampel di musim kemarau mulai menunjukkan penurunan kadar substansi pektat pada perlakuan organik 4, dilanjutkan dengan penurunan berikutnya pada perlakuan organik 5. Sebagaimana pada perlakuan pemupukan organik, pada perlakuan pemupukan anorganik, kolesom yang ditanam pada musim hujan memiliki kadar substansi pektat yang rendah pada dosis pemupukan rendah perlakuan anorganik 1, dan meningkat seiring meningkatnya dosis pupuk di perlakuan anorganik 2. Kadar substansi pektat ini lalu menurun pada perlakuan anorganik 3 dan 4, dan meningkat kembali pada perlakuan anorganik 5. Pola ini juga terjadi pada kolesom yang ditanam di musim kemarau, namun penurunan kadar substansi pektat baru terjadi pada perlakuan anorganik 4 dan meningkat kembali kadarnya pada perlakuan anorganik 5. Hal ini menunjukkan bahwa pada musim apapun kenaikan dan penurunan kadar substansi pektat sama-sama dipengaruhi oleh dosis pemupukan. Pada sampel kolesom ini, substansi pektat menyusun SDF pada proporsi yang cukup besar, sekitar 36.60-61.74 . Dengan memperhatikan hal ini, tingginya kadar SDF pada kolesom yang ditanam pada musim kemarau kemungkinan disumbang dari kenaikan kadar substansi pektat kolesom pada musim kemarau. Perbandingan antara kadar SDF dan substansi pektat ditampilkan pada Gambar 8. Gambar 8. Histogram perbandingan kadar substansi pektat pucuk kolesom pada musim hujan dan kemarau Gambar 9. Histogram perbandingan kadar SDF dan substansi pektat pucuk kolesom pada musim kemarau 3.16 3.73 3.87 4.05 3.37 3.64 4.13 4.33 4.23 3.67 5.00 4.27 5.77 6.89 7.47 7.03 5.76 6.58 5.42 6.2 6.28 5.88 6.25 6.01 2 4 6 8 10 1 2 3 4 5 ẋ 1 2 3 4 5 ẋ organik anorganik Su bs ta ns i pek ta t g 1 g ba sis k er ing Perlakuan musim hujan Prabekti 2012 musim kemarau 12.34 11.16 12.52 14.72 15.35 13.40 14.70 16.83 17.16 13.62 13.86 15.41 5.77 6.89 7.47 7.03 5.76 6.58 5.42 6.20 6.28 5.88 6.25 6.01 5 10 15 20 1 2 3 4 5 ẋ 1 2 3 4 5 ẋ organik anorganik k a da r k o m po nen g 1 g ba sis k er ing Perlakuan SDF substansi pektat 25 Pektin merupakan komponen penting dari serat pangan larut dan terdapat dalam jumlah cukup besar dalam sampel kolesom. Sebagaimana yang ditampilkan pada Tabel 6, kandungan pektin pada kolesom yang ditanam pada musim kemarau, khususnya yang diberi pemupukan organik, lebih besar daripada pektin pada berbagai buah atau sayuran lain. Pektin pada kolesom musim kemarau yang diberi pemupukan organik lebih tinggi dari kandungan pektin rasberi, lengkeng, kolesom yang ditanam pada musim hujan, kacang-kacangan, apel, jeruk orange, dan ubi jalar. Namun kandungan pektin ini lebih rendah dari pektin pada anggur, grapefruit, dan wortel. Kolesom musim kemarau yang diberi pemupukan anorganik memiliki kandungan pektin lebih rendah daripada kolesom yang diberi pemupukan organik, namun masih tetap lebih tinggi daripada banyak buah dan sayur lain, seperti rasberi, lengkeng, kolesom yang ditanam pada musim hujan, apel, kacang-kacangan, dan jeruk orange. Kandungan pektin yang tinggi membuat kolesom sangat baik untuk menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Berbagai penelitian membuktikan bahwa pektin sebagai bagian dari serat pangan larut SDF dapat mengurangi kadar kolesterol dalam darah Story dan Kritchevsky 1977; Brown et al. 1990; Hunninghake et al. 1994; Baker 1994. Penelitian Baker 1994 menunjukkan bahwa pektin sebesar 0.23 g100 g dari kulit buah jeruk orange yang dicampurkan ke dalam ransum dapat menurunkan kadar LDL tikus percobaan hingga 5 serta menurunkan respon glukosanya. Pada manusia, Palmer dan Dixon 1966 memaparkan bahwa konsumsi pektin sebesar 6-10 gram per hari memberikan efek hipokolesterolemik. Tabel 6. Kadar pektin pada beberapa jenis buah dan sayuran Sumber Nama Latin Kadar Pektin g100 g sampel segar Rasberi a Rubus idaeus 0.34 Lengkeng a Dimocarpus longan 0.34 Kolesom organik musim hujan b Talinum triangulare Jacq. Willd

0.35 Kolesom anorganik

musim hujan b Talinum triangulare Jacq. Willd 0.40 Apel c Pyrus malus 0.39-0.49 Kacang-kacangan c Legumoniceae 0.43-0.63 Jeruk orange c Citrus sinensis 0.57 Kolesom anorganik musim kemarau Talinum triangulare Jacq. Willd 0.58 Ubi jalar d Ipomoea batatas 0.61 Jeruk lemon d Citrus limon 0.63 Kolesom organik musim kemarau Talinum triangulare Jacq. Willd 0.63 Grapefruit e Citrus x paradise 0.65 Anggur f Vitis vinifera 0.7-0.8 Wortel c Daucus carota L. 0.72-1.01 a Voragen et al. 1983 yang dikutip dalam Baker 1997 b Prabekti 2012 c Ross et al. 1985 yang dikutip dalam Baker 1997 d Vollendorf dan Marlett1993 yang dikutip dalam Baker 1997 e Graumlich 1981 yang dikutip dalam Baker 1997 f Morrison 1990 yang dikutip dalam Baker 1997 26

4.2 Analisis Perbandingan Kadar Serat Pangan Pucuk Kolesom yang