Bahan dan Alat Kadar Serat Pangan Pucuk Kolesom yang Ditanam pada Musim

13 III. BAHAN DAN METODE

3.1 Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian yang dapat dimakan dari tanaman kolesom yang diberi perlakuan pemupukan organik dan anorganik yaitu daun dan pucuk masing-masing 5 perlakuan yang dibudidayakan di laboratorium percobaan IPB di Leuwikopo. Bahan kimia yang digunakan antara lain etanol, aseton, buffer fosfat 0.08 M pH 6.0, termamyl 120 L, Novo Laboratories, protease P-3910, Sigma Chemical, amiloglukosidase A-9913, Sigma Chemical, NaOH Merck, HCl Merck, celite C-211, viscozyme V-2010, Sigma Chemical, K 2 SO 4 Merck, HgO Merck, H 2 SO 4 pekat Merck, NaOH 60-Na 2 SO 3 5 Merck, H 3 BO 3 Merck, TRIS, indikator MM dan MB, EDTA-4Na, Na 2 B 4 O 7 Merck, o-hidroksidifenil, standar asam galakturonat monohidrat, serta akuades. Alat-alat yang digunakan antara lain oven vakum, oven pengering, hot plate, pompa vakum, vortex, spektrofotometer, kertas Whatman 40, alat-alat gelas, neraca analatik, mortar dan alu, blender, desikator, crucible dengan celite, tanur, waterbath, waterbath shaker, pH meter, labu Kjehldal, alat destilasi dan alat destruksi protein.

3.2 Metode Penelitian

Penelitian terdiri atas lima tahap, antara lain 1 tahap budidaya tanaman kolesom secara organik dan anorganik, 2 persiapan sampel, 3 analisis kimia, 4 analisis data, dan 5 meta analisis.

3.2.1 Tahap Budidaya

Tahap pertama merupakan tahap budidaya sampel hingga pemanenan. Tanaman kolesom dibudidayakan dengan diberi perlakuan pemupukan secara organik dan anorganik selama bulan Mei-Juli 2011 di laboratorium percobaan IPB, Leuwikopo. Proses budidaya sampel dilakukan oleh Mualim 2012, peneliti dari Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas lima sampel yang dipupuk secara organik dan lima sampel yang dipupuk secara anorganik. Tanaman dipanen setelah berumur delapan minggu dengan diambil bagian yang dapat dimakan yakni daun dan pucuknya sepanjang 15 cm. Dari masing- masing perlakuan diambil dua kali ulangan untuk tahap analisis kimia. Perlakuan pemupukan pada tanaman kolesom yang dipakai sebagai sampel ditampilkan pada Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 2. Perlakuan pemupukan organik tanaman kolesom Dosis Pemupukan Organik Pupuk kandang 1 tonha Dosis N kgha Guano 2 kgha Dosis P 2 O 5 kgha Abu sekam 3 tonha Dosis K 2 O kgha 1 6.1 22.82 75.6 7.20 2.7 29.70 2 9.2 34.42 151.2 14.40 4.1 45.10 3 12.3 46.01 226.8 21.60 5.5 60.50 4 15.4 57.61 302.4 28.80 6.8 74.80 5 18.4 68.83 378 35.99 8.2 90.20 1 kandungan N 1.29, kadar air 71; 2 kandungan P 2 O 5 10.43, kadar air 8.69; 3 kandungan K 2 O 1.10; dosis dalam basis basah dengan faktor konversi kadar air. 14 Contoh perhitungan pada perlakuan organik 1:  dosis unsur N :100-71 x 1.29 x 6.1 tonha = 22.82 kgha  dosis unsur P dalam bentuk P 2 O 5 :100-8.69 x 10.43 x 75.6 kgha = 7.2 kgha  dosis unsur K dalam bentuk K 2 O :1.10 x 2.7 tonha x 1000 =29.7 kgha Tabel 3. Perlakuan pemupukan anorganik tanaman kolesom Dosis Pemupukan Anorganik Urea 1 kgha Dosis N kgha SP-36 2 kgha Dosis P 2 O 5 kgha KCl 3 kgha Dosis K 2 O kgha 1 50 23.00 20 7.20 50 30.00 2 75 34.50 40 14.40 75 45.00 3 100 46.00 60 21.60 100 60.00 4 125 57.50 80 28.80 125 75.00 5 150 69.00 100 36.00 150 90.00 1 kandungan N 46; 2 kandungan P 2 O 5 36; 3 kandungan K 2 O 60 Contoh perhitungan pada perlakuan anorganik 1:  dosis unsur N : 46 x 50 kgha = 23 kgha  dosis unsur P dalam bentuk P 2 O 5 : 36 x 20 kgha = 7.2 kgha  dosis unsur K dalam bentuk K 2 O : 60 x 50 kgha = 30 kgha

3.2.2 Tahap Persiapan Sampel

Setelah dipanen, dilakukan penyortiran sampel sebagai langkah awal agar sampel yang digunakan representatif dan relatif seragam. Setelah dibersihkan, sampel dikeringkan menggunakan oven vakum selama 17 jam pada suhu 60 o C. Sampel kering kemudian digiling sampai 40 mesh dan diperoleh tepung daun.

3.2.3 Tahap Analisis

Setelah dilakukan persiapan sampel, sampel daun Talinum triangulare Willd. organik dan anorganik dianalisis kadar air dengan metode oven SNI 01-2891-1992 , total serat pangan AOAC Official Methods 985.29 2005, serat pangan tidak larut AOAC Official Methods 991.42 2005, serat pangan larut by different, dan substansi pektatnya McCready dan McComb 1952 yang dimodifikasi oleh Blumenkrantz dan Asboe-Hansen 1973 . .

3.2.4 Tahap Analisis Data

Data analisis kimia kadar serat pangan dan kadar substansi pektat tanaman kolesom yang dibudidayakan secara organik dan anorganik akan dianalisis menggunakan statistik ANOVA untuk melihat perbedaan antar sampel, dan statistik uji t untuk melihat perbedaan antarbudidaya. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok RAK. Pengujian dilakukan dengan menggunakan model matematika: Y ij =  +  i + β j +  ij i = 1, 2, 3, …, 6 j = 1, 2, 3, …, r Y ij = pengamatan pada perlakuan kelompok ke-i dan kelompok ke-j  = rataan umum  i = pengaruh perlakuan organikanorganik β j = pengaruh kelompok ke-j 15  ij = pengaruh acak perlakuan ke-I dan kelompok ke-j Hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut: H :  1 = … =  r = 0 perlakuan tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati H 1 : paling sedikit ada satu i di mana  i  0 Pengaruh pengelompokan: H : β 1 = … = β r = 0 kelompok tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati H 1 : paling sedikit ada satu j di mana β j  0 3.2.5 Tahap Meta Analisis Data analisis kimia kandungan serat pangan kolesom ini akan dibandingkan dengan data penelitian dari Prabekti 2012. Kedua penelitian ini sama-sama mengamati kandungan serat pangan pucuk kolesom pada budidaya dengan pemupukan organik dan anorganik. Perbedaannya adalah penelitian ini menggunakan sampel yang ditanam pada musim kemarau sementara Prabekti 2012 menggunakan sampel yang ditanam pada musim hujan. Masing-masing parameter diuji dengan uji t untuk melihat signifikansi data dengan pengaruh perbedaan musim. Lebih lanjut lagi hasil penelitian akan dibandingkan dengan penelitian Mualim 2012 yang mengamati metabolit primer dan sekunder kolesom dengan perlakuan pemupukan organik dan anorganik dan perbedaan musim.

3.2.6 Prosedur Analisis

Analisis Kadar Air Metode Oven SNI 01-2891-1992 Cawan kosong dikeringkan di dalam oven selama 15 menit kemudian didinginkan di dalam desikator, ambil dengan penjepit. Cawan kering yang sudah didinginkan kemudian ditimbang beratnya. Pada cawan tersebut ditimbang 1-2 gram sampel, kemudian dikeringkan pada oven 105 C selama 3 jam. Selanjutnya cawan beserta sampel didinginkan di dalam desikator, kemudian ditimbang. Penimbangan diulangi hingga diperoleh bobot tetap ≤0.0005 g. Perhitungan: Kadar air basis basah: Kadar air g100 g bahan basah = Kadar air basis kering: Kadar air g100 g bahan kering = Keterangan: W = bobot contoh sebelum dikeringkan g W1 = bobot contoh + cawan kering kosong g W2 = bobot cawan kosong g Analisis Total Serat Pangan AOAC Official Methods 985.29 Semua prosedur analisis dilakukan terhadap blanko untuk melihat adanya endapan non serat yang berasal dari reagen atau enzim yang tersisa dalam residu dan dapat terhitung sebagai serat pangan. Sampel ditimbang secara duplo sebanyak 0.5 g, dengan keakuratan hingga 0.1 mg, dalam gelas piala 200 ml. Perbedaan bobot sampel dalam masing-masing ulangan diusahakan tidak lebih dari 20 mg. Sebanyak 25 ml buffer fosfat 0.08 M pH 6.0 dimasukkan ke dalam gelas piala. Nilai pH diukur hingga pH 6.0±0.2. Sebanyak 0.05 ml enzim termamyl ditambahkan. Kemudian gelas piala ditutup menggunakan kertas aluminium foil alufo dan diletakkan dalam air mendidih. Selama inkubasi, gelas piala digoyangkan secara perlahan setiap 5 menit. Saat suhu 16 larutan dalam gelas piala mencapai 100 o C, lanjutkan inkubasi selama 15 menit. Waktu pemanasan dapat ditambahkan jika jumlah sampel yang ditempatkan di dalam waterbath sulit mencapai suhu internal antara 95-100 o C. Prosedur ini dapat dilakukan selama 30 menit. Selanjutnya larutan tersebut didinginkan sampai mencapai suhu ruang. Nilai pH ditepatkan hingga 7.5±0.1 dengan 5 ml NaOH 0.275 N. Sebanyak 2.5 mg protease dimasukkan ke dalam sampel. Protease dapat pula digunakan dalam bentuk larutan 50 mg dalam 1 ml buffer fosfat yang dibuat sesaat sebelum digunakan dan ditambahkan sebanyak 0.1 ml. Sampel ditutup kembali dengan alufo lalu diinkubasi selama 30 menit pada suhu 60 o C dengan agitasi kontinyu. Sampel didinginkan dan ditambahkan 5 ml HCl 0.325 M. Nilai pH diukur hingga berkisar antara 4.0-4.6, jika nilai pH belum tercapai, dapat ditetesi kembali dengan asam. Enzim amiloglukosidase AMG ditambahkan sebanyak 0.15 ml dan sampel ditutup kembali dengan alufo. Selanjutnya diinkubasi kembali selama 30 menit pada suhu 60 o C dengan agitasi kontinyu. Sebanyak 140 ml etanol 95 yang sebelumnya telah dipanaskan hingga suhunya 60 o C volume diukur setelah pemanasan ditambahkan. Agar terbentuk endapan, sampel dibiarkan pada suhu kamar selama 60 menit. Secara kuantitatif endapan disaring melalui crucible. Sebelumnya, crucible yang mengandung celite ditimbang hingga keakuratan mendekati 0.1 mg. Residu dicuci dengan 3 x 10 ml etanol 78, 2 x 5 ml etanol 95, dan 2 x 5 ml aseton secara berturut-turut. Waktu yang dibutuhkan untuk pencucian dan penyaringan bervariasi antara 0.1 sampai 6 jam, rata-rata waktu yang dibutuhkan ialah 0.5 jam per sampel. Lamanya waktu filtrasi dapat dikurangi dengan penghisapan vakum secara hati-hati. Crucible yang mengandung residu dikeringkan selama satu malam di dalam oven vakum dengan suhu 70 o C atau selama 5 jam di oven biasa pada suhu 105 o C. Kemudian crucible didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga keakuratan mencapai 0.1 mg. Untuk memperoleh bobot residu, kurangi dengan bobot crucible dan celite. Analisis residu dari satu sampel ulangan digunakan untuk analisis protein menggunakan metode Kjeldahl, faktor konversi yang digunakan ialah N x 6.25, kecuali pada kasus sampel yang diketahui nilai N dalam proteinnya. Sampel ulangan lainnya diabukan selama 5 jam pada suhu 525 o C. Kemudian hasilnya didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga keakuratan mendekati 0.1 mg. Kurangi dengan bobot crucible dan celite untuk memperoleh bobot abu. Penentuan blanko : B = blanko = bobot residu – P B – A B g Bobot residu = bobot residu blanko g P B = bobot protein blanko g A B = bobot abu blanko g Perhitungan total serat pangan TDF : TDF = [bobot residu – P – A – B bobot sampel] x 100 Bobot residu = bobot residu masing-masing sampel g P = bobot protein residu g A = bobot abu residu g B = blanko g bobot sampel = bobot sampel yang diambil g Analisis Serat Pangan Tidak Larut AOAC Official Methods 991.42 Prosedur yang dilakukan sama dengan analisis total serat pangan sampai tahap inkubasi dengan enzim selesai. Pada analisis serat pangan tidak larut, sampel tidak ditambahkan dengan etanol 95 60 o C. Residu dicuci dengan 2 x 5 ml air melarutkan SDF, 2 x 5 ml etanol 95, dan 2 17 x 5 ml aseton secara berturut-turut. Langkah pengeringan crucible dan analisis residu hingga tahap akhir serupa dengan prosedur total serat pangan. Penentuan blanko : B = blanko = bobot residu – P B – A B g Bobot residu = bobot residu blanko g P B = bobot protein blanko g A B = bobot abu blanko g Perhitungan serat pangan tidak larut IDF : IDF = [bobot residu – P – A – B bobot sampel] x 100 Bobot residu = bobot residu masing-masing sampel g P = bobot protein residu g A = bobot abu residu g B = blanko g bobot sampel = bobot sampel yang diambil g Analisis Serat Pangan Larut by difference Kadar serat pangan larut SDF ditentukan dengan mengurangi kadar total serat pangan dengan kadar serat pangan tidak larut. Perhitungan serat pangan larut SDF : SDF = TDF –IDF Analisis Kadar Substansi Pektat Substansi pektat dihitung berdasarkan metode kolorimetrik McCready dan McComb 1952 yang telah dimodifikasi oleh Blumenkrantz dan Asboe-Hansen 1973. Anhidrouronat yang diperoleh dari hidrolisis terhadap substansi pektat dengan diberi orto-hidroksi difenil akan menghasilkan warna yang dapat diukur pada panjang gelombang 520 nm. Contoh yang telah dikeringkan ditimbang sebanyak 0.1 gram, diberi 10 ml etanol 70, diaduk secara kontinyu selama 30 menit, lalu dibiarkan selama 1 jam untuk menghilangkan gula-gulanya. Kemudian larutan disaring dan endapan yang diperoleh diambil dan diberi 40 ml reagen Versene larutan EDTA-4Na 0.5. Larutan sampel diinkubasi selama 30 menit dengan agitasi kontinyu pada suhu ruang untuk melarutkan substansi pektat. Larutan diasamkan sampai pH 3.3-5.5 menggunakan asam asetat, selanjutnya ditambahkan 0.5 ml viscozyme V2010 yang mengandung pektinase, silanase, arabinase, selulase, hemiselulase, dan β-glukanase. Larutan kembali diinkubasi pada suhu ruang selama 60 menit dengan agitasi kontinyu. Volume campuran ditepatkan sampai 50 ml dengan akuades, kemudian disaring menggunakan kertas saring Whatman 42 dan diperoleh filtrat. Filtrat dipipet sebanyak 0.8 ml, kemudian ditambahkan 4.8 ml larutan tetraborat dalam asam sulfat pekat 0.0125 M larutan Na 2 B 4 O 7 dalam asam sulfat pekat. Larutan sampel didinginkan pada penangas es sampai suhu 4 ºC, dan di-vortex. Sampel dipanaskan dalam penagas air 100 ºC selama 5 menit, didinginkan kembali dalam penangas es sampai suhu 20 ºC. Sampel kemudian ditambahkan 0.08 ml larutan o-hidroksidifenil 0.075 g o-hidroksidifenil dilarutkan dalam NaOH 0.5 dan di- vortex. Sampel dibiarkan selama ± 5 menit sampai terbentuk warna yang sempurna kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 520 nm. Blanko dibuat dengan memipet 0.8 ml aquades dan diperlakukan sama seperti sampel. Standar asam galakturonat ditimbang sebanyak 24.1 mg, ditambahkan 2 ml NaOH 0.05 N, diencerkan hingga volume 100 ml dengan aquades. Larutan standar dibiarkan semalam pada suhu kamar. Setiap ml larutan standar mengandung 24.1 mgL asam galakturonat. Kurva standar 18 dibuat dengan mengencerkan larutan standar menggunakan aquades. Standar dipipet 0.8 ml dan direaksikan sama seperti pada sampel. Perhitungan kadar substansi pektat dengan persamaan regresi y = a + bx. Kadar substansi pektat dihitung dari jumlah asam anhidrouronat yang terhidrolisis Kadar substansi pektat bk = ⁄ ⁄ 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kadar Serat Pangan Pucuk Kolesom yang Ditanam pada Musim

Kemarau Kadar TDF, IDF, dan SDF pucuk kolesom yang ditanam pada musim kemarau ditampilkan pada Gambar 5. Berdasarkan hasil analisis, sampel kolesom yang dipupuk secara organik menunjukkan kadar total serat pangan TDF rata-rata yang lebih rendah daripada kolesom yang dipupuk secara anorganik p 0.05 Lampiran 14. TDF kolesom dengan pupuk organik tercatat sebesar 40.52 ± 2.72 g100 g basis kering, sementara TDF kolesom dengan pupuk anorganik sebesar 42.57 ± 1.84 g100 g basis kering. Pada perlakuan pemupukan organik, kadar TDF tertinggi dimiliki sampel organik 4 dan organik 5, yakni sebesar 42.35 g100 g bk. Pada perlakuan anorganik, kadar TDF tertinggi dimiliki sampel anorganik 2 sebesar 44.39 g100 g bk. Secara berurutan, sampel dengan kadar TDF dari tinggi ke rendah antara lain sampel anorganik 2, anorganik 3, anorganik 1, organik 4, organik 5, anorganik 5, organik 3, anorganik 4, organik 1, dan terakhir organik 2. Namun, uji lanjut menunjukkan bahwa kadar TDF sampel anorganik 2 dan anorganik 3 tidak berbeda nyata p = 0.187. Demikian halnya dengan sampel anorganik 3 dan anorganik 1 p = 0.387; sampel anorganik 1, organik 4, dan organik 5 p = 0.180; sampel organik 4, organik 5, anorganik 5, dan organik 3 p = 0.157; serta sampel anorganik 4 dan organik 1 p = 0.392. Ini artinya pada dosis pemupukan yang sama, nilai TDF berbeda nyata p 0.05 antara sampel organik dengan sampel anorganik, kecuali pada sampel organik 5 dan anorganik 5 Lampiran 10. Data mengenai perhitungan kadar TDF ditampilkan pada Lampiran 1, 2, 3, dan 4. Hasil analisis serat pangan tidak larut IDF menunjukkan rata-rata IDF yang tidak berbeda antara sampel kolesom dengan pemupukan organik dan kolesom dengan pemupukan anorganik, yakni sebesar 27.12 g 100 g basis kering p 0.05 Lampiran 15. Kadar IDF tertinggi pada sampel organik dicapai pada sampel organik 3 yakni sebesar 28.94 g 100 g bk, sementara kadar IDF tertinggi perlakuan pemupukan anorganik yakni 28.45 g 100 g bk pada sampel anorganik 1. Secara berurutan, sampel dengan kadar IDF dari tinggi ke rendah antara lain sampel organik 3, anorganik 1, anorganik 2, anorganik 5, organik 4, organik 1, organik 5, anorganik 3, anorganik 4, dan terakhir organik 2. Namun, uji lanjut menunjukkan bahwa kadar IDF antara sampel organik 3 dan anorganik 1 tidak berbeda secara signifikan p = 0.179. Demikian halnya dengan sampel anorganik 1, anorganik 2, dan anorganik 5 p = 0.081; anorganik 2, anorganik 5, organik 4, dan organik 1 p = 0.107; antara sampel anorganik 5, organik 4, organik 1, dan organik 5 p = 0.057; serta antara sampel organik 1, organik 5, anorganik 3, dan anorganik 4 p = 0.051. Ini artinya pada perlakuan dosis pupuk yang sama, sampel dengan pemupukan organik dan anorganik mengandung IDF dengan nilai yang berbeda nyata p 0.05, kecuali sampel organik 5 dan anorganik 5 Lampiran 11. Data dan perhitungan analisis kadar IDF ditampilkan pada Lampiran 5, 6, dan 7. 20 a b c a-f : nilai rata-rata dengan huruf yang berbeda pada tiap batang menunjukkan hasil analisis rata-rata TDF berbeda nyata antar sampel nilai p 0.05 : nilai rata-rata analisis TDF berbeda nyata untuk dua jenis perlakuan nilai p 0.05 Gambar 6. Histogram kadar serat pangan pucuk kolesom pada musim kemarau a TDF b IDF c SDF Analisis serat pangan larut SDF pada sampel kolesom menunjukkan rata-rata SDF sampel kolesom dengan pemupukan anorganik 15.41 g 100 g bk lebih tinggi daripada SDF sampel kolesom dengan pemupukan organik 13.40 g 100 g bk Lampiran 8. Uji t menunjukkan bahwa kadar SDF ini berbeda secara signifikan p 0.05 Lampiran 16. Nilai SDF tertinggi pada perlakuan pemupukan organik terdapat pada sampel organik 5 sebesar 15.35 g 100 g bk, sedangkan pada pemupukan anorganik ada pada sampel anorganik 3 sebesar 17.16 g 100 g bk. Secara berurutan, sampel dengan kadar SDF dari tinggi ke rendah antara lain anorganik 3, anorganik 2, organik 5, organik 4, anorganik 1, anorganik 5, anorganik 4, organik 3, organik 1, dan terakhir organik 2. Namun, uji lanjut menunjukkan bahwa kadar SDF antara sampel anorganik 3 dan anorganik 2 tidak berbeda secara signifikan p = 0.580. Demikian halnya dengan kadar SDF 39.51 e 36.24 f 41.47 d 42.35 cd 42.35 cd 40.52 ±2.72 43.16 bc 44.39 a 43.35 eb 39.69 e 40.79 d 42.57 ±1.84 20 40 60 80 100 1 2 3 4 5 ẋ 1 2 3 4 5 ẋ organik anorganik T DF g 1 g ba sis k er ing Perlakuan 12.34 ef 11.16 f 12.52 def 14.72 bc 15.35 b 13.40 ±1.68 14.70 bc 16.83 a 17.16 a 13.62 cd 13.86 cd 15.41 ±1.85 20 40 60 80 100 1 2 3 4 5 ẋ 1 2 3 4 5 ẋ organik anorganik SDF g 1 g ba sis k er ing Perlakuan 27.17 cde 25.08 f 28.94 a 27.63 cd 27.00 de 27.12 ±1.54 28.45 ab 27.57 bc 26.48 e 26.38 e 27.77 bcd 27.12 ±0.75 20 40 60 80 100 1 2 3 4 5 ẋ 1 2 3 4 5 ẋ organik anorganik IDF g 1 ba sis k erin g Perlakuan 21 antara sampel organik 5, organik 4, dan anorganik 1 p = 0.352; antara sampel organik 4, anorganik 1, anorganik 5 dan anorganik 4 p = 0.129; antara sampel anorganik 5, anorganik 4, dan organik 3 p = 0.057; antara sampel anorganik 4, organik 3, dan organik 1 p = 0.67; serta antara sampel organik 3, organik 1, dan organik 2 p = 0.052. Ini artinya dosis pupuk yang sama antara pupuk organik dan anorganik memberikan nilai SDF yang berbeda nyata p 0.05, kecuali sampel organik 4 dan anorganik 4 Lampiran 12. Proporsi komponen serat pangan sangat bervariasi antara satu bahan pangan dengan bahan pangan lainnya. Faktor-faktor seperti spesies, tingkat kematangan, bagian tanaman yang dikonsumsi dan perlakuan terhadap bahan tersebut, sangat berpengaruh terhadap komposisi kimia dan sifat fisik dari serat pangan Anderson dan Clydesdale 1980. Sebagai contoh, Tabel 4 ini menampilkan kandungan serat pangan berbagai jenis sayuran. Tabel 4. Kadar serat pangan berbagai sayuran Jenis sayuran Nama latin Metode Serat Pangan g100 g basis kering TDF IDF SDF Kacang tanah a Arachis hypogaea L. Asp, 1995 10.91 ± 2.84 9.63 ± 2.50 1.18 ± 0.24 Kacang polong b Pisum sativum AOAC, 1983 13.17 ± 1.64 11.31 ± 1.51 1.86 ± 0.86 Wortel c Daucus carota L. AOAC, 1990 26.78 ± 1.13 10.46 ± 1.26 16.32 ± 4.79 Tomat hijau d Solanum lycopersicum Asp, 1983 32.84 ± 0.23 25.22 ± 0.47 7.62 ± 0.24 Genjer d Limnocharis flava Asp, 1983 39.38 ± 1.29 31.74 ± 0.94 7.62 ± 0.35 Kacang kedelai 1 e Glycine max L. Asp, 1992 35.22 ± 0.23 30. 43 ± 0.25 4.79 ± 1.98 Daun kolesom organik musim kemarau Talinum triangulare Jacq. Willd AOAC, 1999 40.52 ± 2.72

27.12 ± 1.54 13.40 ± 1.68