19
3.3.4. Tahap Formulasi Surfaktan
Surfaktan  yang  terpilih  kemudian  diformulasikan  dengan  NaCl  untuk  mengetahui  optimal salinitas  dari  surfaktan  tersebut.  Tujuan  dari  optimalisasi  salinitas  yaitu  untuk  mengetahui  performa
terbaik  dari  larutan  surfaktan  pada  kondisi    salinitas  yang  optimum  pada  air  formasi.  Air  formasi lapangan  S  memiliki  kandungan  garam  sebesar  7000  ppm.  Tambahan  konsentrasi  NaCl  yang
digunakan  kurang  dari  10000  ppm  dengan  rentang  variasi  yaitu  1000  ppm,  3000  ppm,  5000  ppm, 7000 ppm, dan 9000 ppm.  Penggunaan tambahan NaCl ini didasarkan oleh  penelitian terdahulu yang
dilakukan  pihak  SBRC-IPB  bahwa  konsentrasi  diatas  10000  ppm  menyebabkan  timbulnya  endapan dalam  formula  pada  waktu  penyimpanan.  Optimalisasi  salinitas  dimulai  dengan  menambahkan
salinitas  pada  air  formasi  sesuai  dengan  variasi  yang  telah  ditentukan  dengan  perbandingan bobotbobot  antara  NaCl  dan  air    formasi.    Selanjutnya,  sebanyak  0.3      surfaktan  dicampurkan
dengan  air  formasi  pada  masing-masing  variasi  tersebut.  Formula  tersebut  kemudian  diukur  nilai tegangan antarmukanya dengan menggunakan spinning drop tensiometer TX 500 C.  Formula dengan
nilai  tegangan  antarmuka  terendah  menunjukkan  optimal  salinitas  dari  surfaktan  yang  digunakan. Selanjutnya,  formula  tersebut  dikombinasikan  dengan  alkali  untuk  mencari  optimal  alkali  dari
surfaktan yang digunakan. Proses  optimalisasi  alkali  yang  dilakukan  bertujuan  untuk  menurunkan  nilai  tegangan
antarmuka  yang  telah  diperoleh  dari  formulasi  sebelumnya.    Alkali  yang  digunakan  adalah  NaOH natrium  hidroksida  dan  Na
2
CO
3
natrium  karbonat.    Alkali  merupakan  zat  aditif  dengan penambahan  konsentrasi  minimal  1      atau  10000  ppm.  Penggunaan  masing-masing  alkali
divariasikan  dengan  rentang  1000  ppm,  3000  ppm,  5000  ppm,  7000  ppm,  dan  9000  ppm. Optimalisasi  alkali  dimulai  dengan  membuat  larutan  dengan  optimal  salinitasnya  seperti  yang
dilakukan  pada  optimalisasi  salinitas  di  atas.    Selanjutnya,  masing-masing  alkali  dengan  variasi konsentrasi yang telah ditentukan ditimbang dan dicampurkan dengan larutan surfaktan pada optimal
salinitas  sampai  dicapai  berat  yang  ditentukan  dengan  perbandingan  bobotbobot  antara  alkali  dan larutan.  Setelah  itu, formula tersebut diukur nilai IFT-nya menggunakan spinning drop tensiometer
TX 500 C untuk mengetahui alkali yang sesuai pada surfaktan yang digunakan.  Selanjutnya, formula pada  optimal  alkali  dan  optimal  salinitas  ini  digunakan  untuk  tahap  analisis  formula  serta  untuk  uji
core flood.
3.3.5. Tahap Analisis Formula untuk Enhanced Water Flooding
Formula surfaktan yang dihasilkan kemudian dianalisis. Analisis yang dilakukan pada formula tersebut  meliputi;  uji    Inter  Facial  Tension  menggunakan  alat  spinning  drop  tensiometer  TX  500  C
untuk  mengetahui  besarnya  tegangan  antara  muka  minyak  dan  formula  surfaktan,  uji  densitas menggunakan  alat  Density  Meter  DMA  4500  M  anton  Paar  untuk  mengetahui  densitas  atau  berat
jenis dari formula surfaktan, uji pH menggunakan alat pH meterkertas pH  untuk mengetahui kondisi pH pada formula surfaktan,  uji viskositas menggunakan alat viskometer untuk mengetahui viskositas
dari  formula  surfaktan,  uji  compatibilitas  untuk  mengetahui  kecocokan  antara    surfaktan  dengan  air formasi,  uji  filtrasi  untuk  mengetahui  keberadaan  endapan  dalam  larutan  surfaktan,  uji  thermal
stability untuk mengetahui kestabilan surfaktan terhadap pengaruh panas,   serta uji kelakuan phasa fase  behavior  untuk  mengetahui  kelakuan  fase  antara  formula  dengan  minyak.  Prosedur  analisis
formula surfaktan untuk enhanced water flooding dapat dilihat pada Lampiran 2.
20
3.3.6. Tahap Aplikasi Enhanced Water Flooding
Tahapan  terakhir  adalah  aplikasi  formula  larutan  surfaktan  untuk  enhanced  waterflooding berupa  coreflooding  test.  Coreflooding  test  dimulai  dengan  penginjeksian  Air  Injeksi  T    ke  dalam
batuan sandstone yang telah  berisi minyak bumi mentah hingga tidak ada lagi minyak bumi mentah yang  keluar.    Proses  injeksi  air  ini  menghasilkan  nilai  recovery  minyak  setelah  water  flooding.
Selanjutnya, diinjeksikan formula larutan surfaktan dengan kombinasi 0,1 PV, 0,2 PV dan 0,3 PV dari volume  pori-pori  batuan.  Kemudian  batuan    sandstone  disoaking  dengan  lama  perendaman  12  jam.
Penentuan  lama  perendaman  12  jam  merujuk  pada  penelitian  yang  telah  dilakukan  Mwangi  2008 dimana  lama  perendaman  selama  12  jam  mampu  memberikan    tambahan  recovery  sebesar  8.
Setelah  mengalami  perendaman,  batuan  sandstone  diinjeksikan  kembali  dengan  menggunakan  air injeksi  T  hingga  tidak  ada  lagi  minyak  bumi  mentah  yang  keluar.    Proses  injeksi  ini  menghasilkan
nilai recovery  minyak setelah injeksi surfaktan.  Nilai recovery setelah injeksi surfaktan ini yang akan dianalisis  dengan  menggunakan  rancangan  percobaan  untuk  melihat  pengaruh  injeksi  surfaktan
dengan  kombinasi  0.1  PV,  0.2  PV,  dan  0.3  PV.    Hasil  gabungan  recovery  minyak  setelah  water flooding  dan  injeksi  surfaktan  menghasilkan  total  recovery  minyak  keseluruhan.    Diagram  alir
penelitian dapat dilihat pada Gambar 9. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan satu
faktor  dengan    dua  kali  ulangan.  Faktor  yang  divariasikan  adalah  volume  larutan  surfaktan.    Faktor volume larutan  surfaktan terdiri dari tiga taraf  yaitu 0.1 PV, 0.2 PV dan  0.3 PV.  Model  matematika
yang digunakan adalah: Y
ij
= µ + α
i
+ ε
ij
dengan : Y
ij
= Nilai pengamatan
µ =
Rata-rata α
i
= Pengaruh faktor volume larutan surfaktan pada taraf ke-i i = 1,2,3
έ
ij
= Galat percobaan
21
Gambar 9. Diagram alir penelitian
Perendaman 12 jam
22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN