5
Surfaktan  kationik  dengan  muatan  gugus  hidrofilikya  yang  positif  akan  merubah  wettability batuan  yang  memiliki  muatan  positif  menjadi  water  wet  seperti  batuan  karbonat  dan  akan  merubah
wettability batuan yang bermuatan negatif  seperti batuan sandstone menjadi oil wet. Berbeda dengan surfaktan  anionik  dan  kationik,  surfaktan  nonionik  yang  tidak  memiliki  muatan  pada  gugus
hidrofiliknya  menyebabkannya  kompatible  pada  kedua  jenis  batuan.  Surfaktan  nonionik  akan menyebabkan  water  wet  baik  pada  batuan  karbonat  maupun  sandstone.  Sedangkan  penggunaan
surfaktan  amfoterik  pada  kedua  jenis  batuan  tersebut  tergantung  pada  pH  larutan  dimana  surfaktan tersebut  bekerja.    Pada  kondisi  pH7  basa,  gugus  hidrofilk  surfaktan  amfoterik  akan  bermuatan
positif sehingga akan menyebabkan  water wet pada batuan yang memiliki muatan positif karbonat. Pada  pH7  asam,  gugus  hidrofilik  surfaktan  amfoterik  akan  bermuatan  negatif  sehingga  akan
menyebabkan  water  wet  pada  batuan  yang  memiliki  muatan  negatif  sandstone,  sedangkan  pada pH=7,  gugus  hidrofilik  surfaktan  amfoterik  tidak  akan  bermuatan.  Namun  pada  aplikasi  stimulasi
surfaktan, surfaktan amfoterik digunakan terbatas sebagai pencegah korosi dan agen pembusa Allen and Robert, 1993; Mulyadi, 2002
Flider  2001  menyatakan  bahwa  surfaktan  berbasis  bahan  alami  dapat  dibagi  menjadi  empat kelompok yaitu :
1. Berbasis minyak-lemak seperti; monogliserida, digliserida, dan poligliserol ester.
2. Berbasis karbohidrat seperti; alkyl poliglikosida, dan n-metil glukamida.
3. Ekstrak bahan alami seperti; lesitin dan saponin.
4. Biosurfaktan yang diproduksi oleh mikroorganisme seperti; rhamnolipid dan sophorolipid.
Pengujian  surfaktan  meliputi  kemampuan  untuk  menstabilkan      emulsi,  kemampuan  untuk menurunkan tegangan permukaan dan  tegangan antar muka, mengontrol jenis formasi emulsi dengan
hidrofil  lipofil  balance,  dan  penentuan  gugus  fungsi  dengan  FTIR  Fourier  Transform  Infra  Red Spectroscopy.
1. Kestabilan Emulsi
Cara  kerja  bahan  penstabil  adalah  dengan  menurunkan  tegangan  permukaan,  dengan cara  membentuk  lapisan  pelindung  yang  menyelimuti  globula  fase  terdispersi,  sehingga
senyawa  yang  tidak  larut  akan  lebih  mudah  terdispersi  dalam  sistem  dan  bersifat  stabil Fennema,  1985.    Emulsi  yang  stabil  mengacu  pada  proses  pemisahan  yang  berjalan  lambat
sedemikian rupa sehingga proses itu tidak teramati pada selang waktu tertentu yang diinginkan Kemel, 1991.
Semakin  tinggi  viskositas  dari  suatu  sistem  emulsi,  semakin  rendah  laju  rata-rata pengendapan  yang  terjadi,  sehingga  mengakibatkan  kestabilan  semakin  tinggi  Suryani  et.  al,
2000.    Viskositas  berkaitan  erat  dengan  tahanan  yang  dialami  molekul  untuk  mengalir  pada sistem  cairan.    Ada  beberapa  faktor  yang  mempengaruhi  sifat  alir  suatu  emulsi,  diantaranya
ukuran  partikel  dan  distribusi  ukuran  partikel.    Emulsi  dengan  globula  berukuran  halus,  lebih besar  viskositasnya  dibandingkan  emulsi  dengan  globulanya  yang  lebih  besar  atau  tidak
seragam Muchtadi, 1990.
6
2. Tegangan  Permukaan
Prinsip dasar tentang kestabilan emulsi adalah kesetimbangan antara gaya tarik-menarik dan gaya tolak menolak yang terjadi antar partikel dalam suatu sistem emulsi.  Apabila gaya ini
dapat dipertahankan tetap seimbang atau terkontrol, maka partikel-partikel dalam sistem emulsi dapat dipertahankan agar tidak bergabung Suryani, et al. 2001.
Tegangan  permukaan  dirumuskan  sebagai  energi  yang  harus  digunakan  untuk memperbesar  permukaan  suatu  cairan  sebesar  1  cm
2
.  Tegangan  permukaan  disebabkan  oleh adanya gaya tarik menarik dari molekul cairan. Tegangan permukaan antara lain dapat diukur
dengar  menggunakan  Tensiometer  du  Nouy  dan  dinyatakan  dalam  dyne  per  centimeter dynecm atau miliNewton per meter mNm.
Pada  cairan,  terdapat  molekul-molekul  yang  tersebar  di  bawah  permukaan  dan  pada permukaan  cairan.    Molekul-molekul  ini  saling  tarik  menarik.    Gaya  tarik-menarik  molekul-
molekul di bawah permukaan cairan adalah sama pada semua arahnya. Molekul-molekul di atas permukaan  cairan  tersebut  kemudian  mendapatkan  gaya  tarik  dari  molekul-molekul  di
bawahnya  yang  mencoba  untuk  menariknya  kembali  ke  tubuh  cairan.  Hal  ini  menyebabkan cairan  mengambil  bentuk  yang  memungkinkan  luas  permukaan  menjadi  sekecil  mungkin.
Bentuk  tersebut  adalah  bentuk  bola  sphere.  Besarnya  energi  yang  mengendalikan  bentuk cairan  tersebut  dinamakan  tegangan  permukaan.  Semakin  besar  ikatan  antar  molekul-molekul
dalam cairan maka semakin besar tegangan permukaan Bodner dan Pardue, 1989.
3. Tegangan  Antarmuka