22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.  PERSIAPAN CORE SINTETIK
Reservoir  adalah  suatu  tempat  terakumulasinya  minyak  dan  gas  bumi.    Pada  umumnya reservoir  minyak  memiliki  karakteristik  yang  berbeda-beda  tergantung  dari  komposisi,  temperatur
dan tekanan pada tempat dimana terjadi akumulasi hidrokarbon   didalamnya. Suatu reservoir minyak biasanya mempunyai tiga unsur utama yaitu adanya batuan reservoir,  lapisan penutup dan perangkap.
Berdasarkan  penyusunnya  secara  umum  batuan  reservoir  terdiri  dari  batuan  sedimen,  yang berupa  batu  pasir  dan  karbonat  sedimen  klastik  serta  batuan  shale  sedimen  non-klastik  atau
kadang-kadang  vulkanik.    Masing-masing    batuan  tersebut  mempunyai  komposisi  kimia  yang berbeda, demikian juga dengan sifat fisiknya. Pada hakekatnya  setiap  batuan dapat bertindak sebagai
batuan reservoir asal mempunyai kemampuan menyimpan dan menyalurkan minyak bumi. Sifat  fisik  yang  mempengaruhi  batuan  reservoir  antara  lain  porositas,  serta  permeabilitas.
Porositas  didefinisikan  sebagai  perbandingan  antara  volume  batuan  yang  tidak  terisi  oleh  padatan terhadap  volume  batuan  secara  keseluruhan.  Sedangkan,  permeabilitas  batuan  didefinisikan  sebagai
kemampuan  batuan  tersebut  untuk  melewatkan  fluida  dalam  medium  berpori-pori  yang  saling berhubungan.  Permeabilitas  didefinisikan  sebagai  ukuran  media  berpori  untuk  meloloskan
melewatkan fluida. Rachmat, 2009 Penggunaan  corebatuan    reservoir  yang  berasal  dari  dalam  lapangan  minyak  bumi  sangat
terbatas.  Hal  ini  karena  jumlahnya  terbatas    serta  biaya  yang  dikeluarkan  untuk  mengambil  dan mengangkut  corebatuan  reservoir  tersebut  sangat  mahal.  Untuk  memenuhi  kebutuhan  analisis
laboratorium  diperlukan  pengganti  core  reservoir  lapangan  atau  core  sintetik  .  Pembuatan    core sintetik dilakukan dengan mempertimbangkan  karakteristik dari core reservoir lapangan minyak yang
diamati.  Hal  ini  dilakukan  agar  batuan  sintetik  yang  dibuat  dapat  menyerupai  batuan  reservoir  dari lapangan  minyak  tersebut.  Secara  umum,  core  reservoir  lapangan  S  tersusun  dari  sebagian  pasir
sandstone dengan porositas lebih dari 20 persen. Proses persiapan core sintetik sampai bisa digunakan untuk simulasi water flooding terdiri dari
beberapa  tahap  yaitu;  tahap    pembuatan  core,    tahap  pencucian,  dan  tahap  penjenuhan.  Pada  tahap pembuatan  core  sintetik  bahan    utama  yang  digunakan  yaitu  pasir  kuarsa  ukuran  500  mesh  serta
semen untuk mengikat pasir kuarsa agar lebih kompak. Perbandingan yang digunakan pada proses ini sebesar  5:2  untuk  pasir  kuarsa  dan  semen.  Perbandingan  ini  menghasilkan  core  dengan  porositas
sebesar 33 – 37 , serta menghasilkan permeabilitas sebesar 44.4 – 46.6 mdarcy.
Ukuran  porositas  serta  kualitas  dari  core  yang  dihasilkan  menurut  Rachmat  2009, dikelompokkan menjadi jelek sekali dengan porositas 0-5 ,  jelek dengan porositas 5-10 , sedang
dengan porositas 10-15 , baik dengan porositas 15-20  dan sangat baik dengan porositas diatas 20 .    Menurut  Koesoemadinata  1978,  permeabilitas  beberapa  reservoir    dapat  dikelompokkan
menjadi  ketat tight  5 mD, cukup fair 5 –10 mD, baik good 10–100 mD, baik sekali 100–1000
mD  dan  very  good  1000  mD.  Core  yang  dihasilkan  memiliki  nilai  porositas  diatas  20    yaitu sebesar 33
– 37  sehingga dikategorikan kedalam  core kualitas sangat baik.  Kualitas ini membuat minyak  dengan  mudah  masuk  kedalam  pori-pori  batuan,  sehingga  semakin  banyak  yang  dapat
ditampung  kedalam  batuan.  Sedangkan,  nilai  permeabilitas  yang  dihasilkan  dari  core    yang  dibuat memiliki kategori baik dengan nilai permeabilitas sebesar  44.4
– 46.6 mdarcy.  Kualitas ini membuat
23
laju alir fluida yang melewati batuan semakin baik sehingga dapat mempermudah mengalirnya fluida dalam batuan tersebut.
Porositas    pada  batuan  memiliki  hubungan  dengan  permeabilitas  pada  batuan  tersebut.  Nilai porositas  yang  besar  mengindikasikan  lubang  pada  pori-pori  core  besar  sehingga  fluida  dapat
mengalir  dengan  cepat.  Sehingga  seharusnya  nilai  permeabilitas  pada  batuan  tersebut  pun  besar  dan sebaliknya. Berdasarkan penelitian Nurwidyanto dan Noviyanti 2005  pada batu pasir study  kasus
formasi  Kerek,  Ledok,  dan  Selorejo  menyatakan  terdapat  hubungan  yang  nyata  dan  bersifat  positif antara  variabel  porositas  dan  permeabilitas.  Pada  core  sintetik  yang  dihasilkan  kualitas  porositas
sangat  baik  sedangkan  kualitas  permeabilitas  baik,  hal  ini  disebabkan  karena  adanya  semen  yang membentuk  interpartikel  pada  core  sehingga  tidak  sepenuhnya  berbentuk  bola  sehingga  berdampak
pada porositas yang besar tetapi permeabilitas yang kecil atau tidak sebaik dengan nilai porositasnya. Menurut Koesoemadinata 1978,  jika bentuk butiran mendekati bentuk bola maka permeabilitas dan
porositasnya  akan  lebih  meningkat.  Nilai  porositas  serta  permeabilitas  dari  core  yang  dihasilkan ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Porositas dan permeabilitas core sintetik
Kode Core Porositas
Permeabilitas mDarcy
I 34.0
46.6 II
35.5 45.4
III 33.7
45.6 IV
34.0 46.5
V 36.5
46.5 VI
38.3 47.1
Core  sintetik  yang  telah  dibuat  kemudian  disesuaikan  dengan  ukuran  dari  core  holder  yang terdapat  pada  alat  coreflooding  apparatus.  Ukuran    dari  masing-masing  core  sintetik  dapat  dilihat
lebih  jelas  pada  Lampiran  5.  Setelah  itu,  core  tersebut  dicuci  dengan  menggunakan  alat  destilasi dengan  pelarut  toluene.  Pemilihan  pelarut  toluene  sebagai  pelarut  didasarkan  pada  penelitian  yang
dilakukan  oleh  Mwangi  2008  yang  menyatakan  kemampuan  toluene  dalam  menghilangkan hydrocarbons, termasuk aspal, dan pengotor lainnya sangat baik dan dapat mengembalikan wettability
batuan.    Setelah  itu,  toluene  yang  terdapat  dalam  core  selama  proses  pencucian  harus  dihilangkan dengan  cara  diuapkan  dalam  oven  pada  suhu  70
C.  Penguapan  dilakukan  sampai  toluene  didalam batuan  dipastikan  menguap  dengan  sempurna.  Setelah  itu,  core  kemudian  ditimbang  untuk
mengetahui  bobot  kering  sebelum  dilakukan  pemvakuman.  Perhitungan  bobot  kering  serta  bobot basah  sebelum  dan  setelah  pemvakuman  digunakan  sebagai  perhitungan  porositas  batuan.    Adapun
penampakan visual core yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Core Sintetik
24
Tahap selanjutnya  yaitu pemvakuman  core  yang telah dicuci. Pemvakuman dilakukan dengan menggunakan 2 langkah dimana pada langkah pertama dilakukan dengan menghisap udara yang ada
didalam  core.    Langkah  ini  bertujuan  agar  core  benar-benar  porous  dan  tidak  ada  udara  pada  pori- porinya sehingga air formasi dapat dengan  mudah masuk kedalam pori-pori core. Selain itu, menurut
Mwangi 2008 proses pemvakuman  bertujuan  untuk memperbaiki permeabilitas core. Hal ini karena debu-debu  serta  sisa  toluene  akan  terhisap  oleh  pompa  vakum.    Langkah  kedua  dilakukan  dengan
meneteskan  air  formasi  lapangan  S    kedalam  pori-pori  core.  Langkah  ini  bertujuan  untuk menjenuhkan  pori-pori  core  oleh  fluida  dalam  hal  ini  air  formasi.  Air  formasi  yang  dijenuhkan
kedalam core sebelumnya disaring dengan  menggunakan  saringan  500 mesh, 21 µm, 0.45 µm, serta 0.22  µm.  Proses  penyaringan  ini  dilakukan  berdasarkan  prosedur  yang  dilakukan  oleh  Lemigas
dengan  tujuan  agar  fluida  dapat  mudah  masuk  kedalam  pori-pori  core.  Selanjutnya,  core  yang  telah dijenuhkan  direndam  selama  1-3  hari  atau  lebih  lama  dalam  air  formasi  lapangan  S  agar  diperoleh
kondisi  core sintetik semirip mungkin dengan core asli pada reservoir lapangan S.
4.2.UJI  KOMPATIBILITAS  SURFAKTAN  ALKIL  POLIGLIKOSIDA  APG DENGAN AIR FORMASI LAPANGAN S
Uji  kompatibilitas  merupakan  uji  kinerja  paling  awal  untuk  mengetahui  kecocokan  antara surfaktan  dengan  air  injeksiair  formasi  dari  lapangan  minyak.  Uji  bertujuan  apakah  suatu  surfaktan
dapat  larut  atau  tidak  dalam  air  injeksiair  formasi.  Uji  bernilai  positif  jika  surfaktan  larut  secara sempurna dalam air injeksiair formasi, sedangkan uji bernilai negatif jika surfaktan tidak larut secara
sempurna dalam air injeksiair formasi. Surfaktan  Alkil  Poliglikosida  APG  komersil  yang  berasal  dari  PT.  Cognis  Indonesia
dilarutkan  kedalam  air  formasi  lapangan  S  sebesar  0.3  .  Selanjutnya  diamati  secara  visual kesesuaian beberapa surfaktan APG komersil dengan air formasi.   Berdasarkan   uji yang dilakukan,
ke lima surfaktan  APG dengan  kode SK-02, SK-03, SK-05, SK-06, dan SK-50 bernilai  positif  yang artinya seluruh surfaktan larut secara sempurna dalam air formasi lapangan S. Sehingga kelima jenis
surfaktan  tersebut  dapat  digunakan  untuk  formulasi  selanjutnya.  Penampakan  visual  serta  hasil pengujian kompatibilitas surfaktan APG komersil dapat dilihat pada Gambar 11 dan Tabel 4.
Gambar 11. Uji kompatibilitas surfaktan APG komersil dengan air formasi lapangan S
25
Tabel 4. Uji kompatibilitas surfaktan APG komersil dengan air formasi lapangan S
Kode Surfaktan Kelarutan dalam Air
Formasi Penampakan dalam Air
Formasi
SK – 02
+ + + + SK
– 03 + + + +
SK – 05
+ + + + SK
– 06 + + + +
SK – 50
+ + + +
Keterangan : Kelarutan dalam air formasi :
Penampakan dalam air formasi :
= sangat jernih + + + +
= sangat larut = jernih
+ + + = larut
= sedikit jernih + +
= sedikit larut = keruh
+ = tidak larut
4.3. PEMILIHAN SURFAKTAN