18
2. Tahap Pencucian Core Sintetik
Core sintetik yang telah dikeringkan kemudian dicuci untuk membersihkan kotoran yang masih terdapat pada core tersebut. Pencucian dilakukan dengan cara destilasi dengan
menggunakan pelarut toluene. Proses pencucian berlangsung selama 4 jam. Setelah proses pencucian, dilakukan pengeringan dengan oven pada suhu 70
C selama minimal 1 hari lalu didinginkan dalam desikator. Kemudian core sintetik tersebut diukur berat
kering serta dimensinya. Core yang telah diukur selanjutnya dibungkus dengan menggunakan alumunium foil agar tidak terkontaminasi dengan udara sekitar.
3. Tahap Penjenuhan Core Sintetik
Core sintetik yang telah dicuci kemudian dijenuhkan dengan menggunakan pompa vakum. Penjenuhan dilakukan dengan dua langkah, langkah pertama yaitu pemvakuman dan langkah
yang kedua yaitu penjenuhan. Tahap pemvakuman dilakukan untuk menghisap udara dari pori- pori core sehingga memudahkan fluida untuk masuk kedalamnya. Proses pemvakuman dilakukan
selama 2 jam. Tahap penjenuhan dilakukan untuk memasukkan fluida berupa air formasi lapangan S ke dalam pori-pori core. Proses penjenuhan pada tahap ini berlangsung selama 4 jam.
Core yang telah dijenuhkan kemudian direndam dengan menggunakan air formasi 1-3 hari atau lebih. Perendaman ini bertujuan agar proses penjenuhan dalam core lebih optimal dan lebih
menyerupai kondisi core reservoir di dalam bumi.
3.3.2. Uji Kompatibilitas Surfaktan terhadap Air Formasi Lapangan S
Uji compatibility adalah uji untuk mengetahui kecocokan antara surfaktan dengan air injeksi dan air formasi dari lapangan minyak. Uji bertujuan apakah suatu surfaktan dapat larut atau tidak
dalam air injeksiair formasi. Tahap pengujian dilakukan dengan melarutkan 0.3 dari masing- masing jenis surfaktan APG ke dalam air formasi. Uji bernilai positif jika surfaktan larut secara
sempurna dalam air injeksi air formasi sedangkan uji bernilai negatif jika surfaktan tidak larut secara sempurna dalam air injeksiair formasi. Pengamatan uji ini dilakukan secara visual.
3.3.3. Tahap Pemilihan Surfaktan
Pemilihan surfaktan dilakukan untuk memilih satu surfaktan Alkil Poliglikosida dari 5 jenis yang cocok digunakan sebagai formulasi. Pemilihan surfaktan ini didasari oleh nilai tegangan
antarmuka. Surfaktan dengan tegangan antarmuka terkecil yang akan dipilih untuk tahap formulasi surfaktan. Perbedaan nilai tegangan antarmuka yang kecil pada tahap ini, akan berpengaruh pada
tahap selanjutnya. Pengukuran nilai tegangan antarmuka dimulai dengan melarutkan sebanyak 0.3 dari masing-masing surfaktan ke dalam air formasi dari lapangan S. Kemudian, larutan tersebut diukur
nilai tegangan antarmukanya dengan menggunakan alat spinning drop tensiometer TX 500 C. Satu surfaktan dengan nilai tegangan antarmuka terendah dari surfaktan lainnya yang dipilih untuk tahap
formulasi.
19
3.3.4. Tahap Formulasi Surfaktan
Surfaktan yang terpilih kemudian diformulasikan dengan NaCl untuk mengetahui optimal salinitas dari surfaktan tersebut. Tujuan dari optimalisasi salinitas yaitu untuk mengetahui performa
terbaik dari larutan surfaktan pada kondisi salinitas yang optimum pada air formasi. Air formasi lapangan S memiliki kandungan garam sebesar 7000 ppm. Tambahan konsentrasi NaCl yang
digunakan kurang dari 10000 ppm dengan rentang variasi yaitu 1000 ppm, 3000 ppm, 5000 ppm, 7000 ppm, dan 9000 ppm. Penggunaan tambahan NaCl ini didasarkan oleh penelitian terdahulu yang
dilakukan pihak SBRC-IPB bahwa konsentrasi diatas 10000 ppm menyebabkan timbulnya endapan dalam formula pada waktu penyimpanan. Optimalisasi salinitas dimulai dengan menambahkan
salinitas pada air formasi sesuai dengan variasi yang telah ditentukan dengan perbandingan bobotbobot antara NaCl dan air formasi. Selanjutnya, sebanyak 0.3 surfaktan dicampurkan
dengan air formasi pada masing-masing variasi tersebut. Formula tersebut kemudian diukur nilai tegangan antarmukanya dengan menggunakan spinning drop tensiometer TX 500 C. Formula dengan
nilai tegangan antarmuka terendah menunjukkan optimal salinitas dari surfaktan yang digunakan. Selanjutnya, formula tersebut dikombinasikan dengan alkali untuk mencari optimal alkali dari
surfaktan yang digunakan. Proses optimalisasi alkali yang dilakukan bertujuan untuk menurunkan nilai tegangan
antarmuka yang telah diperoleh dari formulasi sebelumnya. Alkali yang digunakan adalah NaOH natrium hidroksida dan Na
2
CO
3
natrium karbonat. Alkali merupakan zat aditif dengan penambahan konsentrasi minimal 1 atau 10000 ppm. Penggunaan masing-masing alkali
divariasikan dengan rentang 1000 ppm, 3000 ppm, 5000 ppm, 7000 ppm, dan 9000 ppm. Optimalisasi alkali dimulai dengan membuat larutan dengan optimal salinitasnya seperti yang
dilakukan pada optimalisasi salinitas di atas. Selanjutnya, masing-masing alkali dengan variasi konsentrasi yang telah ditentukan ditimbang dan dicampurkan dengan larutan surfaktan pada optimal
salinitas sampai dicapai berat yang ditentukan dengan perbandingan bobotbobot antara alkali dan larutan. Setelah itu, formula tersebut diukur nilai IFT-nya menggunakan spinning drop tensiometer
TX 500 C untuk mengetahui alkali yang sesuai pada surfaktan yang digunakan. Selanjutnya, formula pada optimal alkali dan optimal salinitas ini digunakan untuk tahap analisis formula serta untuk uji
core flood.
3.3.5. Tahap Analisis Formula untuk Enhanced Water Flooding