Tinjauan Tentang Siswa Tunarungu

1 Ketunarunguan sebelum lahir prenatal, yaitu ketunarunguan yang terjadi ketika anak masih berada dalam kandungan ibunya. Ada beberapa kondisi yang menyebabkan ketunarunguan yang terjadi pada saat anak dalam kandungan antara lain sebagai berikut: a Hereditas atau keturunan Banyak informasi yang mengindikasikan terjadinya keadaan genetis yang berbeda dapat mengarah terjadinya sebuah ketunarunguan 36 . Secara genetic, gangguan pendengaran dapat ditularkan oleh orangtua kepada anak-anaknya, baik itu gen-gen resesif orangtua mempunyai pendengaran normal maupun gen- gen dominan salah satu atau keduanya mempunyai dasar gangguan pendengaran secara genetik 37 .Factor itu erat kaitannya dengan anggota keluarga terutama ayah dan ibu. Anak yang mengalami ketunarunguan karena di antara anggota keluarganya ada yang mengalami ketunarunguan. b Maternal Rubella Maternal rubella yang dikenal sebagai penyakit cacar air jerman, atau campak. Virus penyakit tersebut berbahaya jika menyerang seseorang wanita ketika tiga bulan pertama waktu kehamilan sebab dapat memengaruhi atau berakibat buruk terhadap anak atau bayi yang dikandungnya 38 . c Pemakaian Antibiotika Over Dosis Ada beberapa obat-obatan antibiotika yang jika diberikan dalam jumlah besar akan mengakibatkan ketunarunguan atau kecacatan yang lain. Adapun obat-obatan yang besar pengaruhnya terhadap gangguan pendengaran atau tunarungu pada anak semasa dalam kandungan antara lain: dihydrostreptomicyn, neomicin, 36 Dr. Mohammad Efendi, M.Pd., M.Kes. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2006 Hal: 64 37 J. David Smith. Op.cit. Hal: 279 38 Ibid Hal: 66 kanamicin, dan strepromycin. Pengaruh buruk obat tersebut dapat menimbulkan tunarungu sensoniural tunarungu saraf. d Toxoemia Ketika sang ibu sedang mengandung, karena suatu sebab tertentu sang ibu menderita keracunan pada darahnya toxoemia. Kondisi ini dapat berpengaruh pada rusaknya placenta atau janin yang dikandungnya, akibatnya ada kemungkinan sesudah bayi itu lahir akan menderita tunarungu. 2 Keturunan saat lahir neonatal, yaitu ketunarunguan yang terjadi saat anak dilahirkan. Ada beberapa kondisi yang menyebabkan ketunarunguan yang terjadi pada saat anak dilahirkan antara lain sebagai berikut: a Lahir Prematur Prematur adalah proses bayi yang terlalu dini sehingga berat badannya atau panjang badannya relative sering di bawah normal, dan jaringan-jaringan tubuhnya sangat lemah, akibatnya anak lebih mudah terkena anoxia kekurangan oxigen. Bayi yang lahir prematur sebagai salah satu penyebab anak menjadi tunarungu. b Rhesus Factors Setiap manusia sebenarnya mempunyai jenis darah yang biasa disebut rhesus, disingkat Rh. Jenis darah yang ada pada manusia adalah jenis darah A-B-AB-O. Pada jenis darah tersebut ada rhesus yang positif dan ada rhesus yang negative, kedua rhesus tersebut dapat dilihat pada pemeriksaan sel-sel darah merah. Jika dalam pemeriksaan sel-sel darah seseorang pada permukaan sel-sel darahnya mengandung rhesus disebut rhesus positif. Sebaliknya jika dalam pemeriksaan darah bersangkutan tidak menampakkan tanda-tanda tersebut dapat digolongkan pada orang-orang yang punya rhesus negatif. Jika jenis rhesus darah anak tidak sesuai dengan rhesus ibu yang mengandungnya, selama itu pula anak yang dilahirkan akan mengalami abnormalitas kelainan, dan sebaliknya jika rhesus darah sesuai maka anak yang dilahirkan akan normal. 3 Ketunarunguan setelah lahir posnatal, yaitu ketunarunguan yang terjadi setelah anak dilahirkan oleh ibunya. Ada beberapa kondisi yang menyebabkan ketunarunguan yang terjadi setelah dilahirkan antara lain sebagai berikut. a Penyakit meningitis cerebralis Meningitis cerebralis adalah peradangan yang terjadi pada selaput otak. Terjadinya ketunarunguan ini karena pada pusat susunan saraf pendengaran mengalami kelainan akibat dari peradangan tersebut. Jenis ketunarunguan akibat peradangan pada selaput otak ini biasanya jenis ketunarunguan perseptif. Oleh karena itu untuk menghindari terjadinya peradangan yang fatal harus berhati-hati dalam menjaga bagian-bagian yang vital di daerah kepala, agar tidak mengalami kecelakaan yang berakibat fatal. b Infeksi Ada kemungkinan sesudah anak lahir kemudian terserang penyakit campak meales, stuip, thypus, influenza, dan lain-lain. Keberadaan anak yang terkena infeksi akut akan menyebabkan anak mengalami tunarungu perspektif karena virus-virus akan menyerang bagian-bagian penting dalam rumah siput cochlea sehingga mengakibatkan peradangan. c Otitis media kronis Keadaan ini menunjukkan di mana cairan otitis media kopoken=jawa yang berwarna kekuning-kuningan tertimbun di dalam telinga bagian tengah. Kalau keadaannya sudah kronis atau tidak terobati dapat menimbulkan gangguan pendengaran, karena hantaran suara yang melalui telinga bagian tengah terganggu. Pada penderita secretory otitis akan menderita ketunarunguan konduktif. Bedanya cairan mengental dan menyumbat rongga telinga bagian tengah, dan terjadi pembesaran adenoid, sinusitis dan seterusnya sehingga terjadilah alergi pada alat pendengaran. Penyakit ini sering terjadi pada masa anak-anak 39 . Kondisi ini seringkali dibarengi oleh rasa sakit di telinga, namun tidak selalu 40 .

3. Ciri-ciri Anak Tunarungu

Berikut ini ada beberapa ciri khas tunarungu menurut Sumadi dan Talkah. 1 Fisik. Secara fisik, anak tunarungu ditandai dengan sebagai berikut: a Cara berjalan yang biasanya cepat dan agak membungkuk yang disebabkan adanya kemungkinan kerusakan pada alat pendengaran bagian keseimbangan, b Gerakan matanya cepat, agak beringas; menunjukkan bahwa ia ingin menangkap keadaan yang ada di sekitarnya, c Gerakan anggota badannya cepat dan lincah yang terlihat pada saat mereka sedang berkomunikasi menggunakan gerakan isyarat dengan orang di sekelilingnya, d Pada waktu bicara pernafasannya pendek dan agak terganggu, e Dalam keadaan biasa bermain, tidur, tidak bicara pernafasannya biasa. 2 Intelegensi. Intelegensi anak tunarungu tidak banyak berbeda dengan anak normal pada umumnya, namun mereka sukar untuk menangkap pengertian- pengertian yang abstrak, sebab dalam hal ini memerlukan pemahaman yang baik akan bahasa lisan maupun tulisan, sehingga dapat dikatakan bahwa dalam hal intelegensi potensial tidak berbeda dengan anak normal, tetapi dalam hal intelegensi fungsional rata-rata lebih rendah. 3 Emosi. 39 Dr. Mohammad Efendi, M.Pd., M.Kes. Op.cit. Hal: 69 40 J. David Smith. Op.cit. Hal: 279 Kurangnya pemahaman akan bahasa lisan dalam berkomunikasi seringkali menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti terjadinya kesalahpahaman, karena selain tidak mengerti oleh orang lain, anak tunarungu pun sukar untuk memahami orang lain. Bila pengalaman demikian terus berlanjut akan menimbulkan tekanan pada emosinya dan dapat menghambat perkembangan kepribadiannya dengan menampilkan sikap-sikap negative, seperti menutup diri, bertindak secara agresif atau sebaliknya, menampakkan kebimbangan dan keragu-raguan. 4 Sosial. Dalam kehidupan social, anak tunarungu mempunyai kebutuhan yang sama dengan anak normal lainnya, yaitu kebutuhan untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, baik interaksi antar individu, individu dengan kelompok atau keluarga dan dengan lingkungan masyarakat yang lebih luas. 5 Bahasa. Ciri anak tunarungu dalam hal bahasa ialah sebagai berikut: a Miskin dalam perbendaharaan kata, b Sulit mengartikan ungkapan bahasa yang mengandung arti kiasan, c Sulit mengartikan kata-kata abstrak, d Kurang menguasai irama dan gaya bahasa 41 .

4. Klasifikasi Anak Tunarungu

Deci-Bell disingkat dB merupakan suatu unit yang digunakan dalam mengukur tingkat kekerasan atau intensitas suara. Ukuran deci-Bell digunakan sebagai indicator rentang intensitas suara yang dapat diterima seseorang 42 . Menurut kaidah hasil yang diberlakukan dalam tes pendengaran, “Seorang dikategorikan normal pendengarannya apabila hasil tes pendengarannya dinyatakan angka 0 dB”. Kondisi hasil tes pendengaran 41 Anneke Sumampouw dan Setiasih. “Profil Kebutuhan Remaja Tunarungu”. Anima, Indonesia Psychological Journal, Vol. 18, No, 4, Juli 2003, Hal: 380 42 J. David Smith. Op.cit. Hal: 271 yang menunjukkan angka “0” mutlak tersebut jarang atau hampir tidak ada, sebab derajat minimum setiap orang masih ditemui kehilangan ketajaman pendengarannya. Seseorang yang kehilangan ketajaman pendengaran sampai 0-20 dB masih dianggap normal. Sebab pada kenyataannya orang kehilangan pendengaran pada gradasi sampai 20 dB tidak menunjukkan kekurangan yang berarti. Orang yang kehilangan ketajaman pendengaran sampai batas tersebut masih dapat merespons macam peristiwa bunyi atau percakapan secara normal. Ditinjau dari kepentingan tujuan pendidikannya, secara terinci anak tunarungu dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut 43 : 1 Gangguan Pendengaran Sangat Ringan Siswa yang mengalami gangguan pendengaran sangat ringan slight hearing lost mengalami kehilangan pendengaran antara 27- 40 deci- Bell. Mereka hanya mengalami kesulitan dalam mendengar suara yang sayup-sayup atau dari jarak yang jauh. Meskipun mereka tidak mengalami kesulitan disekolah, akan lebih baik jika mereka mendapatkan tempat duduk yang cukup nyaman bagi rentang pendengaran mereka. 2 Gangguan Pendengaran Taraf Ringan Siswa yang mengalami gangguan pendengaran taraf ringan mild hearing loss telah kehilangan pendengaran antara 41-55 deci-Bell. Mereka mengalami kesulitan dalam mendengar percakapan kecuali dalam jarak 3 samapi 5 kaki dan saling berhadapan. Mereka akan kehilangan sebanyak 50 diskusi kelas jika tidak diobati 44 . Ciri-ciri anak kehilangan pendengaran pada rentangan tersebut antara lain: a Dapat mengerti percakapan biasa pada jarak sangat dekat. b Tidak dapat menangkap suatu percakapan yang lemah. 43 Dr. Mohammad Efendi, M.Pd., M.Kes. Op.cit. Hal: 58 44 J. David Smith. Op.cit. Hal: 272 c Kesulitan menangkap isi pembicaraan dari lawan bicaranya, jika berada pada posisi tidak searah dengan pandangannya berhadapan. d Untuk menghindari kesulitan bicara perlu mendapatkan bimbingan yang baik dan intensif. e Ada kemungkinan dapat mengikuti sekolah biasa, namun untuk kelas-kelas permulaan sebaiknya dimasukkan dalam kels khusus, dan Disarankan menggunakan alat bantu dengar hearing aid untuk menambah ketajaman daya pendengarannya. Kebutuhan layanan pendidikan untuk anak tunarungu kelompok ini yaitu membaca bibir, latihan pendengaran, latihan bicara, serta latihan kosakata. 3 Gangguan Pendengaran Taraf Sedang Siswa dengan gangguan pendengaran taraf sedang moderate hearing loss telah kehilangan pendengaran antara 56-70 deci-Bell. Adapun ciri-ciri anak kehilangan pendengaran pada rentangan tersebut adalah: a Dapat mengerti percakapan keras pada jarak dekat, kira-kira satu meter, sebab ia kesulitan menangkap percakapan pada jarak normal. b Sering terjadi mis-understanding terhadap lawan bicaranya, jika ia diajak bicara. c Penyandang tunarungu kelompok ini mengalami kelainan bicara, terutama pada huruf konsonan. d Kesulitan menggunakan bahasa dengan benar dalam percakapan. e Perbendaharaan kosakatanya sangat terbatas. Kebutuhan layanan pendidikan untuk anak tunarungu kelompok ini meliputi latihan artikulasi, latihan membaca bibir, latihan kosakata, serta perlu menggunakan alat bnatu dengar untuk membantu ketajaman pendengarannya. 4 Gangguan Pendengaran Taraf Berat Siswa yang mengalami kesulitan berat dalam mendengar severe hearing loss telah kehilangan pendengaran antara 71-90 deci- Bell. Mereka hanya dapat mendengar suara yang keras jika suara itu dekat dengan telinga. Bahkan dengan pengeras suara sekalipun yang ada dalam alat bantu dengar, mereka mempunyai kesulitan dalam mendengar bunyi-bunyi ucapan dengan baik atau dengan tepat. Kebutuhan layanan pendidikannya, perlu layanan khusus dalam belajar bicara maupun bahasa, menggunakan alat bantu dengar sebab anak yang tergolong kategori ini tidak mampu berbicara spontan. Oleh sebab itu, tunarungu ini disebut juga tunarungu pendidikan, artinya mereka benar-benar dididik sesuai dengan kondisi tunarungu. Pada intensitas suara tertentu mereka terkadang dapat mendengar suara keras dari jarak dekat, seperti gemuruh pesawat terbang, teter mobil, dan sejenisnya. Kebutuhan pendidikan anak tunarungu kelompok ini perlu latihan pendengaran intensif, membaca bibir, latihan pembentukan kosakata. 5 Gangguan Pendengaran Taraf Sangat Berat Siswa dengan kesulitan sangat berat profound hearing loss dalam mendengar telah kehilangan pendengara antara 91 deci-Bell lebih. Mereka mungkin mendengar suara yang sangat keras tertentu namun umumnya mereka hanya mengetahui getarannya saja. Pada umumnya, mereka mengandalkan penglihatan daripada pendengaran sebagai alat utama dalam berkomunikasi 45 . Kebutuhan layanan pendidikan untuk anak tunarungu dalam kelompok ini meliputi membaca bibir, latihan mendengar untuk kesadaran bunyi, latihan membentuk dan membaca ujaran dengan .menggunakan metode- metode pengajaran yang khusus, seperti visualisasi yang dibantu dengan segenap kemampuan indranya yang tersisa. 45 J. David Smith. Op.cit. Hal: 273 Ditinjau dari lokasi terjadinya ketunarunguan, klasifikasi anak tunarungu dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut: 2 Tunarungu Konduktif Ketunarunguan tipe konduktif ini terjadi karena beberapa organ yang berfungsi sebagai penghantar suara di telinga bagian luar, seperti liang telinga, selaput gendang, serta ketiga tulang pendengaran malleus, incus, dan stapes yang terdapat di telinga bagian dalam dan dinding- dinding labirin mengalami gangguan. Ada beberapa kondisi yang menghalangi masuknya getaran suara atau bunyi ke organ yang berfungsi sebagai penghantar, yaitu tersumbatnya liang telinga oleh kotoran telinga cerumen atau kemasukan benda-benda asing lainnya dan ketiga tulang pendengaran malleus, incus, dan stapes sehingga efeknya dapat menyebabkan hilangnya daya hantaran organ tersebut. 3 Tunarungu Perseptif Ketunarunguan tipe perseptif disebabkan terganggunya organorgan pendengaran yang terdapat dibelahan telinga bagian dalam. Sebagaimana diketahui organ telinga di bagian dalam memiliki fungsi sebagai alat persepsi dari getaran suara yang dihantarkan oleh organ- organ pendengaran di belahan telinga bagian luar dan tengah. Oleh karena itu, tunarungu tipe ini disebut juga tunarungu saraf saraf yang berfungsi untuk mempersepsi bunyi atau suara. 4 Tunarungu Campuran Ketunarunguan tipe campuran ini sebenarnya untuk menjelaskan bahwa pada telinga yang sama rangkaian organ-organ telinga yang berfungsi sebagai penghantar dan menerima rangsangan suara mengalami gangguan, sehingga yang tampak pada telinga tersebut telah terjadi campuran antara ketunarunguan konduktif dan ketunarunguan perspektif.

5. Karakteristik Kecerdasan Anak Tunarungu

Distribusi kecerdasan yang dimiliki anak tunarungu sebenarnya tidak berbeda denagn anak normal umumnya. Hal ini disebabkan anak tunarungu ada yang memiliki tingkat kecerdasan diatas rata-rata superior, rata-rata average, maupun di bawah rata-rata subnormal. Namun untuk menggambarkan secara riil keragaman kecerdasan anak tunarungu seringkali mengalami kesulitan. Untuk mengetahui kondisi kecerdasan anak tunarungu memerlukan cara yang agak berbeda dibandingkan dengan anak normal umumnya. Kehilangan pendengaran yang dialami anak tunarungu berdampak pada kemiskinan kosakata, kesulitan berbahasa dan berkomunikasi, efeknya dapat menyebabkan sangat signifikan tentang apa yang tidak dapat dan apa yang dapat dilakukan oleh anak tunarungu maupun anak normal. Atas dasar itulah dalam menyajikan perangkat tes apapun terhadap anak tunarungu, hendaknya mempergunakan perintah-perintah yang akurat dan mudah dipahami anak tunarungu. Cruickshank mengemukakan bahwa anak tunarungu seringkali memperlihatkan keterlambatan dalam belajar dan kadang-kadang tampak terbelakang. Kondisi ini tidak hanya disebabkan oleh derajat gangguan pendengaran yang dialami oleh anak, melainkan juga tergantung kepada potensi kecerdasan yang dimilikinya. Rangsangan mental serta dorongan dan lingkungan sekitar dapat memberikan kesempatan bagi anak tunarungu untuk mengembangkan kecerdasannya.

6. Penyesuaian Sosial Anak Tunarungu

Salah satu modal yang utama dalam proses penyesuaian adalah kepribadian. Kepribadian pada dasarnya merupakan sifat dan sikap seseorang yang akan menentukan cara-cara yang unik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.. oleh karena itu, untuk dapat mengetahui kepribadian seseorang, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana penyesuaian diri yang dilakukan terhadap lingkungannya, demikian juga pada anak tunarungu. Kepribadian seseorang seperti yang banyak dibicarakan para ahli, bahwa dalam perkembangannya banyak ditetntukan oleh lingkungannya, terutama lingkungan keluarga. Pada tahun-tahun pertama perkembangan anak, intervensi orang tua atau keluarga dapat memberikan kontribusi yang cukup besarterhadap pembentukan kerangka kepribadian anak. Oleh karena itu, harmonis tidaknya perkembangan social dan kepribadian seseorang anak, tergantung pada proses komunikasi yang terjalin antara anak dengan lingkungannya keluarga dan masyarakat sekitar, demikian pula yang terjadi pada anak tunarungu. Salah satu perangkat pengukuran berupa skala, yang dapat digunakan untuk mengukur perkembangan kematangan social anak tunarungu yaitu The Veneland Social Maturity Test. Dari beberapa peneliti yang menggunakan skala ini menunjukkan bahwa: 1 Anak tunarungu tingkatan kematangan sosialnya berada di bawah tingkatan kematangan social anak normal. 2 Anak tunarungu dari orang tua yang tunarungu juga menunjukkan elative matang daripada anak tunarungu yang dari orang tua normal. 3 Anak tunarungu yang bersal dari residential school sekolah berasrama menunjukkan social immaturity. Sebagai bagian yang integral dari masyarakat yang mendengar, anak tunarungu tidak dapat lepas dari nilai social yang berlaku dan harus dilaksanakan. Oleh karena itu , penerimaan nilai-nilai social bagi anak tunarungu merupakan jembatan dalam pengembangan kematangan social sebab kematangan social merupakan salah satu ayarat yang harus dimiliki oleh setiap individu dalam penyesuaian social di masyarakat. Siregar berpendapat untuk mencapai kematangan social, anak tunarungu setidaknya memiliki: a Pengetahuan yang cukup mengenai nilai-nilai social dan kebiasaan- kebiasaan di masyarakat; b Mempunyai kesempatan yang banyak untuk menerapkan pengetahuan-pengetahuan tersebut; c Mempunyai dorongan untuk mencari pengalaman diatas; d Struktur kejiwaan yang sehat dapat mendorong motivasi yang baik; Hal-hal yang dipersyaratkan dia atas, selain berlaku pada anak tunarungu sebenarnya pula pada orang-orang yang normal pendengarannya, bedanya akibat kehilangan pendengaran menyebabkan anak tunarungu sulit dalam mencapai kondisi tersebut sehingga kematangan sosialnya sukar dicapai dengan sempurna. Derajat kematangan yang dicapai seseorang memang sangat dipengaruhi oleh berbagai factor, salah satu diantaranya adalah pengalaman hidup pada tahun-tahun pertama kehidupannya, yakni hubungan antara anak dengan orang tua. Jadi, sifat hubungan yang terjadi antara anak dengan orang tua pada tahun-tahun pertama kehidupannya akan menentukan corak hubungan antara anak dengan lingkungan social sekitar dikemudian hari. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan secara kontinu, Van Uden berhasil mencatat beberapa sifat kepribadian anak tunarungu yang berbeda dengan anak normal, antara lain: a Anak tunarungu lebih egosentris. b Anak tunarungu lebih tergantung pada orang lain dan apa-apa yang sudah dikenal. c Perhatian anak tunarungu sukar dialihkan. d Anak tunarungu lebih memerhatikan yang konkret. e Anak tunarungu lebih miskin dalam fantasi. f Anak tunarungu umumnya mempunyai sifat polos, sederhana, tanpa banyak masalah. g Perasaan anak tunarungu cenderung dalam keadaan ekstrem tanpa banyak nuansa. h Anak tunarungu lebih mudah marah dan lekas tersinggung. i Anak tunarungu kurang mempunyai konsep tetntang hubungan. j Anak tunarungu mempunyai perasaan takut akan hidup yang lebih besar. k Dengan memahami karakteristik kepribadian anak tunarungu secara spesifik dalam kaitannya dengan proses penyesuaian social, maka harus diupayakan langkah-langkah untuk mengeliminasi masalah-masalah yang akan menghambat anak tunarungu dalam melakukan penyesuaian social secara akurat. Semakin dini diketahui letak kelainan dan karakteristiknya, maka akan semakin baik pelaksanaan intervensi habilitasinya. Habilitasi anak berkelainan pendengaran atau tunarungu yang diketahui sejak lahir, dimaksudkan untuk mengembangkan strategi apa yang diperlukan bagi pola anak dalam belajar, komunikasi, maupun penyesuaian secara psikologis 46 .

C. Bahasa Isyarat untuk Siswa Tunarungu

Penguasaan bahasa sangat penting bagi seorang individu untuk dapat menguasai ilmu pengetahuan yang ingin diperolehnya selain sebagai alat utama dalam berkomunikasi. Namun hingga saat ini pengertian teori mengenai bahasa belum ada yang baku, banyak pendapat mengenai teori bahasa yang berbeda-beda bergantung pada latar belakang keilmuan yang dirumuskan oleh para ilmuwan. Menuru ilmu linguistik, sebagai ibunya bahasa, definisi bahasa adalah “ a system of communication by symbols, i.e., through the organs of speech and hearing, among human beings of certain group or community, using vocal symbols processing arbitrary conventional meanings.” 47 Sedang menurut pada ahli antropologi, “Sandi konseptual sistem pengetahuan, yang memberikan kesanggupan kepada penutur-penuturnya guna menghasilkan dan memahami ujaran 48 . Jika kita merujuk pada definisi bahasa di atas, maka penggunaan bahasa hanya dapat dilakukan jika organ pendengaran dan berbicara kita berfungsi, sehingga informasi yang berupa simbol sandi konseptual secara vokal dapat tersampaikan kepada penerima pesan. Bahasa juga terbatas penggunaan pada suatu komunitas dimana bahasa 46 Dr. Mohammad Efendi, M.Pd., M.Kes. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan.Jakarta: PT Bumi Aksara. 2006. Hal: 85 47 Alwasilah, A.Chaedar.1990. Linguistik. Suatu Pengantar. Bandung : Angkasa .Hlm. 82 48 Keesing, Roger M. 1992. Antropologi Budaya. Suatu Perspektif Kontemporer Edisi Kedua.Jakarta. Erlangga.Hlm. 79. tersebut diangkat untuk disetujui dan dipahami bersama pengertiannya. Karena itulah kita mengenal perbedaan bahasa bergantung pada tiap kebudayaan atau kelompok manusia yang menggunakannya. Bahasa dapat bersifat arbitrer atau mana suka, asalkan makna kata tersebut dapat diterima secara komunitas dan disetujui sebagai bentuk bahasa. Namun syarat bahasa ternyata tidak hanya terbatas pada penggunaan organ pendengaran dan bicara saja, jauh sebelum bahasa lisan terbentuk manusia telah mengenal bentuk bahasa lain, yakni bahasa tubuh dimana komunikasi menggunakan alat gerak tubuh untuk membentuk simbol tertentu yang membentuk makna tertentu. Penggunaan bahasa tubuh tersebut diaplikasikan ke dalam bentuk bahasa isyarat sebagai bentuk komunikasi kaum tuna rungu. Kaum tuna rungu tidak mampu memanfaatkan alat bicara mereka sehingga mereka akan menggunakan alat gerak tubuh yang lain untuk mengekspresikan maksud mereka, dan penerima akan menerima simbol- simbol tubuh tersebut sebagai sebuah pesan. Bahasa isyarat merupakan alat komunikasi utama pada kaum tuna rungu dimana ciri bahasa tersebut memanfaatkan indra penglihatan dan alat gerak tubuh. Gambar 1. Bahasa Isyarat huruf. Sumber : Kamus SIBI Gambar 2. Bahasa Isyarat angka. Sumber : Kamus SIBI Bahasa isyarat berkembang dan memiliki karakteristik yang berlainan pada tiap negara. Di Indonesia, bahasa isyarat yang telah diberlakukan secara nasional adalah SIBI atau Sistem Isyarat Bahasa Indonesia. Sistem Isyarat Bahasa Indonesia dikembangkan menurut kaidah-kaidah pengembangan