Madzhab dalam Hukum Keluarga di Indonesia

Karena belum ada kompilasi di Indonesia, dalam praktik sering dijumpai adanya keputusan Pengadilan Agama yang tidak seragam padahal kasusnya sama. Masalah fiqih yang semestinya membawa rahmat malah menjadi perpecahan. Hal itu disebabkan karena umat Islam salah paham dalam mendudukan fikih, selain belum adanya Kompilasi Hukum Islam. Setelah disahkan undang-undang Perkawinan, upaya pembaharuan berikutnya terjadi pada Mentri Agama Munawir Syadzali, ditandai dengan lahirnya KHI Kompilasi Hukum Islam pada tanggal 10 Juni tahun 1991 yang materinya mencangkup aturan Perkawinan, kewarisan, dan perwakafan. Pada tanggal 10 Juni 1991 dibuatlah Kompilasi Hukum Islam yang dikeluarkan dalam bentuk Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991. Instruksi itu dilaksanakan dengan keputusan Menteri Agama Nomor 154 tanggal 22 juli 1991 yang bertujuan untuk mengkodifikasi hukum Islam yang masih berserakan dalam berbagai kitab fiqih klasik, dan sebagai peraturan khusus yang menjelaskan secara rinci bagaimana hukum perkawinan, wakaf, dan warisan di Indonesia. 38 Materi hukum yang tetera di dalam KHI bersifat umum , misalnya hal yang berkaitan dengan larangan perkawinan sesusuan. Dimana pembahasan tersebut didalam KHI hanya menyebukan mengenai ketentuan umunya saja mengenai larangan perkawinan karena pertalian sesusuan pasal 39 ayat a-d. 39 Sedangkan dalam fiqih, terutama pemikiran para Fuqahah madzhab mengenai larangan perkawinan karena sesusuan dijelaskan secara rinci mengenai syarat dan kuantitas penyusuan yang 38 Zarkowi Soedjati, Sejarah Penyusunan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, cet.I Surabaya: Arkola, 1997,h. 16-17. 39 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, Cet ke- 1,Jakarta: Akademika Pressindo, 1992, h. 122. mengakibatkan larangan perkawinan. 40 Mencermati lebih jauh materi di dalam KHI, nampaknya belum melepaskan diri dari pengaruh madzhab fiqih aliran Timur Tengah, bahkan kuatnya pengaruh fiqih aliran Timur Tengah nampak dalam penyusunan KHI dengan melakukan studi banding ke Timur Tengah. 41 Materi yang ada di dalam KHI berisi tentang uraian pasal demi pasal yang berkenan dengan ketentuan perkawinan, kewarisan, serta perwakafan. Hubungan KHI dengan Peradilan Agama serta materi hukum yang ada dalam KHI pada dasarnya tidak mengikat, melainkan hanya sebagai panduan bagi seseorang muslim yang berperkara di Pengadilan Agama serta rujukan bagi hakim Pengadilan Agama di dalam menyelesaikan kasus perdata. 42 Instruksi Presdien Nomor 1 tahun 1991 ini ditujukan kepada Menteri Agama untuk menyebarluaskan Kompilasi Hukum Islam yang sudah disepakati tersebut, sesuai dengan maksud penetapannya Instruksi Presiden tersebut hanyalah mengatur tentang soal penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam yang telah diterima oleh para ulama dalam satu lokakarya nasional. KHI ini dapat digunakan sebagai pedoman dalam penyelesaian masalah-masalah di bidang perkawinan, waris dan wakaf. Kedudukan KHI di sini hanyalah sebagai pedoman yang dipakai baik di lingkungan Pengadilan Agama maupun warga masyarakat dalam bidang hukum perkawinan, kewarisan, dan perwakafan. 43 40 Abu Zakariya Muhy al-Din Yahya bin Syarf al-Nawawi, Shahih Muslim bi Syarh al-Nawawi, juz V Beirut: Dar al-Fikr, 1398 H 1978 M, h. 30. 41 Muhammad Jawad al-Mughniyah, al-Fi qih ‘ala Madzhabal-Khamsah, di terjemahkan oleh Alif Muhammad dengan judul Fiqih Lima Madzhab, Juz IIJakarta: Basrie Pers, 1994, h. 26. 42 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, Antara Fqih Munakahat dan Undang- undang Perkawinan, cet ke-3 Jakarta Kencana Prenanda Media Group, 2009, h. 61. 43 Abdurahman, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: CV Akademika Presindo,1995, h. 53-55. Meskipun dalam negara Islam, Indonesia dapat di katagorikan sebagai negara muslim. Dalam kaitannya dengan reformasi hukum, khususnya hukum keluarga. 44 Secara sosiologis KHI secara nyata telah menjadi buku hukum, pedoman hukum, kitab hukum yaitu hukum yang mandiri dan ij tihad serta ijma‟ umat Islam Indonesia. Bahkan lebih dari pada itu, menurut Cik Hasan Bisri KHI merupakan upaya akomodatif dari madzhab fiqih klasik dan materi hukum yang terkandung didalam KHI pun masih didominasi oleh madzhab Syafi‟i. 45 Contoh pasal dari KHI masih di dominasi oleh madzhab syafi‟i diantaranya mengenai mahar didalam Kompilasi Hukum Islam KHI  Pasal 30 ‘’ calon mempelai pria wajib memberikan mahar kepada calon mempelai wanita, yang jumlah, bentuk, dan jenisnya sudah disepakati oleh kedua belah pihak’’.  Ulama Syafi‟iyah mengemukakanmahar bukan lambang jual-beli, akan tetapi mahar merupakan lambang penghormatan terhadap perempuan sekaligus sebagai lambang kewajiban tanggung jawab suami memberi nafkah kepada istri, selain lambang cinta kasih sayang suami terhadap istri. 46  Pasal 31‘’penentuan mahar berdasarkan asas kesederhanaan dan kemudahan yang dianjurkan oleh agama Islam’’.  Imam Syafi‟i berpendapat bahwa bagi mahar tidak ada batas terendahnya. Dikatakan demikian karena 38 kit ab mu‟tabarah yang ditulis oleh ulama yang bermadzhab Syafi‟i dijadikan rujukan dalam penyusunan KHI. 44 M. Atho Mudzhar, Hukum Islam Di Dunia Modern Suatu Studi Perbandingan dalam Mimbar Hukum No. 12, Jakarta: Ditbinpera Islam Depag RI, 1994, h. 25. 45 Cik Hasan Bisri ed, KHI dan PA dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999, h. 15. 46 Neng Djubaidah, Pencatatan Perkawinan Perkawinan Tidak Dicatat, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, h. 124.

2. Madzhab dalam Hukum Keluarga di Pakistan

Pakistan merdeka pada tanggal 14 Agustus tahun 1947, mempunyai kosntitusi negara yang dibuat setelah berasal dari konstitusi India tahun 1935. Pakistan merupakan negara Islam yang sangat solid dengan madzhab Hanafi yang terkenal sangat rasional terhadap masalah-masalah yang menyangkut dengan masalah personal dalam sosial kemasyarakatan, di samping itu adanya beragam pemikiran dan paham yang berkembang seperti aliran syiah Itsna „Asyariyah Islamiyah, Qadiani dan juga golongan non muslim yang mempunyai keragaman aspirasi. 47 Berpedoman pada aturan-aturan pembentukan dan penemuan hukum, maka pelaksana pembaharuan hukum keluarga Islam Pakistan tidak menggunakan aturan- aturan legislasi modern akan tetapi hanya berpegang pada konsep tradisional. Dimana yang menentukan hukum bukanlah negara, akan tetapi negara hanya sebagai pelaksana hukum. Hukum Islam adalah hukum Ilahiyah yang bersifat komplit, yang terangkum di dalam al- Qur‟an ataupun Hadits hal ini merupakan tanggung jawab ulama sehingga negara dapat berjalan. 48 Pakistan menjabarkan pembaharuan terhadap hukum keluarga Islam tersebut dalam perluasan ruang lingkup dan pembaharuan aspek utama hukum keluarga Islam dari tahun 1961-1962 yang dikenal dengan sebutan Muslim Family Law Ordonansi pada tahun 1961 yang berarti fase pembaharuan kedua setelah fase tahun 1911-1950 dan 1951-1970 sebagai tahapan reformasi. 49 Pada dasarnya Reformasi hukum keluarga Islam, dalam berbagai keadaan di gunakan secara khusus dengan menggunakan metodologi Islam Talfiq, Takhayur, Syiasyah Syar‟iyahdan 47 Tahir Mahmood, Personal Law in Islamic Countries, New Delhi: Tripathi, 1987, h. 236. 48 Rubya Mehdi, The Islamization of the Law in Pakistan, United Kingdom: Curson Press, 1994, h. 20. 49 Tahir Mahmood, Personal Law in Islamic Countries, New Delhi: Academy of Law and Religion, 1987, h. 3-13. mentafsirkan kembali teks nash dan menyesuaikan dengan kebutuhan dan perubahan masa. 50 Undang-undang Pakistan merupakan Undang-undang yang diadopsi dari undang-undang India sampai tanggal 14 Agustus 1947 saat negara Pakistan berdiri sendiri. Beberapa Undang-undang hukum perdata ketika itu, kecuali yang sudah diamandemen sesuai dengan hirarki setempat, sebagai berikut: 1. Caste Disabilities Removal ACT 1890, Undang-undang kasta 2. Divorse Act 1865 and Christian Merriage Act 1872, Perpisahan 3. Majority Act 1875. 4. Guardians and Wards Act 1890, Mahar dan Hadiah. 5. Mussalaman Waqf Validating Acts 1913-1930, Waqaf. 6. Mussalaman Waqf Act 1923. Amanded in Sindh by local Act 18 of 1935. 7. Child Merriage Restraint Act 1929, Waqaf. 8. Muslim Personal Law Syari‟ah Application Act 1937 along with a similar local Act in force in NWFP. 9. Dissolution of Muslim Marriage Act 1935, Perceraian dan Iddah. 51 Beranjak dari fase perubahan sesuai dengan apa yang dituliskan oleh Tahir Mahmood di atas, yang benar-benar memuat hukum keluarga adalah reformasi yang diadakan pada tahun 1961 dengan menamakan peraturan tersebut sebagai Musim Family Law Ordonansi MFLO tahun 1961. 52 Muatan hukum keluarga Islam Pakistan pada Tahun 1961 Muslim Family Law Ordonansi MFLO adalah sebagai berikut: 50 Atho Mudzhar, Hukum Keluarga di Dunia Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2003, h. 3. 51 Tahir Mahmood, Personal Law in Islamic Countries, New Delhi: Academy of Law and Religion, 1987, h.235. 52 Rubya Mahedi, The Islamization of the Law in Pakistan, United Kingdom: Curson Press, 1994, h. 157. 1. Peraturan untuk pendaftaran perkawinan. 2. Kebutuhan persetujuan dewan arbitrase untuk beristri dua. 3. Kebutuhan pemberitahuan perceraian untuk diberikan kepada pejabat sipil yang akan mengatur dia untuk membentuk dewan arbitrase dan ketidak efektifan perceraian pada masa iddah selama tiga bulan. 4. Denda biaya mahar dan lainnya pada biaya perkawinan dan hadiah. 5. Pengenalan prinsipnya representasi dalam hukum waris untuk kepentingan anak-anak keturunan predeceased dari preapositus. 6. Penyelesaian perselisihan keluarga oleh pengadilan keluarga spesial. 7. Pengakuan Herarkhi hukum syari‟ah pada yang berhubungan dengan konvensional hak milik. Dengan demikian, masyarakat di Pakistan tergolong kedalam salah satu negara Islam yang proaktif terhadap pembaharuan hukum Islam dari hukum keluarga, dasar undang-undang yang mengatur tentang perkawinan, perceraian, waris dan waqaf. Pembaharuan tersebut sangat menyangkut kerja keras pemerintah dengan melibatkan berbagai unsur formal dan informal seperti para peneliti, ulama dan intelektual legislasi sehingga legitimasi peraturan dan perundang-undangan yang sebagiannya mengacu kepada: 1. Unifikasi Hukum Keluarga. 2. Meningkatkan Status dan Kedudukan Wanita. 3. Respon tuntutan dan perkembangan Zaman Hukum yang dibuat oleh Brist sebelum adanya Pakistan terus menjadi hukum Pakistan. Dikarenakan hukum tersebut merupakan aspirasi ulama untuk menjadikan hukum Islam sebagai hukum Pakistan. Konstitusi pertama yang dilakukan oleh pakistan pada tahun 1956, konstitusi kedua dilakukan pada tahun 1962, konstitusi ketiga adalah hukum yang di ciptakan oleh Modernisme dengan menciptakan dua instusi untuk mempromosiskan Islamisasi yaitu pertama dewan ideologi syariah dan yang kedua adalah lembaga riset Islam. Namun kedua badan tersebut hanya memiliki fungsi sebagai pengaruh. Hal tersebut merupakan alasan mengapa ketiga konstitusi yang dilakukan oleh Pakistan berisikan klausul yang menyatakan bahwa hukum Pakistan akan sesuai dengan al- Qur‟an dan as-Sunnah. 53 Masalah umum hukum keluarga sebagaimana yang dipaparkan diatas berkisar pada masalah sebagaimana berikut: 1. Perkawinan – perceraian dengan segala permasalahannya. 2. Waris dengan segala permasalahannya. 3. Waqaf dengan segala permasalahannya. Adapun yang menjadi konsep hasil dari pembaharuan hukum keluarga Islam di Pakistan, bahwa hukum keluarga tersebut diberlakukan kepada penduduk muslim. Sehingga yang paling menonjol dan merupakan tujuan utama perubahan tersebut adalah untuk kesatuan hukum atau unifikasi hukum keluarga Islam di samping memang terakumulasi juga kepentingan mengangkat status wanita dan respon tuntutan dan perkembangan zaman. 54 Mayoritas muslim di Pakistan adalah pengikut madzhab Hanafi, hal ini lebih jelas lagi dalam peraktik kehidupan beragama khususnya berhubungan dengan hukum Islam seperti dalam hukum keluarga dan warisan masih tetap mengikuti aliran 53 Rubya Mehdi, TheIslamization of the Law in Pakistan, United Kingdom: Curson Press, 1994, h. 25. 54 Ihsan Yilmaz, Muslim Laws Politik and Society in Modern nation states: dynamic legal pluralism in England, Turkey and Pakistan England, Ashgate, 1971, h. 125