Profile Islam Pakistan Profile Islam Indonesia dan Pakistan

Hadis tersebut menjelaskan penetapan bahwa syarat mahar menurut ukuran yang benar secara syara‟ adalah tidak kurang dari sepuluh dirham dan nash-nash yang lain yang menunjukkan persyaratan kewajiban melakukan, atau sahnya suatu akad atau segala sesuatu yang di syaratkan. 26 Perundang-undangan yang berlaku di Pakistan mengenai mahar diatur dalam pasal 2 sampai dengan pasal 5, di mana pasal 2 menjelaskan mengenai definisi mahar, pasal 3 mengatur mengenai pembatasan maksimal mahar, hadiah, dan hadiah pengantin. Pada pasal 3 tepatnya ayat 1 menetapkan jumlah maksimal mahar 5000 Rupee atau setara dengan Rp980.055,94. 27 Serta dalam pasal 4 mengatur mengenai hadiah atau kado yang boleh diberikan tidak boleh lebih dari 100 Rupee atau setara dengan Rp 19.601,12. 28 Dan dalam pasal 5 perundang-undangan Pakistan menyebutkan bahwa semuah yang diberikan sebagai mahar, pemberian yang berkaitan dengan pernikahan atau hadiah maupun kado yang diberikan menjadi hak penuh milik istri. Dan pasal 9 menetapkan bahwa seseorang yang melanggar aturan yang ada dalam Undang-undang ini dapat di hukum dengan hukuman maksimal 6 bulan atau denda yang setara dengan batas maksimum yang diatur oleh Undang- undang. 29 Pelanggaran mengenai mahar atau mas kawin, biaya dan hadiah di dalam perundang-undang Pakistan Dowry and Bridal Gifts [Restriction] Act 1976 dapat di hukum penjara maksimal 6 bulan atau denda setara dengan batas maksimum yang diatur di dalam Undang-undang tersebut atau dapat di kenakan hukuman kedua- 26 Abdul Wahhab Kallaf, Ilmu Ushul Fiqih, cet. Ke-2 Semarang: Toha Putra Group, 20014, h. 178. 27 http:in.coinmill.comIDR_INR.htmlINR=100 , translate mata uang Pakistan Rupee ke Indonesia Rupiah, diakses pada tanggal 22 Agustus 2016, 19.34 WIB. 28 http:in.coinmill.comIDR_INR.htmlINR=100 , translate mata uang Pakistan Rupee ke Indonesia Rupiah, diakses pada tanggal 22 Agustus 2016, 19.34 WIB. 29 Tahir Mahmood, FamilyLaw Reform in The Muslim World, Bombay: N.M Tripathi PVT, 1970,h. 249-251. duanya. Dalam hal tersebut apabila maskawin serta berbagai barang hantaran dan hadiah yang di terima tidak sesuai dengan ketentuan Undang-undang maka, akan diserahkan kepada pemerintah federal untuk digunakan bagi perkawinan gadis-gadis miskin sebagaimana diatur di dalam Undang-undang tersebut. 30

B. Madzhab dalam Hukum Keluarga di Indonesia dan Pakistan

1. Madzhab dalam Hukum Keluarga di Indonesia

Hukum keluarga Islam merupakan aturan yang mengkonsep kepada keperdataan umat Islam mengenai prihal pernikahan, kewarisan dan hal-hal mengenai ruang lingkup ahwal asy-syakhsiyyah yang kemudian dalam istilah Islam disebut sebagai Fiqhul Usrah. Salah satu fenomena yang muncul di dunia muslim pada abad ke- 20 adanya usaha pembaharuan hukum keluarga perkawianan, perceraian, dan warisan di negara-negara yang berpenduduk mayoritas muslim. Turki misalnya melakukannya pada tahun 1917, Mesir pada tahun 1920, Iran pada tahun 1931, Syiria pada tahun 1953, Tunisia pada tahun 1956, Pakistan pada tahun 1961, dan Indonesia pada tahun 1974. 31 Menurut Khairudin Nasution, dibandingkan dengan negara muslim lainnya, Indonesia termasuk negara yang terlambat dalam memberlakukkan pembaharuan hukum keluarga. Hal ini terjadi karena Indonesia sendiri baru membuat aturan hukum keluarga secara rinci dan unifikasi pada tahun 1974, yakni ketika di undangkannya Undang-undang Nomor 1 tahun 1974. 32 30 Dowry and memenuhinya tersebut terdiri dari ayah dan ibunya maka yang dikenakan hukuman adalah sang ayah saja, sedangkan jika orang tua pia hanya sang ibu saja maka cukup dikenakan denda, bukan hukuman penjara.Bridal Gifts [Restriction] ACT 1976 dan amandemennya Ordonansi No. 36 Tahun 1980 Pasal 9 ayat 1 disebutkan dalam pasal ini bahwa Jika orang tua dari pihak mempelai pria melanggar atau gagal. 31 Tahir Mahmood, Family Law Reform in The Muslim World, Bombay: N.M. Tripathi PVT, 1970, h. 139 32 Khoirudin Nasuttion, Status Wanita di Asia Tenggara:Studi terhadap Perundang-Undangan Perkawinan Muslim Kontemporer di Indonesia dan Malaysia, Jakarta: INIS,2002, h.88-100. Dalam perkembangan hukum yang ada di Indonesia, pada tahun 1973 dirancang sebuah regulasi yang memuat masalah hukum perkawinan. Pada tahun 1974 disahkannya rancangan tersebut dengan diberlakukannya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Materi perundang-undangan di dalam pasal-pasal tersebut mampu memberikan gambaran umum tentang hukum perkawinan yang ada di Indonesia sesuai dengan kondisi culture rakyat Indonesia khususnya bagi masyarakat muslim. 33 Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 1 tahun 1974, maka ketentuan perkawinan yang diatur di Burgerlijk Wetboek Kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak berlaku lagi. Hal ini berarti Undang-undang Perkawinan akan menjadi sumber pokok bagi peraturan hukum perkawinan, perceraian, dan rujuk yang berlaku bagi semua Warga Negara Indonesia. 34 Untuk melaksanakan Undang-undang No. 1 tahun 1974 yang telah diundangkan pada tanggal 2 Januari 1974 secara efektif, maka masih diperlukan peraturan-peraturan pelaksanya, antara lain yang menyangkut tantang masalah- masalah: pencatatan perkawinan, tata cara pelaksanaan perkawinan, tata cara perceraian, cara mengajukan gugatan perceraian, tenggang waktu bagi wanita yang mengalami putus perkawinan, pembatalan perkawinan, ketentuan dalam hal seorang suami beristri lebih dari seorang. 35 Sebagai tindak lanjutnya pada tanggal 1 april 1975 oleh pemerintah ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 tentang Pelaksana Undang-undang No. 1 tahun 1974. Dalam peraturan pemerintah ini, memuat tentang masalah-masalah yang 33 Taufiqurrahman Syahuri, Legislasi Hukum Perkawinan di Indonesia, Pro-kontra Pembentukannya hingga putusan mahkamah konstitusi, Jakarta: Kencana Prenanda Media Group, 2013, h. 19. 34 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2006, h. 242. 35 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2006,h. 251. dikemukakan di atas, yang diharapkan akan dapat memperlancar pelaksanaan Undang-undang No.1 tahun 1974. 36 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 berlaku untuk semua warga negara di Indonesia, hal tersebut menimbulkan persepsi yang berbeda terutama di kalangan hakim Pengadilan Agama dalam memutuskan suatu perkara, karena setiap putusan hakim mengandung ijtihad. Jika ada yang tidak sependapat dengan hasil ijtihad tersebut, maka ijtihad hakim tidak dapat dibatalkan dengan ijtihad lain. Akibatnya akan terjadi kesimpangsiuran keputusan dalam lembaga Peradilan Agama dan semakin mempertajam perbedaan tentang masalah-masalah hukum Islam. 37 Hal-hal yang diatur dalam hukum perkawinan di Indonesia yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan diantaranya : 1. Dasar Perkawinan yang diatur dalam pasal 1-5. 2. Syarat-syarat Perkawinan yang diatur dalam pasal 6-12. 3. Pencegahan Perkawinan yang diatur dalam pasal 13- 21. 4. Batalnya Perkawinan yang diatur dalam pasal 22- 28. 5. Perjanjian Perkawinan yang diatur dalam pasal 29. 6. Hak dan kewajiban suami istri yang diatur dalam pasal 30- 34. 7. Harta benda dalam perkawinan yang diatur dalam pasal 35-37. 8. Putusnya perkawinan dan akibatnya yang diatur dalam pasal 38- 41. 9. Kedudukan anak yang diatur dalam pasal 42-44. 10. Hak dan kewajiban orang tua dan anak yang diatur dalam pasal 45- 49. 36 Rachmadi Usman, Asek-Aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2006, h.252. 37 Rahmat Djatnika, Sosialisasi Hukum Islam di Indonesia, dalam Abdurahman Wahid, Iet. Al, Kontroversi Pemikiran Islam di Indonesia, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990, h.254. Karena belum ada kompilasi di Indonesia, dalam praktik sering dijumpai adanya keputusan Pengadilan Agama yang tidak seragam padahal kasusnya sama. Masalah fiqih yang semestinya membawa rahmat malah menjadi perpecahan. Hal itu disebabkan karena umat Islam salah paham dalam mendudukan fikih, selain belum adanya Kompilasi Hukum Islam. Setelah disahkan undang-undang Perkawinan, upaya pembaharuan berikutnya terjadi pada Mentri Agama Munawir Syadzali, ditandai dengan lahirnya KHI Kompilasi Hukum Islam pada tanggal 10 Juni tahun 1991 yang materinya mencangkup aturan Perkawinan, kewarisan, dan perwakafan. Pada tanggal 10 Juni 1991 dibuatlah Kompilasi Hukum Islam yang dikeluarkan dalam bentuk Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991. Instruksi itu dilaksanakan dengan keputusan Menteri Agama Nomor 154 tanggal 22 juli 1991 yang bertujuan untuk mengkodifikasi hukum Islam yang masih berserakan dalam berbagai kitab fiqih klasik, dan sebagai peraturan khusus yang menjelaskan secara rinci bagaimana hukum perkawinan, wakaf, dan warisan di Indonesia. 38 Materi hukum yang tetera di dalam KHI bersifat umum , misalnya hal yang berkaitan dengan larangan perkawinan sesusuan. Dimana pembahasan tersebut didalam KHI hanya menyebukan mengenai ketentuan umunya saja mengenai larangan perkawinan karena pertalian sesusuan pasal 39 ayat a-d. 39 Sedangkan dalam fiqih, terutama pemikiran para Fuqahah madzhab mengenai larangan perkawinan karena sesusuan dijelaskan secara rinci mengenai syarat dan kuantitas penyusuan yang 38 Zarkowi Soedjati, Sejarah Penyusunan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, cet.I Surabaya: Arkola, 1997,h. 16-17. 39 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, Cet ke- 1,Jakarta: Akademika Pressindo, 1992, h. 122.