2 Dalam memberi motivasi kepada bawahan, seorang pimpinan harus mempunyai kualifikasi bawahan, apakah mereka tipe X atau tipe Y,
manusia tipe X memerlukan gaya kepemimpinan otoriter, sedangkan manusia Y memerlukan gaya kepemimpinan partisipatif.
2. Teori Proses
Teori-teori proses memusatkan perhatiannya pada bagaimana motivasi terjadi. Teori ini berusaha agar setiap pekerja mau bekerja giat sesuai dengan harapan. Daya
penggerak yang memotivasi semangat kerja terkandung dari harapan yang akan diperolehnya. Jika harapan menjadi kenyataan maka pekerja cenderung akan
meningkatkan kualitas kerjanya, begitu pula sebaliknya. Ada tiga macam teori motivasi proses yang terkenal, yaitu:
A. Teori Harapan. Teori Harapan Expectancy Theory dikemukakan oleh Victor H. Vroom yang
mengatakan bahwa seseorang bekerja untuk merealisasikan harapan-harapannya dari pekerjaan itu. Teori ini didasarkan kepada 3 komponen yaitu:
1 Harapan, adalah suatu kesempatan yang disediakan dan akan terjadi karena perilaku.
2 Nilai Value, merupakan nilai yang diakibatkan oleh perilaku tertentu. Misalnya nilai positif pada peristiwa terpilihnya seseorang karena memang
ingin dipilih, nilai negatif bila seseorang kecewa karena sebenarnya tidak ingin dipilih, jika secara acuh tak acuh bernilai nol.
Universitas Sumatera Utara
3 Pertautan Instrumentality yaitu besarnya probabilitas, jika bekerja secara efektif apakah akan terpenuhi keinginan dan kebutuhan tertentu yang
diharapkannya. B. Teori Keadilan
Teori Keadilan Equity Theory menekankan bahwa ego manusia selalu mendambakan keadilan dalam pemberian hadiah maupun hukuman terhadap
setiap perilaku yang relatif sama. Menurut teori ini keadilan merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang, jadi atasan harus bertindak
adil terhadap semua bawahannya serta obyektif. Jika prinsip ini diterapkan dengan baik maka semangat kerja para karyawan cenderung meningkat.
C. Teori Pengukuhan Teori ini didasarkan atas hubungan sebab akibat dari perilaku dengan pemberian
kompensasi. Teori pengukuhan terdiri dari dua jenis, yaitu: a. Pengukuhan positif;
b. Pengukuhan negatif.
2.3. Teori tentang Budaya Organisasi 2.3.1. Pengertian Budaya Organisasi
Dalam perkembangannya, pertama kali budaya organisasi dikenal di Amerika dan Eropa pada era 1970-an. Salah satu tokohnya Edward H. Schein, seorang
Profesor Manajemen dari Sloan School of Management, Massachusetts Institute of
Universitas Sumatera Utara
Technology dan juga seorang Ketua Kelompok Studi Organisasi 1972-1981, serta Konsultan Budaya Organisasi pada berbagai perusahaan di Amerika dan Eropa.
Menurut Schein 2001 bahwa “Budaya organisasi sebagai The culture of a group can now be define as a pattern of shared basic assumptions that the
group learned as it solved its problems of external adaptations and internal integration, that has worked well enough to be considered valid and therefore
to be taught to new members as the correct way to perceive, think and feel in relation to these problems”.
Schein 2001 menyatakan Budaya organisasi itu didasarkan pada suatu
konsep bangunan tiga tingkatan, yaitu: asumsi dasar, nilai, dan artefak. Tingkatan asumsi dasar itu merupakan hubungan manusia dengan apa yang
ada di lingkungannya, alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia, hubungan itu sendiri. Dalam hal ini, asumsi dasar bisa diartikan suatu filosofi, keyakinan, yaitu
suatu yang tidak bisa dilihat oleh mata tapi ditanggung bahwa itu ada. Tingkatan yang berikutnya nilai value. Value itu dalam hubungannya dengan perbuatan atau tingkah
laku. Untuk itu value bisa diukur diuji dengan adanya perubahan-perubahan atau dengan melalui konsensus sosial. Artefak artifact yaitu sesuatu yang ditinggalkan.
Artefak adalah sesuatu yang bisa dilihat tetapi sulit untuk ditirukan, bisa dalam bentuk teknologi, seni, atau sesuatu yang bisa didengar.
Kemudian bermunculan banyak ahli yang mendefinisikan pengertian budaya organisasi antara lain:
1. Phithi Sithi Amnuai dalam tulisannya How to build a Corporation dalam majalah Asian Manager September 1989 mendefinisikan Budaya Organisasi sebagai
berikut: Organizational Culture is a set of basic assumption and beliegs that are
Universitas Sumatera Utara
shared by members of an organization, being developed as they learn to cope with problems of external adaption and internal integration.
2. Robbins 2002 mendefinisikan Budaya Organisasi sebagai: A system of shared meaning held by members that distinguishes the organization from other
organizations. This is a set of characteristics that the organization values. Robbins menjelaskan bahwa budaya organisasi itu merupakan suatu sistem nilai
yang dipegang dan dilakukan oleh anggota organisasi, sehingga hal yang sedemikian tersebut bisa membedakan organisasi tersebut dengan organisasi
lainnya. 3. Ndraha 2005, mengemukakan terdapat beberapa pengertian Budaya Organisasi
yaitu: pengertian konseptual, fungsional dan struktural. Menurut Ndraha, definisi Phithi Sithi Amnuai adalah yang paling jelas. Indikator
Budaya Organisasi menurut definisinya adalah basic, assumption, belief, shared and learn. Indikator-indikator tersebut menunjukan aspek kualitatif basic,
aspek komponen assumption and belief, aspek kuantitatif shared members, aspek cara terbentuknya pembentukan yaitu melalui learning atau
pembelajaran. 4. Wirawan 2007 mendefinisikan budaya organisasi sebagai:
“ Norma, nilai-nilai, asumsi, kepercayaan, filsafat, kebiasaan organisasi, dan
sebagainya isi budaya organisasi yang dikembangkan dalam waktu yang lama oleh pendiri, pemimpin, dan anggota organisasi yang disosialisasikan
dan diajarkan kepada anggota baru serta diterapkan dalam aktivitas organisasi sehingga mempengaruhi pola pikir, sikap, dan perilaku anggota organisasi
dalam memproduksi produk, melayani para konsumen, dan mencapai tujuan organisasi”.
Universitas Sumatera Utara
5. Rivai 2004 menyatakan bahwa, “Budaya organisasi adalah bagaimana organisasi
belajar berhubungan
dengan lingkungan
yang merupakan
penggabungan dari asumsi, perilaku, cerita, mitos, ide, metafora, dan ide lain untuk menentukan apa arti bekerja dalam suatu organisasi.
6. Wirawan 2007 menyatakan, definisi budaya organisasi memiliki kata kunci yang memerlukan penjelasan, yaitu:
a. Isi Budaya Organisasi. Terdiri dari beragam jenis seperti pada dalam tabel berikut ini:
Tabel 2.1. Isi Budaya Organisasi
Artefak Kode etik kredo
Simbollambangbendera Dress code
Bahasajargon Pahlawan
Seniarsitektur bangunan Sejarah
Kepercayaan Ritualupacaraseremoni
Filsafat organisasi Sumpahjanjibaiat
Norma Cara berkomunikasi
Nilai-nilai Cara menghormat
Pola perilaku Tenologi
Cara melakukan sesuatu Produk organisasi
Adat istiadat Struktur organisasi dan birokrasi
Kebiasaan Pola hubungan antara anggota organisasi
antara atasan dengan bawahan, dan antara teman sekerja
Harapan Etos kerja
Sumber: Wirawan 2007
b. Sosialisasi. Budaya organisasi disosialisasikan dan diajarkan kepada setiap anggota organisasi baru. Dan diterapkan dalam kegiatan organisasi. Setiap
anggota organisasi wajib memahami, merasa memiliki, dan menerapkan
Universitas Sumatera Utara
dalam perilakunya. Jika anggota organisasi yang melanggar akan dikenakan sanksi organisasi.
c. Mempengaruhi pola pikir, sikap dan perilaku anggota organisasi. Ketika melaksanakan tugasnya, anggota organisasi mempunyai pola pikir, sikap, dan
perilaku tertentu. Semua hal tersebut dibimbing oleh norma, nilai-nilai dan kode etik organisasi.
d. Dikembangkan dalam waktu yang lama. Budaya organisasi dikembangkan pertama kalinya oleh pendiri organisasi ketika mendirikan organisasi. Norma,
nilai-nilai, pola pikir, budaya, dan agama, dari pendiri organisasi mempengaruhi budaya organisasi yang dikembangkan.
2.3.2. Karakteristik Budaya Organisasi
Menurut Luthans 2006, budaya organisasi mempunyai beberapa karakteristik penting diantaranya adalah:
1. Aturan perilaku yang diamati. Ketika anggota organisasi berinteraksi satu sama lain, mereka menggunakan bahasa, istilah, dan ritual umum yang berkaitan
dengan rasa hormat dan cara berperilaku. 2. Norma. Ada standar perilaku, mencakup pedoman mengenai seberapa banyak
pekerjaan yang dilakukan, yang dalam banyak perusahaan menjadi “jangan melakukan terlalu banyak; jangan terlalu sedikit”.
3. Nilai dominan. Orang mendukung dan berharap peserta membagi-bagikan nilai utama.
4. Filosopis. Terdapat kebijakan yang membentuk kepercayaan organisasi mengenai
Universitas Sumatera Utara
bagaimana karyawan dan atau pelanggan diberlakukan. 5. Aturan. Terdapat pedoman ketat berkaitan dengan pencapaian perusahaan.
6. Iklim Organisasi. Ini merupakan keseluruhan “perasaan” yang disampaikan dengan pengaturan yang bersifat fisik, cara peserta berinteraksi, dan cara
organisasi berhubungan dengan pelanggan dan individu dari luar. Hasil riset terbaru mengemukakan tujuh karakteristik primer yang merupakan
hakikat dari budaya organisasi. Ketujuh karakteristik tersebut yaitu: a. Inovasi dan pengambilan resiko, sejauhmana para karyawan didorong untuk
inovatif dan mengambil resiko. b. Perhatian, sejauhmana karyawan diharapkan memperhatikan presisi kecermatan
dan analisis. c. Orientasi hasil, sejauhmana manajemen memfokuskan pada hasil, bukan pada
teknik dan proses. d. Orientasi orang, sejauhmana keputusan manajemen memperhitungkan efek
keberhasilan orang-orang di dalam organisasi. e. Orientasi tim, sejauhmana kegiatan kerja diorganisasikan kepada tim bukannya
individu-individu. f. Keagresifan, sejauhmana orang-orang itu agresif kreatif dan kompetitif.
g. Kemantapan, sejauhmana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo.
Universitas Sumatera Utara
Tiap karakteristik ini berada pada suatu kesatuan, dari tingkat yang rendah ke tingkat yang lebih tinggi. Menilai suatu organisasi dengan menggunakan tujuh
karakter ini akan menghasilkan gambaran mengenai budaya organisasi Rivai, 2004. 2.3.3. Fungsi dan Peran Budaya Organisasi
Menurut Rivai 2004, budaya melakukan sejumlah fungsi di dalam sebuah organisasi, yaitu:
a. Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas, artinya budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi lain.
b. Budaya memberikan identitas bagi angota organisasi. c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas dan pada
kepentingan individu. d. Budaya itu meningkatkan kemantapan sistem sosial.
e. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu serta membentuk sikap dan perilaku karyawan.
Dari fungsi budaya tersebut disimpulkan bahwa budaya bernilai untuk organisasi atau karyawan, budaya meningkatkan komitmen organisasi dan konsistensi
dan perilaku karyawan. Peran budaya organisasi terhadap organisasi, anggota organisasi, dan mereka
yang berhubungan dengan organisasi menurut Wirawan 2007, yaitu: 1. Identitas organisasi. Budaya organisasi berisi satu set karakteristik yang
melukiskan organisasi dan membedakannya dengan organisasi lain. Budaya organisasi menunjukkan identitas organisasi kepada orang lain di luar organisasi.
Universitas Sumatera Utara
2. Menyatukan organisasi. Norma, nilai-nilai dan kode etik budaya organisasi menyatukan dan mengkoordinasi anggota organisasi.
3. Reduksi konflik. Pola pikir, asumsi, dan filsafat organisasi yang sama memperkecil perbedaan dan terjadinya konflik diantara anggota organisasi.
4. Komitmen kepada organisasi dan kelompok. Budaya organisasi yang kondusif mengembangkan rasa memiliki dan komitmen tinggi terhadap organisasi dan
kelompok kerjanya. 5. Reduksi ketidakpastian. Budaya organisasi mengurangi ketidakpastian dan
meningkatkan ketidakpatian. Budaya organisasi menentukan kemana arah, apa yang akan dicapai, dan bagaimana mencapainya.
6. Menciptakan konsistensi. Budaya organisasi menciptakan konsistensi berpikir, berperilaku, dan merespons lingkungan organisasi. Budaya organisasi
memberikan peraturan, panduan, prosedur, serta pola memproduksi dan melayani konsumen, pelanggan, nasabah, atau klien organisasi.
7. Motivasi. Budaya organisasi memotivasi anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam mencapai tujuan organisasi, mereka juga termotivasi
untuk menggunakan perilaku dan cara tertentu, yaitu cara yang dapat diterima oleh budaya organisasi.
8. Kinerja organisasi. Budaya organisasi yang kondusif menciptakan, meningkatkan dan mempertahankan kinerja tinggi. Budaya organisasi yang kondusif
menciptakan kepuasan kerja, etos kerja, dan motivasi kerja karyawan.
Universitas Sumatera Utara
9. Keselamatan kerja. Untuk meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja, perlu dikembangkan budaya keselamatan dan kesehatan kerja.
10. Sumber keunggulan kompetitif. Budaya organisasi yang kuat mendorong motivasi kerja, konsistensi, efektivitas dan efisiensi, serta menurunkan
ketidakpastian yang memungkinkan kesuksesan organisasi dalam pasar dan persaingan.
2.3.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Budaya Organisasi
Budaya dan Perilaku Organisasi saling terkait satu sama lain, dalam arti budaya mempengaruhi sikap dan perilaku anggota masyarakat dari mana budaya
mereka berasal. Sikap dan perilaku anggota yang berasal dari budaya masyarakat tersebut terbawa ke dalam organisasi yang ia masuki. Sikap dan perilaku anggota
yang khas tersebut merupakan karakteristik individu, akan mempengaruhi karakteristik organisasi sehingga akan mempengaruhi pula perilaku organisasi. Cara
organisasi mencapai tujuannya bergantung kepada cara individu mencapai tujuannya, yang dipengaruhi oleh budaya dari mana individu berasal. Budaya organisasi, dengan
demikian, juga akan dipengaruhi oleh budaya masyarakat asal anggota. Menurut Wirawan 2007 budaya masyarakat, sifat bisnis organisasi, asosiasi
profesi dan anggota organisasi yang meliputi: pendiri, pemimpin, anggota, konsultan dan pemegang saham organisasi merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi
budaya organisasi. Anggota organisasi merupakan sumber utama budaya organisasi. Kemudian iklim organisasi juga mempengaruhi budaya organisasi. Perubahan budaya
Universitas Sumatera Utara
organisasi dapat terjadi karena adanya iklim organisasi yang negatif terhadap pelaksanaan norma dan nilai-nilai budaya organisasi.
2.3.5. Pembentukan Budaya Organisasi
Budaya perusahaan memiliki unsur-unsur pembentuk yang akan mewarnai budaya yang dicitrakannya. Unsur-unsur itu adalah sebagai berikut:
a. Pekerja, pengusaha, dan lingkungan Sebagai subjek yang menjalankan perusahaan, pekerja dan pengusaha merupakan
unsur yang paling menentukan profil dan sifat budaya perusahaan. b. Alat produksiaset
Perusahaan yang masih mengandalkan tenaga kerja padat karya tentunya berbeda kultur budaya perusahaannya dibandingkan dengan indsutri manufaktur
yang padat energi atau modal. Demikian juga antara bagian administrasi dan produksi. Ada nuansa subkultur berbeda pada lingkungan yang berlainan.
c. Sistem dan prosedur Sistem dan prosedur mengatur tata laksana pengelolaan perusahaan sehari-hari.
Untuk menciptakan budaya berorientasi best practice company, system dan prosedur harus disesuaikan dengan tantangan, peluang, dan sasaran perusahaan.
Harus ada sinergi antara budaya perusahaan dengan aturan main pada perusahaan. d. Wewenang dan otoritas
Wewenang, otoritas tugas, jabatan, dan gaya pribadi akan mewarnai budaya perusahaan. Struktur usaha yang memiliki pola distribusi wewenang dan otoritas
merata akan menciptakan budaya egalitarian, berbeda dengan otoritas terpusat.
Universitas Sumatera Utara
Demikian juga perilaku individu, khususnya yang memiliki peran sentral akan mewarnai budaya kerja perusahaan yang bersangkutan Rivai, 2004.
Menurut Ndraha 2005 menyatakan terbentuknya budaya tidak dalam sekejap, tidak bisa dikarbid. Pembentukan budaya memerlukan waktu bertahun
bahkan puluhan dan ratusan tahun. Pembentukan budaya diawali oleh para pendiri founder. Hal ini ditegaskan oleh Sobirin 2007 yang menjelaskan proses
pembentukan budaya organisasi mengikuti alur sebagai berikut: a. Para pendiri dan pimpinan lainnya membawa serta satu set asumsi dasar, nilai,
perspektif, artefak ke dalam organisasi dan menanamkannya kepada karyawan. b. Budaya muncul ketika para anggota organisasi berinteraksi satu sama lain untuk
memecahkan masalah-masalah pokok organisasi yakni masalah integrasi internal dan adaptasi eksternal.
c. Secara perorangan, masing-masing anggota organisasi boleh jadi menjadi seorang pencipta budaya baru culture creator dengan mengembangkan berbagai cara
untuk menyelesaikan persoalan-persoalan individual seperti persoalan identitas diri, kontrol, dan pemenuhan kebutuhan serta bagaimana agar bisa diterima oleh
lingkungan organisasi yang diajarkan kepada generasi penerus.
2.4. Teori tentang Kinerja
2.4.1. Pengertian Kinerja
Menurut Mathis dan Jackson 2001 kinerja adalah apa yang dilakukan pegawai, sehingga ada yang mempengaruhi kombinasi pegawai organisasi antara
Universitas Sumatera Utara
lain: kuantitas output, kualitas output, jangka waktu output, kehadiran di tempat kerja, dan sikap koperatif.
Prawirosentono 2000 menyatakan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai
dengan wewenangnya dan tanggung jawabnya masing-masing untuk mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan
moral maupun etika. Tika 2006 mengemukakan bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam kinerja adalah hasil-hasil fungsi pekerjaan, faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap prestasi karyawan seperti motivasi, kecakapan, persepsi peranan dan sebagainya, pencapaian tujuan organisasi serta periode waktu tertentu.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja pegawai merupakan hasil kerja seorang pegawai baik secara kuantitas maupun
kualitas dalam melaksanakan tugas pekerjaannya di suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya dalam rangka mencapai tujuan organisasi dan
dilakukan berdasarkan atau sesuai dengan hukum, peraturan, ketentuan dan moral serta etika. Pengertian Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil
atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para atasan atau manajer sering tidak memperhatikan hal ini kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi serba
salah. Terlalu sering manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot sehingga perusahaaninstansi menghadapi krisis yang serius. Kesan-kesan buruk
organisasi yang mendalam berakibat dan mengabaikan tanda-tanda peringatan adanya kinerja yang merosot.
Universitas Sumatera Utara
2.4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Stern dalam Mangkunegara 2006 menyatakan bahwa faktor-faktor penentu kinerja individu adalah:
1. Faktor Individu Secara psikologis, individu yang normal yang memiliki integritas yang tinggi
antara fungsi psikis rohani dan fisiknya jasmaniah. Dengan adanya integritas yang tinggi antara fungsi psikis dan fisik, maka individu tersebut memiliki
konsentrasi diri yang baik. Konsentrasi yang baik ini merupakan modal utama individu manusia untuk mampu mengelola dan mendayagunakan potensi dirinya
secara optimal dalam melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari dalam mencapai tujuan organisasi.
2. Faktor Lingkungan Organisasi Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam
mencapai kinerja. Faktor lingkungan organisasi yang dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas, autoritas yang memadai, target kerja yang menantang, pola
komunikasi kerja efektif, hubungan kerja harmonis, iklim kerja respek dan dinamis, peluang berkarir dan fasilitas kerja yang relatif memadai.
Menurut Mathis dan Jackson 2001 faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja adalah kemampuan, motivasi, dukungan yang diterima,
keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan hubungan mereka dengan organisasi. Sedangkan menurut Gibson 1999, secara teoritis ada tiga kelompok
Universitas Sumatera Utara
variabel yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja individu, yaitu: variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis.
Kelompok variabel individu terdiri dari variabel kemampuan dan ketrampilan, latar belakang pribadi dan demografis. Kelompok variabel organisasi terdiri dari
variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan. Kelompok variabel psikologis terdiri dari variabel persepsi, sikap, kepribadian,
belajar dan motivasi. Menurut Gibson variabel psokilogis ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis.
2.4.3. Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka dapat diketahui
kondisi sebenarnya tentang kinerja pegawai. Menurut Simamora 2001 penilaian kinerja adalah proses yang dipakai oleh organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan
kerja individu karyawan. Hasibuan 2005 menyatakan: “Penilaian kinerja adalah menilai hasil kerja
nyata dengan standar kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan setiap karyawan. Menempatkan kebijaksanaan berarti, apakah karyawan akan dipromosikan,
didemosikan, dan atau balas jasanya dinaikkan”. Bittel dan Newstrom 1996 berpendapat bahwa faktor-faktor yang dinilai
dalam penilaian kinerja dapat dikelompokkan kedalam dua kategori, yaitu faktor obyektif dan faktor subyektif. Faktor obyektif memfokuskan pada fakta yang bersifat
nyata dan hasil-hasilnya dapat diukur, seperti: kuantitas kerja, kualitas kerja, dan
Universitas Sumatera Utara
kehadiran. Sedangkan faktor subyektif cenderung berupa opini, seperti: sikap, kepribadian, inisiatif, kerajinan penyesuaian diri dan potensi untuk maju.
Berkaitan dengan kinerja organisasi publik, Sulistiyani dan Rosidah 2009 mengemukakan bahwa di dalam orientasi penilaian biasanya yang dievaluasi adalah
mencakup personal based dan performance based. Fokus masing-masing orientasi penilaian adalah:
1. Penilaian berdasarkan hasil result-based performance Tipe penilaian ini dimulai dengan merumuskan kinerja pegawai dengan
didasarkan pada pencapaian tujuan organsasi, atau dapat dikatakan dengan mengukur hasil-hasil akhir end result. Sedangkan sasaran penilaian kinerja dapat
ditetapkan oleh manajer ataupun kelompok kerja. Hal inilah yang sering disebut dengan Management by Objective.
2. Penilaian berdasarkan perilaku behaviour based performance appraisal Dalam model penilaian ini kinerja akan difokuskan pada sarana means dan
sasaran goals dan bukan hasil akhir. Dengan demikian perilaku pegawai yang sesuai dengan sarana yang tersedia dan sasaran yang ingin dicapai.
3. Penilaian dengan berdasarkan judgment based performance appraisal. Dalam penilaian ada beberapa dimensi yang harus diikuti:
a. kualitas kerja quality of work b. kuantitas kerja quantity of work
c. pengetahuan pekerjaan job knowledge d. daya kreasi creativeness
Universitas Sumatera Utara
e. kerjasama cooperation f. kebergantungan dependability
g. inisiatif initiative h. kualitas pribadi personal qualities
Kualitas pekerjaan merupakan bagian substansi yang tidak dapat diabaikan. Konsentrasi dari penilaian yang dilakukan tentunya akan mengidentifikasi bagaimana
pencapaian kualitas pekerjaan yang dilakukan. Tentu saja untuk menentukan kualitas tersebut sampai seberapa baik pencapaiannya, dengan cara membandingkan kualitas
yang dicapai dengan target kualitas. Selanjutnya pengetahuan tentang pekerjaan juga menjadi fokus dalam penilaian. Di samping itu kreativitas juga memberikan inspirasi
pencapaian kinerja. Kerjasama menjadi kunci dalam pencapaian kinerja kelompok maupun kinerja organisasi. Jika seseorang memiliki kecakapan dalam berhubungan
dan dalam kerjasama, maka sangat memungkinkan seseorang memberikan kontribusi yang baik terhadap organisasi.
2.4.4. Tujuan Penilaian Kinerja
Tujuan dilakukannya penilaian kinerja menurut Robbins 2002 yaitu: 1. Memberikan masukan penting bagi pimpinan organisasi dalam pengambilan
keputusan di bidang sumber daya manusia, seperti promosi, transfer, dan pemutusan hubungan kerja.
2. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan. 3. Mengetahui efektivitas seleksipenempatan pegawai baru dan program
pendidikan dan pelatihan.
Universitas Sumatera Utara
4. Memberikan umpan balik kepada pegawai mengenai bagaimana pandangan organisasi akan kinerja mereka.
5. Digunakan sebagai dasar untuk alokasi ganjaran, seperti kenaikan gaji, pemberian insentif, dan imbalan lainnya.
Mangkunegara 2006 menyatakan tujuan penilaian kinerja adalah: 1. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk prestasi,
pemberhentian dan besarnya balas jasa. 2. Untuk mengukur sejauhmana seseorang pegawai dapat menyelesaikan
pekerjaannya. 3. Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan dalam organisasi.
4. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektivan jadwal kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja dan
pengawasan. 5. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi pegawai yang
berada di dalam organisasi. 6. Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja pegawai sehingga dicapai
performance yang baik. 7. Sebagai alat untuk dapat melihat kekurangan atau kelemahan dan meningkatkan
kemampuan pegawai selanjutnya. 8. Sebagai kriteria menentukan, seleksi dan penempatan pegawai.
9. Sebagai alat untuk memperbaiki atau mengembangkan kecakapan pegawai.
Universitas Sumatera Utara
10. Sebagai dasar untuk memperbaiki atau mengembangkan uraian tugas job description.
2.4.5. Manfaat Penilaian Kinerja
Menurut Sulistiyani dan Rosidah 2009 manfaat penilaian kinerja adalah: 1. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi.
2. Perbaikan kinerja. 3. Kebutuhan latihan dan pengembangan.
4. Pengambilan keputusan dalam hal penempatan promosi, mutasi, pemecatan, pemberhentian dan perencanaan tenaga kerja.
5. Untuk kepentingan penelitian kepegawaian. 6. Membantu diagnosis terhadap kesalahan disain pegawai.
Menurut Notoatmodjo 2003, manfaat penilaian kinerja dalam suatu organisasi antara lain sebagai berikut:
1. Peningkatan prestasi kerja. Dengan adanya penilaian kinerja, baik pimpinan maupun pegawai memperoleh
umpan balik, dan mereka dapat memperbaiki pekerjaannya.
2. Kesempatan kerja yang adil.