Ganti Kerugian. HAK-HAK TERDAKWA DALAM PUTUSAN BEBAS

didakwakan kepadanya bukan merupakan tindak pidana kejahatan atau pelanggaran. 106

A. Ganti Kerugian.

Tuntutan permintaan ganti kerugian yang dilakukan tersangka atau terdakwa atau ahli waris merupakan perwujudan perlindungan hak asasi dan harkat martabat harga diri manusia. Apabila tersangka atau terdakwa mendapat perlakuan yang tidak sah atau tindakan tanpa alasan berdasarkan undang-undang maka undang-undang memberi hak padanya menuntut ganti kerugian. Pasal 1 butir 22 KUHAP menyebutkan bahwa ganti kerugian hak seseorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini. Bila dicermati, maka Pasal 1 butir 22 ini ditentukan bahwa: a. Ganti kerugian merupakan hak tersangka atau terdakwa. b. Hak itu pemenuhan berupa imbalan sejumlah uang. c. Hak atas imbalan sejumlah uang tersebut diberikan kepada tersangka atau terdakwa atas alasan: 106 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Penyidikan Dan Penuntutan,Op.Cit, hlm. 338. Universitas Sumatera Utara 1. Karena terhadapnya dilakukan penangkapan, penahanan, penuntutan, atau peradilan tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau, 2. Karena tindakan lain tanpa alasan berdasarkan undang-undang, atau 3. Karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan. Selanjutnya ganti kerugian juga diatur dalam pasal 95 ayat 1 KUHAP yang menyatakan bahwa tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain tanpa alasan yang berdasakan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan. Pada dasarnya, ganti kerugian yang diatur dalam pasal 1 butir 22 KUHAP dengan Pasal 95 ayat 1 KUHAP memiliki tujuan yang sama hanya saja dalam Pasal 95 ayat 1 ada penambahan alasan yaitu karena tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan Undang-undang. Dalam penjelasan Pasal 95 ayat 1 KUHAP dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kerugian karena tindakan lain ialah kerugian yang ditimbulkan oleh pemasukan rumah, penggeledahan dan penyitaan yang tidak sah menurut hukum, termasuk penahanan tanpa alasan adalah penahanan yang lebih lama dari pada pidana yang dijatuhkan. Selain itu menurut Pasal 77 huruf b KUHAP ternyata terjadinya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan dapat juga dijadikan dasar alasan untuk menuntut ganti kerugian. Berdasarkan pasal-pasal tersebut diatas maka alasan mengajukan tuntutan ganti kerugian adalah sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 1. Penangkapan yang tidak sah. Penangkapan yang tidak sah ialah penangkapan yang tidak berdasarkan undang- undang, yakni apabila tindakan penangkapan yang dilakukan tidak memenuhi ketentuan yang digariskan undang-undang sebagaimana yang diatur dalam Pasal 16 sampai dengan Pasal 19 KUHAP. 107 2. Penahanan yang tidak sah Penahanan yang dilakukan dengan cara yang tidak sesuai dengan Pasal 20 sampai dengan Pasal 30 KUHAP termasuk penahanan yang lebih lama dari vonis yang dijatuhkan oleh pengadilan penjelasan Pasal 95 ayat 1 KUHAP. 3. Tindakan lain tanpa alasan berdasarkan Undang-undang. Hal ini sesuai dengan yang diatur dalam penjelasan pasal 95 ayat 1 KUHAP bahwa yang dimaksud dengan kerugian karena dikenakan tindakan lain ialah kerugian yang ditimbulkan oleh pemasukan rumah, penggeledahan dan penyitaan yang tidak sah menurut hukum. 4. Penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan. Dalam Pasal 81 KUHAP dinyatakan bahwa tersangka dan atau pihak ketiga yang berkepentingan berhak mengajukan permintaan ganti kerugian dan rehabilitasi sebagai akibat sahnya penghentian penyidikan dan sahnya penghentian penuntutan. 107 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi Dan Peninjauan Kembali, op. cit, hlm. 53. Universitas Sumatera Utara 5. Dituntut dan diadili tanpa alasan Undang-undang. Alasan kelima ini cakupannya sangat luas, termasuk di dalamnya kesalahan atau kekeliruan mengenai orangnya atau kekeliruan mengenai hukum yang diterapkan. 108 Kekeliruan mengenai hukum yang diterapkan maksudnya adalah bahwa aparat penegak hukum telah melakukan kekeliruan penerapan hukum dalam hal ini terbukti dengan dibebaskannya terdakwa dan putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap. 109 Apabila terdakwa dituntut dan diadili dalam pemeriksaan sidang pengadilan kemudian ternyata Jaksa Penuntut Umum tidak dapat membuktikan dakwaannya berdasarkan alat bukti yang sah berdasarkan Pasal 183 KUHAP dan terdakwa diputus bebas maka hal ini dapat dijadikan terdakwa sebagai dasar untuk mengajukan tuntutan ganti kerugian. Untuk besarnya jumlah ganti kerugian, hal ini diatur dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah PP No. 27 Tahun 1983 sebagai berikut: 1. Ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b dan Pasal 95 KUHAP adalah berupa imbalan serendah-rendahnya Rp 5000,- lima ribu rupiah dan setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,- satu juta rupiah. 2. Apabila penangkapan, penahanan dan tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP mengakibatkan yang bersangkutan sakit atau cacat sehingga 108 Ibid, hlm. 56. 109 Leden Marpaung, Proses Tuntutan Ganti Kerugian Dan Rehabilitasi Dalam Hukum Pidana, Jakarta: Rajawali Pers, 1997, hlm. 40. Universitas Sumatera Utara tidak dapat melakukan pekerjaan atau mati, besarnya ganti kerugian berjumlah setinggi-tingginya Rp. 3.000.000,- tiga juta rupiah. Selanjutnya untuk tenggang waktu pengajuan tuntutan ganti kerugian diatur dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah PP No. 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan KUHAP yang menyatakan sebagai berikut: 1. Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP hanya dapat diajukan dalam tenggang waktu 3 tiga bulan sejak putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap. 2. Dalam hal tuntutan ganti kerugian tersebut diajukan terhadap perkara yang dihentikan pada tingkat penyidikan atau tingkat penuntutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 77 huruf b KUHAP maka jangka waktu 3 tiga bulan dihitung dari saat pemberitahuan penetapan praperadilan. Setelah lewat tenggang waktu 3 tiga bulan sejak putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap atau sejak pemberitahuan penetapan praperadilan maka hak mengajukan tuntutan ganti kerugian menjadi daluarsa dengan perkataan lain tidak dapat diajukan lagi. 110 Permintaan penuntutan ganti kerugian diajukan kepada Ketua Pangadilan Negeri yang berwenang mengadili perkara yang bersangkutan yang dapat diajukan oleh tersangka atau terdakwa atau terpidana atau ahli warisnya dan dapat juga dikuasakan kepada penasehat hukum 110 Ibid, hlm. 59. Universitas Sumatera Utara Martiman Prodjohamidjojo 111 a. Jika tuntutan ganti kerugian diajukan pada tingkat penuntutan maka tuntutan ganti kerugian harus diajukan kepada lembaga praperadilan. mengatakan bahwa tuntutan ganti kerugian dapat diajukan tersangka atau terdakwa karena salah tangkap, salah penahanan atau salah penghukuman dalam setiap tingkatan pemeriksaan, dengan ketentuan: b. Jika dalam hal perkaranya pada tingkat peradilan maka tuntutan ganti kerugian harus diajukan kepada Pengadilan Negeri. Hal ini juga diatur dalam Pasal 95 KUHAP yang secara konkrit menyatakan bahwa: 1. Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain tanpa alasan yang berdasakan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan. 2. Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan Negeri, diputus di sidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 77. 111 Nico Ngani, I Nyoman Budi Jaya dan Hasan Madani, Mengenal Hukum Acara Pidana Tentang Dan Sekitar Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi Dan Mahkamah Agung Republik Indonesia, Yogyakarta: Liberty, 1985, hlm. 32-33. Universitas Sumatera Utara 3. Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diajukan oleh tersangka, terdakwa atau terpidana atau ahli warisnya kepada pengadilan yang berwenang mengadili perkara yang bersangkutan. 4. Untuk memriksa dan memutus perkara tuntutan ganti kerugian tersebut pada ayat 1 Ketua Pengadilan sejauh mungkin menunjuk hakim yang sama yang telah mengadili perkara pidana yang bersangkutan. 5. Pemeriksaan terhadap ganti kerugian sebagaimana pada ayat 4 mengikuti acara praperadilan. Dengan demikian maka acara peradilan untuk tuntutan ganti kerugian dilakukan dengan mengikuti acara praperadilan. Ketua pengadilan dalam waktu 3 tiga hari setelah menerima permintaan atau tuntutan ganti kerugian, hakim yang ditunjuk menetapkan hari sidang Pasal 82 KUHAP. Pemeriksaan dilakukan secara cepat dan selambat-lambatnya 7 tujuh hakim harus sudah menjatuhkan putusan. Putusan terhadap permintaan ganti kerugian berbentuk penetapan dengan memuat secara lengkap semua hal yang dipertimbangkan sebagai alasan dari putusan Pasal 96 KUHAP. Hal ini diperinci lagi dalam Pasal 8 Peraturan Pemerintah PP No. 27 Tahun 1983 yaitu: 1. Ganti kerugian dapat diberikan atas dasar pertimbangan hakim. 2. Dalam hal hakim mengabulkan atau menolak tuntutan ganti kerugian, maka alasan pemberian atau penolakan tuntutan ganti kerugian di cantumkan dalam penetapan. Kemungkinan hakim akan mendengarkan keterangan para pihak dalam surat permohonan ganti kerugian tersebut tetapi jika hakim yang memutus permohonan Universitas Sumatera Utara gugatan ganti kerugian adalah hakim yang sama yang telah mengadili perkara pidana yang bersangkutan maka sudah mengetahui dan memahami duduk perkara atau hakim tersebut dapat juga memeriksa berkas perkara semula sehingga ia dapat langsung menerbitkan penetapan dengan memuat pertimbangan-pertimbangan. 112 Selanjutnya hakim melaksanakan sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 10 dan 11 Peraturan Pemerintah PP No. 27 Tahun 1983 yaitu: 1. Petikan penetapan mengenai ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada pemohon dalam waktu 3 tiga hari setelah penetapan diucapkan. 2. Salinan penetapan genti kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diberikan kepada penuntut umum, penyidik dan Direktorat Jendral Anggaran dalam hal ini Kantor Perbendaharaan setempat. 3. Pembayaran ganti kerugian dilakukan oleh Menteri Keuangan berdasarkan penetapan pengadilan. 4. Tatacara pembayaran ganti kerugian diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan. Tata cara pembayaran ganti kerugian diatur lebih lanjut dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 983KMK.011983 namun masih banyak kesulitan dalam pelaksanaannya meskipun dalam Pasal 5 disebutkan terhadap pejabat yang karena kesalahannya atau kealpaannya mengakibatkan Negara harus membayar ganti kerugian dapat dikenakan tindakan sesuai peraturan yang berlaku. 113 112 Leden Marpaung, Proses Tuntutan Ganti Kerugian Dan Rehabilitasi Dalam Hukum Pidana,Op. Cit, hlm. 63. 113 Hari Sasangka, Penyidikan, Penahanan, penuntutan Dan Praperadilan Dalam Teori Dan Praktek, Bandung: Mandar Maju, 2007, hlm. 229. Universitas Sumatera Utara Katentuan yang diatur dalam Pasal 5 Keputusan Menteri Keuangan tersebut seharusnya disebut juga dalam KUHAP dan dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah agar lebih memiliki kekuatan hukum. Hal ini didasarkan pada Pasal 9 ayat 2 Undang-undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa pejabat yang dengan sengaja melakukan perbuatan tanpa alasan berdasarkan undang-undang tidak sah menurut hukum dapat dipidana. Sebagai contoh dapat dikemukakan, misalnya seorang pejabat penegak hukum melakukan tindakan penangkapan atau penahanan dan atau meneruskan penahanan secar tidak sah menurut hukum atau tanpa alasan berdasarkan Undang-undang, baik dilakukan dengan sengaja atau karena kelalaiannya dapat dituntut dan dipidana berdasarkan Pasal 333 dan 334 KUHP dengan ancaman pidana minimal 3 tiga bulan kurungan atau maksimal 12 dua belas tahun penjara. Demikian pula misalnya pejabat penyidik memasuki rumah orang secara tidak sah menurut hukum dapat dituntut dan dipidana berdasarkan Pasal 167 KUHP dengan ancaman pidana maksimal 1 satu tahun 4 empat bulan. Sedangkan bagi penyidik yang melakukan pemeriksaan terhadap tersangka atau saksi dengan cara-cara paksaan untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dapat dituntut dan dipidana berdasarkan pasal 422 KUHP dengan ancaman maksimal 4 empat tahun penjara. Selain daripada kesengajaan dan perbuatan melawan hukum seperti yang disebut diatas, Wirjono Prodjodikoro mangatakan bahwa negalah yang bertanggung jawab sebab para pegawai negeri Polisi selaku penyidik maupun Jaksa Penuntut Universitas Sumatera Utara Umum hanyalah alat belaka dari Negara. Subekti juga mengatakan bahwa tidak tepat untuk menuntut oknum polisi, oknum jaksa atau oknum hakim karena mereka menjalankan tugas sebagai alat Negara. Yang bertanggungjawab tentang pelaksanaan suatu tugas kenegaraan adalah Negara. Mungkin oknum-oknum tersebut perlu dikoreksi oleh pimpinan masing-masing instansi. 114 Meskipun KUHAP yang berisi peraturan tentang praperadilan disertai tuntutan ganti kerugian dan rehabilitasi telah berusia 30 tiga puluh tahun namun dalam pratek hukum dewasa ini orang-orang yang menjadi korban ketidakadilan jarang sekali menggunakan hak untuk mengajukan permohonan pemeriksaan praperadilan disertai tuntutan ganti kerugian dan rehabilitasi. Hal ini antara lain disebabkan karena pada umumnya warga masyarakat yang menjadi korban ketidakadilan tersebut adalah orang-orang yang awam hukum dan untuk mengurus permohonan praperadilan bagi mereka bukan merupakan urusan yang sederhana dengan biaya ringan. Apa lagi untuk mendapatkan pembayaran ganti kerugian yang jumlahnya tidak seberapa tersebut pemohon diharuskan melalui liku-liku birokrasi yang cukup panjang. 115 Hal ini tentunya sama seperti yang dialami oleh terdakwa Kohiruddin yang telah diputus bebas dengan putusan No. 3212Pid.B2007PN. Mdn namun ia maupun kuasa hukumnya tidak menggunakan haknya untuk menuntut ganti kerugian meskipun telah dituntut dan diadili tanpa alasan undang-undang. Padahal secara 114 Andi Hamzah, Op.Cit, hlm 203. 115 HMA Kuffal, Op.Cit, hlm. 290. Universitas Sumatera Utara teoritis kerugian yang diderita olehnya dapat dipulihkan kembali dalam waktu yang relative singkat sesuai yang diatur dalam Pasal 95 ayat 5 KUHAP bahwa dalam tenggang waktu selambat-lambatnya sepuluh hari setelah tersangka atau terdakwa mengajukan permohonan ganti kerugian maka hakim harus sudah memberikan putusannya. Menurut penasehat hukum terdakwa Kohiruddin 116 1. Terdakwa yang telah diputus bebas tidak mengetahui akan haknya tersebut. bahwa Kohiruddin sendiri tidak mau mengajukan tuntutan ganti kerugian karena ia takut untuk kembali berhubungan dengan dunia peradilan dan dengan diputus bebas, ia sudah merasa puas. Lebih lajut ia mengatakan, biasanya terdakwa yang telah di putus bebas di pengadilan jarang menuntut kembali haknya untuk ganti kerugian dengan alasan: 2. Ada rasa kekhawatiran atau takut kalau-kalau mereka dijatuhi hukuman lagi apabila mengajukan tuntutan ganti kerugian. 3. Minimnya jumlah dari ganti kerugian yang ditetapkan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No.27 tahun 1983 yang hanya berkisar Rp. 5000,- lima ribu rupiah sampai Rp. 1.000.000,- satu juta rupiah dan setinggi- tingginya Rp.3.000.000,- tiga juta rupiah bagi mereka yang sakit atau cacat sehingga tidak dapat melaksakan pekerjaan atau mati sebagai akibat dari ditangkap dan ditahan. Dengan minimnya jumlah ganti kerugian tersebut dianggap tidak sebanding dengan waktu yang harus mereka luangkan di dalam mengikuti setiap persidangan yang tentunya juga mengorbankan pekerjaan mereka. 116 Hasil wawancara dengan Penasehat Hukum terdakwa yaitu Abdul Jolil Siregar, pada tanggal 5 Februari 2011. Universitas Sumatera Utara 4. Selama ini juga belum ada sanksi yang diberikan terhadap para aparat penegak hukum yang telah melakukan penyidikan terhadap kasus terdakwa yang diputus bebas oleh majelis hakim. 117 Seperti yang diucapkan penasehat hukum terdakwa kohiruddian, tentunya jumlah imbalan ganti kerugian ini sangat sedikit sekali dan tidak sebanding dengan waktu yang harus mereka luangkan untuk mengikuti setiap proses persidangan. Bahkan sampai harus mengorbankan pekerjaan mereka apalagi bila dibandingkan dengan penderitaan mereka selama dalam proses penyelidikan, penyidikan dan persidangan sampai akhirnya mereka diputus bebas. Menurut Irma Hasibuan, ada juga beberapa terdakwa yang telah diputus bebas di pengadilan Negeri Medan yang mengajukan tuntutan ganti kerugian terhadap Kejaksaan Negeri Medan tetapi bukan melalui tuntutan ganti kerugian sebagaimana yang diatur di dalam KUHAP maupun didalam Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 1983 melainkan melalui gugatan perdata ke Pengadilan Negeri. 118 Hal ini dapat dipahami mengingat minimnya jumlah ganti kerugian yang apabila ditempuh melalui tuntutan ganti kerugian sebagaimana yang diatur di dalam KUHAP dan Peraturan Pemerintah No.27 tahun 1983. Apabila tuntutan ganti kerugian diajukan berdasarkan gugatan perdata maka terdakwa dapat menuntut 117 Seharusnya para aparat penegak hukum tersebut dikenai sanksi sebagaimana yang tercantum dalam salah satu asas yang termuat pada penjelasan umum KUHAP bahwa Kepada seorang yang ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang dan atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan wajib diberi ganti kerugian dan rehabilitasi sejak tingkat penyidikan dan para pejabat penegak hukum yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya menyebabkan asas hukum tersebut dilanggar, dituntut, dipidana dan atau dikenakan hukuman administrasi. 118 Hasil Wawancara Dengan Jaksa Irma Hasibuan di Kejaksaan Negeri Medan Pada Tanggal 21 Januari 2011. Universitas Sumatera Utara dengan jumlah nominal yang lebih besar namun gugatan ini tidak akan dikabulkan oleh majelis hakim karena pengaturan tentang tuntutan ganti kerugian diajukan harus berdasarkan sebagaimana yang ditentukan di dalam KUHAP. Namun perlu juga diketahui bahwa tidak semua tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh penyelidik, penyidik, penyidik pembantu, penuntut umum atau hakim, dapat dimintakan ganti kerugian seperti yang diatur di dalam KUHAP. Bagi tindakan-tindakan melawan hukum yang mereka lakukan atas dirinya sendiri atau bukan dalam melaksanakan tugas sebagaimana yang ditetapkan dalam KUHAP maka terhadap tindakan melawan hukum itu dapat diajukan gugatan ganti kerugian secara perdata.

B. Rehabilitasi.