Telah diuji pada
Tanggal
: 24 September 2011.
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua
:
Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH. MHum. Anggota
:
1. Prof. Dr. Suwarto, SH, MH. 2. Syafruddin S Hasibuan, SH. MH. DFM.
3. Dr. M. Hamdan, SH, MH. 4. Dr. Marlina, SH, M.Hum.
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Salah satu bentuk putusan hakim dalam perkara pidana di sidang pengadilan adalah putusan bebas vrijspraak sebagaimana yang diatur dalam Pasal 191 ayat 1
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana KUHAP yang menyatakan bahwa apabila pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan
terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan maka terdakwa diputus bebas. Berdasarkan Pasal 191 ayat 1 KUHAP
tersebut diatas maka penulis melakukan penelitian yaitu dengan menganalisis putusan bebas dari Pengadilan Negeri Medan, Nomor: 3212Pid.B2007PN.Mdn atas nama
terdakwa Kohiruddin, yang dituduh melakukan tindak pidana pencurian bersama dengan teman-temannya. Jaksa penuntut umum mendakwa terdakwa dalam dakwaan
pertama telah melakukan pencurian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 363 ayat 1 ke-4e KUHP dan melanggar Pasal 480 ke- 1e KUHP dalam dakwaan kedua.
Untuk membuktikan dakwaannya maka dipersidangan Jaksa penuntut umum menghadirkan dua orang saksi ditambah satu barang bukti. Namun setelah melalui
tahapan pemeriksaan di pengadilan ternyata majelis hakim dalam putusannya menjatuhkan putusan bebas vrijspraak terhadap terdakwa Kohiruddin.
Jenis penelitian pada tesis ini adalah penelitian hukum normative dengan menggunakan metode pendekatan yuridis empiris artinya selain menggunakan data
sekunder baik berupa bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, penelitian ini juga melakukan penelaahan terhadap bahan-bahan hukum yang
bersumber dari data primer sebagai pendukung terhadap penelitian hukum normatif, yaitu dengan melakukan penelitian terhadap putusan bebas dari Pengadilan Negeri
Medan, Nomor: 3212Pid.B2007PN.Mdn dan melakukan wawancara dengan informan yang terkait dengan penelitian yaitu Jaksa di Kejaksaan Negeri Medan dan
kuasa hukum terdakwa yang telah diputus bebas. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis yaitu menggambarkan suatu peraturan hukum dalam konteks teori-teori
hukum dan pelaksanaannya serta menganalisis fakta secara cermat tentang dasar- dasar dari pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan bebas dan berbagai aspek
yang berkaitan dengan pokok persoalan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dasar pertimbangan majelis hakim dalam menjatuhkan putusan bebas Nomor: 3212Pid.B2007PN. Mdn dengan
terdakwa Kohiruddian adalah disebabkan tidak terpenuhinya asas pembuktian menurut menurut undang-undang secara negative yaitu kurangnya alat bukti yang
diajukan Jaksa Penuntut Umum baik dari keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa, maupun barang bukti berupa kabel listrik warna hitam dan biru yang
Universitas Sumatera Utara
diajukan di persidangan. Meskipun sebenarnya sejak awal pembacaan dakwaan majelis hakim dapat menyatakan bahwa dakwaan jaksa penuntut umum kabur
obscure libel sebab didalam dakwaannya jaksa penuntut umum tidak menjelaskan peran atau posisi terdakwa dalam melakukan tindak pidana pencurian 363 ayat 1
ke4e jo Pasal 55 KUHP. Terhadap putusan bebas tersebut, Jaksa Penuntut Umum mengajukan upaya hukum kasasi meskipun KUHAP melarang kasasi terhadap
putusan bebas sebagaimana yang diatur dalam Pasal 244 KUHAP. Untuk itu, demi terciptanya harmonisasi hukum sudah selayaknya untuk merevisi atau merubah
KUHAP dengan memasukkan pangaturan tentang upaya hukum terhadap putusan bebas. Untuk terdakwa yang telah diputus bebas, Undang-undang memberi hak untuk
memperoleh ganti kerugian dan rehabilitasi. Namun Kohiruddin dalam perkara tersebut diatas tidak menuntut haknya atas ganti kerugian sedangkan untuk
rehabilitasi, ia telah mendapatkannya bersamaan dengan putusan bebas yang dibacakan oleh majelis hakim di persidangan. Untuk itu diperlukan adanya aturan
yang jelas tentang tata cara menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi dengan cara yang cepat dan mudah dengan jumlah ganti kerugian yang sesuai dengan
perkembangan zaman sehingga dapat lebih bermanfaat bagi para pencari keadilan.
Kata kunci: Analisis Yuridis, Putusan Bebas.
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
One of the forms of judge’s decision in the criminal case at the court of law is an acquittal vrijspraak as regulated in Article 191 1 of the Indonesian Criminal
Codes stating that if the court believes that the result of the examination in the trial showing that what charged to the defendant is not legally and convincingly, the
defendant is acquitted. Based on the Article 191 1 of the Indonesian Criminal Codes mentioned above, the writer did a study by analyzing the acquittal Number:
3212Pid.B2007PN.Mdn decided by Medan District Court on behalf of Kohiruddin who was accused of doing criminal offense of theft together with his friends. The
public prosecutor, in the first indictment, alleged the defendant to have committed theft as stated in Article 363 1 – 4e of the Indonesian Criminal Codes and violated
Article 480 to 1e of the Indonesian Criminal Codes in the second indictment. To prove hisher charges, the public prosecutor presented two witnesses and one
evidence. Yet, after undergoing stages of examination in court, the panel of judges decided to pronounce an acquittal vrijspraak to the defendant, Kohiruddin.
This descriptive analytical normative legal study with empirical juridical approach not only used secondary data in the forms of primary and secondary legal
materials but also analyzed the legal materials obtained from primary data to support this normative legal study by studying the acquittal Number:
3212Pid.B2007PN.Mdn issued by Medan District Court and interviewed the informants such as the prosecutors at Medan District Attorney and the lawyer of the
defendant who has been acquitted. In this study, a rule of law was described in the context of legal theories and their implementation and the fact about the basic
consideration of the judge to free the defendant from all charges and various aspects related to the subject matter were carefully analyzed.
The result of this study showed that the basic consideration of the judge to pronounce the decision Number: 3212Pid.B2007PN.Mdn to free the defendant,
Kohiruddin from all charges was because the principle of proof according to the law could not be met or negative and the witnesses’ testimonies, defendant’s testimonies,
the evidence in the forms of black and blue power cables presented in the court by the Public Prosecutor was inadequate. Actually, from the beginning the charges were
read, the penal of judges could state that the charges of Public Prosecutor were not clear obscure libel because, in hisher charges, the Public Prosecutor did not
explain the role or position of the defendant in doing the criminal act of theft Article 363 1 to 4e in connection with Article 55 of the Indonesian Criminal Codes. The
Public Prosecutor filed an appeal against the acquittal even though Article 244 of the Indonesian Criminal Codes prohibits an appeal against acquittal. Therefore, to
create a legal harmonization, the Indonesian Criminal Codes should be revised or changed through the inclusion of regulation on legal remedies against acquittal. For
the defendant who has been freed from all charges, the law provides him with the right to obtain compensation and rehabilitation. In this case, Kohiruddin did not
claim for the compensation, for rehabilitation, he has directly got it when the
Universitas Sumatera Utara
acquittal for him was read by the panel of judges in the trial. So, a clear regulation on the quick and easy procedures of claiming for compensation and rehabilitation is
needed and the amount of compensation should be corresponding to time development that it can be more useful for the justice seekers.
Keywords: Juridical Analysis, Acquittal
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim.
Puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tesis ini dengan judul
”Analisis Yuridis Terhadap Putusan Bebas Dalam Perkara Nomor: 3212Pid.B2007PN. Mdn
”. Shalawat beriring salam disampaikan kepada Rasulullah SAW yang telah membawa manusia dari alam kebodohan ke alam
kebenaran berdasarkan ilmu pengetahuan. Dalam menyelesaikan penulisan Tesis ini bukanlah pekerjaan yang ringan, hal
tersebut ditandai dengan banyaknya rintangan dan cobaan yang datang silih berganti menyertai langkah penulis dalam melakukan penulisan tesis ini. Namun semua itu
penulis anggap sebagai suatu ujian dariMu yang harus penulis hadapi dengan penuh kesabaran dan senantiasa mengharap ridho dan pertolonganMu, karena penulis yakin
bahwa Engkau tidak akan membebani dan menguji hambaMu melebihi dari daya dan kemampuannya.
Penulisan Tesis ini dapat terselesaikan berkat adanya bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itulah pada kesempatan ini penulis menghaturkan banyak
terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1.
Bapak Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, M.Hum selaku ketua komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dalam memperluas wawasan
penulis.
Universitas Sumatera Utara
2.
Bapak Prof. Dr. Suwarto, SH, MH selaku pembimbing II yang ditengah-tengah
kesibukannya masih sempat untuk meluangkan waktunya dalam memberikan arahan, bimbingan dan masukan yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam
penulisan Tesis ini. 3.
Bapak Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH, DFM selaku pembimbing III yang telah banyak memberikan bimbingan dan kesempatan kepada penulis dalam
menyelesaikan penulisan tesis ini. 4.
Bapak Dr. M. Hamdan, SH. MH selaku penguji dari kolokium hingga meja hijau yang telah berkenan memberikan saran dan kritik yang membangun demi
kesempurnaan tesis penulis. 5.
Ibu Dr. Marlina, SH. M.Hum selaku penguji yang telah banyak memberikan
kritik dan sarannya demi menuju tesis ini kearah yang lebih baik. 6.
Seluruh civitas akademika dan pegawai di Sekolah Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu
persatu. 7.
Kepala Kejaksaan Negeri Medan dan Advokat Bapak Abdul Jolil Siregar SH yang telah bersedia memberikan data maupun informasi yang penulis perlukan
untuk melengkapi dari pada penulisan tesis ini. 8.
Teman satu angkatan di Sekolah Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara yaitu Dani Sintara SH, MH yang telah banyak membantu
memberi kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini serta teman satu kelas Reguler A Ijal, Ruly, Ya’thi, Moral, Abel, Franky, Mardia, Kiki, Pristi, Leni,
Universitas Sumatera Utara
Nova, Claudia dan yang lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu.
Dalam kesempatan ini penulis sampaikan terimakasih yang tiada tara disertai dengan doa setulus hati penulis untuk segala bantuan, doa restu, kasih sayang,
pengorbanan dan kesabaran yang telah diberikan orang tua penulis tercinta, yakni
Ayahanda Sandi Siagian dan Ibunda Masliana Lubis, kalian telah menjadi pemicu
dan motivator bagi anakmu untuk berusaha semaksimal mungkin dalam
menyelesaikan penulisan tesis ini.
Akhirnya penulis sampaikan terimakasih kepada kakak kandung penulis, Ns. Yusnaini Siagian, S.Kep dan adik-adik kandung penulis yakni Sriwahyuni
Siagian, Irwansyah Siagian S.HI, cdr. Aida Fitria Siagian, Mia Sanita Siagian dan Ahwani Anisa Siagian. Serta tak lupa Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
kakanda Rosmeliana yang juga turut memberi semangat kepada penulis. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
dengan segala kerendahan hati penulis mengharap kritik dan saran dari para pembaca sekalian demi menuju tulisan ini kearah yang lebih baik. Akhirnya, penulis berharap
tulisan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya pengetahuan ilmu hukum.
Medan, Agustus 2011. Penulis
S U R I A N I
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Suriani.
Tempat Tanggal Lahir : Alang Bombon 3 Pebruari 1981.
Alamat : Desa Alang Bonbon, Kec. Aek Kuasan, Kab. Asahan
Agama : Islam.
Status Pribadi : Belum Menikah.
Pendidikan : 1. SD Neg. No. 015930 Kampung Melati
Tamat : Tahun 1994.
2. SMP Neg. 1 Aek Kuasan
Tamat : Tahun 1997.
3. SMU Neg. 1 Pulau Rakyat
Tamat : Tahun 2000.
4. Fakultas Hukum UMSU Medan
Tamat : Tahun 2004.
5. Program Studi Magister Ilmu Hukum USU Medan
Tamat : Tahun 2011.
Nama Orang Tua Laki-Laki : Sandi Siagian. Nama Orang Tua Perempuan : Masliana Lubis.
Anak Ke
: 2 dari 7 bersaudara.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK …………………………………………………………………
i KATA PENGANTAR ……………………………………………………..
v DAFTAR RIWAYAT HIDUP …………………………………………….
viii DAFTAR ISI ……………………………………………………………….
ix BAB I : PENDAHULUAN ………………………………………………..
1 A.
Latar Belakang ……………………………………………… 1
B. Permasalahan ………………………………………………..
11 C.
Tujuan penelitian …………………………………………… 11
D. Manfaat Penelitian …………………………………………..
12 E.
Keaslian Penelitian …………………………………………. 12
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ………………………………
13 1.
Kerangka Teori ………………………………………… 13
2. Kerangka Konsepsi …………………………………….
32 G.
Metode Penelitian ………………………………….. ……… 33
1. Spesifikasi Penelitian …………………………………..
34 2.
Metode Pengumpul Data ………………………………. 34
3. Analisis Data ……………………………………………
35
Universitas Sumatera Utara
BAB II : ANALISIS HUKUM TERHADAP DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN BEBAS DALAM
PERKARA NOMOR: 3212PID.B2007PN. MDN …………... 36
A. Pemeriksaan Perkara Di Sidang Pengadilan ………………...
43 B.
Bentuk-Bentuk Putusan Pengadilan Dalam Perkara Pidana ……………………………………….
54 C.
Analisis Hukum Terhadap Putusan Bebas Dalam Perkara No. 3212Pid.B2007PN. Mdn……………………….……...
63 BAB III : UPAYA HUKUM YANG DILAKUKAN OLEH
JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM HALTERDAKWA DIPUTUS BEBAS ………………………………………………
87 A.
Jenis Upaya Hukum …………………………………………. 87
B. Upaya Hukum Terhadap Putusan Bebas …………………….
92 BAB IV : HAK-HAK TERDAKWA DALAM
PUTUSAN BEBAS ………………….…………………………. 100 A.
Ganti Kerugian ……………………………………………… 101 B.
Rehabilitasi ………………………………………………….. 113 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………… 118
A. Kesimpulan ………………………………………………….. 118
B. Saran …………………………………………………………. 120
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Salah satu bentuk putusan hakim dalam perkara pidana di sidang pengadilan adalah putusan bebas vrijspraak sebagaimana yang diatur dalam Pasal 191 ayat 1
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana KUHAP yang menyatakan bahwa apabila pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan
terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan maka terdakwa diputus bebas. Berdasarkan Pasal 191 ayat 1 KUHAP
tersebut diatas maka penulis melakukan penelitian yaitu dengan menganalisis putusan bebas dari Pengadilan Negeri Medan, Nomor: 3212Pid.B2007PN.Mdn atas nama
terdakwa Kohiruddin, yang dituduh melakukan tindak pidana pencurian bersama dengan teman-temannya. Jaksa penuntut umum mendakwa terdakwa dalam dakwaan
pertama telah melakukan pencurian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 363 ayat 1 ke-4e KUHP dan melanggar Pasal 480 ke- 1e KUHP dalam dakwaan kedua.
Untuk membuktikan dakwaannya maka dipersidangan Jaksa penuntut umum menghadirkan dua orang saksi ditambah satu barang bukti. Namun setelah melalui
tahapan pemeriksaan di pengadilan ternyata majelis hakim dalam putusannya menjatuhkan putusan bebas vrijspraak terhadap terdakwa Kohiruddin.
Jenis penelitian pada tesis ini adalah penelitian hukum normative dengan menggunakan metode pendekatan yuridis empiris artinya selain menggunakan data
sekunder baik berupa bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder, penelitian ini juga melakukan penelaahan terhadap bahan-bahan hukum yang
bersumber dari data primer sebagai pendukung terhadap penelitian hukum normatif, yaitu dengan melakukan penelitian terhadap putusan bebas dari Pengadilan Negeri
Medan, Nomor: 3212Pid.B2007PN.Mdn dan melakukan wawancara dengan informan yang terkait dengan penelitian yaitu Jaksa di Kejaksaan Negeri Medan dan
kuasa hukum terdakwa yang telah diputus bebas. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis yaitu menggambarkan suatu peraturan hukum dalam konteks teori-teori
hukum dan pelaksanaannya serta menganalisis fakta secara cermat tentang dasar- dasar dari pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan bebas dan berbagai aspek
yang berkaitan dengan pokok persoalan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dasar pertimbangan majelis hakim dalam menjatuhkan putusan bebas Nomor: 3212Pid.B2007PN. Mdn dengan
terdakwa Kohiruddian adalah disebabkan tidak terpenuhinya asas pembuktian menurut menurut undang-undang secara negative yaitu kurangnya alat bukti yang
diajukan Jaksa Penuntut Umum baik dari keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa, maupun barang bukti berupa kabel listrik warna hitam dan biru yang
Universitas Sumatera Utara
diajukan di persidangan. Meskipun sebenarnya sejak awal pembacaan dakwaan majelis hakim dapat menyatakan bahwa dakwaan jaksa penuntut umum kabur
obscure libel sebab didalam dakwaannya jaksa penuntut umum tidak menjelaskan peran atau posisi terdakwa dalam melakukan tindak pidana pencurian 363 ayat 1
ke4e jo Pasal 55 KUHP. Terhadap putusan bebas tersebut, Jaksa Penuntut Umum mengajukan upaya hukum kasasi meskipun KUHAP melarang kasasi terhadap
putusan bebas sebagaimana yang diatur dalam Pasal 244 KUHAP. Untuk itu, demi terciptanya harmonisasi hukum sudah selayaknya untuk merevisi atau merubah
KUHAP dengan memasukkan pangaturan tentang upaya hukum terhadap putusan bebas. Untuk terdakwa yang telah diputus bebas, Undang-undang memberi hak untuk
memperoleh ganti kerugian dan rehabilitasi. Namun Kohiruddin dalam perkara tersebut diatas tidak menuntut haknya atas ganti kerugian sedangkan untuk
rehabilitasi, ia telah mendapatkannya bersamaan dengan putusan bebas yang dibacakan oleh majelis hakim di persidangan. Untuk itu diperlukan adanya aturan
yang jelas tentang tata cara menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi dengan cara yang cepat dan mudah dengan jumlah ganti kerugian yang sesuai dengan
perkembangan zaman sehingga dapat lebih bermanfaat bagi para pencari keadilan.
Kata kunci: Analisis Yuridis, Putusan Bebas.
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
One of the forms of judge’s decision in the criminal case at the court of law is an acquittal vrijspraak as regulated in Article 191 1 of the Indonesian Criminal
Codes stating that if the court believes that the result of the examination in the trial showing that what charged to the defendant is not legally and convincingly, the
defendant is acquitted. Based on the Article 191 1 of the Indonesian Criminal Codes mentioned above, the writer did a study by analyzing the acquittal Number:
3212Pid.B2007PN.Mdn decided by Medan District Court on behalf of Kohiruddin who was accused of doing criminal offense of theft together with his friends. The
public prosecutor, in the first indictment, alleged the defendant to have committed theft as stated in Article 363 1 – 4e of the Indonesian Criminal Codes and violated
Article 480 to 1e of the Indonesian Criminal Codes in the second indictment. To prove hisher charges, the public prosecutor presented two witnesses and one
evidence. Yet, after undergoing stages of examination in court, the panel of judges decided to pronounce an acquittal vrijspraak to the defendant, Kohiruddin.
This descriptive analytical normative legal study with empirical juridical approach not only used secondary data in the forms of primary and secondary legal
materials but also analyzed the legal materials obtained from primary data to support this normative legal study by studying the acquittal Number:
3212Pid.B2007PN.Mdn issued by Medan District Court and interviewed the informants such as the prosecutors at Medan District Attorney and the lawyer of the
defendant who has been acquitted. In this study, a rule of law was described in the context of legal theories and their implementation and the fact about the basic
consideration of the judge to free the defendant from all charges and various aspects related to the subject matter were carefully analyzed.
The result of this study showed that the basic consideration of the judge to pronounce the decision Number: 3212Pid.B2007PN.Mdn to free the defendant,
Kohiruddin from all charges was because the principle of proof according to the law could not be met or negative and the witnesses’ testimonies, defendant’s testimonies,
the evidence in the forms of black and blue power cables presented in the court by the Public Prosecutor was inadequate. Actually, from the beginning the charges were
read, the penal of judges could state that the charges of Public Prosecutor were not clear obscure libel because, in hisher charges, the Public Prosecutor did not
explain the role or position of the defendant in doing the criminal act of theft Article 363 1 to 4e in connection with Article 55 of the Indonesian Criminal Codes. The
Public Prosecutor filed an appeal against the acquittal even though Article 244 of the Indonesian Criminal Codes prohibits an appeal against acquittal. Therefore, to
create a legal harmonization, the Indonesian Criminal Codes should be revised or changed through the inclusion of regulation on legal remedies against acquittal. For
the defendant who has been freed from all charges, the law provides him with the right to obtain compensation and rehabilitation. In this case, Kohiruddin did not
claim for the compensation, for rehabilitation, he has directly got it when the
Universitas Sumatera Utara
acquittal for him was read by the panel of judges in the trial. So, a clear regulation on the quick and easy procedures of claiming for compensation and rehabilitation is
needed and the amount of compensation should be corresponding to time development that it can be more useful for the justice seekers.
Keywords: Juridical Analysis, Acquittal
Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk mencapai atau menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat baik itu
merupakan usaha pencegahan maupun pemberantasan atau penindakan setelah terjadinya pelanggaran hukum, dengan perkataan lain baik secara preventif maupun
represif. Sejauh ini peraturan yang mengatur tentang penegakan hukum dan perlindungan hukum terhadap keluhuran harkat martabat manusia di dalam proses
pidana pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981
Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana KUHAP. Lembaga peradilan sebagai lembaga penegakan hukum dalam system
peradilan pidana merupakan suatu tumpuan harapan dari para pencari keadilan yang selalu menghendaki peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan sebagaimana
yang diatur dalam pasal 2 ayat 4 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Keadilan yang dihasilkan dari suatu lembaga peradilan
melalui suatu proses peradilan yang tertuang di dalam putusan hakim adalah merupakan syarat utama di dalam mempertahankan kelangsungan hidup suatu
masyarakat sebab putusan-putusan hakim yang kurang adil membuat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan menjadi berkurang, sehingga mengakibatkan
Universitas Sumatera Utara
masyarakat enggan untuk menempuh jalur hukum di dalam mengatasi permasalahan hukum yang mereka hadapi. Maka dalam hal ini hakim sebagai pejabat Negara yang
diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili dalam suatu proses peradilan pidana, mempunyai suatu peranan penting dalam penegakan hukum pidana untuk
tercapainya suatu keadilan yang diharapkan dan dicita-citakan. Penyelenggaraan peradilan pidana sebenarnya tidak hanya oleh hakim dalam
suatu proses peradilan namun juga harus di dukung oleh aparat penegak hukum pidana lainnya yang tergabung dalam system peradilan pidana Criminal Justice
Sistem yaitu polisi, jaksa, hakim, dan petugas lembaga pemasyarakatan yang bekerja mulai dari proses penyelidikan dan penyidikan, penangkapan, penahanan, penuntutan
sampai akhirnya pada pemeriksaan di sidang pengadilan.
1
Ketika seorang hakim sedang menangani perkara maka diharapkan dapat bertindak arif dan bijaksana demi untuk mendapatkan kebenaran materil yaitu
kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana sebagaimana yang tertuang dalam pasal demi pasal
yang ada di dalam KUHAP guna menentukan apakah seorang terdakwa terbukti melakukan suatu tindak pidana atau tidak dan apabila terbukti bersalah maka seorang
terdakwa tersebut dapat dijatuhi pidana atau sebaliknya bila tidak terbukti bersalah maka seorang terdakwa harus diputus bebas sehingga kesemuanya itu bermuara
kepada putusan yang dapat dipertanggungjawabkan baik dari aspek ilmu hukum itu
1
Yesmil Anwar dan Adang, System Peradilan Pidana Konsep, Komponen dan Pelaksanaannya Dalam Penegakkan Hukum Di Indonesia, Bandung: Widya Padjadjaran, 2009,
hlm. 28
Universitas Sumatera Utara
sendiri, hak asasi terdakwa, masyarakat dan Negara, diri sendiri serta demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
2
Oleh sebab itu, untuk mendapatkan kebenaran materil diatas maka hakim dalam mengemban tugas harus dijamin kemandiriannya guna menegakkan keadilan
sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1 Undang-undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan
Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. Dipihak lain dalam diri hakim bersangkutan juga dituntut adanya integritas moral
yang baik sehingga dalam menegakkan hukum dan keadilan tidak merugikan “justiabelen” para pencari keadilan
3
Kemandirian hakim adalah kemandirian dalam tugas dan wewenang dalam kapasitasnya ketika sedang menangani perkara, adapun wewenang hakim antara lain
sebagai berikut : sebagaimana yang diatur dalam Pasal 5 ayat 2
Undang-undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman bahwa hakim dan hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela,
jujur, adil, professional dan berpengalaman di bidang hukum.
2
Waluyadi, Pengetahuan Dasar Hukum Acara PidanaSebuah Catatan Khusus, Bandung: Mandar Maju,1999, hlm. 15.
3
Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana Suatu Tinjauan Khusus Terhadap Surat Dakwaan, Eksepsi Dan Putusan Peradilan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002, hlm. 33-34.
Universitas Sumatera Utara
1. Untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan, hakim dengan
penetapannya berwenang melakukan penahanan Pasal 20 ayat 3 KUHAP. 2.
Memberikan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan Pasal 31 ayat1 KUHAP.
3. Mengeluarkan Penetapan agar terdakwa yang tidak hadir di persidangan tanpa
alasan yang sah setelah dipanggil secara sah untuk kedua kalinya, dihadirkan dengan paksa pada sidang pertama berikutnya Pasal 154 ayat 6 KUHAP.
4. Menentukan tentang sah atau tidaknya segala alasan atas permintaan orang yang
karena pekerjaannya, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia dan minta dibebaskan dari kewajiban sebagai saksi Pasal 170 KUHAP.
5. Mengeluarkan perintah penahanan terhadap seorang saksi yang diduga telah
memberikan keterangan palsu di persidangan baik karena jabatannya atau atas permintaan Penuntut Umum atau terdakwa Pasal 174 ayat 2 KUHAP.
6. Memerintahkan perkara yang diajukan oleh Penuntut Umum secara singkat agar
diajukan ke sidang pengadilan dengan acara biasa setelah adanya pemeriksaan tambahan dalam waktu 14 empat belas hari akan tetapi Penuntut Umum belum
juga dapat menyelesaikan pemeriksaan tambahan tersebut Pasal 203 ayat 3 huruf b KUHAP.
7. Memberikan penjelasan terhadap hukum yang berlaku, bila dipandang perlu di
persidangan baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan terdakwa atau penasehat hukumnya Pasal 221 KUHAP.
Universitas Sumatera Utara
8. Memberikan perintah kepada seseorang untuk mengucapkan sumpah atau janji di
luar sidang 223 ayat 1 KUHAP. Dari tugas dan wewenang tersebut maka hakim dapat memberikan putusan
sebagaimana yang tertuang dalam Bab I Tentang Ketentuan Umum Pasal 1 angka 11 KUHAP yaitu bahwa putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan
dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal ini serta merta menurut cara yang diatur
dalam undang-undang ini. Jadi, dapat dikatakan bahwa putusan hakim merupakan akhir dari proses
persidangan pidana untuk tahap pemeriksaan di Pengadilan Negeri.
4
1. Upaya hukum biasa meliputi banding, yang diatur dalam Pasal 233 sampai
dengan Pasal 243 KUHAP dan kasasi, yang diatur dalam Pasal 244 sampai dengan Pasal 258 KUHAP.
Namun terhadap putusan hakim tersebut masih dapat dilakukan upaya hukum berupa:
2. Upaya hukum luar biasa yang meliputi kasasi demi kepentingan hukum
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 259 sampai dengan Pasal 262 KUHAP dan peninjauan kembali mana kala para pihak merasa keberatan atas putusan yang
dinyatakan hakim dalam sidang terbuka untuk umum sebagaimana yang diatur dalam Pasal 263 sampai dengan Pasal 269 KUHAP.
4
Lilik Mulyadi, Bunga Rampai Hukum Pidana; Perspektif Teoritis dan Praktik, Bandung: P.T. Alumni, 2008, hlm. 128.
Universitas Sumatera Utara
Putusan hakim atau putusan pengadilan merupakan aspek penting yang diperlukan untuk menyelesaikan perkara pidana. Dengan demikian dapatlah
dikonklusikan lebih jauh bahwasanya putusan hakim disatu pihak berguna bagi terdakwa untuk memperoleh kepastian hukum rechts zekerheids tentang statusnya
dan sekaligus dapat mempersiapkan langkah berikutnya terhadap putusan tersebut dalam artian dapat menerima putusan, melakukan upaya hukum verzet, banding atau
kasasi, melakukan grasi dan sebagainya. Sedangkan dilain pihak hakim yang mengadili perkara diharapkan dapat memberikan putusan yang mencerminkan nilai-
nilai keadilan dengan memperhatikan sifat baik atau sifat jahat dari terdakwa sehingga putusan yang dijatuhkan setimpal sesuai dengan kesalahannya.
5
Di dalam KUHAP juga dijelaskan bahwa dalam sebuah proses peradilan pidana dimana sebelum sampai pada tahap pengambilan keputusan oleh hakim maka
terlebih dahulu Jaksa Penuntut Umum harus melengkapi berkas dengan surat dakwaan dan surat dakwaan tersebut harus memenuhi ketentuan sebagaimana yang
diatur dalam pasal 143 ayat 2, yaitu: a.
Unsur subjektif, berupa identitas lengkap terdakwa tentang nama, tempat dan tanggal lahir atau umur, jenis kelamin, tempat tinggal, agama dan pekerjaan.
5
Lilik Mulyadi, Putusan Hakim Dalam Hukum Acara Pidana Teori, Praktik, Teknik Penyusunan Dan Permasalahannya, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007, hlm. 119.
Universitas Sumatera Utara
b. Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan
dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.
6
Fungsi utama surat dakwaan dalam pemeriksaan perkara di sidang pengadilan menjadi titik tolak landasan pemeriksaan perkara. Pemeriksaan perkara di sidang
pengadilan di dasarkan pada isi surat dakwaan. Atas landasan surat dakwaan inilah ketua mejelis hakim memimpin dan mengarahkan jalannya seluruh pemeriksaan baik
yang menyangkut pemeriksaan alat bukti maupun yang berkenaan dengan barang bukti. Jika penuntut umum, terdakwa atau penasehat hukum menyimpang dari surat
dakwaan, ketua majelis hakim berkewajiban dan berwenang untuk meluruskan kembali kearah yang sesuai dengan surat dakwaan.
Akan tetapi, agar ketua majelis hakim dapat menguasai jalan pemeriksaan yang sesuai dengan surat dakwaan harus terlebih dulu memahami secara tepat segala
sesuatu unsur-unsur yang terkandung di dalam pasal tindak pidana yang di dakwakan, serta terampil mengartikan dan menafsirkan pasal tindak pidana yang bersangkutan.
Oleh karena itu sebelum hakim memulai pemeriksaan perkara di sidang pengadilan, lebih dulu memahami semua unsur tindak pidana yang didakwakan. Atas landasan
inilah ketua majelis hakim mengarahkan jalannya pemeriksaan sehingga terhindar memeriksa hal yang berada di luar jangkauan surat dakwaan.
7
6
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi Dan Peninjauan Kembali, Jakarta: Sinar Grafika, 2006, hlm.
346.
7
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Apabila pemeriksaan sidang dinyatakan selesai seperti yang diatur dalam pasal 182 ayat 1, tahap proses persidangan selanjutnya adalah penuntutan,
pembelaan dan jawaban lalu kemudian persidangan dilanjutkan ke tahap musyawarah hakim guna menyiapkan putusan yang akan dijatuhkan pengadilan.
Adapun macam-macam bentuk putusan yang akan dijatuhkan oleh hakim dalam sidang pengadilan berdasarkan KUHAP dapat dibagi atas tiga macam, yaitu:
a. Putusan yang mengandung pembebasan terdakwa vrijspraak sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 191 ayat 1 KUHAP yaitu pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan
kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan maka terdakwa diputus bebas.
b. Putusan yang mengandung pelepasan terdakwa dari segala tuntutan hukum
ontslag van rechtvervolging sebagaimana yang diatur dalam Pasal 191 ayat 2 KUHAP yaitu jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan
kepada terdakwa terbukti tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana.
c. Putusan yang mengandung suatu penghukuman terdakwa, Pasal 193 KUHAP
yaitu jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya maka pengadilan menjatuhkan pidana.
Dari macam-macam bentuk putusan yang dijatuhkan oleh hakim di sidang pengadilan tersebut, maka yang menjadi objek penelitian penulis adalah putusan
bebas yaitu putusan dari Pengadilan Negeri Medan dengan Nomor:
Universitas Sumatera Utara
3212Pid.B2007PN.Mdn atas nama terdakwa Kohiruddin, seorang buruh bangunan yang telah dituduh melakukan tindak pidana pencurian bersama dengan teman-
temannya yaitu Andi dan Ari pada saat itu Andi dan Ari belum tertangkap dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang. Mereka dituduh telah mencuri kabel listrik
milik Tan Thun Sie di Perumahan Harjosari Indah, Jalan Harjosari 1, Kecamatan Medan Amplas, Kota Medan.
Oleh jaksa penuntut umum kemudian terdakwa didakwa dalam dakwaan pertama telah melakukan pencurian dengan pemberatan sebagaimana yang diatur
dalam Pasal 363 ayat 1 ke-4e KUHP yang menyatakan bahwa dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun, dihukum pencurian dilakukan oleh dua orang
bersama-sama atau lebih. Kemudian dalam dakwaan kedua, terdakwa didakwa telah melanggar Pasal 480 ke-1e KUHP yaitu dengan penjara selama-lamanya empat tahun
karena sebagai sekongkol, barang siapa yang membeli, menyewa menerima tukar, menerima gadai, menerima sebagai hadiah, atau karena hendak mendapat untung,
menjual menukarkan, menggadaikan, membawa, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu barang, yang diketahuinya atau yang patut disangkanya diperoleh karena
kejahatan. Dipersidangan, Jaksa penuntut umum telah menghadirkan dua orang saksi
ditambah satu barang bukti berupa 2 dua gulungan kecil kabel warna hitam dan biru. Namun setelah melalui tahapan pemeriksaan di pengadilan ternyata majelis
hakim dalam putusannya Nomor: 3212Pid.B2007PN. Mdn menyatakan bahwa terdakwa kohiruddin tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
Universitas Sumatera Utara
tindak pidana sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum atau dengan kata lain terdakwa Kohiruddin diputus bebas vrijspraak.
Memperhatikan kasus tersebut diatas dikaitkan dengan Pasal 191 ayat 1 KUHAP yang mengatur tentang putusan bebas dan dikaitkan pula dengan system
pembuktian yang dianut di Indonesia yaitu system pembuktian menurut undang- undang secara negative sebagaimana yang diatur dalam Pasal 183 KUHAP maka
hakim dalam menjatuhkan putusan khususnya putusan bebas di dalam pertimbangan putusannya harus benar-benar memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagaimana yang
diatur di dalam peraturan perundang-undangan. Dalam Undang-undang juga disebutkan bahwa terhadap semua putusan
pengadilan dapat diajukan upaya hukum baik itu upaya hukum biasa maupun upaya hukum luar biasa kecuali terhadap putusan bebas sebagaimana diatur dalam Pasal 244
KUHAP. Artinya untuk putusan bebas tidak dapat diajukan upaya hukum apapun, namun dalam praktek di lapangan, terhadap putusan bebas tetap saja jaksa penuntut
umum melakukan upaya hukum yaitu upaya hukum biasa berupa kasasi. Hal ini tentu bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, melihat pentingnya dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan khususnya putusan bebas dan adanya upaya
hukum kasasi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum terhadap putusan bebas yang tidak ada pengaturannya dalam undang-undang, serta hak-hak yang diberikan
undang-undang terhadap terdakwa yang diputus bebas, maka penulis tertarik memilih
Universitas Sumatera Utara
dan menetapkan judul untuk diteliti yaitu “Analisis Yuridis Terhadap Putusan Bebas Dalam Perkara Nomor: 3212Pid.B2007PN. Mdn”.
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang sebagaimana dikemukakan di atas, maka permasalahan yang menjadi pembahasan penelitian dalam tesis dapat dirumuskan
sebagai berikut: 1.
Bagaimana analisis hukum terhadap dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan bebas dalam perkara Nomor: 3212Pid.B2007PN. Mdn?
2. Upaya hukum apa yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum dalam hal terdakwa
diputus bebas? 3.
Apa yang menjadi hak- hak bagi terdakwa yang diputus bebas?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui analisis hukum terhadap dasar pertimbangan hakim dalam
menjatuhkan putusan bebas dalam perkara Nomor: 3212Pid.B2007PN. Mdn. 2.
Untuk mengetahui upaya hukum yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum dalam hal terdakwa diputus bebas.
3. Untuk mengetahui hak-hak bagi terdakwa yang telah diputus bebas.
Universitas Sumatera Utara
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis, yaitu:
1. Secara teoritis.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan beberapa konsep ilmiah yang pada gilirannya memberikan
sumbangan pemikiran dibidang ilmu hukum khususnya yang berkaitan dengan hukum pidana dan hukum acara pidana.
2. Secara praktis.
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dan kajian bagi semua kalangan termasuk kalangan akademisi dan penegak hukum untuk menambah
wawasan dibidang ilmu hukum khususnya yang berkaitan dengan putusan bebas dengan segala akibat hukumnya yang merupakan hasil dari suatu proses
peradilan.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan library research khususnya di lingkungan Universitas Sumatera Utara Medan yang membahas tentang “Analisis
Yuridis Terhadap Putusan Bebas Dalam Perkara Nomor: 3212Pid.B2007PN. Mdn” ini belum pernah dilakukan dalam judul dan permasalahan yang sama . Dengan
demikian penelitian ini asli serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Adapun beberapa judul penelitian yang mendekati yang pernah dilakukan
sebelumnya dengan penelitian yang penulis lakukan adalah:
Universitas Sumatera Utara
1. Tesis Saudara Binsar Sinambela dengan judul: Putusan Bebas Dalam Perkara
Korupsi Studi Kasus Pada Pengadilna Tinggi Sumatera Utara, PN. Medan, PN. Pematang Siantar dan PN. Sidikalang.
2. Tesis Saudari Serenity Deliver Refisis dengan judul: Analisis Hukum Terhadap
Putusan Bebas Dalam Tindak Pidana Pembunuhan Studi Kasus No. 63 KPid 2007.
3. Tesis Saudara Lambok Silalahi dengan judul Pencurian Ikan Ilegal Fishing di
Perairan Pantai Timur Sumatera Utara Studi Kasus Putusan PN. Medan No. 1082Pid.B2005PN.Medan.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori.
Tujuan teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi
8
, dan suatu kerangka teori harus diuji untuk menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.
9
8
Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Azas-Azas, Penyunting: M. Hisyam, Jakarta: FE UI, 1996, hlm. 203.
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori tesis dari penulis dan ahli hukum dibidangnya yang menjadi bahan perbandingan, pegangan
teoritas yang mungkin disetujui atau tidak butir-butir pendapat tersebut setelah
9
Ibid, hlm. 16.
Universitas Sumatera Utara
dihadapkan pada fakta-fakta tertentu yang dapat dijadikan masukan eksternal bagi penulisan tesis.
10
Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk menyusun dan mengklasifikasikan atau mengelompokkan penemuan-penemuan dalam sebuah
penelitian, membuat ramalan atau prediksi atas dasar penemuan dan menyajikan penjelasan yang dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan. Artinya teori merupakan
suatu penjelasan rasional yang sesuai dengan objek yang harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan dengan benar.
11
Hal ini sesuai dengan pendapat Peter M. Marzuki yang menyatakan bahwa penelitian hukum dilakukan untuk
menghasilkan argumentasi, teori ataupun konsep baru sebagai preskrepsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi
12
Bertolak dari uraian di atas maka hal-hal yang perlu dijelaskan dalam penelitian ini sebagai pisau analisis adalah:
.
1. Teori Sistem Peradilan Pidana Criminal Justice Sistem.
2. Teori Sistem Pembuktian.
3. Teori Tentang Putusan.
1. Teori Sistem Peradilan Pidana Criminal Justice Sistem.
Istilah Criminal Justice System atau Sistem Peradilan Pidana kini telah menjadi suatu istilah yang menunjukkan mekanisme kerja dalam penanggulangan
10
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu Dan penelitian, Bandung: Mandar Maju, 1994, hlm. 80.
11
M. Solly Lubis, Ibid, hlm. 17.
12
Peter M. Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2005, hlm. 35.
Universitas Sumatera Utara
kejahatan dengan mempergunakan dasar pendekatan system. Mardjono menyatakan bahwa sistem peradilan pidana adalah system pengendalian kejahatan yang terdiri
dari lembaga-lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan pemasyarakatan terpidana.
13
Pengertian yang lebih umum dari system peradilan pidana dikemukakan oleh Muladi yang mengatakan bahwa:
“System peradilan pidana adalah merupakan suatu jaringan peradilan yang menggunakan hukum pidana materiel, hukum pidana formal maupun hukum
pelaksanaan pidana. Namun jika sifatnya terlalu formal yaitu dilandasi tujuan hanya untuk kepentingan kepastian hukum saja akan membawa bencana
berupa ketidakadilan.”
14
Dalam perkembangan selanjutnya, Lilik Mulyadi menyatakan bahwa system peradilan pidana di Indonesia mengenal 5 lima institusi sub system peradilan pidana
sebagai Panca Wangsa penegak hukum, yaitu Lembaga Kepolisian UU No. 2 Tahun 2002, Kejaksaan UU No. 16 Tahun 2004, Peradilan UU No. 49 Tahun 2009
Tentang Perubahan kedua atas UU No. 2 Tahun 1986 , Lembaga Pemasyarakatan UU No. 12 Tahun 1995 dan Advokat UU No. 18 Tahun 2003.
15
Penyelenggaraan sistem peradilan pidana merupakan mekanisme bekerjanya aparat penegak hukum pidana mulai dari proses penyelidikan dan penyidikan,
penangkapan, penahanan, penuntutan sampai pemeriksaan disidang pengadilan. Atau dengan kata lain bekerjanya polisi, jaksa, hakim dan petugas lembaga
13
Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana Kontemporer, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010, hlm. 2.
14
Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1995, hlm. 1-2.
15
Lilik Mulyadi, Bunga Rampai Hukum Pidana; Perspektif, Teoretis dan Praktik, Op.Cit, hlm. 7.
Universitas Sumatera Utara
pemasyarakatan, yang berarti pula berprosesnya atau bekerjanya hukum acara pidana. Usaha-usaha ini dilakukan demi untuk mencapai tujuan dari sistem peradilan pidana,
yaitu: a.
Mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan. b.
Menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana.
c. Mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi
lagi kejahatannya.
16
Dalam rangka mencapai tujuan dalam peradilan pidana tersebut, masing- masing petugas hukum polisi, jaksa, hakim meskipun tugasnya berbeda-beda tetapi
mereka harus bekerja dalam satu kesatuan system. Artinya, kerja masing-masing petugas hukum tersebut harus berhubungan secara fungsional. Karena seperti yang
diketahui bahwa penyelenggaraan peradilan tersebut adalah merupakan suatu system, yaitu suatu keseluruhan terangkai yang terdiri atas unsur-unsur yang saling
berhubungan secara fungsional. Sebagai Negara yang berdasarkan atas hukum maka bekerjanya system
peradilan pidana criminal justice system menjadi prioritas utama dalam bidang penegakan hukum. Oleh sebab itu diperlukan keterpaduan antara sub system-sub
system di dalam criminal justice system guna menanggulangi meningkatnya kualitas maupun kuantitas kejahatan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
16
Mardjono Reksodiputro, Hak asasi Manusia Dalam Sistem Peradilan Pidana, Jakarta: Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia,
1997, hlm. 84-85.
Universitas Sumatera Utara
Loebby Logman membedakan pengertian system peradilan pidana dengan proses pidana. Sistem adalah suatu rangkaian antara unsur atau faktor yang saling
terkait satu dengan lainnya sehingga menciptakan suatu mekanisme sedemikian rupa sehingga sampai tujuan dari system tersebut. Sedangkan proses peradilan pidana
yakni suatu proses sejak seseorang diduga telah melakukan tindak pidana, sampai orang tersebut dibebaskan kembali setelah melaksanakan pidana yang telah
dijatuhkan padanya.
17
Sesungguhnya proses peradilan pidana maupun system peradilan pidana mengandung pengertian yang ruang lingkupnya berkaitan dengan mekanisme
peradilan pidana. Kelancaran proses peradilan pidana ditentukan oleh bekerjanya system peradilan pidana. Tidak berfungsinya salah satu sub system akan mengganggu
bekerjanya sub system yang lain yang pada akhirnya menghambat bekerjanya proses peradilan.
Dalam hubungannya dengan judul permasalahan penelitian ini, maka Teori Sistem Peradilan Pidana criminal justice system ini dipergunakan untuk
menjelaskan bahwa dalam sebuah proses peradilan pidana itu terdapat beberapa komponen aparat penegak hokum yaitu polisi, jaksa, hakim, lembaga pemasyarakatan
dan advokat yang tergabung dalam system peradilan pidana yang meskipun tugas berbeda-beda namun mereka harus berkerja dalam kesatuan system demi terwujudnya
keamanan di dalam masyarakat.
17
Loebby Loqman, Hak Asasi Manusia HAM dalam Hukum Acara Pidana HAP, Jakarta: Datacom, 2002, hlm. 22.
Universitas Sumatera Utara
2. Teori Sistem Pembuktian