dengan jumlah nominal yang lebih besar namun gugatan ini tidak akan dikabulkan oleh majelis hakim karena pengaturan tentang tuntutan ganti kerugian diajukan harus
berdasarkan sebagaimana yang ditentukan di dalam KUHAP. Namun perlu juga diketahui bahwa tidak semua tindakan melawan hukum
yang dilakukan oleh penyelidik, penyidik, penyidik pembantu, penuntut umum atau hakim, dapat dimintakan ganti kerugian seperti yang diatur di dalam KUHAP. Bagi
tindakan-tindakan melawan hukum yang mereka lakukan atas dirinya sendiri atau bukan dalam melaksanakan tugas sebagaimana yang ditetapkan dalam KUHAP maka
terhadap tindakan melawan hukum itu dapat diajukan gugatan ganti kerugian secara perdata.
B. Rehabilitasi.
Rehabilitasi adalah hak seseorang untuk mendapatkan pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada
tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut atau diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan
mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan dalam undang-undang ini Pasal 1 butir 23 KUHAP.
Tentang tata cara menuntut rehabilitasi selanjutnya diatur dalam pasal 97 KUHAP yang berbunyi sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Seorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputus bebas
atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekutan hukum tetap.
2. Rehabilitasi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam putusan
pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1. 3.
Permintaan rehabilitasi oleh tersangka atas penangkapan atau penahanan tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau kekeliruan mengenai orang atau
hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 95 ayat 1 yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan Negeri diputus oleh hakim praperadilan
yang dimaksud dalam pasal 77. Pengaturan lebih lanjut tentang rehabilitasi diatur dalam Peraturan Pemerintah
PP No.27 tahun 1983. Mengenai bunyi amar putusan dan penetapan praperadilan, dalam Pasal 14 Peraturan Pemerintah No.27 tahun 1983 ditetapkan sebagai berikut:
1. Amar putusan dari pengadilan mengenai rehabilitasi berbunyi “ memulihkan hak
terdakwa dalam kemampuan, kedudukan serta harkat dan martabatnya”. 2.
Amar penetapan dari praperadilan mengenai rehabilitasi berbunyi “ memulihkan hak pemohon dalam kemampuan kedudukan dan harkat serta martabatnya”.
Melihat dari kasus yang menjadi objek penelitian penulis yaitu kasus yang dialami Kohiruddin yang telah diputus bebas oleh Pengadilan Negari Medan dengan
putusan No. 3212Pid.B2007PN. Mdn maka berdasarkan Pasal 97 ayat 1 dan 2 dihubungkan dengan Pasal 14 Peraturan Pemerintah No.27 tahun 1983 maka
rehabilitasi terhadap diri Kohiruddin telah ia dapatkan. Majelis hakim yang
Universitas Sumatera Utara
memeriksa dan memutus telah mencantumkan rehabilitasi terhadap Kohiruddin dalam putusannya menyatakan memulihkan hak terdakwa Kohiruddin dalam
kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya.
119
Namun dalam praktek peradilan sering juga terjadi kelalaian dari majelis hakim mencantumkan pemberian rehabilitasi dalam putusan bebas atau lepas dari
segala tuntutan hukum. Padahal pemberian rehabilitasi pada dasarnya merupakan perlindungan terhadap hak asasi terdakwa. Hal ini sesuai dengan salah satu asas yang
menjadi tujuan KUHAP yakni disamping KUHAP bertujuan melindungi kepentingan umum, sekaligus harus melindungi hak asasi terdakwa. Dengan demikian pemberian
dan pencantuman amar rehabilitasi dalam putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum merupakan kewajiban bagi pengadilan dalam semua tingkat, mulai
dari tingkat pertama, banding dan kasasi.
120
Oleh karena pemberian rehabilitasi dalam putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum merupakan perlindungan terhadap hak asasi manusia, Ketentuan
Pasal 97 ayat 1 dan ayat 2 bersifat memaksa bagi semua tingkat pemeriksaan untuk mencantumkan pemberian rehabilitasi dalam putusan bebas atau lepas dari segala
tuntutan hukum sesuai dengan rehabilitasi yang diatur dalam pasal 14 Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983.
Dengan demikian maka putusan yang lalai mencantumkan pemberian rehabilitasi dalam putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum yang telah
119
Putusan pengadilan Nomor: 3212Pid.B2007PN. Mdn, hlm. 10.
120
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi Dan Peninjauan Kembali, Op.Cit, hlm.77.
Universitas Sumatera Utara
berkekuatan hukum tetap itu melanggar hak asasi manusia serta mengandung kesalahan dalam penerapan hukum selayaknya kekeliruan ini dapat diperbaiki.
Terhadap persoalan ini permohonan rehabilitasi berdasarkan putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
yang lalai mencantumkan pemberian rehabilitasi dapat diajukan terdakwa dengan ketentuan permintaan rehabilitasi yang diatur dalam pasal 97 ayat 3,dengan cara
mengajukan:
121
a. kepada pengadilan negeri yang semula memeriksa dan memutus perkara
itu dalam tingkat pertama. Permohonan diajukan kepada pengadilan yang memeriksa dan memutus perkara pada tingkat pertama tanpa
mempersoalkan kelalaian itu terjadi pada tingkat banding atau kasasi. Kewenangan untuk memeriksa permohonan, memeriksa dan memutus
diberikan kepada pengadilan negeri yang memeriksa dan memutus perkara itu dalam tingkat pertama. Pemberian kewenangan yang demikian
demi menyerderhanakan prosedur dan proses.
b. Proses pemeriksaan berpedoman kepada pemeriksaan praperadilan. Tata
cara pemeriksaan rehabilitasi dalam kasus ini disamakan dengan pemeriksaan rehabilitasi yang diatur dalam pasal 97 ayat 3, mengikuti
acara praperadilan yang ditentukan pasal 82 KUHAP. Namun tidak mutlak diterapkan cara pemerikasaan yang diatur dalam pasal 82,
terutama yang menyangkut ketentuan pasal 82 ayat 1 huruf b. Jadi tidak perlu memeriksa pejabat yang bersangkutan atau hakim yang lalai
mencantumkan pemberian rehabilitasi. Pengadilan Negeri cukup memeriksa putusan pengadilan yang telah lalai mencantumkan pemberian
rehabilitasi.
c. Bentuk putusan berpedoman kepada putusan Praperadilan. Putusan yang
dijatuhkan sama dengan putusan Praperadilan yakni bentuk “penetapan” sebagaimana yang ditentukan pasal 82 ayat 3 huruf c jo. Pasal 83 ayat
2 KUHAP.
d. Tenggang waktu mengajukan permohonan 14 hari, sekalipun kelalaian
pengadilan dalam kasus ini merupakan pelanggaran hak asasi terdakwa, janganlah alasan ini menghilangkan ketertiban peradilan dan kepastian
hukum. Oleh karena itu perlu dibatasi jangka waktu pengajuannya.
121
Ibid, hlm. 78-79.
Universitas Sumatera Utara
Tenggang waktu mengajukan sebaiknya berpedoman secara konsisten dengan ketentuan Pasal 12 Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 1983,yakni dalam waktu 14
hari sejak putusan pengadilan yang bersangkutan memperoleh kekuatan hukum tetap. Tenggang waktu 14 hari sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, patut dan
layak bagi terdakwa yang benar-benar ingin memperoleh perlindungan hak asasi. Pemberian rehabilitasi dalam putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan
hukum merupakan hak yang wajib diberikan sekaligus secara langsung dalam putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum. Dengan demikian rehabilitasi
dalam putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum tidak perlu diminta dan diajukan terdakwa. Akan tetapi apabila majelis hakim tidak mencantumkan
rehabilitasi dalam putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum maka untuk memperoleh rehabilitasi, terdakwa harus mengajukannya ke Pengadilan.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN