Analisis Determinan Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi Di Provinsi Sumatera Utara

(1)

ANALISIS DETERMINAN PENERIMAAN PAJAK

PENGHASILAN (PPh) ORANG PRIBADI

DI PROVINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

ISMAIL FAHMI NASUTION

067018052/EP

S

E K O L A H

P A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

ANALISIS DETERMINAN PENERIMAAN PAJAK

PENGHASILAN (PPh) ORANG PRIBADI

DI PROVINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

ISMAIL FAHMI NASUTION

067018052/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(3)

Judul Tesis : ANALISIS DETERMINAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN (PPh) ORANG PRIBADI DI PROVINSI SUMATERA UTARA

Nama Mahasiswa : Ismail Fahmi Nasution

Nomor Pokok : 067018052

Program Studi : Ekonomi Pembangunan (EP)

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Murni Daulay, M.Si) (Drs. Iskandar Syarief, M.A)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Dr. Murni Daulay, M.Si) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal: 23 Desember 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Murni Daulay, M.Si

Anggota : 1. Drs. Iskandar Syarief, M.A 2. Dr. Rahmanta, M.Si

3. Drs. Rujiman, M.A


(5)

ABSTRAK

Pajak merupakan sumber pemasukan utama APBN yang digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Untuk lebih mengoptimalkan penerimaan negara di sektor perpajakan, berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah salah satunya adalah pemberlakuan sejak 1 Januari 1984, Reformasi Perpajakan dengan mengubah sistem pemungutan pajak "valuasi pemerintah" (official assessment) dalam pengumpulan pajak diganti menjadi "penghitungan diri" (self-assessment). Tujuan utama reformasi perpajakan adalah untuk menegakkan kemandirian ekonomi dalam membiayai pembangunan nasional dengan jalan lebih mengerahkan kemampuan sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi, inflasi, dan Pendapatan per Kapita terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi di Provinsi Sumatera Utara.

Penelitian dilakukan di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara II. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder berupa time series tahun 2000 – 2007 yaitu data Pajak Penghasilan Orang Pribadi, Jumlah Wajib Pajak, Inflasi, dan Pendapatan Perkapita. Model Ekonometrika yang digunakan adalah Autoregressive dengan Metode Ordinary Least Square.

Hasil Penelitian menunjukkan, secara serempak (bersama) variabel-variabel independen (Jumlah Wajib Pajak, Inflasi periode sebelumnya, dan Pendapatan Perkapita berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen (Pajak Penghasilan Orang Pribadi). Secara parsial variabel-variabel independen yaitu Pendapatan Perkapita mempunyai pengaruh positif, signifikan dan terbesar terhadap variabel dependen (Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi) di Sumatera Utara.

Variasi variabel-variabel independen (Jumlah Wajib Pajak, Inflasi periode sebelumnya, dan Pendapatan Perkapita) dapat menjelaskan variabel dependen (Pajak Penghasilan Orang Pribadi) sebesar 85,2 persen.

Kata-kata Kunci: Pajak Penghasilan Orang Pribadi, Jumlah Wajib Pajak, Inflasi Periode Sebelumnya, Pendapatan Perkapita.


(6)

ABSTRACT

Tax is a major source for Indonesian State Budget (APBN), and used to finance the state’s expenditure, routine and development expenditure. The government has done many efforts to increase the income from tax, such as Tax Reform, January 1, 1984; in the Tax Reform the government changed the technique of collecting Personal Income Tax, from official assessment to self-assessment. The main purpose of the tax reform is to build the economic self reliance in supporting the national development. This research discusses the effect of the number of tax payer, inflation, income per capita on personal income tax in North Sumatera.

This research was held in Regional Tax Office of North Sumatera I and Regional Tax Office of North Sumatera II. The data used in this research is secondary data in time series from 2000-2007, that is data Personal Income Tax, Tax Payers, Inflation Previous Period, and Income Percapita. The econometric model employed is autoregressive with Ordinary Least Square Method (OLS).

The result showed the variation of independent variables (WP, INFt-1, and

YKAP) can explain the dependent variable (PPH OP) in 85, 2 percent that simultaneously independent variables (WP, INFt-1, and YKAP) significantly

influenced on the dependent variable (PPH OP), and partially independent variables (YKAP) had the most dominant influenced on the dependent variable (PPH OP).

Keywords: Personal Income Tax, Tax Payers, Inflation Previous Period, Income per Capita.


(7)

KATA PENGANTAR

Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah serta bimbingan-Nya selama mengikuti perkuliahan dan menyelesaikan tesis ini, yang berjudul “Analisis Pengaruh Produk Domestik Bruto terhadap Perubahan Struktur Ekonomi di Indonesia”. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan berbagai pihak tidak mungkin tesis dapat terselesaikan. Untuk ini perkenankan penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, SpA(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program magister.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc selaku Direktur dan Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE dan Dr. Pandapotan Nasution, MS selaku Wakil Direktur I dan Wakil Direktur II Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan kami menjadi mahasiswa program magister pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si selaku Ketua Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara atas kesempatan kami untuk menyelesaikan pendidikan program magister.

4. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si dan Bapak Iskandar Syarief, M.A selaku pembimbing yang telah memberikan perhatian dan dorongan melalui bimbingan dan saran dalam penyelesaian tesis ini.

5. Seluruh dosen dan Guru Besar pada Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana USU.

6. Agus Edy Rangkuti, SE, M.Si, atas segala bantuan dan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan studi ini.


(8)

7. Saepudin, S.Sos, M.Si atas segala bantuan dan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan studi ini.

8. Sembah sujud penulis kepada Ibunda tercinta, Almarhumah Siti Malur Lubis, dan Ayahanda tercinta, Almarhum Drs. Landarat Nasution yang terus mendukung untuk menyelesaikan studi. Doa dan kasih sayang penulis selalu untuk Ayahanda dan Ibunda.

9. Terima kasih kepada Bapak dan Ibu Mertua, H. Muhidin Panjaitan dan Hj. Halida Anum atas dorongan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan studi.

10.Kepada Abang, Kakak, dan Adik penulis yang telah banyak membantu penulis untuk menyelesaikan studi ini.

11.Khusus bagi istri tercinta, Muan Ridhani Panjaitan, SH dan kedua anakku tersayang. Fakhri Yazid Ilmany Nasution dan Farid Zaidan Ilmy Nasution yang tetap memberikan doa, dorongan dan semangat bagi penulis dalam menyelesaikan studi ini.

12.Rekan-rekan kerja di Bidang Pengurangan, Keberatan, dan Banding Kanwil DJP Sumatera Utara I yang telah mendukung penulis untuk menyelesaikan studi ini.

Penulis menyadari bahwa dengan keterbatasan pengetahuan penulis, maka hasil penelitian ini masih perlu disempurnakan. Karena itu dengan segala kerendahan hati penulis memohon segala kritik dan saran demi perbaikan hasil penelitian ini. Terima kasih.

Medan, 23 Desember 2008


(9)

RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Ismail Fahmi Nasution

2. Agama : Islam

3. Tempat/Tanggal Lahir : Medan/17 Maret 1977 4. Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil

5. Nama Ayah : Drs. Landarat Nasution (Alm) Nama Ibu : Siti Malur Lubis (Alm)

6. Pendidikan : a. SD Negeri 060840 Medan, lulus tahun 1989 b. SMP Negeri 16 Medan, lulus tahun 1992 c. SMA Negeri 1 Medan, lulus tahun 1995 d. Prodip III Keuangan Jakarta, lulus tahun

1998

e. Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi USU Medan, lulus tahun 2003

f. Sekolah Pascasarjana USU, lulus tahun 2008


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah... 4

1.3 Tujuan Penelitian... 5

1.4 Manfaat Penelitian... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 6

2.1 Pengertian Pajak... 6

2.2 Fungsi Pajak dalam Suatu Negara... 8

2.3 Azas-azas dalam Pemungutan Pajak... 9

2.4 Cara Pemungutan Pajak... 10

2.5 Pembagian Pajak ... 12

2.6 Teori Pembenaran Pemungutan Pajak ... 13

2.7 Sistem Pemungutan Pajak... 16


(11)

2.9 Inflasi... 26

2.10 Income per Kapita... 29

2.11 Penelitian Terdahulu... 32

2.12 Kerangka Pemikiran... 34

2.13 Hipotesis Penelitian... 35

BAB III METODE PENELITIAN... 36

3.1 Ruang Lingkup Penelitian... 36

3.2 Jenis dan Sumber Data... 36

3.3 Model Analisis... 37

3.4 Definisi Operasional Variabel... 38

3.5 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit)…... 38

3.6 Uji Asumsi Klasik……… 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 41

4.1 Pembahasan Variabel-variabel Penelitian... 41

4.2 Pembahasan Hasil Estimasi... 53

4.3 Pembahasan Hasil Estimasi Variabel yang Mempengaruhi Pajak Penghasilan (PPh) di Sumatera Utara... 55

4.4 Uji Asumsi Klasik... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 58

5.1 Kesimpulan... 58

5.2 Saran... 59


(12)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1.1 Realisasi Pajak Penghasilan Orang Pribadi di Sumatera Utara

Tahun 2007 (Juta Rupiah)... 3

4.1 Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi di Sumut (Jutaan Rupiah)……….……… 44

4.2 Jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi di Sumatera Utara (Jumlah Terdaftar)……….……… 47

4.3 Perkembangan Inflasi di Sumatera Utara (%)... 49

4.4 Perkembangan Pendapatan Perkapita Sumatera Utara (Rupiah)... 52

4.5 Estimasi Uji R2 (Hasil Regresi Antar Variabel Bebas)... 57


(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1 Kerangka Konseptual Penelitian... 34

4.1 Penerimaan PPh OP Sumatera Utara……… 45

4.2 Jumlah Wajib Pajak Sumatera Utara…..………. 48

4.3 Perkembangan Inflasi di Sumatera Utara... 51


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Data Penelitian... 63

2. Data Penelitian Model Autoregressive Log-Lin... 64

3. Regresi Utama... 65

4. Uji Multikolinearitas... 66


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pajak merupakan sumber pemasukan utama APBN yang digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Pajak bertujuan meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat melalui perbaikan dan peningkatan pelayanan publik. Alokasi pajak tidak hanya untuk rakyat pembayar pajak, tetapi juga untuk kepentingan rakyat yang tidak wajib membayar pajak. Dengan demikian, pajak berfungsi mengurangi kesenjangan antar penduduk sehingga pemerataan kesejahteraan bisa tercapai.

Untuk lebih mengoptimalkan penerimaan negara di sektor perpajakan, berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah. Salah satunya adalah dengan Tax

Reform (penyempuraan Undang-Undang Perpajakan) sejak tahun 1983, 1991, 1994,

1997, kemudian diubah lagi pada tahun 2000. Karena sejalan dengan adanya perkembangan perekonomian, Undang-Undang Perpajakan yang lama ternyata tidak sesuai lagi dengan sosial ekonomi masyarakat Indonesia baik dari sisi kegotongroyongan nasional maupun dari laju pembangunan nasional yang telah dicapai, juga belum dapat menggerakkan peran dari semua lapisan Subjek Pajak dalam menghasilkan penerimaan Negara.


(16)

Melalui reformasi perpajakan pada tahun 1983 sistem perpajakan di Indonesia telah berubah dari official assesment system menjadi self assesment system. Di mana dalam sistem official assesment system wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak terletak pada fiskus atau aparat pajak. Wajib Pajak bersifat pasif, jadi fiskuslah yang lebih aktif mencari Wajib Pajak dan menentukan berapa jumlah pajak yang harus dibayar, sedangkan dalam self assesment system

wajib pajak diberi kepercayaan untuk, menentukan, menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang harus dibayar kepada Kantor Pelayanan Pajak di mana wajib pajak terdaftar (Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan). Pada self assesment system,

penerapan sistem ini bukan berarti wajib pajak diberi kebebasan penuh untuk memenuhi kewajiban pajak semaunya, sebab di dalam Undang-Undang telah diatur mekanisme kontrol serta sanksi-sanksi bagi wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya secara benar dan tepat waktu.

Penerimaan dari sektor pajak memiliki kontribusi besar terhadap penerimaan kas Negara, oleh karena itu perlu dioptimalkan penerimaannya. Pemungutan pajak dengan self assessment system diharapkan dapat meningkatkan penerimaan Negara, tapi fenomena yang terjadi ketika diterapkan sistem ini mulai tahun 1984 hingga sekarang tidak berjalan secara optimal, hal ini bisa dilihat dari masih banyaknya

potensial loss pada sektor pajak di Indonesia, meskipun secara umum tiap tahun

jumlah penerimaan pajak meningkat. Jumlah peningkatan penerimaan pajak di setiap Kantor Pelayanan Pajak umumnya memang meningkat tapi peningkatan ini terjadi


(17)

seiring dengan perkembangan jumlah penduduk yang secara umum penghasilannya diatas PTKP jika dilihat dari sudut penerimaan PPh Orang Pribadi.

Potensial loss yang cukup signifikan ini terjadi hampir di seluruh wilayah

Indonesia, termasuk di wilayah Provinsi Sumatera Utara yang dikenal sebagai provinsi terbesar ketiga di Indonesia, yang memiliki banyak sarana pendukung untuk kelancaran perdagangan.

Tabel 1.1 : Realisasi Pajak Penghasilan Orang Pribadi di Sumatera Utara Tahun 2007 (Juta Rupiah)

Penerimaan PPh Orang Pribadi

KPP Realisasi Rencana

Persentase (%)

1. Medan Barat 2.684,52 15.993,32 16,78 2. Medan Belawan 1.250,04 1.279,24 97,71 3. Medan Timur 3.834,29 9.831,17 39,00

4. Binjai 1.839,56 2.746,30 66,98

5. Medan Polonia 4.931,56 35.901,19 13,73 6. Medan Kota 2.813,62 14.774,21 19,04

7. Madya Medan 0,00 0,00 0,00

8. Padang Sidempuan 1.480,90 1.788,01 82,82 9. Pematang Siantar 3.184,81 4.676,06 68,10 10. Rantau Prapat 1.495,52 2.214,59 67,53 11. Kisaran 2.106,92 2.713,62 77,64 12. Tebing Tinggi 3.265,03 3.962,97 82,38

Total 28.886,77 95.880,68 30.12

Sumber: Modul Penerimaan Negara

Penduduk Provinsi Sumatera Utara terkenal dengan kemajemukan dalam berusaha (bisnis) dan kerja kerasnya jadi sangatlah disayangkan jika sektor Wajib Pajak Orang Pribadi kurang diperhatikan. Hampir sebagian besar Wajib Pajak Orang Pribadi bergerak dalam sektor perdagangan.


(18)

Sungguh suatu fenomena yang menarik juga apabila kita melihat bagaimana penerimaan PPh untuk seluruh Indonesia cenderung untuk terus naik demikian juga dengan penerimaan PPh Sumatera Utara, tetapi sumbangan dari penerimaan PPh Sumatera Utara sebetulnya masih bisa lebih dioptimalkan dan masih banyak lagi potensi yang bisa diperoleh dari PPh.

Dilatar belakangi oleh pemikiran di atas, maka penulis memiliki ketertarikan untuk meneliti dan mengambil topik tentang “Analisis Determinan Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi di Provinsi Sumatera Utara.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimana pengaruh Jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi di Provinsi Sumatera Utara.

b. Bagaimana pengaruh Inflasi terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi di Provinsi Sumatera Utara.

c. Bagaimana pengaruh Pendapatan per Kapita terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi di Provinsi Sumatera Utara.


(19)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah disebutkan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui pengaruh Jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi di Provinsi Sumatera Utara. b. Untuk mengetahui pengaruh Inflasi terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan

Orang Pribadi di Provinsi Sumatera Utara.

c. Untuk mengetahui pengaruh Pendapatan per Kapita terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi di Provinsi Sumatera Utara.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai masukan bagi Kantor Pelayanan Pajak yang ada di Sumatera Utara mengenai variabel-variabel yang dapat mempengaruhi penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi di Provinsi Sumatera Utara.

2. Untuk menambah wawasan, baik penulis sendiri, maupun pemerhati pajak terutama di dalam menganalisa variabel-variabel yang mempengaruhi penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi dan sebagai referensi bagi peneliti sejenis di masa yang akan datang.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pajak

Secara umum "pengertian pajak lebih dikenal sebagai pungutan yang harus dibayar oleh individu kepada pemerintah yang dapat dipaksakan berdasarkan undang-undang, di mana dalam hal ini individu pembayar pajak tidak memiliki kontraprestasi secara langsung atas pungutan yang dibayarnya, atas pajak yang dibayarnya digunakan untuk kepentingan public secara umum. Salah satu diantara batasan-batasan itu diajarkan oleh pengertian pajak oleh:

Andriani, et al. (2000), menyatakan “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh Wajib Pajak pembayarannya menurut peraturan peraturan yang tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran.pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.

Soemitro (2000), menyatakan, “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk pembayaran dan pengeluaran negara”.


(21)

Menurut Mardiasmo (2003):

1. Pajak ialah iuran rakyat kepada kas negara

Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang) yang digunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat.

2. Berdasarkan Undang-Undang

Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan Undang-Undang serta aturan pelaksanaannya. Pajak adalah iuran wajib yang harus dibayarkan oleh rakyat kepada negara, dalam hal ini pajak merupakan bagian dari hukum publik yang mengatur hubungan hukum antara negara/pemerintah dengan warganya/rakyatnya di mana negara mengambil kekayaan dari masyarakat dan dikembalikan ke masyarakat. Undang-Undang Pajak dibuat dengan tujuan sebagai aturan dasar pemungutan pajak, sehingga pemungutan pajak berdasarkan atas kekuatan Undang-Undang beserta aturan pelaksanaannya. Hal ini untuk menghindari adanya tindakan sewenang-wenang dalam memungut pajak dan supaya masyarakat juga tidak semaunya untuk membayar pajak.

3. Dapat dipaksakan

Yang dimaksud dengan dapat dipaksakan artinya bila hutang pajak tidak dibayar, hutang itu dapat ditagih dengan menggunakan kekuasaan, salah satunya dengan menggunakan surat paksa, bila perlu ditindak atau dikenai sanksi bila melakukan perlawanan.


(22)

4. Tiada mendapat kontra prestasi atau timbal balik yang langsung ditunjuk

Tujuannya untuk membedakan antar pajak dan retribusi. Pembayar pajak tidak dapat menikmati secara langsung atas pajak yang dibayar.

5. Untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum pemerintah

Dalam negara terdapat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan pajak merupakan salah satu penyokong utama dalam penerimaan yang kemudian digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran dari pemerintah, jadi atas pendapatan dari pajak tidak hanya dinikmati oleh pembayar pajak saja akan tetapi juga oleh rakyat pada umumnya.

2.2. Fungsi Pajak dalam Suatu Negara

Menurut Mardiasmo (2003), pajak mempunyai fungsi: a. Fungsi Penerimaan atau Budgeter

Pajak berfungsi sebagai sumber dana bagi pemerintah yang diperuntukkan membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah.

b. Fungsi mengatur atau Regulerer

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah di bidang sosial dan ekonomi

Berdasarkan fungsi di atas dapat disimpulkan bahwa pajak sebagai fungsi penerimaan merupakan sumber dana utama bagi penerimaan dalam negeri jadi kontribusi terhadap pembangunan juga cukup besar, maka tidaklah heran pemungutan atas pajak bisa dipaksakan kepada orang-orang yang memang wajib dikenakan pajak


(23)

tentunya kesemuanya sudah diatur dalam undang-undang. Dalam fungsi mengatur pajak yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial ekonomi, misalnya dengan rendahnya tarif pemungutan pajak maka bisa mendorong investasi.

2.3. Azas-azas dalam Pemungutan Pajak

Teori klasik tentang sistem perpajakan yang baik dimulai sejak Adam Smith dalam bukunya “The Wealth of Nations” (Waluyo, 2006) yang menyatakan bahwa pemungutan pajak hendaknya didasarkan pada:

a. Equality

Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu dikenakan kepada orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak atau

ability to pay dan sesuai dengan manfaat yang diterima. Adil dimaksudkan

bahwa setiap wajib pajak menyumbangkan uang untuk pengeluaran pemerintah sebanding dengan kepentingan dan manfaat yang diminta.

b. Certainty

Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang. Oleh karena itu, wajib pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti besarnya pajak yang terutang, kapan harus dibayar, serta batas waktu pembayaran.


(24)

c. Convenience

Kapan wajib pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat-saat yang tidak menyulitkan wajib pajak sebagai contoh pada saat-saat wajib pajak memperoleh penghasilan. Sistem pemungutan ini disebut pay as you earn.

d. Economy

Secara ekonomi biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban bagi wajib pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yang dipikul wajib pajak.

Azas keadilan dalam sistem perpajakan telah banyak didiskusikan secara luas, dan hal ini merupakan bagian terpenting dalam mengevaluasi setiap pengajuan dalam pembuatan kebijakan perpajakan. Musgrave (1999), memberikan pandangan yang adil tentang distribusi beban pajak, beban administrasi dan pengaruh insentif pajak terhadap penerimaan pajak. Diantara keempat azas di atas, Munsgrave jauga menekankan pada tiga azas lainnya, yaitu: azas netralitas (netrality),azas perbaikan

(reformation), dan azas kestabilan dan pertumbuhan(growth and stability).

2.4. Cara Pemungutan Pajak

Tjahjono dan Husein (2000), mengatakan bahwa cara pemungutan pajak dilakukan berdasarkan tiga stelsel, yaitu:

1. Stelsel nyata (riil stelsel),

2. Stelsel anggapan (fictive stelsel), 3. Stelsel campuran (accrual stelsel).


(25)

Berdasarkan cara pemungutan pajak di atas maka dapat disimpulkan bahwa pada cara pemungutan pajak stelsel nyata pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan) yang nyata, sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya telah dapat diketahui sehingga cenderung lebih realistis tapi pengenaan pajak tidak bisa pada saat langsung, jadi pengenaannya baru bisa dilakukan pada akhir periode.

Pada cara pemungutan pajak stelsel anggapan pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh Undang-Undang. Pada sistem ini berkebalikan dengan sistem stelsel nyata, di mana dalam sistem ini pajak dapat dibayar selama tahun berjalan tanpa menunggu akhir tahun jadi terkesan agak ringan sehigga lebih meringankan Wajib Pajak. Di lain sisi bila pajak dapat dibayarkan pada akhir tahun adanya kecenderungan bahwa pajak tidak dibayar berdasarkan keadaan yang sesungguhnya.

Pemungutan pajak pada stelsel campuran merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Apabila dalam suatu tahun didapat bahwa pajak lebih besar dari anggapan maka Wajib Pajak harus menambah, bila pada kenyataannya yang dibayar terlampau besar maka Wajib Pajak bisa meminta pengembalian kelebihan.


(26)

2.5. Pembagian Pajak

Pembagian pajak menurut Tjahjono dan Husein (2000), dapat digolongkan menurut golongan, sifat, dan lembaga pemungutnya. Lebih rincinya adalah sebagai berikut:

a. Menurut golongan

1. Pajak langsung adalah pajak yang bebanannya harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak yang bersangkutan, tidak boleh dilimpahkan kepada orang lain. Dalam pengertian administratif, pajak langsung adalah pajak yang dipungut secara berkala. Contoh: Pajak Penghasilan.

2. Pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain ketiga atau konsumen. Dalam pengertian administratif, pajak tidak langsung adalah pajak yang dipungut setiap terjadi peristiwa atau perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang, pembuatan akte. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai, bea materai, bea balik nama.

b. Menurut sifatnya

1. Pajak Subjektif adalah pajak yang pertama-tama memperhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak. Dalam menetapkan pajaknya harus ditemukan alasan alasan yang objektif yang berhubungan erat dengan keadaan materialnya, yaitu yang disebut gaya pikul. Menurut Damste dalam Brotodihardjo (2005), gaya pikul adalah suatu akibat dari beberapa komponen, terutama pendapatan,


(27)

kekayaan, susunan keluarga dari Wajib Pajak, dengan mengingat faktor-faktor yang mempengaruhi keduanya.

2. Pajak Objektif adalah pajak yang pertama-tama melihat kepada objeknya baik itu berupa benda, dapat pula berupa keadaan, perbuatan atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar, kemudian barulah dicari subjeknya (orang atau badan hukum) yang bersangkutan langsung, dengan tidak mempersoalkan apakah subjek pajak ini berkediaman di Indonesia ataupun tidak.

c. Menurut lembaga pemungut

1. Pajak Negara (Pajak Pusat) adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Departemen Keuangan dan hasilnya akan digunakan untuk pembiayaan rumah tangga negara pada umumnya.

2. Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah seperti Provinsi, Kabupaten maupun Kota berdasarkan peraturan daerah masing-masing dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerah masing-masing.

2.6. Teori Pembenaran Pemungutan Pajak

Menurut Suandy (2002), beberapa teori yang memberikan dasar pembenaran


(28)

dan pemikir masalah pemungutan pajak mengenai apakah negara dibenarkan memungut pajak dari rakyat? Teori tersebut adalah:

1. Teori Asuransi

Negara dalam melaksanakan tugasnya, mencakup pula tugas melindungi jiwa raga dan harta benda perseorangan. Oleh sebab itu, negara disamakan dengan perusahaan asuransi, untuk mendapatkan perlindungan warga negara membayar pajak sebagai premi. Teori ini sudah lama ditinggalkan, sebab selain perbandingan ini tidak cocok dengan kenyataan, yakni jika orang misalnya meninggal, kecelakaan atau kehilangan, negara tidak akan mengganti kerugian seperti halnya dalam asuransi. Di samping itu, tidak ada hubungan langsung antara pembayaran pajak dengan nilai perlindungannya terhadap pembayar pajak.

2. Teori Kepentingan

Menurut teori ini, pembayaran pajak mempunyai hubungan dengan kepentingan individu yang diperoleh dari pekerjaan negara. Makin banyak individu mengenyam atau menikmati jasa dari pekerjaan pemerintah, makin besar juga pajaknya. Meskipun teori ini masih berlaku pada retribusi sukar pula dipertahankan, sebab seorang miskin dan penganggur yang memperoleh bantuan dari pemerintah menikmati banyak sekali jasa dari pekerjaan negara, tetapi mereka justru tidak membayar pajak.


(29)

3 Teori Daya Pikul/Teori Gaya Pikul

Teori ini mengemukakan bahwa pemungutan pajak harus sesuai dengan kekuatan membayar dari si Wajib Pajak (individu-individu). Jadi, tekanan semua pajak harus sesuai dengan daya pikul si Wajib Pajak dengan memperhatikan pada besarnya penghasilan dan kekayaan, juga pengeluaran belanja si Wajib Pajak tersebut. Kelemahan dari teori ini adalah sulitnya menentukan secara tepat daya pikul seseorang, karena akan berbeda-beda dan selalu berubah. Teori ini diterapkan dalam Pajak Penghasilan, di mana Wajib Pajak baru dikenakan Pajak Penghasilan jika memperoleh penghasilan melebihi dari Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

4. Teori Kewajiban Mutlak atau Teori Bakti

Teori ini didasari paham organisasi negara (Organische Staatsleer) yang mengajarkan bahwa negara sebagai organisasi mempunyai tugas untuk menyelenggarakan kepentingan umum. Negara harus mengambil tindakan atau keputusan yang diperlukan termasuk keputusan di bidang pajak. Dengan sifat seperti ini, maka negara mempunyai hak mutlak untuk memungut pajak dan rakyat harus membayar pajak sebagai tanda baktinya. Menurut teori ini, dasar hukum pajak terletak pada hubungan antara rakyat dengan negara, di mana negara berhak memungut pajak dan rakyat berkewajiban membayar pajak. Kelemahan teori ini adalah negara bisa menjadi otoriter sehingga mengabaikan aspek keadilan dalam pemungutan pajak.


(30)

5. Teori Daya Beli

Teori ini adalah teori modern, teori ini tidak mempersoalkan asal mula negara memungut pajak melainkan banyak melihat kepada “efeknya” dan memandang efek yang baik itu sebagai dasar keadilannya. Menurut teori ini maka fungsi pemungutan pajak jika dipandang sebagai gejala dalam masyarakat, yaitu mengambil daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara dan kemudian memelihara hidup masyarakat dan membawanya ke arah tertentu. Teori ini mengajarkan, bahwa menyelenggarakan kepentingan masyarakat inilah yang dapat dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak, bukan kepentingan individu, maupun kepentingan negara, melainkan kepentingan masyarakat yang meliputi keduanya itu. Teori ini menitik beratkan ajarannya kepada fungsi dari pemungutan pajak, yakni fungsi mengatur.

2.7. Sistem Pemungutan Pajak

Sistem merupakan seperangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas, berdasarkan kamus besar Bahasa Indonesia (2000). Selanjutnya dalam mengefektifkan pemungutan pajak secara maksimal dibutuhkan sistem yang tepat, dimana dalam sistem ini diharapkan jumlah penerimaan pajak meningkat.

Sejak 1 Januari 1984, Pemerintah melakukan Reformasi Perpajakan dengan mengubah sistem pemungutan pajak "valuasi pemerintah" (official assessment) dalam pengumpulan pajak diganti menjadi "penghitungan diri" (self assessment). Artinya,


(31)

penghitungan pajak tidak lagi dimulai oleh petugas pajak, tetapi oleh wajib pajak sendiri, lalu petugas pajak melakukan crosscheck. Perubahan sistem itu ditujukan untuk efisiensi dan pembatasan kuasa petugas pajak bagi peningkatan revenue dari pajak. Pada dasarnya, implikasi praktis terhadap urusan fiskal ini hanyalah konsekuensi dari gagasan lebih fundamental tentang deregulasi: bahwa hidup-matinya Indonesia tidak boleh lagi bergantung hanya pada inisiatif dan tindakan aparat pemerintah.

Tujuan utama reformasi perpajakan adalah untuk menegakkan kemandirian ekonomi dalam membiayai pembangunan nasional dengan jalan lebih mengerahkan kemampuan sendiri. Secara bertahap, pajak diharapkan bisa mengurangi ketergantungan utang luar negeri secara signifikan. Peningkatan pemasukan negara melalui perpajakan, merupakan keharusan yang mutlak bagi berhasilnya pelaksanaan pembangunan. Sehingga, reformasi perpajakan diharapkan mampu menciptakan sistem pajak yang didasarkan pada prinsip keadilan dan kewajaran serta memberikan kepastian hukum baik bagi wajib pajak maupun aparat pajak.

Berikut adalah sistem perpajakan yang diterapkan di Indonesia menurut Mardiasmo (2003):

1. Official Assesment System

Sistem pemungutan pajak di mana wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak terletak pada fiskus/aparat pajak. Wajib Pajak bersifat pasif, menunggu datangnya surat ketetapan pajak dan sebelum ada ketetapan pajak dari pemerintah/Direktorat Jenderal Pajak maka Wajib Pajak


(32)

yang bersangkutan belum berkewajiban membayar pajak, sedangkan fiskus bersifat aktif yaitu mencari subjek pajak baru beserta objeknya dan menetapkan pajaknya.

2. Semi-self Assesment System

Sistem pemungutan pajak yang merupakan perpaduan antara Self Assesment

dan Official Assesment System, hal ini terjadi pada penerapan Pajak Bumi dan

Bangunan hingga saat ini. Self Assesment System terletak pada saat Wajib Pajak mendaftarkan objek PBB yang dimilikinya, Wajib Pajak menyusun Surat Pemberitahuan Objek Pajak secara jelas, benar dan lengkap. Namun untuk menghitung besarnya PBB terutang atas Objek tersebut dilakukan oleh fiskus, dan di sinilah terletak Official Assesment System.

3. Self Assesment System

Sistem pemungutan pajak di mana wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang terletak pada Wajib Pajak. Wajib Pajak bersifat aktif yaitu menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan pajak yang terutang, sedangkan fiskus bersifat pasif yaitu hanya memberikan pelayanan, penerangan, pengawasan maupun pemeriksaan.

Dianutnya Self-Assesment System diharapkan membawa misi dan konsekuensi adanya perubahan sikap kesadaran warga masyarakat untuk membayar pajak secara sukarela. Karena dari sisi administrasi dan pengawasan, maka semakin besar tingkat kepatuhan sukarela (voluntary compliance) semakin kecil pula kebutuhan untuk mengawasinya.


(33)

Pengawasan itu terutama ditujukan terhadap wajib pajak yang berusaha menghindar atau tidak membuat pernyataan pajak, ini adalah salah satu masalah bagi penegakan hukum administrasi pajak di negara manapun.

Sebagaimana yang dinyatakan oleh Soemitro (2000), bahwa keberhasilan. Self

Assesment System ditentukan oleh:

a. Kesadaran Pajak dari Wajib Pajak

Tingkat kesadaran akan membayar pajak didasarkan oleh tingkat kepatuhan wajib pajak yang berpijak pada tingginya kesadaran hukum dalam membayar pajak. Dalam hal ini peran fiskus amatlah berarti karena pada dasarnya tingkat kepatuhan wajib pajak berdasarkan tingkat pemahaman yang baik seputar pajak.

b. Kejujuran Wajib Pajak

Faktor kejujuran dalam membayar pajak sangatlah penting, karena dengan self

assessment system pemerintah memberikan sepenuhnya kepercayaan

masyarakat untuk menetapkan berapa jumlah pajak yang harus dibayar sesuai dengan ketentuan. Masyarakat diharapkan melaporkan jumlah kewajiban pajaknya sebenar-benarnya tanpa adanya manipulasi.

c. Hasrat untuk Membayar Pajak (Tax Mindedness)

Hasrat untuk membayar pajak pada dasarnya kepatuhan sukarela dalan membayar pajak, dengan frame pemikiran bahwa kesadaran dalam membayar pajak haruslah diikuti oleh hasrat yang tinggi untuk membayar pajak.


(34)

d. Disiplin dalam Membayar Pajak (Tax Disipline)

Tax Disipline berdasar pada tingkat pemahaman yang sesuai terhadap hukum

pajak yang dianut suatu negara serta sanksi-sanksi yang menyertainya, dengan harapan masyarakat tidak menunda-nunda dalam membayar pajak.

2.8. Pajak Penghasilan 2.8.1. Pengertian Penghasilan

Definisi penghasilan menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 adalah: Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.

2.8.2. Pengertian Pajak Penghasilan

Menurut Subekti dan Asrori (2003), pengertian Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi atau perseorangan dan badan berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat diketahui adanya ciri-ciri tertentu Pajak Penghasilan, yaitu:

1. Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan pada setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh karena suatu hal di mana


(35)

tambahan kemampuan ekonomis tersebut dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan.

2. Penghasilan yang terkena pajak adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak. Tahun pajak adalah jangka waktu takwim atau satu tahun buku.

3. Penghasilan yang terkena pajak adalah penghasilan yang diperoleh seseorang baik dari dalam negeri atau luar negeri serta penghasilan yang berasal dari Indonesia yang diperoleh orang luar negeri.

2.8.3. Dasar Hukum Pajak Penghasilan

Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1991, Undang-Undang No. 10 Tahun 1994 dan Undang-Undang No. 17 Tahun 2000.

2.8.4. Subjek Pajak Penghasilan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan, subjek pajak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Subjek Pajak Dalam Negeri

Yang dimaksud dengan subjek pajak dalam negeri adalah: (i) Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan


(36)

mempunyai niatan untuk bertempat tinggal di Indonesia; (ii) Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia; (iii) Warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan, menggantikan yang berhak.

2. Subjek Pajak Luar Negeri

Yang dimaksud dengan Subjek Pajak Luar Negeri, adalah: (i) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap di Indonesia; (ii) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan (iii) Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap di Indonesia.

2.8.5. Objek Pajak Penghasilan

Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan, yang menjadi objek pajak penghasilan adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau


(37)

untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk:

1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, premi asuransi jiwa dan asuransi kesehatan yang dibayar oleh pemberi kerja, atau imbalan dalam bentuk lainnya.

2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan. 3. Laba usaha.

4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

a. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.

b. Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, dan anggota. c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,

pemecahan, atau pengambilalihan usaha.

d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan.

5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.

6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.


(38)

7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian Sisa Hasil Usaha koperasi.

8. Royalti.

9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. 10.Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.

11.Keuntungan karena pembebasan utang.

12.Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing. 13.Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva. 14.Premi asuransi.

15.Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, sepanjang iuran tersebut ditentukan berdasarkan volume kegiatan usaha atau pekerjaan bebas anggotanya.

16.Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.

2.8.6. Penghasilan yang Tidak Termasuk Objek Pajak Penghasilan

Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan, Penghasilan yang tidak termasuk sebagai objek Pajak Penghasilan adalah:


(39)

b) Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan; sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.

2. Warisan.

3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal.

4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura ataupun kenikmatan dari Wajib Pajak atau pemerintah.

5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwi guna, dan asuransi beasiswa.

6. Deviden atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia.

7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun


(40)

pagawai, dan penghasilan yang ditanamkan dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

8. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi-bagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi.

9. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh dari perusahaan reksa dana.

10.Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatannya di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut: a. Merupakan perusahaan kecil, menengah atau yang menjalankan kegiatan

dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan; dan b. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek Indonesia.

2.9. Inflasi

Inflasi adalah suatu keadaan dalam perekonomian di mana terjadi kenaikan harga-harga secara umum. Kenaikan dalam harga barang dan jasa yang biasa terjadi jika permintaan bertambah dibandingkan dengan jumlah penawaran atau persediaan barang di pasar, dalam hal ini lebih banyak uang yang beredar yang digunakan untuk membeli barang dibanding dengan jumlah barang dan jasa, tidak semua yang namanya kenaikan harga selalu diidentikan dengan inflasi, misalnya kenaikan harga pada hari Lebaran, ini hanya gejolak pasar yang terjadi sesaat saja dan tidak berlangsung terus-menerus.


(41)

Inflasi sebagai bagian dari keadaan perekonomian tentu akan dialami oleh setiap negara, hanya saja setiap negara memiliki tingkat inflasi yang berbeda-beda. Untuk mengukur tingkat inflasi dapat menggunakan indek harga konsumen.

Di Indonesia informasi mengenai inflasi dikelola oleh suatu badan yaitu Badan Pusat Statistik (BPS) Inflasi yang setiap negara pasti mengalaminya, tentu disebabkan oleh faktor yang berbeda-beda. Beberapa penyebab inflasi diantaranya bisa disebabkan oleh sektor ekspor-impor, tabungan atau investasi, pengeluaran dan penerimaan negara, sektor pemerintah dan swasta. Untuk lebih jelasnya, perhatikan beberapa uraian berikut:

a. Inflasi disebabkan oleh sektor ekspor-impor. Jika ekspor suatu negara lebih besar daripada impor, akan mengakibatkan terjadinya tekanan inflasi, tekanan inflasi terjadi karena semakin besar jumlah uang yang beredar di dalam negeri akibat penerimaan devisa.

b. Inflasi disebabkan oleh sektor penerimaan dan pengeluaran negara Sektor penerimaan dan pengeluaran suatu negara yang defisit menjadi penyebab inflasi. Karena pengeluaran pemerintah lebih besar dari penerimaannya, maka untuk menutupi keadaan tersebut akan dilakukan dengan mengeluarkan uang baru, pengeluaran uang baru menimbulkan tekanan inflasi.

c. Inflasi disebabkan oleh sektor swasta. Pengeluaran kredit dalam jumlah yang cukup besar untuk memenuhi permintaan kredit swasta dapat juga menyebabkan terjadinya inflasi.


(42)

Dari penyebab inflasi di atas dapat kita simpulkan bahwa pengendalian jumlah uang yang beredar di masyarakat dan keseimbangan antara permintaan dan penawaran barang merupakan salah satu hal yang dapat dilakukan untuk menekan inflasi.

Hubungan Pajak Penghasilan dengan inflasi dapat dilihat dari tulisan Beth Kern, seorang Assistant Professor di Indiana University South Bend, yang berjudul: Inflation and the Individual Alternative Minimum Tax (AMT), dia menyatakan:

The relationship between inflation and the AMT is complex. David Hulse gives some

insight into current individual AMT issues with his AMT boundary calculations. These boundaries derive the breakeven points to determine how much in preferences and adjustments taxpayers at varying taxable incomes may have before being subject to the individual AMT under current law. Over time, inflation causes these breakeven points to decline. Inflation combined with regular income tax (RIT) bracket and exemption indexing has eroded the value of this exemption. As each year passes, the AMT is shifting from a tax burden for high-income taxpayers to one for moderate-income taxpayers”.

Dari hubungan di atas bahwa dapat kita simpulkan bahwa inflasi dapat mengikis Pajak Penghasilan Orang Pribadi.

Demikian pula dengan tulisan Dr. Friedrich Heineman, seorang head of the department "Corporate Taxation and Public Finance" pada Centre for European Economic Research (ZEW) di Mannheim, Jerman, yang berjudul After the death of inflation: Will fiscal drag survive? Dia menyatakan: “Declining inflation rates might


(43)

have negative consequences for tax revenues. Phenomena such as the inflationary bracket creep in a progressive income tax system do not work any longer. With this background, the paper analyses the extent of fiscal drag for OECD countries since 1965. Some consideration of the role of money illusion and indexation in this context lays the theoretical base. A framework is presented that allows for the classification of fiscal structures with regard to the type of fiscal drag (boosting tax revenues). The subsequent econometric panel analysis is performed for total and disaggregated government revenues. The results back theoretical considerations of inflation's impact on different kinds of taxes, which tends to be positive for individual income taxes and social security contributions and is negative for corporate income taxation. The paper concludes that both declining inflation and changing tax structures limit the potential for future fiscal drag.

Dari tulisan di atas bahwa dapat kita simpulkan bahwa penurunan inflasi membawa pengaruh yang negatif pada penerimaan pajak. Inflasi memiliki pengaruh yang berbeda beda untuk setiap jenis pajak, inflasi memiliki pengaruh yang positif terhadap Pajak Penghasilan Orang Pribadi dan kontribusi sosial sekuriti, dan inflasi memiliki pengaruh yang negatif terhadap Pajak Penghasilan Perusahaan.

2.10. Income per Kapita

Kegiatan ekonomi secara garis besarnya dapat dikelompokkan ke dalam kegiatan memproduksi dan kegiatan mengkonsumsi barang dan jasa. Unit-unit produksi memproduksi barang dan jasa, dan dari kegiatan memproduksi ini timbul


(44)

pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang telah dimiliki oleh berbagai golongan dalam masyarakat, sehingga dari pendapatan ini masyarakat dapat membeli barang dan jasa untuk keperluan konsumsi maupun investasi.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah.

PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap tahun yang berarti termasuk kenaikan harga-harga ikut dihitung, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai dasar, di mana dalam penghitungan ini digunakan tahun 2000.

PDRB atas dasar harga berlaku digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi, sedangkan harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. Angka-angka PDRB dapat dihitung dengan tiga pendekatan, yaitu:

a. Menurut pendekatan produksi, PDRB adalah merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di dalam suatu region/wilayah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Unit-unit produksi tersebut dikelompokkan menjadi 9 kelompok lapangan usaha, yaitu: 1. Pertanian.


(45)

3. Industri pengolahan.

4. Listrik, Gas dan Air Bersih. 5. Konstruksi.

6. Perdagangan, hotel, dan restoran. 7. Pengangkutan dan komunikasi.

8. Keuangan, persewaan, dan Jasa Perusahaan. 9. Jasa-jasa

b. Menurut pendekatan pendapatan, PDRB adalah merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi dalam suatu region/wilayah dalam jangka waktu tertentu. Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah/gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan, sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam definisi ini PDRB mencakup juga penyusutan dan pajak tak langsung netto. Jumlah semua komponen pendapatan ini per sektor disebut sebagai nilai tambah bruto sektoral. Oleh karena itu PDRB merupakan jumlah dari nilai tambah bruto seluruh sektor (lapangan usaha).

c. Menurut pendekatan pengeluaran, PDRB adalah semua komponen pengeluaran akhir seperti pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba, konsumsi pemerintah, perubahan stok dan ekspor netto di suatu daerah/wilayah dalam jangka waktu tertentu. Ekspor yang dimaksud adalah jumlah nilai ekspor dikurangi jumlah nilai impor.


(46)

Selain itu dari PDRB dapat diturunkan ukuran-ukuran penting lainnya yaitu Income per Kapita. Income per Kapita adalah ukuran-ukuran indikator ekonomi PDRB dibagi dengan jumlah penduduk.

Bila pendapatan per kapita meningkat maka konsekuensinya adalah:

1. Semakin banyak penduduk yang terkena pajak karena memiliki pendapatan di atas batas minimum bebas pajak.

2. Semakin tinggi tarif yang dikenakan terhadap income per kapita akan mengakibatkan semakin tinggi penerimaan pajak penghasilan orang pribadi yang diterima.

2.11. Penelitian Terdahulu

Altig dan Carlstrom (2000), penelitian ini dilakukan di Amerika Serikat dengan memakai inflasi, pendapatan perkapita sebagai variabel bebas dan pajak penghasilan orang pribadi sebagai variabel terikat. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pendapatan perkapita memberikan dampak yang paling besar terhadap pajak penghasilan dibanding dengan inflasi.

Nugraha (2005), Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) di Kota Surabaya dengan meninjaunya dari sisi wajib pajak penghasilan orang pribadi. Penelitian ini menggunakan data sekunder (time series) dengan kurun waktu tahun 1989 sampai dengan tahun 2003, dengan memakai variabel jumlah wajib pajak penghasilan orang pribadi (JWPOP) dan tingkat pendapatan perkapita (PP) sebagai variabel bebas dan penerimaan pajak penghasilan


(47)

sebagai variabel terikat. Hasil perhitungan uji regresi menunjukkan bahwa penerimaan pajak penghasilan di Kota Surabaya dipengaruhi secara bersama-sama oleh 2 variabel bebas. Kemampuan kedua variabel bebas dalam menjelaskan variabel tergantung sangat tinggi, terlihat dari koefisien determinasi (R2) sebesar 96,6%. Koefisien korelasi parsial (r2) masing-masing variabel bebas X1 (JWPOP) dan X2 (PP) adalah sebesar 0,294 dan 0,713. Hal ini memperlihatkan bahwa pendapatan perkapita mempunyai pengaruh dominan terhadap penerimaan pajak penghasilan di Kota Surabaya.

Andi dan Chandrarin (2005), Penelitian ini bertujuan untuk melihat Pengaruh Upah, Dana Pensiun dan Penghasilan Tidak Kena Pajak terhadap Penerimaan Pajak (PPh OP) pada Kantor Pelayanan Pajak Kudus, dengan memakai variabel Upah karyawan (X1), Penghasilan tidak kena pajak (X2), dan Dana pensiun (X3) sebagai variabel bebas, dan variabel Penerimaan Pajak (Y) sebagai variabel terikat. Berdasarkan hasil penelitian terbukti bahwa upah dan penghasilan tidak kena pajak (secara terpisah) secara signifikan mempengaruhi penerimaan pajak orang pribadi. Variabel dana pensiun secara linier tidak mempunyai pengaruh terhadap penerimaan pajak orang pribadi khususnya karyawan, walaupun demikian, variabel dana pensiun mempunyai korelasi yang kuat dengan variabel upah dan PTKP.

Immervoll (2005), Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh inflasi terhadap Pajak Penghasilan Orang Pribadi dan Kontribusi Sekuriti Sosial di Eropa, dengan memakai variabel inflasi, sebagai variabel bebas dan Pajak Penghasilan


(48)

Orang Pribadi dan Kontribusi Sekuriti Sosial sebagai variabel terikat. Hasil Penelitian menunjukkan Inflasi berpengaruh negatif terhadap Pajak Penghasilan Orang Pribadi.

Oktivani (2007), Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah jumlah wajib pajak dan jumlah pemeriksaan pajak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Madiun, dengan memakai variabel Jumlah Wajib pajak, dan Jumlah Pemeriksaan Pajak sebagai variabel bebas dan Penerimaan Pajak Penghasilan orang pribadi sebagai variabel terikat. Penelitian ini membuktikan bahwa jumlah wajib pajak lebih dominan mempengaruhi penerimaan PPh Orang Pribadi bila dibandingkan dengan jumlah pemeriksaan pajak terhadap penerimaan pajak penghasilan orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Madiun.

2.12. Kerangka Pemikiran

Dengan demikian maka kerangka pemikiran penulis dari penelitian ini adalah Penerimaan PPh di Sumatera Utara dipengaruhi oleh jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi di Sumatera Utara yang terdaftar (OP), inflasi, dan pendapatan perkapita.

Jumlah Wajib Pajak (OP)

Inflasi Penerimaan PPh Orang

Pribadi

Pendapatan Perkapita


(49)

2.13. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara ataupun kesimpulan sementara untuk menjawab permasalahan yang terdapat dalam penelitian.

Dalam penelitian ini, hipotesis awal sebagai berikut:

1. Terdapat pengaruh positif jumlah wajib pajak orang pribadi, terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi di Provinsi Sumatera Utara ceteris paribus. 2. Terdapat pengaruh negatif inflasi terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Orang

Pribadi di Provinsi Sumatera Utara ceteris paribus.

3. Terdapat pengaruh positif pendapatan per kapita terhadap penerimaan Pajak Penghasilan di Provinsi Sumatera Utara ceteris paribus.


(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian akan dilakukan di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara II. Penelitian ini dilakukan untuk dapat mengetahui apakah variabel-variabel yang dianalisis yaitu jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi di Sumatera Utara, Inflasi dan Pendapatan Perkapita berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi di wilayah Provinsi Sumatera Utara. Analisis terhadap variabel-variabel tersebut rencananya dilakukan mulai bulan Januari 2000 sampai dengan bulan Desember 2007.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dan data yang dipakai adalah data triwulanan tahun 2000 – 2007. Sumber data diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara II, dan Bank Indonesia serta penelitian-penelitian lainnya yang berhubungan dengan penelitian-penelitian.


(51)

3.3. Model Analisis

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan regresi linear berganda, karena penelitian ini dirancang untuk meneliti pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Metode yang digunakan adalah

Ordinary Least Square (OLS).

Faktor-faktor yang mempengaruhi Penerimaan PPh Orang Pribadi di Sumatera Utara digambarkan dengan fungsi sebagai berikut:

PPh OP = f (WP, INF, YKap) ….……….……… (1)

Dan dari persamaan (1) dispesifikasikan kedalam model ekonometrika dalam bentuk model Autoregresive, log-linear:

LPPh OP = α + β1 WP + β2INF(t-1) + β3 YKap + μ Di mana:

PPh OP = Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (Jutaan Rupiah) α = intercept

WP = Jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi (orang) INF t-1 = Inflasi triwulan sebelumnya (dalam %) YKap = Pendapatan Per Kapita (Rupiah) β1, β2, 3. = koefisien regresi


(52)

3.4. Definisi Operasional Variabel

Berdasarkan hipotesis yang diajukan maka definisi operasional untuk masing-masing variabel adalah sebagai berikut:

1. Jumlah Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh)

Jumlah penerimaan triwulanan yang diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak yang ada di Sumatera Utara berkenaan dengan Pajak Penghasilan yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam jutaan Rupiah.

2. Wajib Pajak Orang Pribadi

Jumlah Wajib Orang Pribadi triwulanan pada penelitian ini adalah jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi triwulanan yang terdaftar di seluruh Kantor Pelayanan Pajak yang berada di Sumatera Utara dalam satuan.

3. Tingkat Inflasi pada penelitian ini adalah inflasi yang dipakai adalah inflasi triwulanan dan dinyatakan dalam persen.

4. Pendapatan perkapita ialah jumlah pendapatan per kapita triwulanan yang diterima oleh penduduk Sumatera Utara yang dinyatakan dalam Rupiah.

3.5. Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) 3.5.1. Uji Determinasi (R2)

Uji ini bertujuan untuk menjelaskan seberapa besar variasi dari variabel terikat dapat diterangkan oleh variabel bebas. Apabila R2 = 0, artinya variasi dari variabel terikat tidak dapat diterangkan oleh variabel bebas sama sekali. Sementara apabila R2=1, artinya variasi dari variabel terikat dapat diterangkan 100% oleh


(53)

variabel bebas. Dengan demikian model regresi akan ditentukan oleh R2 yang nilainya antara nol dan satu.

3.5.2. Uji F Hitung

Uji F hitung statistik digunakan untuk melihat secara bersama sama apakah ada pengaruh signifikan variabel bebas terhadap variabel terikat.

3.5.3. Uji Parsial (uji – t)

Uji Parsial digunakan untuk melihat apakah ada pengaruh signifikansi variabel bebas terhadap variabel terikat.

3.6. Uji Asumsi Klasik 3.6.1. Uji Multikolinieritas

Salah satu asumsi regresi linear klasik adalah tidak adanya multikolinearitas sempurna (no perfect multicolinearity). Ada tiga hal yang perlu dibahas terlebih dahulu dalam multikolinearitas (Sumodinongrat, 1994): (1) multikolinearitas pada hakekatnya adalah fenomena sampel. (2) multikolinearitas adalah persoalan derajat bukan persoalan jenis. (3) masalah multikolinearitas hanya berkaitan dengan adanya hubungan liniear di antara variabel-variabel bebas.

Pengujian ini untuk mendeteksi multikolinearitas dengan cara melihat gejala- gejala yang biasa dipakai untuk melihat adanya multikolinearitas yaitu antara lain dengan melihat koefisien determinasi (R2). Multikolinearitas terjadi apabila nilai


(54)

Fhitung terhadap Ftabel tinggi tetapi tidak semua koefisien regresi signifikan. Apabila R2

tinggi yaitu 0,7 sampai 1 maka antara variabel independen yang berkorelasi mungkin terjadi multikolinearitas.

3.6.2. Uji Autokorelasi

Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu seperti dalam data time series. Sehingga terdapat saling ketergantungan antara faktor pengganggu yang berhubungan dengan observasi yang dipengaruhi oleh unsur gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lainnya. Oleh karena itu masalah autokorelasi biasanya muncul dalam data time series, meskipun tidak menutup kemungkinan terjadi dalam data cross sectional.

Uji untuk melihat autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin-Watson


(55)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pembahasan Variabel-variabel Penelitian 4.1.1 Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Pajak Penghasilan Orang Pribadi adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak orang pribadi atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak. Objek pajak PPh OPDN adalah penghasilan di mana setiap penambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak berasal dari dalam negeri maupun luar Indonesia dan dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak (WP).

Penerimaan Pajak Pusat (Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) di Provinsi Sumatera diawasi dan dikelola oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I yang berkedudukan di Medan dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara II yang berkedudukan di Pematang Siantar.

Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I membawahi 9 unit kerja antara lain KPP Madya Medan, KPP Pratama Medan Barat, KPP Pratama Medan Belawan, KPP Pratama Medan Kota, KPP Pratama Medan Timur, KPP Pratama Medan Polonia, KPP Pratama Binjai, KPP Pratama Medan Petisah (baru dibentuk pada bulan Mei tahun 2008 pecahan dari KPP Pratama Medan Barat), dan


(56)

KPP Pratama Lubuk Pakam (baru dibentuk pada bulan Mei tahun 2008 pecahan dari KPP Pratama Tebing Tinggi).

Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara II membawahi 8 unit kerja antara lain KPP Pratama Pematang Siantar, KPP Pratama Tebing Tinggi, KPP Pratama Kisaran, KPP Pratama Rantau Prapat, KPP Pratama Padang Sidempuan, KPP Pratama Kabanjahe (baru dibentuk pada bulan Mei tahun 2008 pecahan dari KPP Pratama Binjai dan KPP Pratama Pematang Siantar), KPP Pratama Balige (baru dibentuk pada bulan Mei tahun 2008 pecahan dari KPP Pratama Pematang Siantar dan KPP Pratama Padang Sidempuan), dan KPP Pratama Sibolga (baru dibentuk pada bulan Mei tahun 2008 pecahan dari KPP Pratama Padang Sidempuan).

Potensi pengumpulan pajak dari Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi di Sumut masih terbuka lebar. Karena dari 1,14 juta orang yang potensial sebagai WP orang pribadi, baru tergarap sebanyak 250.889 orang sedangkan sisanya sebanyak 889.111 orang belum tergarap. Kontribusi penerimaan PPh Orang Pribadi dari Wajib Pajak sejumlah 889.111 orang pribadi ini diharapkan masih dapat ditingkatkan maksimal selama tiga tahun ke depan (Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumut, 2007).

Untuk jangka pendek sampai akhir 2007, Kanwil DJP Sumut I dan II berhasil memperoleh pajak sebesar 50 persen dari 250.889 WP Orang Pribadi atau sebanyak 125.444 WP Orang Pribadi. Sedangkan sisa sebesar 50 % merupakan karyawan di mana Pajak Penghasilan mereka telah dipotong oleh Bendaharawan Pemerintah dan pihak perusahaan swasta.


(57)

Penerimaan pajak dari Wajib Pajak Orang Pribadi di Sumatera Utara ini, diharapkan diperoleh dari para pejabat di Pemerintahan Daerah se-Sumatera Utara. Kemudian dari pejabat di Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah seperti PT. Perkebunan Nusantara II, PT. Perkebunan Nusantara III, PT. Perkebunan Nusantara IV, dan PT. Pelabuhan Indonesia I, serta dari para Pengusaha.

Pencapaian target pajak akan ditempuh melalui dua pendekatan. Pertama melalui pendekatan pemberi kerja dan bendaharawan pemerintah untuk calon WP orang pribadi kepada karyawan swasta dan PNS. Kemudian melalui pendekatan properti dan profesi WP orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha di pusat perdagangan, mal, pertokoan, serta WP orang pribadi yang tergabung dalam asosiasi profesi seperti notaris, dokter, pengacara dan lainnya. Kegiatan ekstensifikasi ini telah dilaksanakan terhadap penduduk Sumatera Utara yang memiliki penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak. Di samping itu Direktorat Jenderal Pajak saat ini sedang membangun Bank Data yang dapat digunakan untuk Optimalisasi Penerimaan Pajak agar tidak lagi ada alasan Wajib Pajak untuk tidak mau membayar pajak.

Untuk mengetahui perkembangan Jumlah Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut di bawah ini:


(58)

Tabel 4.1 : Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi di Sumut (Jutaan Rupiah)

Periode Penerimaan PPh OP

(jutaan rupiah)

Pertumbuhan (%)

2000:1 8.665,33 0,00

2000:2 1.221,30 -85,91

2000:3 2.107,00 72,52

2000:4 2.992,69 42,04

2001:1 8.949,45 199,04

2001:2 2.033,34 -77,28

2001:3 1.540,06 -24,26

2001:4 1.558,65 1,21

2002:1 6.714,34 330,78

2002:2 2.487,21 -62,96

2002:3 1.587,38 -36,18

2002:4 2.763,43 74,09

2003:1 6.629,26 139,89

2003:2 305,97 -95,38

2003:3 2.684,97 777,53

2003:4 7.178,44 167,36

2004:1 14.570,75 102,98

2004:2 2.951,91 -79,74

2004:3 2.625,35 -11,06

2004:4 27.942,05 964,32

2005:1 34.909,78 24,94

2005:2 2.320,90 -93,35

2005:3 2.066,51 -10,96

2005:4 4.060,07 96,47

2006:1 27.349,90 573,63

2006:2 2.867,33 -89,52

2006:3 2.863,74 -0,13

2006:4 3.985,49 39,17

2007:1 9.449,46 137,10

2007:2 2.622,74 -72,24

2007:3 2.944,03 12,25

2007:4 13.870,54 371,14


(59)

0 4000 8000 12000 16000 20000 24000 28000 32000 36000

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

PPH P en er im aa n P P h O P / J u ta Ru p ia h Tahun Gambar 4.1: Penerimaan PPh OP Sumatera Utara Sumber : Duktekkon Kanwil DJP Sumut

Sumber: Duktekkon Kanwil DJP Sumut

Gambar 4.1 : Penerimaan PPh OP Sumatera Utara

Dari gambar di atas dapat dilihat penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi di Provinsi Sumatera Utara mengalami fluktuasi yang sangat dinamis, khususnya pada triwulan pertama pada setiap tahunnya, hal ini disebabkan batas akhir dari penyetoran pajak setiap tahun adalah pada bulan Maret. Terdapat kenaikan yang signifikan dari triwulan IV 2004 dan triwulan I 2005 serta triwulan I 2006. Kenaikan penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi berasal dari penerimaan pembayaran hasil pemeriksaan dan dinamisasi pembayaran PPh Pasal 25 Orang Pribadi.


(60)

4.1.2. Jumlah Wajib Pajak

Wajib Pajak Orang Pribadi adalah Orang Pribadi yang memiliki penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak yang telah terdaftar di Kantor Pelayana Pajak yang terdapat di Sumatera Utara. Setiap orang baru akan memiliki kewajiban perpajakan apabila telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dengan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.

Jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi di Sumatera Utara terdiri atas dua bagian besar yaitu kelompok I terdiri atas Karyawan (Pegawai Negeri Sipil dan Karyawan Swasta) dan Kelompok II yang terdiri atas Pengusaha.

Kegiatan Ekstensifikasi Wajib Pajak sangat giat dilakukan oleh pihak Kantor Pelayanan Pajak dalam rangka meningkatkan jumlah Wajib Pajak terdaftar. Kegiatan ini dilakukan dengan door to door misalnya ekstensifikasi Wajib Pajak di perumahan Mewah yang ada di Medan. Kegiatan Ekstensifikasi lainnya adalah mendata para pemilik dan penyewa toko yang belum memiliki NPWP di Mall, Plaza, dan melalui Asosiasi Profesi. Di samping itu kegiatan ekstensifikasi dilakukan melalui pemanfaatan data yang dilaporkan oleh Notaris kepada Kantor Pelayanan Pajak dari setiap akte jual beli, dan sewa menyewa yang dilaporkan.

Untuk Provinsi Sumatera Utara, perkembangan Jumlah Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi dapat dilihat pada tabel dan gambar berikut di bawah ini:


(61)

Tabel 4.2 : Jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi di Sumatera Utara (Jumlah Terdaftar)

Periode Jumlah WP OP

(Orang)

Pertumbuhan (%)

2000:1 1.331.683 0,00 2000:2 1.411.410 5,99 2000:3 1.491.138 5,65 2000:4 1.570.865 5,35 2001:1 1.650.592 5,08 2001:2 1.734.471 5,08 2001:3 1.818.350 4,84 2001:4 1.902.229 4,61 2002:1 1.986.108 4,41 2002:2 2.055.454 3,49 2002:3 2.124.800 3,37 2002:4 2.194.146 3,26 2003:1 2.263.492 3,16 2003:2 2.338.803 3,33 2003:3 2.414.114 3,22 2003:4 2.489.424 3,12 2004:1 2.564.735 3,03 2004:2 2.630.864 2,58 2004:3 2.696.993 2,51 2004:4 2.763.122 2,45 2005:1 2.829.251 2,39 2005:2 2.841.166 0,42 2005:3 2.853.081 0,42 2005:4 2.864.996 0,42 2006:1 2.876.911 0,42 2006:2 2.943.462 2,31 2006:3 3.010.013 2,26 2006:4 3.076.564 2,21 2007:1 3.143.115 2,16 2007:2 3.209.666 2,12 2007:3 3.276.217 2,07 2007:4 3.342.768 2,03 Sumber: Kanwil DJP Sumbagut I dan II


(62)

1200000 1600000 2000000 2400000 2800000 3200000 3600000

00 01 02 03 04 05 06 07

WP J u m la h W a jib Pa ja k / o ra n g Tahun

Gambar 4.2 Jumlah Wajib Pajak Sumatera Utara Sumber: Duktekkon Kanwil DJP Sumut

Sumber: Duktekkon Kanwil DJP Sumut

Gambar 4.2 : Jumlah Wajib Pajak Sumatera Utara

Dari gambar di atas dapat kita lihat, untuk Provinsi Sumatera Utara jumlah wajib pajak PPhOP terus meningkat setiap triwulannya.

4.1.3. Inflasi

Perkembangan inflasi di Sumatera Utara kurun waktu 2000 – 2007 cukup stabil di mana adanya terjadi penurunan dari tahun 2000 hingga 2004, menutup akhir tahun 2005, perkembangan tingkat harga secara umum pada triwulan IV tahun 2005 jauh melampaui target perkiraan semula. Kebijakan pemerintah untuk mengurangi subsisi BBM yang menyebabkan kenaikan harga BBM hingga berkisar 100%


(63)

ternyata memberikan dampak makro ekonomi yang sangat besar, khususnya terhadap kebijakan moneter yang berujung pada tingkat inflasi.

Lebih lanjut, lonjakan inflasi yang berawal pada kelompok barang perumahan, listrik, gas, air dan bahan bakar tersebut terus menggelinding seperti bola salju menyentuh seluruh lapisan kelompok barang lainnya. Tekanan psikologis dari kenaikan harga berbagai kebutuhan pokok masyarakat tersebut mendorong ekspektasi inflasi yang lebih besar lagi (overshooting). Pada akhirnya dampak langsung (first

round) inflasi terus terakumulasi dan berimbas pada seluruh kelompok barang

(second round) dan mengalami lonjakan tingkat harga yang sangat tinggi dari

perkiraan awal tahun 2005.

Penyebab tingginya tekanan tingkat harga di wilayah Provinsi Sumatera Utara dapat dikelompokkan menjadi beberapa faktor utama antara lain faktor fundamental psikologis masyarakat terhadap tingginya ekspektasi inflasi, sebagai realisasi kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM (administered price), serta kendala distribusi pasokan menghadapi pelaksanaan puasa dan hari raya idul Fitri yang jatuh di pertengahan triwulan IV, serta persiapan menghadapi perayaan Natal dan Tahun Baru di akhir tahun.

Secara ringkas perkembangan inflasi di Sumatera Utara disajikan pada tabel dan gambar di bawah ini:


(64)

Tabel 4.3 : Perkembangan Inflasi di Sumatera Utara (%)

Periode Tingkat Inflasi

(%)

Pertumbuhan (%)

2000:1 3,98 0,00

2000:2 4,30 8,04

2000:3 4,63 7,67

2000:4 4,53 -2,16

2001:1 4,44 -1,99

2001:2 4,34 -2,25

2001:3 4,24 -2,30

2001:4 4,14 -2,36

2002:1 4,05 -2,17

2002:2 3,95 -2,47

2002:3 3,85 -2,53

2002:4 3,76 -2,34

2003:1 3,66 -2,66

2003:2 3,56 -2,73

2003:3 3,47 -2,53

2003:4 3,98 14,70

2004:1 3,37 -15,33

2004:2 3,27 -2,97

2004:3 3,17 -3,06

2004:4 3,08 -2,84

2005:1 2,98 -3,25

2005:2 1,86 -37,58

2005:3 2,90 55,91

2005:4 13,41 362,41

2006:1 1,2 -91,05

2006:2 0,33 -72,50

2006:3 1,00 203,03

2006:4 3,44 244,00

2007:1 1,78 -48,26

2007:2 -0,57 -132,02

2007:3 2,14 475,44

2007:4 2,45 14,49


(65)

-2 0 2 4 6 8 10 12 14

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

LAGINF In fl as i / d al am p ers en Tahun

Gambar 4.3: Perkembangan Inflasi di Sumatera Utara Sumber: Sumatera Utara Dalam Angka (BPS, berbagai edisi) Sumber: Sumatera Utara dalam Angka (BPS, berbagai edisi)

Gambar 4.3 : Perkembangan Inflasi di Sumatera Utara

4.1.4. Variabel Pendapatan Perkapita

Tolok ukur keberhasilan pembangunan ekonomi yang dicapai suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, antara lain dapat dilihat dari data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Dari data PDRB kita dapat melihat seperti: Pendapatan Regional, Pendapatan Perkapita dan Pertumbuhan Ekonomi Regional.

Pendapatan per kapita Provinsi Sumatera Utara yang termuat pada Gambar 4.4, adalah merupakan indikator yang menunjukkan tingkat pendapatan masyarakat, yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai salah satu tolok ukur tingkat kemakmuran masyarakat Provinsi Sumatera Utara.

Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000, Pendapatan perkapita penduduk Provinsi Sumatera Utara ini merupakan hasil interpolasi data Pendapatan Perkapita Provinsi Sumatera Utara, yang hanya menyajikan data tahunan bukan data triwulanan


(66)

yang digunakan dalam penelitian ini. Berikut ini perkembangan Pendapatan Perkapita Provinsi Sumatera Utara.

Tabel 4.4 : Perkembangan Pendapatan Perkapita Sumatera Utara (Rupiah)

Periode Pendapatan per kapita

(Rupiah)

Pertumbuhan (%)

2000:1 2.123.873 0,00

2000:2 2.234.878 5,23

2000:3 2.345.883 4,97

2000:4 2.456.887 4,73

2001:1 2.567.892 4,52

2001:2 2.816.893 9,70

2001:3 3.065.895 8,84

2001:4 3.314.896 8,12

2002:1 3.563.897 7,51

2002:2 3.902.787 9,51

2002:3 4.241.677 8,68

2002:4 4.580.567 7,99

2003:1 4.919.456 7,40

2003:2 5.258.346 6,89

2003:3 5.597.236 6,44

2003:4 5.936.126 6,05

2004:1 5.993.643 0,97

2004:2 6.051.160 0,96

2004:3 6.108.677 0,95

2004:4 6.166.194 0,94

2005:1 6.223.895 0,94

2005:2 6.281.596 0,93

2005:3 6.339.297 0,92

2005:4 6.396.998 0,91

2006:1 7.906.722 23,60

2006:2 9.416.445 19,09

2006:3 10.926.169 16,03

2006:4 12.435.892 13,82

2007:1 12.761.532 2,62

2007:2 13.087.173 2,55

2007:3 13.412.813 2,49

2007:4 13.738.453 2,43


(67)

0.0E+00 2.0E+06 4.0E+06 6.0E+06 8.0E+06 1.0E+07 1.2E+07 1.4E+07

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

YKAP P e n d a p a ta n P e rk a p ta P ro p in s i S u mu t / R p Tahun

Gambar 4.4 Perkembangan Pendapatan Perkapita Propinsi Sumut Sumber: BPS (berbagai edisi)i)

Sumber: BPS (berbagai edisi)

Gambar 4.4 : Perkembangan Pendapatan Perkapita Provinsi Sumatera Utara

4.2. Pembahasan Hasil Estimasi

4.2. Pembahasan Hasil Estimasi

Berdasarkan hasil regresi dari data sekunder yang diolah dengan menggunakan Program Eviews 4.1. diperoleh hasil sebagai berikut:

Berdasarkan hasil regresi dari data sekunder yang diolah dengan menggunakan Program Eviews 4.1. diperoleh hasil sebagai berikut:


(68)

LPPH = 2,605 + 8,378WP - 0.054 INFt-1 + 8,812 YKAP

Std Error (0.437) (3,460) (0,023) (2,720) t- stat (5,957) (2,421)** - (2,361)* (3,239)** R-squared 0,852 F-statistik 13,61

R2 Adjusted 0,851 Prob. F- Statistik 0.0089 Durbin-Watson stat 1,760

Ket : *) significant pada g = 10% **) significant pada g = 5%

Koefisien determinasi sebesar 0,852 menunjukkan bahwa 85,2 persen dari variasi variabel LPPH mampu dijelaskan oleh variasi variabel WP, INFt-1, dan YKAP

sedangkan 14,8 persen lainnya dijelaskan oleh variabel di luar model yang diteliti. Dilihat dari nilai F-statistik menunjukkan g Fhitung (0,0089) < g Ftabel (0,05),

signifikan pada tingkat keyakinan 95 persen atau g = 5%, artinya adalah sangat signifikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel Jumlah Wajib Pajak (WP), Inflasi (INFt-1), dan Pendapatan Perkapita (YKAP) secara bersama-sama

berpengaruh secara signifikan terhadap Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh). Hasil Regresi menunjukkan pengaruh variabel Wajib Pajak (WP) terhadap Pajak Penghasilan (PPh). Menunjukkan t-hitung sebesar 2,421 lebih besar dari t-tabel pada g = 0.05 yaitu 1,701. Hal ini berarti variabel Wajib Pajak (WP) signifikan pengaruhnya terhadap Pajak Penghasilan (PPH).


(1)

Lampiran 1. Data Penelitian

obs PPH WP YKAP INF

2000:1 8665.330 1331683. 2123873. 3.980000

2000:2 1221.300 1411410. 2234878. 4.300000

2000:3 2107.000 1491138. 2345883. 4.630000

2000:4 2992.690 1570865. 2456887. 4.530000

2001:1 8949.450 1650592. 2567892. 4.440000

2001:2 2033.340 1734471. 2816893. 4.340000

2001:3 1540.060 1818350. 3065895. 4.240000

2001:4 1558.650 1902229. 3314896. 4.140000

2002:1 6714.340 1986108. 3563897. 4.050000

2002:2 2487.210 2055454. 3902787. 3.950000

2002:3 1587.380 2124800. 4241677. 3.850000

2002:4 2763.430 2194146. 4580567. 3.760000

2003:1 6629.260 2263492. 4919456. 3.660000

2003:2 305.9700 2338803. 5258346. 3.560000

2003:3 2684.970 2414114. 5597236. 3.470000

2003:4 7178.440 2489424. 5936126. 3.370000

2004:1 14570.75 2564735. 5993643. 3.270000

2004:2 2951.910 2630864. 6051160. 3.170000

2004:3 2625.350 2696993. 6108677. 3.080000

2004:4 27942.05 2763122. 6166194. 2.980000

2005:1 34909.78 2829251. 6223895. 1.860000

2005:2 2320.900 2841166. 6281596. 2.900000

2005:3 2066.510 2853081. 6339297. 13.41000

2005:4 4060.070 2864996. 6396998. 1.200000

2006:1 27349.90 2876911. 7906722. 0.330000

2006:2 2867.330 2943462. 9416445. 1.000000

2006:3 2863.740 3010013. 10926169 3.440000

2006:4 3985.490 3076564. 12435892 1.780000

2007:1 9449.460 3143115. 12761532 -0.570000

2007:2 2622.740 3209666. 13087173 2.140000

2007:3 2944.030 3276217. 13412813 2.450000


(2)

Lampiran 2. Data Penelitian Model Autoregressif Log-lin

obs LPPH WP YKAP INFt-1

2000:1 3.940000 1331683. 2123873. NA

2000:2 3.090000 1411410. 2234878. 3.980000

2000:3 3.320000 1491138. 2345883. 4.300000

2000:4 3.480000 1570865. 2456887. 4.630000

2001:1 3.950000 1650592. 2567892. 4.530000

2001:2 3.310000 1734471. 2816893. 4.440000

2001:3 3.190000 1818350. 3065895. 4.340000

2001:4 3.190000 1902229. 3314896. 4.240000

2002:1 3.830000 1986108. 3563897. 4.140000

2002:2 3.400000 2055454. 3902787. 4.050000

2002:3 3.200000 2124800. 4241677. 3.950000

2002:4 3.440000 2194146. 4580567. 3.850000

2003:1 3.820000 2263492. 4919456. 3.760000

2003:2 2.490000 2338803. 5258346. 3.660000

2003:3 3.430000 2414114. 5597236. 3.560000

2003:4 3.860000 2489424. 5936126. 3.470000

2004:1 4.160000 2564735. 5993643. 3.370000

2004:2 3.470000 2630864. 6051160. 3.270000

2004:3 3.420000 2696993. 6108677. 3.170000

2004:4 4.450000 2763122. 6166194. 3.080000

2005:1 4.540000 2829251. 6223895. 2.980000

2005:2 3.370000 2841166. 6281596. 1.860000

2005:3 3.320000 2853081. 6339297. 2.900000

2005:4 3.610000 2864996. 6396998. 13.41000

2006:1 4.440000 2876911. 7906722. 1.200000

2006:2 3.460000 2943462. 9416445. 0.330000

2006:3 3.460000 3010013. 10926169 1.000000

2006:4 3.600000 3076564. 12435892 3.440000

2007:1 3.980000 3143115. 12761532 1.780000

2007:2 3.420000 3209666. 13087173 -0.570000

2007:3 3.470000 3276217. 13412813 2.140000


(3)

Lampiran 3. Regresi Utama

Dependent Variable: LPPH Method: Least Squares Date: 11/19/08 Time: 08:05 Sample(adjusted): 2000:2 2007:4

Included observations: 31 after adjusting endpoints

White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 2.605126 0.437272 5.957677 0.0000

WP 8.378302 3.460449 2.421160 0.0132

LAGINF -0.054791 0.023205 -2.361172 0.0721

YKAP 8.812665 2.720196 3.239717 0.0408

R-squared 0.852171 Mean dependent var 3.590645

Adjusted R-squared 0.851968 S.D. dependent var 0.442681 S.E. of regression 0.429659 Akaike info criterion 1.268263 Sum squared resid 4.984376 Schwarz criterion 1.453293

Log likelihood -15.65807 F-statistic 13.61535


(4)

Lampiran 4. Uji Multikolinearitas

Dependent Variable: WP Method: Least Squares Date: 11/19/08 Time: 08:35 Sample(adjusted): 2000:2 2007:4

Included observations: 31 after adjusting endpoints

White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 1434090. 158105.8 9.070449 0.0000

LAGINF 19097.03 21358.56 0.894116 0.3789

YKAP 0.149331 0.014314 10.43272 0.0000

R-squared 0.717648 Mean dependent var 2463494.

Adjusted R-squared 0.704623 S.D. dependent var 569006.4 S.E. of regression 251509.4 Akaike info criterion 27.80011 Sum squared resid 1.77E+12 Schwarz criterion 27.93889

Log likelihood -427.9018 F-statistic 62.77451

Durbin-Watson stat 0.103129 Prob(F-statistic) 0.000000

Dependent Variable: LAGINF Method: Least Squares Date: 11/19/08 Time: 08:36 Sample(adjusted): 2000:2 2007:4

Included observations: 31 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 3.278474 2.475756 1.324232 0.1961

WP 1.29E-06 1.53E-06 0.839839 0.4081

YKAP -4.66E-07 2.45E-07 -1.904175 0.0672

R-squared 0.216596 Mean dependent var 3.442258

Adjusted R-squared 0.160638 S.D. dependent var 2.253350 S.E. of regression 2.064444 Akaike info criterion 4.379365 Sum squared resid 119.3340 Schwarz criterion 4.518138

Log likelihood -64.88016 F-statistic 3.870722


(5)

Dependent Variable: YKAP Method: Least Squares Date: 11/19/08 Time: 08:36 Sample(adjusted): 2000:2 2007:4

Included observations: 31 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -5796667. 1497218. -3.871624 0.0006

WP 5.316495 0.511893 10.38596 0.0000

LAGINF -246135.5 129261.0 -1.904175 0.0672

R-squared 0.834487 Mean dependent var 6453225.

Adjusted R-squared 0.822665 S.D. dependent var 3563649. S.E. of regression 1500693. Akaike info criterion 31.37252 Sum squared resid 6.31E+13 Schwarz criterion 31.51129

Log likelihood -483.2740 F-statistic 70.58574

Durbin-Watson stat 0.268182 Prob(F-statistic) 0.000000


(6)

Lampiran 5. Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 5.410422 Probability 0.301116

Obs*R-squared 9.364552 Probability 0.340926

Test Equation:

Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 11/19/08 Time: 08:41

Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.082339 0.463128 0.177789 0.8603

WP 8.51E-08 2.83E-07 0.301141 0.7658

LAGINF -0.036243 0.038064 -0.952155 0.3501

YKAP -2.66E-08 4.85E-08 -0.549706 0.5874

RESID(-1) -0.089118 0.184092 -0.484096 0.6325

RESID(-2) -0.586328 0.178380 -3.286968 0.0030

R-squared 0.302082 Mean dependent var -4.17E-16

Adjusted R-squared 0.162499 S.D. dependent var 0.407610 S.E. of regression 0.373025 Akaike info criterion 1.037641 Sum squared resid 3.478684 Schwarz criterion 1.315187

Log likelihood -10.08343 F-statistic 2.164169