Cara Pemungutan Pajak Pembagian Pajak

c. Convenience Kapan wajib pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat- saat yang tidak menyulitkan wajib pajak sebagai contoh pada saat wajib pajak memperoleh penghasilan. Sistem pemungutan ini disebut pay as you earn. d. Economy Secara ekonomi biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban bagi wajib pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yang dipikul wajib pajak. Azas keadilan dalam sistem perpajakan telah banyak didiskusikan secara luas, dan hal ini merupakan bagian terpenting dalam mengevaluasi setiap pengajuan dalam pembuatan kebijakan perpajakan. Musgrave 1999, memberikan pandangan yang adil tentang distribusi beban pajak, beban administrasi dan pengaruh insentif pajak terhadap penerimaan pajak. Diantara keempat azas di atas, Munsgrave jauga menekankan pada tiga azas lainnya, yaitu: azas netralitas netrality, azas perbaikan reformation, dan azas kestabilan dan pertumbuhan growth and stability.

2.4. Cara Pemungutan Pajak

Tjahjono dan Husein 2000, mengatakan bahwa cara pemungutan pajak dilakukan berdasarkan tiga stelsel, yaitu: 1. Stelsel nyata riil stelsel, 2. Stelsel anggapan fictive stelsel, 3. Stelsel campuran accrual stelsel. Ismail Fahmi Nasution : Analisis Determinan Penerimaan Pajak Penghasilan PPh Orang Pribadi Di Provinsi…, 2008 USU e-Repository © 2009 Berdasarkan cara pemungutan pajak di atas maka dapat disimpulkan bahwa pada cara pemungutan pajak stelsel nyata pengenaan pajak didasarkan pada objek penghasilan yang nyata, sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya telah dapat diketahui sehingga cenderung lebih realistis tapi pengenaan pajak tidak bisa pada saat langsung, jadi pengenaannya baru bisa dilakukan pada akhir periode. Pada cara pemungutan pajak stelsel anggapan pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh Undang-Undang. Pada sistem ini berkebalikan dengan sistem stelsel nyata, di mana dalam sistem ini pajak dapat dibayar selama tahun berjalan tanpa menunggu akhir tahun jadi terkesan agak ringan sehigga lebih meringankan Wajib Pajak. Di lain sisi bila pajak dapat dibayarkan pada akhir tahun adanya kecenderungan bahwa pajak tidak dibayar berdasarkan keadaan yang sesungguhnya. Pemungutan pajak pada stelsel campuran merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Apabila dalam suatu tahun didapat bahwa pajak lebih besar dari anggapan maka Wajib Pajak harus menambah, bila pada kenyataannya yang dibayar terlampau besar maka Wajib Pajak bisa meminta pengembalian kelebihan. Ismail Fahmi Nasution : Analisis Determinan Penerimaan Pajak Penghasilan PPh Orang Pribadi Di Provinsi…, 2008 USU e-Repository © 2009

2.5. Pembagian Pajak

Pembagian pajak menurut Tjahjono dan Husein 2000, dapat digolongkan menurut golongan, sifat, dan lembaga pemungutnya. Lebih rincinya adalah sebagai berikut: a. Menurut golongan 1. Pajak langsung adalah pajak yang bebanannya harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak yang bersangkutan, tidak boleh dilimpahkan kepada orang lain. Dalam pengertian administratif, pajak langsung adalah pajak yang dipungut secara berkala. Contoh: Pajak Penghasilan. 2. Pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain ketiga atau konsumen. Dalam pengertian administratif, pajak tidak langsung adalah pajak yang dipungut setiap terjadi peristiwa atau perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang, pembuatan akte. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai, bea materai, bea balik nama. b. Menurut sifatnya 1. Pajak Subjektif adalah pajak yang pertama-tama memperhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak. Dalam menetapkan pajaknya harus ditemukan alasan alasan yang objektif yang berhubungan erat dengan keadaan materialnya, yaitu yang disebut gaya pikul. Menurut Damste dalam Brotodihardjo 2005, gaya pikul adalah suatu akibat dari beberapa komponen, terutama pendapatan, Ismail Fahmi Nasution : Analisis Determinan Penerimaan Pajak Penghasilan PPh Orang Pribadi Di Provinsi…, 2008 USU e-Repository © 2009 kekayaan, susunan keluarga dari Wajib Pajak, dengan mengingat faktor-faktor yang mempengaruhi keduanya. 2. Pajak Objektif adalah pajak yang pertama-tama melihat kepada objeknya baik itu berupa benda, dapat pula berupa keadaan, perbuatan atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar, kemudian barulah dicari subjeknya orang atau badan hukum yang bersangkutan langsung, dengan tidak mempersoalkan apakah subjek pajak ini berkediaman di Indonesia ataupun tidak. c. Menurut lembaga pemungut 1. Pajak Negara Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Departemen Keuangan dan hasilnya akan digunakan untuk pembiayaan rumah tangga negara pada umumnya. 2. Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah seperti Provinsi, Kabupaten maupun Kota berdasarkan peraturan daerah masing- masing dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerah masing-masing.

2.6. Teori Pembenaran Pemungutan Pajak