10
BAB II KAJIAN TEORI
Pada bab ini akan diuraikan tentang kajian teori yang terkait dengan masalah yang akan diteliti yaitu kebijakan sekolah tentang kegiatan ekstra-
kurikuler olahraga.
A. Kajian Teori
1. Kebijakan Pendidikan
a. Pengertian Kebijakan Pendidikan
Kebijakan akan muncul jika dilatarbelakangi oleh suatu permasalahan termasuk didalamnya adalah masalah kebijakan
pendidikan. Permasalahan dalam pendidikan menyangkut banyak pokok permasalahan. Menurut Suryati Sidharto 1989: 202, masalah
yang dihadapi Bangsa Indonesia mencangkup lima pokok permasalahan, yaitu: masalah pemerataan pendidikan, masalah daya
tamping pendidikan, masalah relevansi pendidikan, masalah kualitas pendidikan, dan masalah efisiensi dan efektifitas pendidikan.
Carter 2003: 117, mengungkapkan kebijakan pendidikan
education policy
merupakan suatu pertimbangan
judgement
yang didasarkan atas sistem nilai
values
dan beberapa penilaian terhadap faktor- faktor yang bersifat situasional. Pertimbangan tersebut dijadikan
sebagai dasar untuk mengoperasikan pendidikan yang bersifat lembaga, artinya pendidikan diselenggarakan secara formal pada suatu
pendidikan disemua jenis dan jenjang pendidikan.
11 Sementara itu, La Ode Supardi 2008: 20, mengungkapkan
bahwa pada dasarnya kebijakan pendidikan yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan pendidikan di masyarakat dan mampu mewujudkan
manusia-manusia yang dapat membangun dirinya sendiri dan memberikan konstribusi bagi kepentingan masyarakat umum dan
kebijakan pendidikan seyogyanya dapat menumbuh kembangkan sumberdaya manusia secara menyeluruh, terpadu pada berbagai
bidang. H. A. R. Tilaar Riant Nugroho 2008: 140, menyatakan
bahwa kebijakan pendidikan adalah keseluruhan dari proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategis pendidikan yang dijabarkan dari
visi, misi pendidikan dalam rangka unutk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk kurun waktu
tertentu. Lebih lanjut H. A. R. Tilaar Riant Nugroho 2008: 16,
menyebutkan konsep mengenai kebijakan merupakan suatu kata benda hasil dari deliberasi mengenai tindakan
behavior
dari seseorang atau kelompok pakar mengenai rambu-rambu tindakan dari
seseorang atau lembaga untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Suatu
kebijakan diambil
dan diputuskan
biasanya dilatarbelakangi oleh adanya masalah. Masalah biasanya muncul
ketika ada deskripansi antara cita-cita
das sollen
dengan dunia nyata
das sein.
Sedangkan kebijakan pendidikan dilakukan dalam rangka
12 mengurangi kesenjangan
descripancy
atau mendekatkan antara dua cita dengan dunia nyata tersebut Arif Rohman, 2009: 107-109.
Menurut Arif Rohman 2009, 107, istilah kebijakan pendidikan banyak dikonotasikan dengan istilah perencanaan
pendidikan
educational planning
, rencana induk tentang pendidikan
master plan of education
, pengaturan pendidikan
educational regulation
, kebijakan tentang pendidikan
policy of education
, serta istilah lain yang senada dengan istilah tersebut. Kebijakan pendidikan
educational policy
merupakan keputusan pedoman bertindak baik yang bersifat sederhana maupun kompleks, baik umum maupun
khusus, baik terperinci maupun longgar yang dirumuskan melalui proses politik untuk suatu arah tindakan, program serta rencana-
rencana tertentu dalam penyelenggaraan pendidikan. Secara teoritik, suatu kebijakan pendidikan dirumuskan
berdasarkan diri pada landasan pemikiran yang lebih ilmiah empirik.Kajian ini menggunakan pola pedekatan yang beragam sesuai
dengan faham teori dianut oleh masing-masing penentu kebijakan. Dalam kajian ini, paling tidak ada dua pendekatan yang dapat
direkomendasi-kan kepada
para penentu
berwenang dalam
merumuskan suatu kebijakan pendidikan.
13 Dua pendekatan dalam perumusan kebijakan pendidikan
tersebut :
a. Social Demand Approach
Social Demand Approach
merupakan suatu pendekatan dalam perumusan kebijakan pendidikan yang mendasarkan atas aspirasi
atau segala tuntutan dan kehendak masyarakat. Dalam
social demand approach
disini, partisipasi masyarakat merupakan hal yang penting. Partisaipasi masyarakat dari seluruh lapisan terjadi
baik dalam proses perumusan maupun implementasi kebijakan pendidikan. Akan tetapi sebenarnya dalam pendekatan ini tidak
semata-mata merespon tuntutan masyarakat setelah kebijakan pendidikan diimplementasikan.
Model pendekatan ini lebih demokratis sesuai dengan aspirasi dan tuntutan masyarakat. Artinya suatu kebijakan baru dapat
dirumuskan apabila ada tuntutan dari masyarakat terlebih dahulu. Dengan demikian, para pejabat berwenang hanya menunggu dan
selalu menunggu. Namun dari sisi positif, model pendekatan ini lebih demokratis sesuai dengan aspirasi dan tuntutan masyarakat
dan pada saat kebijakan tersebut diimplementasikan akan selalu mendapat dukungan dari masyarakat, sehingga keberhasilan
pelaksanaaya akan tinggi dan resiko kegagalanya akan rendah. b.
Man-Power Approach Man-Power Approach
menitikberatkan pada pertimbangan- pertimbangan rasional dan visioner dalam menciptakan ketersedian
14 sumber daya manusia
human recources
yang mewadahi masyarakat. Keberhasilan
man-power approach
tergantung pada kemampuan dari diri seseorang pemimpin dari sudut pandang
pengambil kebijakan. Seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang
mampu menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinanya juga harus sebagai yang visioner. Ia tidak hanya sekedar menjalankan tugas-
tugas rutin dan ritual dalam memipin masyarakatnya, akan tetapi ia bisa melihat jauh ke depan cita-cita yang akan dicapai
masyarakatnya serta cara-cara untuk mencapainya. Dengan kemampuan visioner dari sang pemimpin yang mampu melihat
jauh ke depan cita-cita yang akan menjadi tujuan masyarakatnya, maka sang pemimpin tersebut bisa membuat langkah-langkah
antisipasi dan adaptasi dalam mengarahkan masyarakat sesuai dengan arah yang benar, tanpa harus terlebih dahulu menunggu
adanya tuntutan dari anggota-anggota masyarakatnya.
b. Proses Kebijakan Pendidikan