MODEL PEMBELAJARAN SISTEM PENILAIAN

104 sekolah dan Kursus B I dan B II masing-masing sebanyak 102 dan 3 sekolah. Selain itu, terdapat Sekolah Guru Taman Kanak-kanak SGTK, Sekolah Guru Pendidikan Djasmani SGPD, Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa SGPLB, Sekolah Guru Kepandaian Putri SGKP, dan Sekolah Guru Pendidikan Teknik SGPT. Selain guru menurut bidang studi atau guru kelas, diperlukan pula guru agama. Guru agama diperoleh dari lulusan Lembaga Pendidikan Guru yang diselenggrakan oleh Departemen Agama Atas PGAA dan Institut Agama Islam Negeri IAIN. Namun, agar keperluan guru dapat segera terpenuhi, Kementerian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan menyelenggrakan program pendidikan guru secara darurat, yaitu PGSLP dan PGSLA yang disempurnakan untuk mengahasilkan guru Sekolah Lanjutan Pertama dan Sekolah Lanjutan Atas

G. MODEL PEMBELAJARAN

Sesuai dengan amanat UUD 1945 dan UU RI No.4 tahun 1950, meskipun menghadapi berbagai kesulitan, pemerintah mengusahakan terselenggaranya pendidikan yang bersifat demokratis, yaitu kewajiban belajar sekolah dasar bagi anak-anak yang berumur 8 tahun.Oleh karena pelaksanaan kewajiban belajar ini menghadapi masalah kekurangan guru dan jumlah sekolah maka berdasarkan keputusan menteri pendidikan No.5033F tanggal 5 Juli 1990 didirikanlah Kursus Pengajar untuk Kursus Pengantar kepada Kewajiban BelajarKPKPKB. Hal ini berdampak pada model pembelajaran yang diterapkan di sekolah. Model pembelajaran yang digunakan masih terbatas dan belum inovatif. Hal ini disebabkan karena masih terbatasnya jumlah guru dan keterbatasan anggaran pendidikan pada masa itu. Model pembelajaran pada tahun 1964 mewajibkan sekolah membimbing anak agar mampu memikirkan sendiri pemecahan persoalan problem solving. Rencana pendidikan 1964 melahirkan kurikulum 1964 yang menitik beratkan 105 pada pengembangan daya cipta, rasa, karya dan moral yang kemudian dikenal dengan istilah panca wardhana. Pada saat itu pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis, yang disesuaikan dengan perkembangan anak. Cara belajar dijalankan dengan metode yang disebut gotong royong terpimpin. Selain itu pemerintah menerapkan hari Sabtu sebagai hari krida, maksudnya, pada hari Sabtu siswa diberi kebebasan berlatih kegiatan di bidang kebudayaan, kesenian, olahraga, dan permainan sesuai minat siswa. Kurikulum 1964 adalah alat untuk membentuk manusia Pancasilais yang sosialis Indonesia, dengan sifat-sifat seperti pada ketetapan MPKS No. 11 Tahun 1960.

H. SISTEM PENILAIAN

Di jenjang pendidikan dasar dan menengah diadakan ulangan untuk setelah beberapa pertemuan.Keadaan ini tidak jauh berbeda dengan masa sekarang.Meskipun demikian.Pada waktu itu tidak digunakan istilah formatif, sub-sumatif, ataupun sumnatif. Di kedua jenjang pendidikan ini tes tetap merupakan alat evaluasi yang utama.Dapat dikatakan hanya pemberian tugas yang merupakan alat evaluasi tambahan.Memamng keadaan ini pun tidak berbeda dengan prinsipil dengan alat evaluasi yang digunakan guru sekarang.Walaupun demikian guru belum mengenal bentuk tes obyektif.Bentuk soal yang digunakan masih berupa uraian esai.Bentuk ini digunakan di Indonesia sejak sebelum kemerdekaan dan terus digunakan tanpa ada perubahan dalam bentuk samapai nantinya digunakan bentuk tes obyektif. Fungsi ujian akhir sekolah ini terutama adalah untuk mereka yang akan melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi. Jadi di tahun terakhir SD, siswa yang akan melanjutkan pelajarannya ke SMTP diharuskan untuk menempuh ujiian negara. Demikian pula bagi mereka yang ingin melanjutkan daroi SMTP ke SMTA sehingga pada waktu itu dikenal adanya mereka yang akan 106 tamat dan sekolah dan bagi mereka yang lulus dari suatu sekolah. Keadaan semacam ini nantinya berubah di mana siswa diminta untuk ikut untuk ujian akhir pendidikannya dan setelah itu mengikuti ujian masuk suatu sekolah keadaan ini terakhir berlangsung dari tahun 1970-1987 di mana kemudian diperkenalkan sistem Nilai Ebtanas Murni NEM. Dengan model ini siswa tidak perlu lagi mengikuti tes masuk untuk sekolah yang akan di ikutinya. Angka yang digunakan untuk apresiasi hasil yang diperolah adalah dari 0- 10.Skala ini masih digunakan samapai sekarang dan masih merupakan warisan pendidikan pada masa penjajahan Belanda.Penyelenggaraan pendidikan dengan kurikulum 1964 mengubah penilaian di rapor bagi kelas I dan II yang asalnya berupa skor 10-100 menjadi huruf A, B, C, dan D. Sedangkan bagi kelas III hingga VI tetap menggunakan skor 10-100. Perubahan baru terjadi pada masa pemerintahan orde baru.Pada masa in ujian lisan masih dilakukan di perguruan tinggi meskipun pelaksanaannya terus berkurang.Dosen-dosen senior yang sudah terbiasa dengan ujian lisan masih tetap melakasanakannya meskipun demikian mereka sudah mulai didesak oleh kenyataan banyaknya mahasiswa.Jumlah yang semakin hari semakin bertambah besar menetapkan para dosen penguji harus menyediakan waktu banyak untuk menguji mahasisiwa, karena itu hanya terbatas pada perkuliahan dimana jumlah mahasiswa sangat kecil.

I. KOMPETENSI LULUSAN

Pada masa Orde Lama ini Indonesia mampu mengekspor lulusan guru ke negara tetangga, dan banyak generasi muda yang disekolahkan di luar negeri dengan tujuan agar mereka kelak dapat kembali ke tanah air untuk mengaplikasikan ilmu yang telah mereka dapat. Pada masa akhir pendidikan Presiden Soekarno, 90 bangsa Indonesia berpendidikan SD. 107 DAFTAR PUSTAKA Ary. H. Gunawan. 1986. Kebijakan-kebijakan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Penerbit Bina Aksara. Haryatmoko. 2008. Menemukan Kembali Kebangsaan dan Kebangsaan. Jakarta: Departemen Komunikasi dan Informatika. Helius Sjamsuddin. 1993. Sejarah Pendidikan Di Indonesia Zaman Kemerdekaan 1945-1950. Departeman Pendidikan Dan Kebudayan: Jakarta. Moh. Yamin, Menggugat Pendidikan Indonesia. Jogjakarta: Ar Ruz. M.C. Riklefs. 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Serambi Ilmu Semesta. Redja Mudyahardjo. 2010. Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal tentang Dasar- dasar Pendidikan Pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Rianti Nugroho. 2008. Pendidikan Indonesia: Harapan, Visi, dan Strategi. Jogjakarta: Pustaka Pelajar. Soegarda Poerbakawatja. 1970. Pendidikan dalam Alam Indonesia Terbuka. Djakarta:Gunung Agung. Somarsono Moestoko. 1986. Pendidikan Indonesia dari jaman ke jaman. Balai Pustaka: Jakarta. Wina Sanjaya. 2007. Kajian Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung : Sekolah Pasca Sarjana UPI. 108 BAB V PENDIDIKAN JAMAN ORDE BARU : PENGUATAN DEMOKRASI PANCASILA

A. LANDASAN FILSAFAT