21
B. KEBIJAKAN PENDIDIKAN
Pada akhir abad ke-18 menjelang abad ke-19, perusahaan VOC mengalami kemunduran sehingga tidak dapat berfungsi sebagi lembaga yang mengatur
pemerintahan dan masyarakat di daerah Hindia Timur. Pemerintahan diserahkan kepada pemerintahan Belanda yang selanjutnya mengatur masyarakat dan
pemerintahan di daerah jajahannya. Bersamaan dengan itu peristiwa tersebut terjadi pulalah perubahan pandangan tentang prinsip pendidikan baik di Eropa
maupun di Hindia Belanda sendiri. Akibatnya timbullah prinsip pendidikan di daerah kolonial sebagai berikut.
Pemerintah colonial berusaha tidak memihak salah satu agama tertentu. Pendidikan diarahkan agar para tamatannya menjadi pencari kerja, terutama
demi kepentingan kaum penjajah. Sistem persekolahan disusun berdasarkan stratifikasi sosial yang ada dalam
masyarakat. Pendidikan diarahkan untuk membentuk golongan elite-sosial penjilat penjajah
Belanda. Dasar pendidikannya adalah dasar pendidikan Barat dan berorientasi pada
pengetahuan dan kebudayaan Barat. Bermula dari prinsip inilah pemerintah Hindia Belanda menerapkan
kebijakan bahwa kesempatan mendapatkan pendidikan diutamakan pada anak- anak bangsawan bumi putera serta tokoh-tokoh terkemuka dan pegawai kolonial
yang diharapkan kelak mereka akan menjadi penyambung tangan-tangan penjajah sebagai upaya Belanda untuk memerintah secara tidank langsung
kepada masyarakat dan bangsa Indonesia. Ary H. Gunawan, 1985: 11.
1. Pengaruh Aufklӓrung
Tiupa g a gi Aufklӓru g pada a ad ke -18 dari Eropa memberikan cuaca erah kepada pe didika di I do esia.Paha Aufklӓru g e jadi pelopor dari
sistem pendidikan bar, yaitu pendidikan yang diselenggrakan oleh negara yang
22
kemudian menjelma dalam bentuk sekolah-sekolah negeri.Berbeda dengan sistem pendidikan yang diselenggrakan oleh gereja atau penganut agama
tertentu yang mengutamakan bagi warga gereja atau penganut agamanya masing-masing, maka paham baru tersebut memperkenalkan sistem pendidikan
untuk masyarakat atau rakyat banyak yang membebankan kewajiban itu kepada negara pemerintah Ary H. Gunawan, 1985: 12.
“e agai pe garuh dari Aufklӓru g terhadap pe didika di I do esia adalah diterbitjannya Keputusan Raja Belanda tertanggal 30 September 1848 no
95, yang member wewenang kepada Gubernur Jenderal untuk menyediakan biaya f.25.000,- setahun bagi pendirian sekolah-sekolah bumiputera di pulau
Jawa dengan tujuan untuk mendidik calon-calon pegawai negeri.Ary H. Gunawan, 1985: 12.
Berdasarkan Keputusan Raja tanggal 28 September 1892, termuat dalam Lembaran Negara Staatblad nomor 125 tahun 1893, terjadi reorganisasi pada
kebijakan pendidikan dasar sebagai berikut. Sekolah dasar Bumiputera dibedakan menjadi:
a. Sekolah Dasar Kelas Satu De Eerstse School adalah sekolah yang
diperuntukkan bagi anak-anak para pemuka, tokoh terkemuka, dan orang-orang terhormat bumiputera.
b. Sekolah Dasar Kelas Dua De Tweede Klasse School adalah sekolah
bagi anak-anak bumiputera pada umumnya, diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bagi masyarakat biasa pada
umumnya Ary H. Gunawan, 1985: 13. Sekolah Dasar Kelas Satu itu kemudian menjadi ELS Europe Lagere School,
untuk anak-anak orang Belanda di Indonesia dan anak bangsawan; HIS Hollandsch Inlandsche School, untuk anak-anak tokoh bumiputera, anak-anak
pegawai negeri ambtenaar yang bergaji sekurang-kurangnya f.75,- sebulan atau bertitle Raden Ary H. Gunawan, 1985: 16.
23
Di samping kedua Sekolah Dasar Negeri elite tersebut terdapat pula sekolah elite di Tondano 1865-1872 sebagai percobaan dan di Bandung, Magelang, dan
Pro oli ggo ya g seri g dise ut de ga “ekolah ‘aja Hoofdenschool.
Terdapat tingkatan lanjutan Sekolah Raja, yaitu MOSVIA setingkat SMTA atau Middelbare Opleiding School Voor Indische Anbtenaren. Selain itu juga didirikan
sekoalh kejuruan seperti Sekolah Pertukangan dan Sekolah Pendidikan Guru Kweekschool.
Pemerintah Belanda juga mendirikan sekolah bagi wanita, yaitu Hollandsch Burgelijke School untuk gadis Betawi. Selain itu didirikan pula Sekolah Dokter
Ary H. Gunawan, 1985: 18.
2. Penerapan Politik Pendidikan Liberal di Hindia Belanda