Logam Berat Destruksi Logam ICP Inductively Couple Plasma OES

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Logam Berat

Logam dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu logam esensial dan logam nonesensial. Logam esensial adalah logam yang sangat membantu dalam proses fisiologis makhluk hidup dengan jalan membantu kerja enzim atau pembentukan organ dari makhluk yang bersangkutan, yang termasuk logam esensial adalah seng Zn, tembaga Cu, besi Fe, cobalt Co, mangan Mn, selenium Se. Logam nonesensial adalah arsen As, merkuri Hg, Cadmium Cd, timbale Pb, kromium Cr dan aluminium Al, tetapi beberapa jenis logam lain yang termasuk kelompok logam esensial dapat pula bersifat racun bila keberadaannya telah melebihi dari kebutuhan pada proses fisioligi dalam makhluk hidup Darmono, 1995.

2.2. Logam Timbal Pb

Timbal Pb pada awalnya adalah logam berat yang berbentuk secara alami. Namun, Timbal Pb juga bisa berasal dari kegiatan manusia bahkan mampu mancapai jumlah 300 kali lebih banyak dibandingkan Timbal Pb alami. Timbal Pb meleleh pada suhu 328 o C 662 o F; titik didih 1740 o C 3164 o F; dan memiliki gravitasi 11,34 dengan berat 207,20 Widowati, 2008 Timbal banyak digunakan untuk berbagai keperluan. Hal ini dikarenakan timbal memiliki sifat-sifat sebagai berikut : 1 TimbalPb mempunyai titik cair rendah sehingga juka digunakan dalam bentuk cair dibutuhkan teknik yang cukup sederhana dan tidak mahal. Universitas Sumatera Utara 2 Timbal Pb merupakan logam yang lunak sehingga mudah diubah menjadi berbagai bentuk. 3 Sifat kimia Timbal Pb menyebabkan logam ini dapat berfungsi sebagai lapisan pelindung jika kontak langsung dengan udara lembab. 4 Timbal Pb dapat membentuk alloy dengan logam lainnya, dan alloy yang terbentuk mempunyai sifat berbeda dengan Timbal Pb yang murni. 5 Densitas Timbal Pb lebih tinggi dibandingkan dengan logam lainnya kecuali emas dan merkuri Fardiaz, 1992

2.2.1. Keberadaan Timbal Pb Pada Lingkungan

1. Timbal di Udara Timbal Pb di udara dapat berbentuk gas dan partikel. Di daerah tanpa penghuni dipegunungan California USA, kadar Timbal sebesar 0,008 mikrogramm 3 sedangankan mutu di udara adalah 0,025 – 0,04 grNm 3 Mukono, 2002 2. Timbal di Air Timbal Pb dapat berada dalam badan perairan secara alamiah dan sebagai dampak dari aktivitas manusia. Secara alamiah, Timbal dapat masuk ke badan perairan melalui pengkristalan Timbal di udara dengan bantuan air hujan dan proses korosifikasi dari batuan mineral akibat hempasn gelombang dan angin. Timbal dari aktivitas manusia terdapat pada limbah industri yang mengandung Timbal yang dibuang ke badan air. Baku mutu WHO Timbal dalam air 0,1 mgliter dan KLH No. 02 tahun 1988 yaitu 0,05 - 1 mgliter Palar,H., 2004 Secara alami Timbal Pb juga ditemukan di air permukaan. Kadar Timbal pada air telaga dan air sungai adalah sebesar 1 – 10 μg liter. Dalam air laut kadar Timbal lebih rendah dari dalam air tawar Sudarmaji, 2006 Universitas Sumatera Utara 3. Timbal Pb di Tanah Rata-rata timbal yang terdapat di dalam tanah adalah sebesar 5 – 25 mgkg. Keberadaan timbal di dalam tanah dapat berasal dari emisi kendaraan bermotor, dimana partikel timbal yang terlepas ke udara, secara alami dengan adanya gaya gravitasi, maka timbal tersebut akan turun ke tanah Widowati, 2008 4. Timbal di Batuan Timbal secara alami terdapat sebagai timbal sulfida, timbal karbonat, timbal sulfat, dan timbal klorofosfat. Kandungan Timbal dari beberapa batuan kerak bumi sangat beragam. Batuan eruptif seperti granit dan riolit memiliki kandungan Pb kurang lebih 200 ppm Diapari, 2009 5 . Timbal di Tumbuhan Bahwa pencemaran udara terhadap tanaman dapat mempengaruhi: pertumbuhan, yaitu dengan mengurangi pertumbuhan kambium, akar dan bagian reproduktif, termasuk pertumbuhan akar dan pertumbuhan daun. Sedangkan menurut Mukono 2002, secara alamiah tumbuhan dapat mengandung timbal. Kadar timbal pada dedaunan adalah 2,5 mgkg berat daun kering Kozlowski, 1991 6. Timbal di Makanan Semua bahan pangan alami mengandung Timbal dalam konsentrasi kecil, dan selama persiapan makanan mungkin kandungan Timbal akan bertambah. Timbal pada makanan dapat berasal dari peralatan masak, alat-alat makan, dan wadah-wadah penyimpanan yang terbuat dari alloy Pb atau keramik yang dilapisi glaze. Sedangkan menurut Palar 2008, dalam air minum juga dapat ditemukan senyawa Timbal bila air tersebut disimpan atau dialirkan melalui pipa yang merupakan alloy dari logam Timbal Fardiaz, 1992. Universitas Sumatera Utara

2.2.2. Pencemaran Logam Timbal Pb

Ada beberapa pencemaran logam berat timbal Pb, diantaranya adalah sebagai berikut : a. Pencemaran Secara Alami Kadar timbal Pb yang secara alami dapat ditemukan dalam bebatuan sekitar 13 mgkg. Khusus timbal Pb yang tercampur dengan batu fosfat dan terdapat didalam batu pasir kadarnya lebih besar yaitu 100 mg.kg. Timbal yang terdapat di tanah berkadar sekitar 5-25 mgkg dan air bawah tanah berkisar antara 1-60 μgliter Sudarmaji, 2006. b. Pencemaran dari Industri Industri yang berpotensi sebagai sumber pencemaran timbal adalah semua industri yang menggunakan timbal sebagai bahan baku maupun bahan penolong, seperti industri pengecoran, pembuatan baterai, kabel, dan industri kimia dalam pembuatan cat, karena toksisitasnya relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan logam pigmen yang lain. c. Pencemaran dari Transportasi Timbal Pb berupa tetra ethyl lead dan tetra methyl lead banyak dipakai sebagai anti knock pada bahan bakar. Timbal Pb sebagai salah satu zat yang dicampurkan ke dalam bahan bakar yaitu C 2 H 5 4 Pb atau TEL Tetra Ethyl Lead. Timbal Pb yang bercampur dengan bahan bakar tersebut akan bercampur dengan oli dan melalui proses di dalam mesin maka logam berat Timbal Pb akan keluar dari knalpot bersama dengan gas buang lainnya Sudarmaji, 2006 Dari senyawa timbal Pb yang ditambahkan ke bensin, kurang lebih 70 diemisikan melalui knalpot dalam bentuk garam anorganik, 1 diemisikan masih dalam bentuk tetralkil lead dan sisanya terperangkap dalam system exhaust dan mesin oli. Mukono, 2002 Universitas Sumatera Utara Penggunaan Timbal Pb dalam bensin lebih disebabkan oleh keyakinan bahwa tingkat sensitivitas Timbal Pb tinggi dalam menaikkan angka oktan. Setiap 0,1 gram Timbal Pb perliter bensin mampu menaikkan angka oktan 1,5. Penggunaan sampai 2 satuan. Selain itu, harga Timbal Pb relatif murah untuk meningkatkan satu oktan dibandingkan dengan senyawa lainnya Santi, 2001

2.2.3. Toksisitas Logam Timbal Pb

Timbal adalah logam berat konvensional yang sering menyebabkan keracunan pada hewan ruminansia, Rumput pakan ternak yang terkontaminasi oleh Pb dari udara sering menyebabkan keracunan kronis, tetapi padang rumput yang terkontaminasi cemaran dari limbah peleburan logam ataupun dari limbah bateraiaki sering menyebabkan toksisitas yang akut. Pada hewan ruminansia gejala khas dari keracunan Pb ini ada tiga bentuk yaitu sebagai berikut : a. Gastro-enteritis, hal ini disebabkan karena terjadi reaksi dari mukosa saluran pencernaan bila kontak dengan garam Pb, sehingga terjadi pembengkakan. Gerak kontraksi rumen dan usus terhenti, sehingga menyebabkan terjadinya konstipasi dan kadang-kadang diare. b. Anemia, di dalam darah timbale berikatan dengan sel darah merah sehingga sel darah mudah pecah. Bila sel darah pecah, terjadi gangguan terhadap sintesis Hb yang dapat menyebabkan anemia. Gejala ini ditandai dengan adanya anisositosis, polikromasia, dan jumlah sel darah muda retikulosit meningkat. Sel darah bernukleus juga meningkatkan, dan ditemukan basofilik stipling yang merupakan cirri khas keracunan Pb. c. Ensepalopati, logam ini juga menyebabkan terjadinya kerusakan sel endotel dari kapiler darah otak, sehingga bentuk protein berukuran besar dapat menerobos masuk ke dalam otak. Tekanan osmosis cairan otak meningkat sehingga menyebabkan oedema. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1. Konsentrasi Pb dalam Pakan yang Dapat Mengakibatkan Keracunan pada Hewan Ruminansia Diagnosis keracunan Pb secara kronis dapat dilakukan dengan analisis kandungan Pb dalam darah, kadar enzim delta amino levunik dehidrasi delta- ALA dan kadar eritrosit porfirin bebas FEP dalam darah Darmono, 2001. Kasus keracunan Pb dapat dialami oleh hewan ruminansia sapi, pada penelitian terdahulu melakukan analisa kandungan logam Pb, Cu dan Cd dalam hati sapi lokal dan impor dengan metode SSA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan rata-rata logam Pb, Cu dan Cd pada hati sapi Jakarta dalam bobot basah adalah: 0,1667 μgg; 3,4202 μgg dan 0,0220 μgg. Sementara untuk logam Pb, Cu dan Cd dalam hati sapi Bogor adalah: 0,3578 μgg; 3,8305 μgg dan 0,0286 μgg. Sedangkan untuk logam Pb, Cu dan Cd dalam hati sapi Cirebon adalah: 0,2931 μgg; 2,9121 μgg dan 0,0112 μgg. Kandungan rata-rata logam Pb, Cu dan Cd dalam hati sapi New Zealand adalah: 0,2915 μgg; 1,9110 μgg dan 0,0608 μgg. Sedangkan kandungan rata-rata logam Pb,Cu dan Cd dalam hati sapi Australia adalah: 0,2280 μgg; 2,8626 μgg dan 0,0360 μgg. Kandungan logam Pb, Cu dalam hati sapi Bogor lebih besar bila dibandingkan dengan hati sapi Jakarta, Cirebon, New Zealand dan Australia. Sedangkan kandungan logam Cd dalam hati sapi New Zealand lebih besar bila dibandingkan dengan hati sapi Jakarta, Bogor, Cirebon dan Australia. Kadar Pb, Cu dan Cd dari semua contoh yang dianalisis tersebut masih memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan yaitu maksimal 2,0 μgg untuk Pb, 5,0 μgg untuk Cu sedangkan untuk Cd memenuhi persyaratan menurut United State Food and Drug Administration FDA yaitu maksimal 1,0 μgg. Evi, 2006 Hewan Kronis mgkghari Akut Dosis Tunggal mg Anak sapi Sapi dewasa Domba 6 7 4,5 400-600 600-800 - Universitas Sumatera Utara Keracunan Pb pada sapi perah telah dilaporkan pula oleh Oskarsson dkk. 1992 di Swedia, di mana Pb di-transfer ke air susu. Keracunan terjadi setelah sapi merumput pada padang rumput bekas tempat pembuangan bateraiaki bekas. Barang tersebut dibakar dan sampahnya dibuang pada padang penggembalaan. Setelah selang waktu tiga hari, sapi yang merumput di sekitar tempat itu, ditemukan mati mendadak. Sebelas ekor sapi perah yang merumput pada lokasi yang sama tidak mengalami keracunan, empat di antaranya sedang bunting. Beberapa ekor sapi yang terlihat mengalami gejala keracunan segera dipotong. Hasil analisis kandungan Pb dalam ginjal, hati, daging, darah dan susunya dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 2.2. Hasil Analisa Pada Ginjal, Hati, Daging, Darah, dan Susu Waktu Setelah Makan Kondisi Ginjal Hati Daging μgg Darah Susu 1 hari 3 hari 4 hari 5 hari 2 minggu 38 minggu Mati Mati Mati Mati Dipotong Dipotong 70 100 124 129 214 0,75 26 10 31 34 13 0,33 0,42 0,14 0,26 0,50 0,23 - - - - - - 0,12 - - - - - 0,006 Oskarson dkk, 1992 Dan keracunan pada tanaman akibat pencemaran udara karena pemakaian bensin bertimbal merupakan problem lingkungan serius di kota-kota besar di Indonesia termasuk Bandung. Salah satu pendekatan untuk mereduksi kandungan partikel timbal di udara adalah dengan bioremediasi menggunakan tumbuhan. Suatu tumbuhan dikatakan berpotensi sebagai agen bioremediasi jika mampu menyerap pencemar tanpa mengalami kerusakan atau gangguan pertumbuhan. Pada penelitian akumulasi Pb pada daun Swietenia Macrophylla King mahoni, pohon pelindung jalan yang cukup banyak di Bandung mampu menyerap dan mengakumulasi Pb di daun dan mengamati apakah akumulasi Pb tersebut berpengaruh pada kondisi daun. Sampel daun untuk pengujian konsentrasi Pb dan pengamatan kondisinya kandungan klorofil, luas permukaan daun dan jumlah Universitas Sumatera Utara stomata diambil dari empat jalan yang berbeda tingkat kepadatan lalu lintasnya yaitu : Jalan Kyai Gde Utama, Kapten Tendean, Ir. H. Djuanda dan Siliwangi. Hasilnya menunjukkan bahwa konsentrasi Pb di seluruh sampel daun berkisar antara 0.038 sampai 2.281 μgg. Uji ANOVA dengan selang kepercayaan 95 menunjukkan bahwa konsentrasi Pb daun dari keempat jalan tidak berbeda nyata. Hasil analisis regresi linear menunjukkan adanya kecenderungan penurunan kandungan klorofil, luas permukaan daun dan jumlah stomata seiring dengan naiknya konsentrasi Pb daun, namun nilai koefisien korelasi untuk ketiga parameter tersebut sangat kecil, 0.0132, 0.0109, 0.0003. Secara umum dapat disimpulkan bahwa S. macrophylla mampu menyerap dan mengakumulasi Pb pada daun dan akumulasi Pb tidak menunjukkan pengaruh terhadap kondisi daun, paling tidak dalam kisaran konsentrasi antara 0.038- 2.281 μgg, sehingga jenis ini dapat dipertimbangkan sebagai agen bioremediasi polusi timbal. Ebynthalina, 2006.

2.2.4. Mekanisme Toksisitas Pb

Walaupun mekanisme secara pasti bagaimana Pb menghambat respon kekebalan belum begitu jelas, gangguan terhadap sistem retikuloendotelial dan gangguan fungsi hati telah banyak dilaporkan. Hal tersebut secara tidak langsung dapat menghambat sistem kekebalan. Beberapa peneliti melaporkan bahwa Pb mengganggu proses aktivitas pagosit dari leukosit polimorfonuklear dan menurunkan produksi aktif Koller, 1980. Karena timbal adalah logam toksik yang bersifat kumulatif sehingga mekanisme toksisitasnya dibedakan menurut beberapa organ yang dipengaruhinya yaitu sebagai berikut : a. Sistem hemopoietik: Pb menghambat system pembentukan hemoglobin sehingga menyebabkan anemia. b. Sistem saraf pusat dan tepi: dapat menyebabkan gangguan ensefalopati dan gejala gangguan saraf perifer. Universitas Sumatera Utara c. Sistem ginjal: dapat menyebabkan aminoasiduria, fosfaturia, glukosuria, nefropati, fibrosis dan atrofi glomeruler. d. Sistem gastro-intestinal: menyebabkan kolik dan konstipasi. e. Sistem kardiovaskuler: menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler pembeluh darah, system reeproduksi pada ibu hamil, system indokrin. Timbal didalam tubuh terutaman terikat dalam gugus –SH dalam molekul protein dan hal ini menyebabkan hambatan pada aktivitas kerja system enzim. Timbal menggangu system sisntesis Hb dengan jalan menghambat konversi delta aminolevunik asid delta-ALA menjadi forfobilinogen dan juga menghambat korporasi dari Fe ke dalam protoporfin IX untuk membentuk Hb, dengan jalan menghambat enzim delta-aminolevunik asid-dehidratase delta-ALAD dan ferokelatase. Hal ini mengakibatkan meningkatnya ekskresi koproporfin dalam urin dan delta-ALA serta menghambat sintesis Hb. Berikut merupakan skema penghambatan produksi hemoglobin oleh logam berat Pb : Succiny CoA + Glisin Syntesis ALA Eksresi melalui Urin Delta-aminolevulinik asid delta-ALA Forfobilinogen Uroporfirinogen III Eksresi melalui urin Co-proporfirinogen III Co-profirinogen dekarboksilase Akumulasi dalam Protoporfirin IX Sel darah merah +Fe 2+ Ferokelatase Heme Hb Gambar 2.1. Proses Penghambatan Hemoglobin oleh Pb Darmono, 2001. Universitas Sumatera Utara

2.3. Destruksi Logam

2.3.1.Destruksi Basah Teknik destruksi basah adalah dengan memanaskan sampel organik dengan penambahan asam mineral pengoksidasi atau campuran asam-asam mineral tersebut. Penambahan asam mineral pengoksidasi dan pemanasan yang cukup dalam beberapa menit dapat mengoksidasi sampel secara sempurna, sehinga menghasilkan ion logam dalam larutan asam sebagai sampel anorganik untuk dianalisis selanjutnya. Destruksi basah biasanya menggunakan H 2 SO 4, HNO 3 dan HClO 4 atau campuran dari ketiga asam mineral tersebut. 2.3.2.Destruksi Kering Destruksi kering merupakan teknik yang umum digunakan untuk mendekomposisi bahan organik. Sampel diletakkan di dalam krusibel dan dipanaskan sampai semua materi organik terurai dan meninggalkan residu anorganik yang tidak menguap dalam logam oksida. Temperatur yang paling umum digunakan adalah 500 – 550 o C. Selain unsur C, H dan N, beberapa logam akan hilang dengan destruksi kering ini, diantaranya halogen, S, Se, P, As, Sb, Ge, Ti, Hg Anderson, 1987

2.4. ICP Inductively Couple Plasma OES

Seiring semakin pedulinya pencemaran terhadap lingkungan terutama pencemaran logam, maka analisa senyawa logam semakin dibuutuhkan. Untuk itu kecepatan hasil analisa dibutuhkan AAS sebenarnya mampunya mampu digunakan untuk pembacaan senyawa inorganik. Sayangnya AAS membutuhkan waktu yang lebih lama dalam analisa multi elemen karena harus mengganti lampu yang spesifik untuk salah satu senyawa. Misalnya untuk menganalisa tembaga digunakan lampu tembaga. Universitas Sumatera Utara Inductively couple plasma adalah alat yang dapat mendeteksi senyawa logam dengan pembakaran menggunakan plasma. Plasma yang dihasilkan dari gas argon akan membakar sampel yang telah ternebulasi sehingga terjadi atomisasi dilanjutkan dengan ionisasi. Elektron yang tereksitasi kemudian kembali lagiberemisi dan mengeluarkan energi cahaya dengan panjang gelombang yang spesifik di setiap senyawa logam. Sistem pembacaan yang multi element memudahkan bagi analisa untuk mempercepat keluarnya hasil. 2.4.1.Prinsip Kerja ICP-OES Proses ini terjadi oleh plasma yang dilengkapi dengan tabung konsentrasi yang disebut torch, paling sering dibuat dari quartz. Torch ini terletak di dalam water- cooled coil of a radio frequency r,f. generator. Gas yang mangalir kedalam Torch diaktifkan dan gas di coil region menghasilkan electrically conductive. Ini sama seperti prinsip kerja radio frekuensi pada antena. Pembentukan induksi plasma sangat bergantung pada kekuatan magnetic field dan pola yang menikuti aliran gas. Gas argon di pantik dengan tesla. Setelah plasma menyala, tesla mati kembali. Perawatan plasma biasanya dengan inductive heating dari gas mengalir. Induksi dari magnetic field yang menghasilkan frekuensi tinggi annular arus listrik di dalam konduktor. Yang mengakibatkan pemanasan dari konduktor akibat dari ohmic resistance. Suhu yang dihasilkan dari plasma berkisar 700 K. Untuk mencegah kemungkinan short-circuiting serta meltdown, plasma harus diisolasi dari lingkungan instrumen. Isolasi dapat dilakukan dengan aliran gas-gas melalui sistem. Tiga aliran gas melalui sistem – outer gas, intermediate gas, dan inner atau carrier gas. outer gas biasanya gas Argon atau Nitrogen. Outer gas berfungsi untuk mempertahankan plasma, menjaga posisi plasma, dan osilasi panas plasma dari luar torch. Argon umumnya digunakan untuk intermediate gas dan inner atau carrier gas. Universitas Sumatera Utara Sampel yang akan dianalisis harus dalam larutan. Untuk sampel padatan diperlukan preparasi sampel dengan proses digestion pada umumnya dengan acid digestion. Peristaltik pump mendorong sampel masuk ke nebulizer. Nebulizer berfungsi untuk mengubah larutan sampel menjadi erasol. Gas yang digunakan untuk mengkabutkan biasanya adalah gas argon. Sprying dari nebulizer kemudian di ionisasi di dalam plasma. Energi yang kuat dari plasma mengeksitasi electron dari senyawa ke orbital terluar. Setelah itu diemisikan kembali dan melepaskan energy cahaya dengan panjang gelombang yang spesifik. Cahaya emisi oleh atom suatu unsure pada ICP harus dikonversi ke suatu sinyal listrik yang dapat di ukur banyaknya. Ini diperoleh dengan mengubah cahaya tersebut ke dalam komponen radiasi hamper selalu dengan cara difraksi kisi dan kemudian mengukur intensitas cahaya dengan photomultiplier tube pada panjang gelombang spesifik untuk setiap elemen. Cahaya emisi oleh atom atau ion dalam ICP dikonversikan ke sinyal listrik oleh photomultiplier dalam spectrometer. Intensitas dari sinyal di bandingkan intensitas standar yang diketahui konsentrasinya yang telah diukur sebelumnya Nugroho, 2005.

2.5. Spektrofotometri Serapan Atom