Perubahan Fungsi dan Peranan Keluarga pada Aron Wanita di Desa Ketaren, Kecamatan Kabanjahe

(1)

PERUBAHAN FUNGSI DAN PERANAN KELUARGA

PADA ARON WANITA DI DESA KETAREN,

KECAMATAN KABANJAHE

SKRIPSI

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Menyelesaikan Pendidikan Strata 1 (S-1)

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Disusun Oleh:

ANASTASIA CAROLINA BR GINTING

100901058

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis persembahkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas kasih dan anugerahNya yang telah dilimpahkanNya sehingga penulis diberikan kesempatan untuk menyelesaikan pendidikan di Departemen Sosiologi FISIP USU dan juga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul

“Perubahan Fungsi dan Peranan Keluarga pada Aron Wanita di Desa Ketaren, Kecamatan Kabanjahe”.

Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis dibantu oleh banyak pihak sehingga tiada kata terucap selain terimakasih sebesar-besarnya atas segala bantuan, bimbingan dan dukungannya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si selaku Ketua Departemen Sosiologi FISIP USU.

3. Bapak Drs. Muba Simanihuruk, M. Si selaku Sekretaris Departemen Sosiologi FISIP USU.

4. Bapak Prof. Riza Buana, M.Phil, Ph.D selaku dosen pembimbing dalam penulisan skripsi ini, yang telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis, memberikan masukan serta pemikiran-pemikirannya sehingga skripsi ini dapat selesai.

5. Segenap dosen (staf pengajar) FISIP USU, khususnya Departemen Sosiologi.


(3)

7. Staff dan pegawai FISIP USU yang telah membantu proses administrasi selama ini.

8. Bapak N. Ginting dan Ibu E. Br Bangun yang merupakan kedua orang tua penulis, terima kasih atas doa, bimbingan, dan dukungannya baik moril maupun materill yang diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.

9. Kedua saudara penulis yaitu, abang Andry Gina Pramesti Ginting S.IP, dan adik Grasella Irianty Br Ginting yang telah memberikan doa, dukungan dan atas motivasinya selama ini kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

10.Keluarga besar yang selalu mendoakan dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi.

11.Sahabat-sahabat yang selalu mendoakan dan mendukung penulis di saat senang maupun susah dalam menyelesaikan skripsi, yaitu GBF RISOL MAMENT Linda Gbf (wakament), Hesty Gbf (nangka licin), Febry Gbf (gantang tumba), Destry, Yuni, anak kos berdikari 36 (Aqa dinin dan Mila tung).

12.Bapak kepala Desa Ketaren, Riswan Sembiring, yang membantu memberikan informasi dan data yang berhubungan dengan skripsi.

13.Bapak sekretaris Desa Ketaren , Masmur yang membantu memberikan informasi dan data yang berhubungan dengan skripsi.

14. Para informan baik itu aron wanita dan suami dari aron wanita di Desa Ketaren, Kecamatan Kabanjahe yang telah mau memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan penelitian ini.


(4)

15.Teman-teman Sosiologi FISIP USU Stambuk 2010 (Ayu Kartika, Irma Sinurat, Terangta Tarigan, Ismi, Yuni, dan teman-teman lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu) stambuk 2008 (bang salmen, kak lya, bang rudy, bang reza, kan judika), stambuk 2009 (kak bernita, kak lady).

16.Dan kepada pihak lainnya yang telah membantu proses penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kkurangan. Namun, besar harapan penulis agar skripsi ini dapat bermanfaat khususnya untuk penulis sendiri dan untuk orang – orang yang membacanya. Terimakasih.

Medan, Juni 2014 Penulis,


(5)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... iv

Daftar Tabel ... vi

Daftar Foto ... viii

Abstrak ... ix

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

1.4.1. Manfaat Teoritis ... 10

1.4.2. Manfaat Praktis ... 10

1.5. Kerangka Teori ... 10

1.5.1. Teori Pertukaran Sosial ... 10

1.5.2. Asumsi Dasar Teori ... 11

1.6. Definisi Konsep ... 12

BAB II. KAJIAN PUSTAKA ... 16

2.1. Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja ... 16

2.2. pengambilan Keputusan dalam Keluarga ... 20

2.3. Penggunaan Pendapatan Suami dan Isteri ... 21

2.4. Harmonisasi rumah Tangga ... 22

2.5. beban Ganda ... 24

2.6. Persepsi Suami terhadap Beban Ganda Isteri... 25

BAB III. METODE PENELITIAN ... 27

3.1. Jenis Penelitian ... 27

3.2. Lokasi Penelitian ... 27

3.2.1. Sejarah Desa Ketaren ... 28

3.2.2. Kondisi Geografi Desa Ketaren ... 29

3.2.3. Kondisi Demografi Desa Ketaren ... 33

3.2.4. Sarana Dan Prasarana Desa Ketaren ... 37

3.3. Unit Analisis dan Informan ... 40

3.3.1. Unit Analisis ... 40

3.3.2. Informan ... 40

3.4. Populasi dan Sampel ... 41

3.4.1. Populasi ... 41

3.4.2. Sampel ... 42

3.5. Tehnik Pengumpulan Data ... 42

3.5.1. Data Primer ... 43

3.5.1.1. Observasi ... 43

3.5.1.2. Wawancara Mendalam ... 43

3.5.1.3. Kuesioner ... 43


(6)

3.6. Interpretasi Data ... 44

3.7. Jadwal Kegiatan ... 45

3.8. Keterbatasan Penelitian ... 45

BAB IV. FUNGSI EKONOMI DAN FUNGSI PENDIDIKAN PADA ... KELUARGA ARON WANITA ... 47

4.1. Fungsi Ekonomi pada Keluarga Aron Wanita ... 47

4.2. Fungsi Pendidikan pada Keluarga Aron Wanita ... 58

BAB V. PERANAN KELUARGA PADA ARON WANITA ... 62

5.1. Keputusan Wanita Untuk Bekerja ... ... 87

5.2. Tanggapan Suami mengenai Beban Ganda Yang dipikul isteri ... 94

5.3. pengalokasian Pendapatan Aron Wanita ... 98

5.4. pengambilan Keputusan dama Keluarga ... 99

BAB VI. PENUTUP ... 103

6.1. Kesimpulan ... 103

6.2. Saran ... 105

DAFTAR PUSTAKA ... 108


(7)

Daftar Tabel

Tabel 1.1. Jumlah Tenaga Kerja Aron Di Kabupaten Karo Tahun 2006 ... 7

Tabel 1.2. Jumlah Tenaga Kerja Aron Di Desa/Kelurahan Kabanjahe Tahun 2011 ... 8

Tabel 3.1. Rata-rata Produksi Sayuran Tahun 2011 ... 31

Tabel 3.2. Rata-rata Produksi Buah-buahan Tahun 2007-2011 ... 32

Tabel 3.3. Jumlah Penduduk Di Desa Ketaren Berdasarkan Jenis Kelamin ... 33

Tabel 3.4. Jumlah Penduduk Di Desa Ketaren Berdasarkan Usia ... 34

Tabel 3.5. Jumlah Penduduk Di Desa Ketaren Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 35

Tabel 3.6 Jumlah Pendudukan Di Desa Ketaren Berdasarkan Etnis ... 36

Tabel 3.7. Jumlah Penduduk Di Desa Ketaren Berdasarkan Agama ... 36

Tabel 3.8. Sarana Dan Prasarana Pendidikan... 38

Tabel 3.9. Sarana Dan Prasarana Kesehatan ... 38

Tabel 3.10. Sarana Dan Prasarana Ibadah ... 39

Tabel 3.11. Sarana Dan Prasarana Komunikasi ... 39

Tabel 4.1. Pendapatan Aron Tentang Kemampuan Mereka Untuk Memenuhi Kebutuhan Keluarga ... 47

Tabel 4.2. Pendapatan Aron Wanita Dalam Menentukan Pembelian Kebutuhan Dapur ... 52

Tabel 4.3. Pendapatan Aron dalam Menentukan Keputusan dalam Pembuatan Tabungan,investasi, pembelian barang berharga dan lain-lain ... 53

Tabel 4.4. Pendapatan Aron Wanita Mengenai Pengelolaan Pendapatan Suami (ayah) ... 55

Tabel 4.5. Pendapatan Aron Wanita Mengenai Pengelolaan Pendapatan Isteri(ibu) ... 57

Tabel 4.6. Yang memberikan Pendidikan Agama pada Anak ... 58

Tabel 4.7. Pendapat Aron dalam Menentukan Pendidikan Sekolah bagi Anak-anak di dalam Keluarga ... 60

Tabel 5.1. Pendapat Aron Mengenai Keharusan Wanita untuk Bekerja ... 62

Tabel 5.2. Pendapat Aron Wanita tentang Peran Seorang Ayah Sesungguhnya 64 Tabel 5.3. Pendapat Aron Wanita tentang Peran Ibu Sesungguhnya ... 71

Tabel 5.4. Pendapat Aron Wanita yang Setuju dengan Peran Seorang Wanita sebagai Ibu Rumah Tangga dan Pencari Nafkah Keluarga ... 73

Tabel 5.5. Pendapat Aron Wanita tentang Dua Peran yang Dilaksanakan Aron Wanita ... 79

Tabel 5.6. Pendapat Aron Wanita tentang Ada Tidaknya Pembagian Tugas Antara Suami dan Isteri ... 83

Tabel 5.7. Pendapat Aron Wanita tentang Pembagian Pekerjaan yang Biasa dilakukan dengan... 84

Tabel 5.8. Pendapat Aron Wanita tentang Ada Tidaknya Dampak Pembagian Kerja di dalam ... 86

Tabel 5.9. Alasan Informan Bekerja Sebagai Aron Dilahan Pertanian Masyarakat Karo ... 88

Tabel 5.10. Aktivitas-aktivitas Yang Biasa Dilakukan Oleh Informan Sebagai Ibu Rumah Tangga ... 89


(8)

Tabel 5.12. Cara Pengalokasian Pendapat/penghasilan Aron Dalam Meningkatkan perekonomian ... 98 Tabel 5.13. Pengambilan Keputusan Dalam Keluarga Aron Wanita...100


(9)

Daftar Foto

Foto 1. Panen Tomat ... 51

Foto 2. Mengaduk Pestisida ... 66

Foto 3. Lahan Pertanian tempat Ibu Dan Bapak Ayu Bekerja ... 67

Foto 4. Lahan Pertanian Tempat Ibu Dan Bapak Joko Bekerja ... 68

Foto 5. Keadaan Tempat Tinggal Dan Tempat Bekerja Aron ... 69

Foto 6. Pemberian Pestisida Pada Tanaman Kentang ... 70

Foto 7. Aktivitas Aron Wanita Saat Menunggu Panggilan Bekerja Dari Pemilik Lahan Pertanian ... 76

Foto 8. Menanti Kedatangan Pemilik Lahan Dan Transaksi Kerja Antara Pemilik Lahan Pertanian dengan Aron ... 77

Foto 9. Menunggu Kedatangan Pemilik Lahan Pertanian ... 77

Foto 10. Aron Yang Siap Dibawa Bekerja Oleh Pemilik Lahan Pertanian ... 78

Foto 11. Truck Pengangkut Aron Dalam Jumlah Besar ... 78

Foto 12. Panen Kol ... 81

Foto 13. Tanaman Tomat Yang Akan Dibersihkan ... 82

Foto 14. Panen Tomat ... 82

Foto 15. Keadaan Belakang Rumah Aron... 111

Foto 16. Aron Digudang Penyusunan Jeruk ... 111

Foto 17. Gudang Jeruk ... 112

Foto 18. Aron Yang Siap Berangkat Bekerja... 112

Foto 19. Pemilik Lahan Pertanian ... 113

Foto 20. Aron Yang Membersihkan Kopi ... 113

Foto 21. Lahan Pertanian Kentang ... 114


(10)

ABSTRAK

Fenomena yang sering terjadi saat ini adalah mengenai keterlibatan kaum wanita sebagai isteri dan ibu bukan hanya pada urusan rumah tangga (domestik), tetapi juga ikut terjun bekerja di luar rumah tangga (publik). Keterlibatan isteri untuk terjun bekerja di luar rumah tangga (publik), dalam rangka permasalahan ekonomi keluarga. Dimana seorang isteri bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang semakin meningkat.

Penelitian ini mengangkat topik tentang keterlibatan kaum wanita di sektor publik. Berdasarkan topik di atas, judul dari penelitian tersebut adalah

“Perubahan Fungsi dan Peranan Keluarga Aron Wanita di Desa Ketaren, Kecamatan Kabanjahe”. Studi deskriptif penelitian ini dilakukan pada aron wanita dan suami dari aron wanita di Desa Ketaren, Kecamatan Kabanjahe yang masih terikat perkawinan.

Penelitian ini dilakukan kepada informan yang terdiri dari beberapa kriteria, antara lain: informan yang bekerja sebagai aron wanita, informan tersebut masih terikat perkawinan, dan informan tersebut memiliki pekerjaan. Penelitian menggunakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitattif yang dimaksudkan untuk mendeskriptifkan atau menggambarkan hal-hal yang berkenaan dengan masalah yang diteliti, yaitu: untuk mengetahui sejauh mana perubahan fungsi dan peranan keluarga pada aron wanita di desa Ketaren, Kecamatan Kabanjahe akibat dari dua peran yang dijalankan oleh arn wanita yakni sebagai ibu rumah tangga dan pencari nafkah tambahan bagi keluarga. Tehnik pengumpulan data yang dugunakan melalui observasi langsung, wawancara mendalam (dept interview), membagikan kuesioner kepada aron wanita, dan studi kepustakaan (library research) yang sangat relevan berkaitan dengan topik permasalahan yang diteliti. Data yang sudah terkumpul tersebut, kemudian diinterpretasikan, dianalisa, dan dievaluasi.

Dapat disimpulkan bahwasanya, fungsi dan peran suami dan isteri di dalam rumah tangga aron wanita tidak sepenuhnya berjalan dengan baik. Sebagai contoh peran seorang suami yang merupakan sebagai pencari nafkah utama tidak lagi sepenuhnya berjalan dengan baik, karena pendapatan suami dar aron wanita tidak memcukupi memenuhi semua kebutuhan keluarga. Hal ini lah yang membuat seorang isteri yang berperan sebagai ibu rumah tangga yang mengurusi berbagai kebutuhan rumah tangga, harus ikut menopang perekonomian keluarga. Aron wanita tidak hanya sebagai pencari nafkah tambahan bagi keluarga, amun juga sebagai pencari nafkah utama bagi keluarga.selain itu, kondisi perekonomian suatu rumah tangga/keluarga semakiin membaik ketika aron wanita ikut terjun bekerja di luar rumah tangga (publik).

Aron wanita yang menjalankan dua peran sekaligus, yakni sebagai ibu rumah tangga yang mengurusi berbagai kebutuhan rumah tangga (domestik) dan juga bekerja di luar rumah tangga (publik) tetap dituntut oleh para suami mereka untuk tetap melaksanakan tugas utama dan tanggung jawab dengan baik sebagai ibu rumah tangga, sehingga aron wanita harus memikul beban ganda atas dua peran yang dilakukannya.

(Kata kunci: perubahan fungsi dan peranan keluarga, aron wanita, beban ganda, pertukaran sosial)


(11)

ABSTRAK

Fenomena yang sering terjadi saat ini adalah mengenai keterlibatan kaum wanita sebagai isteri dan ibu bukan hanya pada urusan rumah tangga (domestik), tetapi juga ikut terjun bekerja di luar rumah tangga (publik). Keterlibatan isteri untuk terjun bekerja di luar rumah tangga (publik), dalam rangka permasalahan ekonomi keluarga. Dimana seorang isteri bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang semakin meningkat.

Penelitian ini mengangkat topik tentang keterlibatan kaum wanita di sektor publik. Berdasarkan topik di atas, judul dari penelitian tersebut adalah

“Perubahan Fungsi dan Peranan Keluarga Aron Wanita di Desa Ketaren, Kecamatan Kabanjahe”. Studi deskriptif penelitian ini dilakukan pada aron wanita dan suami dari aron wanita di Desa Ketaren, Kecamatan Kabanjahe yang masih terikat perkawinan.

Penelitian ini dilakukan kepada informan yang terdiri dari beberapa kriteria, antara lain: informan yang bekerja sebagai aron wanita, informan tersebut masih terikat perkawinan, dan informan tersebut memiliki pekerjaan. Penelitian menggunakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitattif yang dimaksudkan untuk mendeskriptifkan atau menggambarkan hal-hal yang berkenaan dengan masalah yang diteliti, yaitu: untuk mengetahui sejauh mana perubahan fungsi dan peranan keluarga pada aron wanita di desa Ketaren, Kecamatan Kabanjahe akibat dari dua peran yang dijalankan oleh arn wanita yakni sebagai ibu rumah tangga dan pencari nafkah tambahan bagi keluarga. Tehnik pengumpulan data yang dugunakan melalui observasi langsung, wawancara mendalam (dept interview), membagikan kuesioner kepada aron wanita, dan studi kepustakaan (library research) yang sangat relevan berkaitan dengan topik permasalahan yang diteliti. Data yang sudah terkumpul tersebut, kemudian diinterpretasikan, dianalisa, dan dievaluasi.

Dapat disimpulkan bahwasanya, fungsi dan peran suami dan isteri di dalam rumah tangga aron wanita tidak sepenuhnya berjalan dengan baik. Sebagai contoh peran seorang suami yang merupakan sebagai pencari nafkah utama tidak lagi sepenuhnya berjalan dengan baik, karena pendapatan suami dar aron wanita tidak memcukupi memenuhi semua kebutuhan keluarga. Hal ini lah yang membuat seorang isteri yang berperan sebagai ibu rumah tangga yang mengurusi berbagai kebutuhan rumah tangga, harus ikut menopang perekonomian keluarga. Aron wanita tidak hanya sebagai pencari nafkah tambahan bagi keluarga, amun juga sebagai pencari nafkah utama bagi keluarga.selain itu, kondisi perekonomian suatu rumah tangga/keluarga semakiin membaik ketika aron wanita ikut terjun bekerja di luar rumah tangga (publik).

Aron wanita yang menjalankan dua peran sekaligus, yakni sebagai ibu rumah tangga yang mengurusi berbagai kebutuhan rumah tangga (domestik) dan juga bekerja di luar rumah tangga (publik) tetap dituntut oleh para suami mereka untuk tetap melaksanakan tugas utama dan tanggung jawab dengan baik sebagai ibu rumah tangga, sehingga aron wanita harus memikul beban ganda atas dua peran yang dilakukannya.

(Kata kunci: perubahan fungsi dan peranan keluarga, aron wanita, beban ganda, pertukaran sosial)


(12)

BAB I

PENDAHULUAAN

1.1 Latar Belakang

Keluarga merupakan lembaga sosial yang terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan organisasi terbatas dan mempunyai ukuran yang minimum, terutama pihak-pihak yang pada awalnya mengadakan suatu ikatan. Bentuk hubungan yang terdapat pada anggota keluarga lebih bersifat

“gemeincshaft” atau paguyuban.

Dimana, keluarga merupakan terdiri dari seorang ayah, seorang ibu dan anak-anaknya yang merupakan satu bentuk pengelompokan rumah tangga. Di dalam pengelompokan rumah tangga keluarga tersebut, terjalin interaksi antara ayah, ibu dan anak-anaknya sehingga membentuk berbagai peranan yang tidak dapat dilepaskan dari struktur kehidupan keluarga (Julia, 2007:65).

Pada umumnya, rumah tangga tradisional merupakan pengelompokan rumah tangga berdasarkan atas ikatan perkawinan, memiliki kepentingan ekonomi satu sama lain, dimana terdapat peran rumah tangga yang didasarkan atas jenis kelamin (seksual), yaitu pria bertugas sebagai pencari nafkah dan berorientasi ke luar rumah, sebagai pendidik anggota keluarga, pelindung dan pemberi rasa aman, sedangkan wanita mengasuh anak, menyiapkan segala kepentingan keluarga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya dan berorientasi di dalam rumah (Bidwel, 2000:8).

Pembagian kerja secara seksual mengandung makna bahwa wanita kerap dipandang sebagai pencari nafkah sekunder yaitu wanita sebagai pencari nafkah


(13)

tambahan dalam keluarga, sedangkan pria penyedia nafkah utama dalam keluarga tanpa memandang faktanya apakah memang demikian wanita hanya sebagai penyedia nafkah tambahan (sekunder) atau bahkan berbanding terbalik, dimana wanitalah yang menjadi pencari nafkah utama dalam keluarga.

Di Indonesia, akibat dorongan-dorongan pokok yang semakin berat, membawa wanita ke dalam tanggung jawab yang semakin besar terhadap keluarga, mereka harus menopang serta memenuhi tugas-tugas yang tidak dapat mereka perhitungkan sebelumnya, sehingga mereka harus berperan ganda dalam kehidupan sehari-hari untuk menopang perekonomian keluarga.

Fungsi dan peran seorang wanita yang dikonsepkan sebagai isteri, ibu bagi anak-anaknya, mengurus kebutuhan rumah tangga (domestik), saat ini berubah dikarenakan seorang wanita memiliki beban yang besar dalam kehidupan keluarga yaitu beban ganda dimana selain sebagai ibu rumah tangga yang bekerja pada sektor domestik, wanita juga harus bekerja di sektor publik untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Walaupun sudah ada peningkatan jumlah perempuan yang bekerja di wilayah publik, namun tidak diiringi dengan berkurangnya beban mereka di wilayah domestik (Dwi dan Bagong, 2007:344).

Menurut Yacub dalam (Rochie, 2009:2) banyaknya wanita yang ikut terjun ke dalam sektor publik atau dunia kerja dikarenakan:

a. Suami memang berhalangan secara total karena sakit yang berkepanjangan atau meninggal dunia.

b. Pendapatan suami tidak memadai sehingga wanita harus turut membantu perekonomian keluarga.


(14)

c. Memang wanita telah ditempa sejak masih remaja sebagai wanita yang bekerja di luar rumah (sektor publik), baik sebagai pekerja dalam perusahaan sendiri atau milik orang lain.

Permasalah beban ganda terlihat pada wanita aron di Desa Ketaren Kecamatan Kabanjahe, yang bekerja pada lahan pertanian masyarakat Karo untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Secara tidak langsung wanita mempunyai beban ganda (double burden) di dalam keluarganya, yaitu di dalam sektor domestik (ibu rumah tangga) dan sektor publik (dunia kerja).

Setiap hari, sebagian aron sudah berkumpul di suatu tempat, misalnya disimpang jalan yang menjadi titik pusat tempat aron menunggu ajakan bekerja dari pihak pemilik lahan pertanian. Selain itu, ada aron yang sudah disewa dari jauh-jauh hari oleh pemilik lahan pertanian untuk dipekerjakan di lahan pertanian mereka. Kebanyakan dari aron tersebut merupakan wanita yang rela bekerja berat untuk menopang perekonomian keluarga.

Setiap pagi, sebelum berangkat bekerja wanita aron harus mempersiapkan segala kebutuhan suami dan anak-anaknya, seperti memasak, menyiapkan pakaian suami dan anak-anak, membersihkan rumah, membersihkan peralatan dapur, mencuci pakaian dan lain-lain. Setelah selesai melakukan pekerjaan rumah dan mengurus segala perlengkapan suami dan anak-anaknya, aron wanita mempersiapkan segala perlengkapan untuk bekerja di lahan pertanian dimana ia bekerja.

Mulai pukul 08.00 pagi, aron sudah mulai berdatangan dan menunggu pemilik lahan yang nantinya akan menggunakan tenaga aron untuk dipekerjakan di lahan pertanian. Setelah ada ajakan untuk bekerja dari pemilik lahan, aron akan


(15)

diangkut ke dalam mobil pick up dengan muatan 10-15 aron atau menggunakan mobil yang bermuatan yang lebih besar sekitar 20-30 aron, aron yang dipekerjakan oleh pemilik lahan pertanian sesuai dengan kebutuhan lahan yang akan digarap.

Biasanya, aron pria dan wanita akan dibebani tugas yang sama oleh pemilik lahan. Pekerjaan aron disesuikan dengan kebutuhan pemilik lahan, misalnya pemilik lahan yang mempekerjakan aron disaat panen kol, panen jeruk atau menggarap lahan pertanian. Setiap harinya aron sudah membawa perlengkapan pertanian untuk mempermudah aron dalam bekerja contohnya, saat panen kol yang sangat dibutuhkan aron adalah pisau, goni, sarung tangan dan gerobak pengangkut hasil panen (sorong-sorong).

Sebagai contoh, aktivitas pertanian yang biasa dilakukan aron di lahan pertanian adalah proses panen kol. Proses panen dimulai dari pemotongan kol, pemilahan kol yang sesuai dengan standar jual, sampai kepada pengangkutan hasil panen ke dalam mobil pengangkut dengan menggunakan sorong-sorong

(beko). Semua pekerjaan tersebut dilakukan oleh aron pria maupun aron wanita yang bekerja di lahan pertanian masyarakat Karo sesuai dengan pembagian kerja yang telah mereka buat.

Setelah selesai bekerja, aron pria maupun wanita akan diberi upah sesuai dengan kesepakatan bersama. Upah yang diterima mulai dari Rp. 40.000 sampai dengan Rp. 60.000 per harinya. Dilihat dari realita di atas, walaupun wanita sudah dibebani menjadi ibu rumah tangga yang mengurus berbagai kebutuhan rumah tangga, wanita tidak dapat terlepas beban yang lainnya yakni, menjalankan


(16)

tugasnya di sektor publik sebagai aron atau buruh tani di lahan pertanian masyarakat di Desa Ketaren.

Istilah aron berasal dari kata sisaron-saron yang artinya saling bantu atau gotong royong. Aktivitas aron tersebut diwujudkan dalam bentuk kerja orang muda atau dewasa 6 sampai 9 orang dalam mengelola pekerjaan. Aron dapat dibedakan menjadi tiga jenis yang pertama jangak yaitu ikatan kerja sama/aron yang anggotanya adalah laki-laki, yang kedua diberu yaitu ikatan kerja sama/aron yang anggotanya perempuan, dan yang ketiga campuren yaitu ikatan kerja sama/aron yang anggotanya perempuan dan laki-laki (Donny, 2008:3).

Pada aron jangak dan aron diberu tidak terdapat pembagian kerja, semua pekerjaan yang dibebani kepada mereka dikerjakan secara bersama-sama. Sedangkan pada aron campuren, terdapat pembagian kerja antara anggotanya. Dimana, pembagian kerja yang terdapat pada kelompok tersebut didasarkan atas jenis kelamin. Aron wanita lebih berorientasi kepada pekerjaan yang lebih ringan dibanding dengan aron pria yang pekerjaannya lebih berat.

Aron wanita biasanya mengerjakan pekerjaan seperti menanam, membersihkan lahan pertanian dengan cangkul, memanen hasil pertania dan lain sebagainya. Aron pria lebih berorientasi kepada pekerjaan yang lebih berat seperti mengangkut hasil panen dengan beko (sorong-sorong), mengangkat keranjang yang berisi hasil panen keatas kendaraan yang digunakan untuk membawa hasil panen ke tempat penjualan, memompa tanaman dengan pestisida dan lain sebagainya.

Namun pada masa kini istilah aron tidak dapat lagi digunakan. Istilah aron hanya digunakan untuk kumpulan pekerja yang terbentuk berdasarkan atas


(17)

keterikatan kekeluargaan untuk menggarap lahan pertanian masyarakat desa secara bersama-sama.

Pada awalnya, aron yang bekerja pada lahan pertanian di Tanah Karo diupah/dibayar tidak menggunakan alat tukar seperti uang namun dengan menggunakan tenaga kerja sesuai dengan kesepakatan bersama (arih-arih). Setiap aron harus menunggu giliran agar anggota aron lainnya bekerja di lahan pertanian mereka, mulai dari menggarap lahan, menanam tanaman yang ingin ditanam , sampai dengan panen hasil pertanian dilakukan bersama-sama seperti sistem gotong royong. Setelah selesai dengan lahan pertanian masyarakat yang satu, maka mereka akan berpindah tempat untuk meyelesaikan pekerjaan dilahan pertanian masyarakat lain yang masuk kedalam anggota kelompok aron mereka.

Setelah tahun 1965, sistem upah yang dulunya menggunakan tenaga berubah menjadi sistem upah yang menggunakan uang. Aron yang dulunya para pekerja merupakan asli masyarakat Karo, sekarang ini hanya sebagian kecil saja yang merupakan asli masyarakat Karo. Selebihnya merupakan penduduk pendatang dari luar wilayah Tanah Karo yang merantau ke daerah pertanian di Sekitar Kabupaten Karo. Perubahan pekerja aron ini terjadi dikarenakan pertanian di Tanah Karo mengalami kemajuan pesat seperti pertanian jeruk, kopi, sayur-mayur, buah-buahan dan lain-lain. Sehingga tenaga kerja yang berasal dari Tanah Karo tidak mampu lagi memenuhi permintaan tenaga kerja di daerah Tanah Karo.

Istilah aron masa kini sudah mengalami perubahan, aron masa kini tidak lagi terbentuk berdasarkan atas ikatan kekeluargaan namun terbentuk atas kepentingan ekonomi mereka atau sering disebut sebagai buruh tani. Aron yang merantau ke Tanah Karo mempunyai tujuan untuk memperbaiki taraf hidup


(18)

keluarga dengan bekerja di lahan pertanian masyarakat Karo, khususnya wanita yang bekerja sebagai aron dikarenakan pendapatan suami belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan keluarga.

Di bawah ini terdapat tabel yang menunjukkan jumlah tenaga kerja aron yang bekerja pada lahan pertanian di Kabupaten Karo pada tahun 2006.

Tabel 1.1

Jumlah Tenaga Kerja Aron yang bekerja pada lahan pertanian di Kabupaten Karo Tahun 2006

No. Kecamatan Wanita Pria Jumlah

1 Mardingding 4.251 2.834 7.085

2 Lau Baleng 1.833 1.222 3.055

3 Tigabinanga 4.428 3.219 7.647

4 Juhar 6.179 4.153 10.332

5 Munte 6.846 4.564 11.410

6 Kutabuluh 3.758 2.505 6.263

7 Payung 3.204 2.136 5.340

8 Tiganderket 4.544 3.029 7.573

9 Simpang Empat 3.245 2.163 5.408

10 Namateran 1.946 1.297 3.243

11 Merdeka 1.828 1.218 3.046

12 Kabanjahe 7.486 4.990 12.476

13 Berastagi 10.368 6.912 17.280

14 Tigapanah 4.193 2.795 6.988

15 Dolat Rayat 1.117 744 1.861

16 Merek 1.376 917 2.293

17 Barusjahe 7.054 4.702 11.756

Jumlah 73.656 49.400 123.056

Sumber: Kantor BPS Kabupaten Karo, 2006

Tabel 1.1 menunjukkan jumlah tenaga kerja aron yang terdapat di Kabupaten Karo adalah 123.056, dengan jumlah aron pria adalah 4.990 jiwa dan jumlah aron wanita adalah 7.486 jiwa. Tabel di atas juga menunjukkan bahwa di setiap Kecamatan yang ada di Kabupaten Karo, jumlah tenaga kerja aron wanita lebih besar dibanding tenaga kerja pria.

Pada tabel tersebut dapat dilihat perbandingan jumlah aron, dimana jumlah aron wanita lebih besar dibandingkan aron pria. Perbandingan jumlah aron wanita


(19)

lebih besar dibandingkan dengan aron pria dikarenakan semakin besar jumlah wanita yang terjun kedunia kerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Tabel 1.2

Jumlah Tenaga Kerja Aron yang bekerja pada lahan pertanian di Desa/Kelurahan Kabanjahe, 2011

No. Desa/Kelurahan Aron Persentase(%)

1 Lau Simomo 189 1,5%

2 Kandibata 533 4,2%

3 Lau Cimba 1.829 14,3%

4 Padang Mas 3.753 29,4%

5 Gung Leto 516 4,03%

6 Gung Negeri 2.416 18,9%

7 Samura 420 3,3%

8 Ketaren 1.365 10,7%

9 Kampung Dalam 216 1,7%

10 Rumah Kabanjahe 436 3,4%

11 Kaban 215 1,7%

12 Kacaribu 845 6,6%

Jumlah 12.778 100%

Sumber: Kepala Desa se Kecamatan Kabanjahe dan berdasarkan BPS 2011

Tabel 1.2 menunjukkan jumlah tenaga kerja aron pria dan wanita di Desa Ketaren, Kecamatan Kabanjahe sebanyak 1.365 jiwa (10,7%). Namun karena ketidaktersediaan data maka tidak dapat dilampirkan perbandingan jumlah aron wanita dan jumlah aron pria pada tabel diatas, yang hanya terlampirkan adalah jumlah keseluruhan aron yang di Desa Ketaren, Kecamatan Kabanjahe.

1.2 Perumusan Masalah

Setiap anggota keluarga memiliki peranannya tersendiri yang sudah diatur berdasarkan ikatan-ikatan yang terjalin didalamnya. Salah satunya adalah wanita yang berperan sebagai istri, ibu bagi anak-anaknya dan mengatur berbagai urusan di dalam rumah tangga. Wanita aron yang terdapat di desa Ketaren, tidak hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga, tetapi juga bekerja mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehingga menimbulkan beban ganda yang


(20)

mengarah kepada perubahan fungsi keluarga pada wanita aron baik dari fungsi ekonomi, pendidikan, keagamaan, maupun fungsi keturunan. Karena adanya masalah tersebut maka yang menjadi perumusan masalah dari penelitian ini adalah:

a. Bagaimanakah perubahan fungsi keluarga pada aron wanita di desa Ketaren, Kecamatan Kabanjahe terkait dengan fungsi ekonomi dan fungsi pendidikan?

b. Bagaimanakah perubahan peranan domestik dan peranan publik aron wanita di desa Ketaren, Kecamatan Kabanjahe?

1.3 Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui bagaimana perubahan fungsi dan peranan keluarga pada aron wanita di Desa Ketaren, Kecamatan Kabanjahe.

b. Bagaimana aron wanita menyikapi perubahan fungsi dan peranan keluarga pada aron wanita di Desa Ketaren, Kecamatan Kabanjahe.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitian adalah sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pemanfaatannya bagi instansi yang terkait pada pengetahuan sosial. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa sebagai rujukan untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian ini.


(21)

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil dari penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pemerintah daerah yang terkait khususnya di Desa Ketaren Kecamatan Kabanjahe maupun pemerintah pusat untuk menambah daftar referensi sehingga dapat digunakan sebagai pedoman bagi mahasiswa yang ada di sekitar wilayah tersebut dalam melakukan penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini.

1.5 Kerangka Teori

1.5.1 Teori Pertukaran Sosial (exchange social)

Teori pertukaran sosial (exchange social) adalah yang menyatakan bahwa di dalam hubungan sosial terdapat unsur ganjaran, pengorbanan, dan keuntungan yang saling memengaruhi. Homans mengatakan bahwa pertukaran sosial merupakan hubungan-hubungan yang dijembatani oleh perilaku manusia, dimana hubungan tersebut juga menyangkut kebutuhan-kebutuhan individu.

Adapun yang dimaksud Homans adalah tindakan yang berkenaan dengan kemauan yang memperhitungkan adanya biaya (cost) seperti hilangnya waktu, pengorbanan, energi, maupun kegiatan-kegiatan lainnya dan juga berkenaan dengan penghargaan (reward) seperti keuntungan atau mendapatkan hak atas biaya yang telah diberikan untuk sesuatu hal tersebut.

Hubungan-hubungan sosial seperti pola-pola perilaku di tempat kerja, percintaan, perkawinan, keluarga dan persahabatan selalu diiringi dengan adanya biaya (cost) dan penghargaan (reward) atas suatu pengorbanan yang diberikan terhadap hubungan sosial tersebut (Doyle, 1990:54).


(22)

1.5.2 Asumsi Dasar Teori Pertukaran Sosial

Asumsi dasar yang diberikan oleh Homans tentang teori pertukaran sosial adalah sebagai berikut:

a) Jika antara biaya (cost) dan penghargaan (reward) tidak sejalan maka akan menimbulkan konflik bagi yang bersangkutan.

b) Jika dalam kehidupan sehari-hari digunakan sistem biaya dan penghargaan, maka kegagalan manusia untuk mempertahankan suatu hubungan tidak akan berjalan lama.

c) Waktu mempengaruhi biaya dan penghargaan, semakin dekat jarak suatu hubungan tersebut maka semakin sering (intens) terjalin suatu hubungan tersebut.

Terkait dengan teori pertukaran tersebut, dapat dilihat bagaimana beban ganda yang dipikul oleh seorang wanita yang memberi pengorbanan/biaya (cost) untuk keluarganya yaitu dengan bekerja sebagai pemenuh kebutuhan keluarga dan juga sebagai sebagai ibu rumah tangga yang mengurus berbagai kebutuhan suami dan anak-anaknya. Pengorbanan yang diberikan wanita untuk keluarga, mengharuskan wanita memikul beban yang lebih berat dibanding dengan pria yang hanya berorientasi sebagai kepala keluarga.

Atas pengorbanan yang diberikan oleh wanita sebagai ibu rumah tangga dan juga sebagai pencari nafkah tambahan, wanita akan mendapatkan penghargaan (reward) atas beban ganda yang dipikul oleh wanita, yaitu berupa pencapaian ekonomi dan terpenuhinya segala kebutuhan keluarga. Terkait dengan teori pertukaran sosial, dikatakan bahwa ada salah satu pihak yang mempunyai


(23)

kepentingan tersebut dapat diuntungkan dan dirugikan. Apakah pihak suami yang merasa diuntungkan atau dirugikan, atau bahkah pihak isteri yang merasa diuntungkan atau dirugikan.

Jika pihak suami yang merasa diuntungkan, hal itu dikarenakan suami yang berperan sebagai seorang kepala rumah tangga yang bekerja sebagai pencari nafkah utama bagi keluarga, tidak mampu memenuhi segala kebutuhan keluarga dengan baik dikarenakan pendapatan yang diperoleh tidak memadai. Sehingga, wanita yang dikonsepkan sebagai ibu rumah tangga harus membantu suami menopang perekonomian keluarga.

Ikut terjunnya wanita ke dalam sektor kerja membuat peran suami yang dikonsepkan sebagai pencari nafkah utama menjadi lebih ringan dikarenakan isteri ikut menopang perekonomian keluarga. Disisi lain wanita bisa merasa dirugikan dan juga tidak dirugikan dengan beban ganda yang mereka pikul.

1.6 Defenisi Konsep

1. Perubahan fungsi ataupun peranan keluarga adalah bukan berarti seorang ibu atau ayah telah bertukar fungsi menggantikan fungsi pasangannya atau tidak lagi menjalankan fungsi masing-masing. Perubahan fungsi keluarga juga tidak bermakna keluarga terus melepaskan fungsi keluarga tersebut untuk dikendalikan oleh agensi lainnya seperti lembaga pendidikan maupun lembaga lainnya, namun hanya ditumpukan kepada sejauh mana keluarga masih menjalankan fungsi tersebut dan bahagian-bahagian mana yang telah dilepaskan oleh pasangan sesuai dengan keadaan. Fungsi


(24)

keluarga yang diamati berkenaan dengan fungsi ekonomi dan fungsi pendidikan(Ogburn, 1986).

a) Fungsi ekonomi dimaksudkan disini adalah pertentangan terhadap perubahan peran ibu, dimana fungsi ekonomi masih tetap dijalankan oleh seorang suami tetapi isteri juga berperan dalam menjalankan fungsi ekonomi. Fungsi ekonomi yang dijalankan oleh seorang ibu dikatakan sebagai pekerja separuh masa, tetapi jika diamati dari masa ke masa seorang ibu adalah pekerja sepenuh masa. Selain itu, dalam konteks ini sumbangan ekonomi para isteri kepada keluarga hampir sama atau lebih besar dari pada sumbangan ekonomi suami sendiri. Peranan isteri dalam hal ini menunjukkan sumbangan ekonomi keluarga yang sangat besar berbanding sumbangan ekonomi suami. Malahan bagi isteri-isteri yang bekerja, beban lebih terasa karena mereka menjalankan dua peranan sekaligus yaitu sebagai pekerja dan pengurus rumahtangga. Masa yang digunakan untuk mengurus rumahtangga sedikit berbanding dengan masa bekerja di lahan pertanian. Aktivitas domestik rumahtangga yang di mulai pagi hari, segala kegiatan domestik seperti memasak, mengemas rumah, memandikan anak, mencuci pakaian dan urusan dapur di lakukan sendiri oleh isteri atau bersama dengan suami. Sebagai pengurus rumah tangga dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga, wanita harus bangun pagi-pagi buta untuk mempersiapkan segala kebutuhan rumahtangga. Setelah pekerjaan rumah tangga tersebut


(25)

selesai maka wanita melanjutkan aktivitas ekonomi mereka seperti megolah lahan, menanen jeruk, membersihkan rerumputan di sekeliling jeruk, memanen kol, menanam sayur-sayuran dan lain-lain. Secara nyata, sumbangan masa untuk kegiatan ekonomi keluarga adalah dua kali ganda dilakukan oleh wanita berbanding dengan sumbangan masa pria.

b) Fungsi pendidikan yaitu untuk mendidik anak mulai dari awal sampai dengan pertumbuhan anak sehingga terbentuk personalitinya. Disinilah peran seorang ayah dan seorang ibu sebagai orang tua yang menanamkan norma-norma kepada anak-anak mengenai apa yang baiknya aturan yang ada di dalam masyarakat. Pada tahap proses sosialisasi, anak-anak dimarahi, atau menggunakan cara berbentuk fizikal jika melakukan kesalahan. Pada tahap kedua, anak-anak semakin dewasa, ayah dan ibu memberikan teguran dan melakukan pengawasan kepada anak-anaknya. Selain mendidik anak, proses pembelajaran dan sosialisasi di peringkat keluarga turut melengkapi anak-anak dengan berbagai kemahiran sebagai persediaan bagi mengahadapi zaman dewasa. Dalam masyarakat, seorang ayah lazimnya melatih anak lelaki dalam pekerjaan yang biasa dilalukan kaum lelaki seperti cara membajak sawah, cara bertani, memancing dan lain-lain. Selaras dengan itu, seorang ibu akan melatih anak perempuan memasak, menjahit, mengemas rumah, dan tugas rumahtangga lainnya.


(26)

2. Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku antar pribadi, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan pribadi dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan dalam keluarga terbagi atas dua yaitu peran domestik dan peran publik. Peran domestik adalah peran yang menyangkut urusan rumah tangga seperti membersihkan rumah, belanja peralatan dapur, mencuci pakaian, memasak dan lain-lain. Sedangkan peran publik adalah peran yang menyangkut urusan di luar rumah tangga seperti urusan pekerjaan, pencari nafkah keluarga, urusan dengan masyarakat (sosial) dan lain-lainnya.

3. Aron pada masa kini merupakan aron yang terbentuk atas kepentingan ekonomi baik secara individual (pribadi) maupun secara kelompok yang dipekerjakan di lahan pertanian masyarakat Karo. Aron pada masa kini juga sering disebut sebagai buruh tani yang di pekerjakan oleh masyarakat Karo.


(27)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan wanita untuk bekerja adalah sebagai berikut:

a. Jika pendapatan suami masih belum mampu mencukupi kebutuhan keluarga, maka isetri akan bekerja lebih banyak untuk membantu memenuhi kebutuhan rumah tangga. Artinya, ketika jumlah penghasilan keluarga terutama suami relatif kecil, maka keputusan wanita berstatus menikah untuk bekerja relatif besar.

b. Jika pendapatan suami sudah mampu mencukupi kebutuhan keluarga, maka isteri tidak akan bekerja di sektor publik dan hanya fokus pada urusan rumah tangga (domestik). Artinya, ketika jumlah penghasilan keluarga sudah relatif besar, maka keputusan wanita berstatus menikah untuk bekerja menjadi relatif kecil.

c. Pengaruh jumlah tanggungan pada keluarga terhadap keputusan seorang wanita yang berstatus menikah untuk bekerja. Semakin banyak jumlah tanggungan dalam keluarga membuat semakin besar keikutsertaan wanita untuk berusaha memenuhi kebutuhan keluarga, mulai dari kebutuhan sekolah anak-anak, biaya dapur, kebutuhan pokok dan biaya tidak terduga lainnya.


(28)

Kenyataannya di dalam keluarga miskin, sebagaian besar yang memungkinkan keluarga mereka tetap bertahan hidup dikarenakan wanita yang berperan dalam menafkahi keluarga, semakin miskin suatu keluarga maka keluarga itu semakin bergantung kepada produktivitas ekonomi seorang wanita. Ibu rumah tangga di seluruh dunia melakukan berbagai macam tugas yang memiliki satu kesamaan dengan ibu rumah tangga yang lainnya.

Mereka merawat anak, memenuhi suplai pangan keluarga, mereka mencuci pakaian dan juga wanita memberikan penghasilan bagi keluarga melalui pekerjaan mereka dengan upah yang rendah yang tidak membahayakan pekerjaan utamanya sebagai ibu rumah tangga (Abdullah, 1997:160).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hugen (2011), menemukan bahwa yang menjadi faktor-faktor penyebab besarnya alokasi kerja wanita terhadap keputusan seorang wanita untuk bekerja di sektor publik sehingga mempengaruhi tingkat pendapatan keluarga adalah:

a. Usia dan pendidikan, usia isteri diduga sangat berpengaruh terhadap aktivitas mereka dalam bekerja sehari-hari. Dilihat dari aspek umur isteri berusia rata-rata 34,5 tahun, masuk dalam kategori usia produktif yang berarti mempunyai potensi sebagai sumber tenaga kerja baik di dalam maupun di luar daerah tempat tinggal. Sementara itu tingkat pendidikan isteri sebagian besar (76,33%) tamat SD selebihnya hanya tamat SLTP (23,76%). Isteri yang bekerja di luar rumah lebih besar dipekerjakan pada jenis pekerjaan yang dominan membutuhkan tenaga fisik.


(29)

a) Tanggungan keluarga, tanggungan keluarga dalam penelitian ini mengacu pada pendapat Sajogyo, P. (1994) yang mengatakan, tanggungan keluarga dihitung dengan memilah berapa jumlah jiwa yang masih menjadi tanggungan dan masih dalam satu periuk nasi. Dari hasil wawancara yang didukung oleh observasi lapangan menunjukkan bahwa banyaknya tanggungan keluarga merupakan salah satu alasan perempuan turut serta bekerja membantu suami di lahan milik sendiri maupun menjadi buruh perkebunan kelapa sawit. Mereka beranggapan bahwa jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan berpengaruh terhadap besaran kebutuhan keluarga. Hasil analisis menunjukkan rata-rata jumlah tanggungan keluarga sebesar 3-4 jiwa, terdiri dari isteri dan 1 anak atau 2 anak. Jumlah anak yang menjadi tanggungan terdiri dari 13 jiwa usia anak balita, 7 jiwa usia Sekolah Taman Kanak-kanak (TK), dan 12 jiwa usia sekolah Dasar (SD). Kondisi keluarga kecil ini dipengaruhi oleh pasangan suami-isteri yang paham akan keluarga kecil bahagia, yang ditunjukkan dengan keikutsertaan dalam program Keluarga Berencana (KB).

b) Kepala keluarga bekerja di luar daerah, pada umumnya kepala keluarga akan mencari pekerjaan ke luar daerah tempat tingga jika lapangan kerja di dalam daerah tempat tingga kurang menjanjikan atau pendapatan dari usaha tani kurang mencukupi kebutuhan keluarga. Umumnya, mereka tidak mempunyai keterampilan khusus hanya melakukan pekerjaan di bidang pertanian. Namun


(30)

bagi yang mempunyai keterampilan, seperti tukang batu, tukang kayu, dan meubiller, lebih memilih pekerjaan tersebut sebagai pekerjaan utama, disamping tetap mengusahakan lahan usaha yang dimilikinya. Untuk bekerja di bidang ini umumnya mereka meninggalkan keluarga 1-2 minggu, bahkan ada yang 1 bulan. Hal ini dilakukan untuk menghemat biaya transportasi dan tenaga. Oleh karenanya isteri yang ditinggal suami bekerja di luar daerah, maka isteri mengambil alih pekerjaan di lahan milik mereka untuk menopang perekonomian. Kondisi tersebut mengakibatkan peran perempuan dalam kehidupan keluarga menjadi ganda, yaitu sebagai ibu rumah tangga, disisi lain berperan dalam menentukan kelangsungan usaha tani yang akhirnya mendapatkan pendapatan (pekerjaan produktif). Hal ini sejalan dengan pendapat Sajogyo, P. (1994) yang mengatakan bahwa perempuan dalam mencari nafkah dan mengurus rumah tangga merupakan pekerjaan produktif, dan menjadi kepuasan sendiri bagi kaum perempuan. Dengan demikian alokasi waktu kerja, konstribusi perempuan dalam mencari nafkah, mengurus rumah tangga, dan pengambilan keputusan dalam usaha tani menjadi penting.

c) Alokasi waktu bekerja wanita, alokasi waktu wanita yang bekerja pada kegiatan usaha tani sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah ada atau tidaknya tanggungan anak balita dalam keluarga. Alokasi waktu kerja bagi yang mempunyai anak balita lebih sedikit jika dibanding yang


(31)

tidak punya anak balita, karena waktunya lebih banyak digunakan untuk mengurus anak balita. Sisanya digunakan untuk kegiatan reproduktif dan sosial. Dengan demikian, wanita mempunyai peran ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga dan bekerja membantu suami di lahan atau sebagai buruh upahan di perkebunan di sekitar daerah tempat tinggal.

Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Suhartini (2010) dampak yang diakibatkan dari partisipasi wanita dalam bekerja di sektor publik yaitu:

a. Para wanita yang bekerja pada sektor publik mendapat keuntungan karena dapat memperluas hubungan sosial dengan masyarakat luas dan tidak hanya berinteraksi dengan anak dan suami.

b. Kehidupan ekonomi para wanita tidak mengalami perubahan karena pendapatan yang diperoleh belum mampu untuk memenuhi kebutuhan primer, sekunder dan tersier.

c. Pola pengambilan keputusan dalam wanita ada hal-hal tertentu yang didominasi oleh istri atau perempuan terutama dalam hal yang berkaitan dengan urusan domestik.

d. Hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas pengasuhan anak-anak, pendidikan anak-anak, dan kesehatan relatif dilakukan secara bersama antara suami dan isteri.

2.2 Pengambilan Keputusan dalam Keluarga

Pada umumnya, terdapat hubungan antara pola pengambilan keputusan dan struktur kekuasaan dalam keluarga, yang menyatakan bahwa pola


(32)

pengambilan keputusan (decision making) dalam suatu keluarga menggambarkan bagaimana struktur/pola kekuasaan dalam keluarga tersebut (T.O Ihromi, 1987: 87).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hesti dan Nufitri (2010) ditemukan bahwa pengambil keputusan di dalam keluarga adalah:

a) Pengambilan keputusan keluarga masih didominasi oleh istri terutama dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebutuhan anak seperti pendidiakan anak, keperluan sekolah anak, maupun pemeberian uang saku anak.

b) Keputusan yang berkaitan dengan pembelian barang bernilai tinggi seperti rumah, kendaraan, tanah, emas dan perhiasan lainnya merupakan keputusan yang ditetapkan berdasarkan hasil diskusi antara suami dan istri. c) Pengambilan keputusan yang sifatnya jangka panjang seperti dalam

memilih tempat berlibur, menabung serta berinvestasi, para wanita bekerja memilih membicarakannya terlebih dahulu dengan suami sehingga keputusan yang diambil merupakan keputusan berdua.

d) Sementara untuk hal-hal yang sifatnya rutin dan untuk kebutuhan rumah tangga keputusan sepenuhnya diserahkan kepada istri seperti kebutuhan dapur, perlengkapan rumah tangga, perabot rumah tangga dan lain-lain.

2.3 Penggunaan Pendapatan Suami dan Isteri di dalam Keluarga

Pendapatan yang diterima oleh suami dan isteri tidak dapat dipisahkan, dimana pendapatan suami selalu diberikan kepada sang isteri. Pendapatan yang


(33)

diperoleh keduanya yaitu suami dan isteri dianggap sebagai pendapatan keluarga yang nantinya akan digunakan untuk kebutuhan setiap anggota keluarga.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Haryanto (2008) penggunaan pendapatan suami dan isteri dialokasikan kepada:

a) Belanja kebutuhan sehari-hari atau pun kebutuhan pokok setiap anggota keluarga seperti kebutuhan dapur, belanja untuk makan setiap harinya, belanja untuk pakaian keluarga, perlengkapan yang dibutukan untuk ayah, ibu maupun anak-anak. Penggunaan pendapatan terbesar digunakan untuk kebutuhan sehari-hari dibanding dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya. b) Kebutuhan sekolah anak-anak seperti uang SPP setiap bulannya, membeli

buku sekolah anak-anak, seragam sekolah, uang jajan setiap harinya. c) Kebutuhan keluarga yang bersifat sosial seperti adanya anggota keluarga

yang ikut serta dalam arisan keluarga, arisan tetangga, menghadiri acara pernikahan, menghadiri acara hajatan sehingga membutuhkan biaya juga dalam acara tersebut.

Dilihat dari distribusi penggunaan pendapatan istri atau wanita menunjukkan bahwa belum ada atau tidak banyak wanitayang menggunakan penghasilannya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri secara pribadi. Penghasilan mereka digunakanuntuk memenuhi kebutuhan keluarga secara bersama. Hal ini sangat terkait dengan kebiasaan yang ada di masyarakat terutama pedesaan bahwa tanggung jawab untuk mengatur rumah tangga merupakan tanggungjawab wanita atau istri di dalam keluarga mereka.


(34)

Unit terkecil masyarakat adalah keluarga, sehingga seperti halnya masyarakat, maka masyarakat juga dapat dilihat sebagai sebuah sistem yang terdiri dari bagian-bagian yang saling tergantung satu sama lain. Keseluruhan sistem tersebut memiliki seperangkat kebutuhan yang harus dipenuhi oleh masing-masing bagian yang fungsional, agar sistem tetap berada dalam keadaan seimbang atau harmoni. Bilamana tidak terpenuhi, maka kondisi tersebut akan dapat berkembang ke suatu keadaan yang bersifat patologis atau disharmoni.

2.4 Harmonisasi Rumah Tangga

Kesatuan fungsional atau keadaan harmoni suatu sistem dibatasi sebagai suatu keadaan dimana seluruh bagian dari sistem sosial dapat saling fungsional, sehingga dapat tercipta keselarasan dengan tanpa atau sedikit konflik yang tidak berkepanjangan dan semakin membesar.

Kesatuan fungsional atau keadaan harmoni yang lokal nampaknya bertentangan dengan fakta, karena suatu bagian dari sebuah sistem bias fungsional bagi suatu sub-sistem tertentu tetapi ternyata dapat disfungsional bagi subsistem lainnya. Kondisi dimana masing-masing subsistem dapat saling fungsional satu sama lain akan mengarah pada keadaan harmoni, kesesuaian fungsi dapat tercapai kalau terdapat adanya persamaan nilai dan norma. Sebaliknya kondisi dimana masing-masing sub-sistem saling disfungsional, sebenarnya merupakan perwujudan dari tidak adanya kesepakatan atau konsensus tentang nilai dan norma. Dan hal itu akan mengarah kepada konflik dan dis harmoni.

Tetapi dalam penelitian yang dilakukan oleh Nurhadi (2009) menemukan bahwa, konflik justru akan ditempatkan sebagai suatu proses yang bersangkut paut dengan harmoni, dalam arti bahwa konflik dianggap sebagai pembuka bagi


(35)

terjadinya proses harmonisasi. Menurut Nurhadi, dilihat beberapa kecenderungan bahwa, terjadi hubungan antara istri yang bekerja dengan tingkat harmonisasi pada keluarga melalui tingkat pendapatan istri. Dalam artian, bahwa jika istri yang bekerja tersebut pendapatannya dapat untuk mencukupi seluruh kebutuhan keluarga, maka terjadi disfungsional bagi urusan-urusan kerumahtanggaan, ketergantungan ekonomis kepada suaminya menjadi rendah, sikap kemandiriannya (istri) menjadi tinggi, sehingga tingkat harmonisasi keluarga dapat menjadi goyah, meskipun seluruh kebutuhan ekonomi keluarga relatif dapat tercukupi.

Sementara itu istri yang bekerja yang pendapatannya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan makan keluarga saja, maka ia akan tetap fungsional bagi pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, ketergantungan ekonomisnya kepada suami juga tetap tinggi karena isteri yang bekerja sebagai pencari nafkah tambahan hanya mampu mencukupi kebutuhan makan saja, selebihnya kebutuhan keluarga lainnya seperti kebutuhan sandang, papan maupun kebuthan tersier dipenuhi oleh suami.

Tidak hanya masalah pemenuh kebutuhan keluarga, sikap kemandirian wanita juga berada dalam kategori rendah, hal ini dikarenakan wanita masih tergantung kepada suami yang dilihat dari segi ekonomi. Dalam penelitian ini juga ditarik kesimpulan bahwa, isteri yang pendapatannya masih lebih rendah dari pada pendapatan suami dan masih tergantung kepada suami, dikategorikan sebagai keluarga harmonis.


(36)

2.5 Beban Ganda (Double Burden)

Adanya anggapan bahwa kaum wanita memiliki sifat pemelihara dan rajin, membuat wanita berorientasi dan bertanggung jawab pada semua pekerjaan domestik. Konsekuensinya, kaum wanita harus bekerja keras dalam mengurus kebutuhan rumah tangganya, bagi kalangan menegah kebawah beban lebih terasa berat jika wanita juga terjun ke dalam sektor publik atau dunia kerja yang membuat wanita memiliki beban ganda (Rochie, 2009:22). Beban ganda (double burden) merupakan beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya terutama kaum wanita.

Angka statistik Indonesia menunjukkan bahwa semakin meningkat jumlah wanita yang bekerja di sektor publik disebabkan oleh faktor-faktor tertentu, diantaranya adalah pendapatan suami rendah, suami meninggal dan juga suami bekerja di luar daerah maupun di luar negeri. Selain itu, berubahnya struktur keluarga disebabkan oleh tidak hadirnya pria sebagai kepala rumah tangga, membawa wanita untuk menggantikan pria sebagai kepala rumah tangga. Dengan demikian, pembagian-pembagian kerja yang biasanya terjadi dalam rumah tangga tidak dapat berjalan dengan baik

Berdasarkan ruang lingkup kedudukan wanita dalam keluarga dan masyarakat, wanita memiliki dua peran yaitu:

a. Disatu pihak sebagai ibu rumah tangga (domestik) dalam keluarga ,masing-masing wanita berperan sebagai tenaga kerja domestik yang tidak mendatangkan hasil secara langsung.


(37)

b. Dipihak lain sesuai dengan perkembangan masyarakat khususnya di bidang perekonomian agraris, nampak nyata peran serta wanita sebagai tenaga dibidang pencari nafkah (publik) yang mendatangkan hasil secara langsung.

2.6 Persepsi Suami terhadap Beban Ganda yang Dipikul Isteri

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Iriani (2003) mengenai persepsi suami terhadap aktifitas peran ganda perempuan sunda di sektor domestik sebagai berikut :

a. Istri diharapkan tidak meninggalkan kodratnya walaupun melakukan pekerjaan nafkah untuk menunjang keuangan keluarga.

b. Istri dan suami secara bersama-sama memberikan perhatian terhadap pendidikan dan kesehatan anak yang merupakan tanggungjawab kedua orangtua.

c. Istri dilibatkan dalam pengambilan keputusan dalam keluarga, karena suami-istri sebagai mitraperan dalam keluarga.

Persepsi positif dari suami tersebut, menunjukkan bahwa keluarga sebagai jaringan hubungan sistem sosial berlangsung dengan stabil, karena masing-masing anggotanya dapat melaksanakan fungsi dan perannya yang sesuai dengan status masing-masing. Dengan adanya pergeseran pelaksanaan peran istri, maka suami sebagai mitraperannya dapat melakukan perubahan peran kontekstual secara adaptif, sehingga upaya mewujudkan keberfungsian keluarga dapat terwujud.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ieke Iriani (2003) mengenai persepsi suami terhadap aktifitas istri di sektor publik adalah sebagi berikut:


(38)

a. Suami menghargai hak dan kewajiban istri dalam melakukan aktifitas di luar rumah, karena dapat meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan wawasannya.

b. Memberi dukungan dan motivasi terhadap perkembangan usaha atau karier istrinya.

c. Memberikan dukungan dengan meninggalkan nilai yang sudah tidak relevan dengan dinamika masyarakat.

Penelitian ini memperlihatkan bahwa telah terjadi transformasi kesetaraan gender dengan bentuk kemitrasejajaran perempuan-laki-laki, dalam hal ini akibat adanya persepsi positif dari perempuan Sunda terhadap aktifitas peran-gandanya. Untuk menjaga stabilitas struktur dan fungsi keluarga, maka perempuan Sunda mengem-bangkan harapan anticipatory dalam pelaksanaan perannya dan secara konsisten menerima peran kodrati (mengandung, melahirkan dan menyusui), laki-laki dalam hal ini suami mengembangkan konsensus dengan meningggalkan nilai yang membatasi ruang gerak perempuan Sunda dan mengembangkan nilai budaya yang mendukung perempuan Sunda untuk eksis di sektor publik. Lingkungan masyarakat Sunda mengembangkan nilai budaya yang mendukung aktifitas peran-ganda, sebagai upaya pemberdayaan perempuan. Dalam hal ini peran kodrati perempuan tetap menjadi tuntutan budaya dan agama.

Hasil penelitian ini mengisyaratkan bahwa walaupun budaya tradisional Sunda masih menempatkan perempuan di sektor domestik, namun kekuatan budaya tradisional yang membatasi ruanggerak wanita, telah dianggap negatif dan sudah tidak relevan lagi dengan dinamika masyarakatnya. Sehingga perempuan memiliki 'pengakuan' dan legalitas dari masyarakat untuk tampil


(39)

sebagai pekerja atau pencari nafkah serta dapat berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan. Berdasarkan temuan penelitian ini dapat dikemukakan bahwa alternatif model peran-ganda yang dipilih oleh perempuan Sunda adalah ‘model ideal’ atau model keseimbangan, karena perhatian terhadap keluarga dan aktifitas di sektor publik memiliki proporsi yang seimbang.


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2006:4).

Dimana dalam penelitian ini, pendekatan kualitatif dimaksudkan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan hal-hal yang berkenaan dengan masalah yang diteliti, yaitu bagaimana perubahan fungsi dan peranan keluarga pada aron wanita di Desa Ketaren Kecamatan Kabanjahe yang disebabkan oleh beban ganda yang dipikul oleh wanita aron baik dari sektor domestik maupun dari sektor publik. Dari sektor domestik, wanita memiliki peran sebagai isteri, ibu rumah tangga yang melaksanakan berbagai kegiatan rumah tangga berupa: memasak untuk keluarga, melayani suami, mengurus anak-anak, membersihkan rumah dan sebagainya.

Selain itu, wanita juga harus bekerja di sektor publik sebagai aron di lahan pertanian masyarakat Karo untuk memenuhi kebutuhan dan perekonomian keluarga. Dari pendekatan kualitatif ini, akan diperoleh informasi atau data yang lebih mendalam dari informan yang terkait dengan permasalahan pada aron wanita di Desa Ketaren Kecamatan Karo.


(41)

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Ketaren, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo. Alasan peneliti memilih lokasi penelitian tersebut karena peneliti merasa tertarik terhadap banyaknya wanita yang bekerja sebagai aron (buruh tani) dibanding dengan jumlah aron pria. Dimana aron wanita tersebut mampu menghidupi seluruh anggota keluarganya dengan bekerja di lahan pertanian milik orang lain di desa Ketaren, Kecamatan Kabanjahe. Selain itu, peneliti juga memahami keadaan lokasi penelitian tersebut sehingga memudahkan peneliti mendapatkan data penelitian.

3.2.1 Sejarah Singkat Desa Ketaren Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo

Pada awalnya Desa Ketaren hanya merupakan kompleks perladangan dari

merga Ketaren yang berasal dari Desa Raya. Namun dikarenakan semakin luasnya lahan dan jumlah penduduk di Desa Raya yang semakin banyak maka kompleks perladangan ini berubah menjadi kompleks pemukiman. Orang- orang dari Desa sekitar seperti Desa Raya dan Desa Rumah Kabanjahe yang berbatasan langsung dengan Desa Ketaren mulai berdatangan dan ikut membuka lahan serta menetap di Desa Ketaren.

Seperti hal nya desa- desa yang ada di Kabupaten Karo pada umumnya, Desa Ketaren juga memiliki simantek kuta (orang yang pertama membuka desa). Adapun simantek kuta Desa Ketaren berasal dari sub merga (sub klan) Ketaren yang merupakan bagian dari merga (klan) Karo- Karo. Dari sub merga (sub klan)


(42)

inilah kemudian dikenal nama Kuta Ketaren (Kampung orang yang bermarga Ketaren) atau Desa Ketaren.

Pada masa awal kemerdekaan Desa Ketaren pernah ditinggal oleh penduduk dikarenakan Agresi Militer Belanda I yang memaksa penduduk untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman. Pada masa tersebut Belanda membakar habis setiap desa yang dilaluinya di Tanah Karo tidak terkecuali Desa Ketaren mengingat letaknya yang berada di jalur Medan- Kabanjahe – Siantar.

Setelah berakhirnya Ageresi Militer Belanda I penduduk kembali ke Desa Ketaren, tidak hanya penduduk desa mula- mula namun ada juga penduduk desa lain yang memilih untuk ikut menetap dan membuka lahan pemukiman baru di Desa Ketaren tepatnya di sepanjang Jalan Jamin Ginting.

Seiring dengan perkembangan jaman dan bertambahnya jumlah penduduk maka luas wilayah Desa Ketaren juga semakin bertambah luas, dari yang pada awal terbentuknya hanya sebuah kompleks perladangan/ berhuma (barung)

menjadi sebuah desa kecil yang pada jaman kemerdekaan wilayahnya bertambah disepanjang Jalan Jamin Ginting kemudian pada masa sekarang bertambah luas hingga menjadi salah satu desa yang merupakan pusat ekonomi, budaya, sosial dan politik di Kabupaten Karo

3.2.2 Kondisi geografi Desa Ketaren Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo

Secara keseluruhan Desa Ketaren merupakan wilayah dataran yang berada pada 1200 meter di atas permukaan laut. Desa Ketaren memiliki luas sebesar 250 Hektar yang membentang disepanjang Jalan Let. Jend Jamin Ginting dan memiliki batas- batas wilayah sebagai berikut:


(43)

Sebelah Utara : Desa Sumber Mufakat Kecamatan Kabanjahe Sebelah Selatan : Kelurahan Kampung Dalam Kecamatan Kabanjahe Sebelah Barat : Desa Rumah Kabanjahe Kecamatan Kabanjahe Sebelah Timur : Desa Samura Kecamatan Kabanjahe

Letak Desa Ketaren ini cukup strategis dikarenakan berjarak 1 Km dari Ibukota Kabupaten Karo yaitu Kabanjahe. Sedangkan untuk jarak dari Desa Ketaren ke Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara yaitu Medan adalah sejauh 76 Km, yang dapat ditempuh selama kurang lebih 2,5 jam dengan menggunakan kendaraan roda empat.

Wilayah Desa Ketaren yang merupakan wilayah yang subur dan memiliki kekayaan alam yang melimpah, sehingga membuat sebagian besar penduduk disana bermata pencaharian sebagai petani. Selain penduduk asli yang bekerja sebagai petani maupun buruh tani, penduduk pendatang pun banyak berdatangan dari berbagai daerah untuk mencari nafkah. Hal ini dilakukan karena, mencari nafkah di wilayah Tanah Karo lebih mudah dibanding wilayah diluar Sumatera Utara.

Desa Ketaren juga memiliki kekayaan alam yang sangat luar biasa, mulai dari sektor alam sampai ke pertaniannya. Sektor pertanian yang paling menonjol di daerah tersebut dan sangat bagus untuk dikembangkan. Hasil sayuran dan buah merupakan hasil pertanian yang sangat sering dihasilkan di Tanah Karo. Banyak hasil pertanian ini dikirim ke berbagai daerah seperti ke Aceh, batam, jambi, lampung dan bahkan sampai ke Jakarta.

Akan tetapi, sektor pertanian di desa Ke ini masih memiliki banyak kendala, terutama para petani itu sendiri. Sebagai contoh banyak petani di desa Ketaren yang belum mengerti cara penggunaan lahan secara efisien dan belum mampu bersaing dengan daerah, selain itu modal yang masih kurang membuat


(44)

petani yang memiliki lahan pertanian mereka mengalami kendala untuk membuat lahan pertanian mereka bisa lebih maju.

Selain karena lahan di Desa Ketaren yang cocok untuk lahan pertanian, keadaan tanah yang ada di Desa Ketaren sendiri merupakan dataran yang rata sehingga hal inilah yang mendorong penduduk desa lain pada masa lampau membuka komplek perladangan di desa ini. Desa Ketaren memiliki kekayaan alam yang subur dan lahan memilki lahan pertanian untuk dijadikan sebagai mata pencaharian bagi masyarakat yang ada di sana. Sektor pertanian yang ada di Desa Ketaren sangat bagus untuk dikembangkan, hasil sayuran dan buah merupakan hasil pertanian yang sangat sering dihasilkan di Tanah Karo termasuk juga di Desa Ketaren. Banyak hasil pertanian ini dikirim ke berbagai daerah seperti ke Medan, Aceh dan bahkan sampai ke Jakarta.

Berikut ini adalah rata-rata produksi sayur-sayuran menurut jenis tanaman tahun 2011 di Tanah Karo:

Tabel 3.1

Rata-rata Produksi Sayur-sayuran

Jenis Tanaman Luas Panen (ha) Produksi (ton) Rata-rata Produksi (kw/ha)

Bawang Merah 1 384 12 449 89,95

Bawang Putih 32 256 80,00

Bawang Daun 1 601 9 199 57,46

Kentang 7 203 123 078 170,87

Kubis 7 906 173 565 219,54

Petsai/Sawi 6 092 60 471 99,26

Wortel 1 505 28 178 187,23

Lobak/Chinese Radish 460 6 114 132,91

Kacang Merah 637 2 847 44,69

Kacang Panjang 4 584 47 610 103,86

Cabe 19 643 233 256 118,75

Tomat 4 142 93 387 225,46

Terung 3 721 67 831 182,29

Buncis 3 323 51 046 153,61

Ketimun 2 953 45 975 155,69


(45)

Bayam 3 170 13 700 43,22

Kol Bunga 1 381 19 584 141,81

Sumber: BPS Sumatera Utara

Berikut ini adalah rata-rata produksi buah-buahan menurut Jenis tanaman tahun di Tanah Karo:

Tabel 3.2

Rata-rata Produksi Buah-buahan

Tanaman

2007 2008 2009 2010 2011

Alpukat 6 808 9 093 7 481 7 644 8 083

Jeruk 864 778 679 073 728 796 788 747 579 471

Mangga 34 349 27 402 21 971 28 131 31 742

Rambutan 48 706 67 639 60 153 43 777 30 527

Duku 9 157 15 986 15 526 13 258 20 807

Durian 136 940 128 803 102 580 66 206 79 659

Jambu Biji 15 660 22 782 24 682 35 261 20 716

Sawo 11 894 10 721 13 833 6 710 7 543

Pepaya 22 154 23 287 27 659 29 040 36 057

Pisang 211 974 233 124 335 790 403 390 429 628 Nenas 123 776 144 266 134 077 102 437 183 213 Salak 247 406 229 911 259 103 328 877 360 813

Manggis 8 613 9 387 9 957 7 750 9 332

Nangka 22 485 24 008 19 401 15 054 14 241

Sirsak 1 257 1 323 1 080 1 163 916

Belimbing 4 915 6 816 4 799 4 732 5 091

Sumber: BPS Sumatera Utara

Perkembangan desa Ketaren yang semakin pesat, menyebabkan Desa Ketaren dipilih oleh Pemerintah Karo diubah menjadi tempat perluasan pemukiman dan komplek perkantoran yang dibutuhkan Pemerintah Kabupaten Karo. Walaupun sudah banyak berdiri komplek perumahan bagi penduduk, perkantoran, swalayan untuk berbelanja, dan fasilitas lainnya, namun desa Ketaren masih mencerminkan sebuah desa yang masih kental dengan kebudayaan. Hal ini terbukti dengan tetap terlaksananya kerja tahun (pesta tahunan) yang dilakukan setahun sekali tepatnya pada bulan Agustus.


(46)

3.2.3 Kondisi Demografi Desa Ketaren Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo

Tabel 3.3

Jumlah Penduduk di Desa Ketaren berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

Laki- laki 2790 50,10%

Perempuan 2779 49,90%

Jumlah 5569 100,00%

Sumber: Kantor Kepala Desa Ketaren tahun 2010

Bedasarkan perhitungan statistika yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistika di Kabupaten Karo, jumlah penduduk di Desa Ketaren adalah 5569 orang, yang terdiri dari 2790 orang laki- laki dan 2779 orang perempuan. Adapun jumlah kepala keluarga yang ada di Desa Ketaren adalah sebanyak 1251 kepala keluarga.


(47)

Tabel 3.4

Jumlah Penduduk di Desa Ketaren berdasarkan Usia

Umur Frekuensi Persentase

0-5 441 7,92%

6-11 886 15,91%

12-17 498 8,94%

18-23 577 10,36%

24-29 545 9,79%

30-35 532 9,55%

36-41 652 11,71%

42-47 370 6,64%

48-53 365 6,55%

54-59 368 6,61%

60 ke atas 335 6,02%

Jumlah 5569 100,00%

Sumber: Kantor Kepala Desa Ketaren tahun 2010

Berdasarkan dari tabel di atas, jumlah penduduk yang terdapat di Desa Ketaren adalah 5569 orang. Pada umumnya, jumlah penduduk yang terdapat di Desa Ketaren adalah remaja dengan usia 6- 11 tahun dengan kategori tidak produktif dan sedangkan jumlah penduduk dengan kategori produktif adalah sebanyak 3907 orang yang terhitung dari usia 22-59 tahun. Data diatas diperoleh berdasarkan hasil perhitungan statistika Kabupaten Karo.

Tabel 3.5

Jumlah Penduduk di DesaKetaren bedasarkan Tingkat Pendidikan

Pendidikan Frekuensi Persentase

Tidak Tamat SD 856 15,37%

Tamat SD/ Sederajat 1041 18,69%

Tamat SMP/ Sederajat 1106 19,86%

Tamat SMA/ Sederajat 1178 21,15%

Tamat D1/ Sederajat 467 8,39%

Tamat D3/ Sederajat 552 9,91%

Tamat S1, S2, S3 369 6,63%

Jumlah 5569 100,00%


(48)

Dilihat dari tingkat pendidikan yang terdapat di Desa Ketaren, penduduk Desa Ketaren didominasi oleh penduduk tamatan SMA/Sederajat yaitu sebanyak 1178 orang (21.15%) dari jumlah keseluruhan penduduk di Desa Ketaren yakni 5569 orang, selanjutnya disusul oleh penduduk yang tamatan SD/Sederajat yaitu sebanyak 1041 0rang (18,69%), dan yang terakhir tingkat pendidikan S1, S2, S3 yaitu 369 orang (6,63%).

Dari hasil tabel di atas dapat terlihat bahwa tingkat pendidikan di Desa Ketaren masih rendah yaitu sekitar 53,92% (penduduk tidak tamat SD, Tamat SD dan Tamat SLTP). Sedangkan untuk penduduk berpendidikan tinggi (penduduk tamat D1, D3 dan S1 ke atas) ada sebanyak 24,92%.

Tabel 3.6

Jumlah Penduduk Desa Ketaren berdasarkan Etnis

Komposisi Etnis Frekuensi Persentase

Jawa 897 16,11%

Batak 4492 80,66%

Cina 15 0,27%

Melayu 145 2,60%

Ambon 4 0,07%

Nias 16 0,29%

Jumlah 5569 100,00%

Sumber: Kantor Kepala Desa Ketaren Tahun 2010

Bedasarkan dari data yang diperoleh dari Sekretaris Desa Ketaren komposisi penduduk Desa Ketaren Berdasarkan Etnis didominasi oleh Etnis Batak, baik Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pak pak maupun Mandailing yaitu 4492 orang (80.66%), dari jumlah keseluruhan Etnis Batak tersebut, 80% diantaranya merupakan penduduk asli Desa Ketaren dengan latar belakang Etnis Karo. Penduduk Desa Ketaren berlatar belakang Etnis Jawa ada sebanyak 16.11% yang pada umumnya tersebar di Perumahan Veteran dan


(49)

Tabel 3.7

Jumlah Penduduk Desa Ketaren berdasarkan Agama

Agama Frekuensi Persentase

Islam 789 14,17%

Protestan 4224 75,85%

Katolik 549 9,86%

Hindu 0 0,00%

Budha 7 0,13%

Jumlah 5569 100,00%

Sumber:Kantor Kepala Desa Ketaren Tahun 2010

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa penduduk Desa Ketaren didominasi oleh penduduk dengan latar belakang agama Kristen Protestan yaitu dengan jumlah 4224 orang (75.85%), pada umumnya penduduk tersebut merupakan jemaat dari Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) mengingat Desa Ketaren merupakan salah satu basis dari gereja tersebut dan letak Gereja GBKP tersebut juga tidak jauh dari Desa Ketaren.

Sedangkan untuk penduduk dengan latar belakang agama Islam ada sebanyak 789 orang (14.17%) yang pada umumnya adalah warga pendatang. Penduduk yang berlatar belakang agama Katolik adalah sebanyak 549 orang (9.86 %), sedangkan penduduk ketaren yang berlatang belakang agama Budha adalah sebanyak 7 orang (0.13%).

3.2.4 Sarana dan Prasarana

Sarana dan Prasarana merupakan hal yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk mendukung semua kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. Dengan terpenuhinya semua sarana dan prasarana pokok seperti; pendidikan, kesehatan, ibadah dan komunikasi informasi maka masyarakat akan semakin mudah untuk mencapai tujuan hidup manusia dalam bermasyarakat.


(50)

Di desa Ketaren sendiri menyediakan sarana dan prasaran ataupun fasilitas yang terdapat di Desa Ketaren tersebut, adapun sarana dan prasaran yang tersedia di Desa Ketaren adalah sebagai berikut:

Tabel 3.8

Sarana dan Prasarana Pendidikan

Sarana dan Prasarana Keterangan Jumlah

Taman Kanak- Kanak Ada 2

Sekolah Dasar/ Sederajat Ada 4

Sekolah Menengah Pertama/

Sederajat Ada 3

Sekolah Menengah Atas/

Sederajat Ada 2

Perguruan Tinggi Ada 1

Sumber: Sekretaris Desa Ketaren

Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting dan dibutuhkan oleh masyarakat selama hidupnya. Dengan adanya pendidikan maka masyarakan dapat meningkatkan taraf hidupnya. Pendidikan yang baik haruslah didukung oleh sarana dan prasarana yang baik pula. Adapun sarana dan prasarana pendidikan yang ada di Desa Ketaren dapat dikatakan sudah cukup lengkap karena adanya sarana dan prasarana mulai dari Taman Kanak- kanak sampai dengan Perguruan Tinggi.

Tabel 3.9

Sarana dan Prasarana Kesehatan

Sarana dan Prasarana Keterangan Jumlah

Posyandu Ada 8

Rumah Sakit Ada 3

Apotik/ Toko Obat Tidak ada -

Puskesmas Ada 5

Sumber: Sekretaris Desa Ketaren

Selain pendidikan, kesehatan juga merupakan sesuatu yang penting bagi masyarakat. Adapun sarana dan prasarana kesehatan yang ada di Desa Ketaren ialah rumah sakit sebanyak tiga buah, puskesmas lima buah dan posyandu sebanyak delapan buah. Rumah sakit yang ada di Desa Ketaren salah satunya


(51)

Karo, baik dari segi tenaga medis maupun peralatan medis. Untuk puskesmas dan posyandu penyebarannya cukup merata disetiap lingkungan dan perumahan warga, oleh karena itu dapat dikatakan sarana dan prasarana yang ada di Desa Ketaren sudah cukup lengkap.

Tabel 3.10

Sarana dan Prasarana Ibadah

Sarana dan Prasarana Keterangan Jumlah

Mesjid Ada 3

Gereja Ada 6

Pura Tidak ada -

Wihara Tidak ada -

Sumber Sekretaris Desa Ketaren

Dilihat dari sarana dan prasarana ibadah Desa Ketaren hanya memiliki dua jenis sarana dan prasarana ibadah yaitu Mesjid dan Gereja. Mesjid yang ada di Desa Ketaren ada sebanyak tiga buah dan tersebar di beberapa perumahan. Sedangkan untuk Gereja ada sebanyak enam buah diantaranya; Gereja Batak Karo Protestan (GBKP), Gereja Bethany, Gereja Advent, Gereja Pentakosta di Indonesia (GPdI), Gereja Batak Pak- Pak dan Gereja Katolik.

Tabel 3.11

Sarana dan Prasarana Komunikasi Informasi

Sarana dan Prasarana Keterangan Jumlah

Wartel Ada 5

Telepon Umum Tidak ada -

Warnet Ada 5

Kantor pos Tidak ada -

Sumber: Sekretaris Desa Ketaren

Di era globalisasi seperti saat ini sarana dan prasarana komunikasi dan informasi merupakan hal yang penting. Adapun sarana dan prasarana komunikasi yang ada di Desa Ketaren ialah warung telepon ada sebanyak lima buah dan warung internet sebanyak lima buah.


(52)

3.3 Unit Analisis dan Informan 3.3.1 Unit Analisis

Unit analisis adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian. Salah satu ciri atau karateristik dari penelitian sosial adalah menggunakan apa yang disebut dengan “unit of analysis”. Ada dua unit analisis yang lazim digunakan pada kebanyakan penelitian sosial yaitu individu maupun kelompok sosial didalam masyarakat. Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah aron wanita, suami aron wanita dan juga anak-anak aron wanita.

3.3.2 Informan

Informan adalah orang-orang yang menjadi sumber informasi dalam penelitian yang aktual selama menjelaskan tentang masalah penelitian. Adapun yang menjadi informan yang menjadi subjek penelitian adalah:

1. Wanita aron yang sudah berumah tangga, kriteria umur berkisar 18-50 tahun, masih terikat dalam ikatan perkawinan (tidak bercerai), mempunyai suami yang masih hidup sampai saat ini, mempunyai anak, melaksanakan dua peranan sekaligus yaitu sebagai isteri dan ibu dalam rumah tangganya yang melaksanakan berbagai tugas-tugas rumah tangganya. Selain itu, wanita tersebut juga harus bekerja di luar rumah tangganya sebagai buruh tani (aron) pada lahan pertanian di Tanah Karo, sehingga memberi beban ganda pada diri wanita tersebut.

Dari informan tersebut, peneliti berharap akan memperoleh informasi-informasi yang jelas dan akurat, sehingga dapat


(53)

menjawab permasalahan dalam penelitian ini, yaitu bagaimana perubahan fungsi maupun peranan keluarga pada wanita aron di Desa Ketaren, Kecamatan Kabanjahe serta bagaimana keluarga menyikapi perubahan fungsi dan peranan keluarga yang terdapat pada wanita aron di desa Ketaren.

2. Suami yang masih hidup, masih terikat dalam perkawinan (tidak bercerai), mempunyai pekerjaan dan memperoleh penghasilan (uang) sampai saat ini. Dari informan tersebut, peneliti berharap dapat memperoleh informasi-informasi yang jelas dan akurat mengenai fungsi maupun peran yang dijalankan mereka sebagai kepala rumah tangga, yang isterinya menjalankan peran ataupun beban ganda dalam kehidupan rumah tangga dan bagaimana suami menyikapi perubahan fungsi maupun peran keluarga yang terdapat pada wanita aron yang menjalankan beban ganda pada sektor domestik maupun publik.

3.4 Populasi dan Sampel 3.4.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditetapkan kesimpulannya (Sugiyono, 2005). Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah aron wanita pada tahun 2011 di Desa Ketaren Kecamatan Kabanjahe yaitu berjumlah 1.365 jiwa.


(54)

3.4.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang menjadi sumber data yang sebenarnya, merupakan wakil polulasi yang diteliti (Arikunto, 2006). Pengambilan sampel dimakasudkan sebagai representase dari seluruh populasi sehingga kesimpulan berlaku bagi keseluruhan populasi. Berhubung populasi dalam penelitian ini cenderung homogen maka sampel dalam penelitian ini dipilih secara Purposive Sampling yaitu sampel yang dipilih secara sengaja dengan tujuan tertentu. Untuk itu peneliti memilih sampel berdasarkan pekerjaan wanita yang bekerja sebagai aron di Desa Ketaren Kecamatan Kabanjahe.

Sehingga, jumlah sampel yang akan diteliti dihitung berdasarkan 10% dari besar populasi jumlah aron wanita yang terdapat di Desa Ketaren Kecamatan Kabanjahe yaitu sebagai berikut:

Besarnya populasi aron wanita di Desa Ketaren Kecamatan Kabanjahe adalah 1.365 jiwa, diambil jumlah 10% dari jumlah populasi aron wanita di Desa Ketaren sehingga: 10% x 1.365 = 136, 5 orang (137 orang)

3.5 Tehnik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data dilakukan berdasarkan dengan jenis data yang diperlukan untuk mendapatkan informasi. Adapun tehnik pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:

3.5.1 Tehnik Pengumpulan Data Primer

Data primer yaitu data yang diambil dari sumber data lapangan atau dari obyek yang akan diteliti. Pengumpulan data dengan langsung terjun ke lokasi penelitian yang di dapat, digunakan melalui:


(55)

3.5.1.1 Observasi

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan (Bungin, 2007:115). Dalam penelitian ini, peneliti mengamati bagaimana keseharian hidup informan dalam kehidupan rumah tangga (domestik), dan juga kesehariannya dalam pekerjaan sebagai aron di lahan pertanian masyarakat Karo untuk membantu perekonomian keluarga.

3.5.1.2 Wawancara Mendalam

Metode pengumpulan data dengan wawancara yang dilakukan berkali-kali dan membutuhkan waktu yang cukup lama bersama informan dilokasi penelitian (Bungin, 2007:108). Dalam penelitian ini yang diwawancarai adalah istri (aron), suami dan anak-anak di dalam keluarga. Untuk memperjelas wawancara ini, maka peneliti menggunakan daftar pertanyaan (interview Guide) yang telah disusun oleh si peneliti sebelum melakukan wawancara mendalam kepada informan.

3.5.1.3Kuesioner

Metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara pengumpulan data secara tidak langsung (peneliti tidak langsung bertanya jawab dengan responden). Instrumen atau alat pengumpulan datanya juga disebut angket berisi sejumlah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab atau direspon oleh responden. Dalam daftar kuesioner yang akan dibuat oleh peneliti seperti kontribusi waktu bekerja wanita di sektor publik maupun di sektor domestik, pendapatan wanita aron, pendapatan suami, peran apa saja yang dijalankan dan sebagainya. Hasil dari pertanyaan kuesioner tersebut, nantinya akan ditabulasi ke dalam bentuk tabel sehingga akan terlihat bentuk perbandingannya.


(56)

3.5.2 Tehnik Pengumpulan Data sekunder

Data sekunder adalah data atau informasi yang diperoleh secara tidak langsung ke lapangan penelitian, melainkan melalui studi kepustakaan. Maksud studi kepustakaan adalah data yang didapat dari buku-buku, jurnal-jurnal ilmiah, dan majalah yang dianggap relevan dengan penelitian ini.

3.6 Interpretasi Data

Interpretasi data yang dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia, yaitu pengamatan dan wawancara mendalam yang sudah ada dalam catatan lapangan. Data tersebut akan dipelajari dan ditelaah untuk mencari apa yang ingin diteliti. Setelah itu, data direduksi dengan cara membuat abstraksi. Abstraksi merupakan usaha untuk membuat rangkuman secara inti, proses sehingga tetap berada di dalam fokus penelitian. Setelah semua terkumpul, data dianalisis kemudian diinterpretasikan berdasarkan dukungan teori dan kajian pustaka yang telah disusun, hingga pada akhirnya menjadi laporan penelitian.

3.7 Jadwal Kegiatan

No Jenis Kegiatan Bulan Ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pra Survei √

2 Acc Judul √

3 Penyusunan Proposal √ √ √

4 Seminar Proposal √

5 Revisi Proposal √

6 Penelitian Lapangan √ √ √ 7 Pengumpulan dan Analisis Data √ √ √ √ 8 Bimbingan Skripsi √ √ √ √ √ 9 Penulisan Laporan √ √ √ √ √ √


(57)

3.8 Keterbatasan Penelitian

Dalam menyelesaikan penelitian ini, peneliti menghadapi beberapa kendala-kendala, antara lain:

1. Pada saat membagikan kuesioner kepada informan, peneliti mengalami kesulitan dalam hal membagikan kuesioner. Dimana informan-informan peneliti malas mengisi daftar kuesiner yang telah disediakan peneliti. Ditambah lagi banyak informan yang tidak mampu membaca daftar kuesioner yang telah disediakan oleh peneliti, karena sebagian besar informan tidak mampu memabaca dengan baik.

Oleh sebab itu, peneliti membutuhkan waktu sekitar sebulan lewat untuk membagikan kuesioner dan membantu informan untuk mengisi daftar isian kuesioner tersebut agar dapat dijawab dengan baik.

2. Kendala lainnya yang ditemukan oleh peneliti adalah suami dari aron wanita yang diwawancarai kurang memahami dan takut-takut untuk memberi dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yaang diajukan oleh peneliti, akan tetapi peneliti dapat melakukan pendekatan dengan informan tersebut dibantu oleh Ibu peneliti dan aron yang sering bekerja di ladang lahan pertanian peneliti yakni Ibu Simacem untuk memberikan penjelasan kepada mereka mengenai penelitian yang dilakukan oleh peneliti.

3. Selain itu, sebagain besar informan tidak mau memberitahu nama asli informan kepada peneliti. Mereka hanya mau memberikan nama panggilan yang sering dipanggil oleh masyarakat lainnya kepada mereka.


(58)

4. Pada saat melakukan penelitian, peneliti banyak menemukan informan yang tidak sesuai dengan batasan kriteria dari informan, misalnya informan yang ditemukan oleh peneliti merupakan informn yang sudah janda, usia aron wanita juga ada yang tidak sesuai dengan kriteria umur yang telah ditentukan oleh peneliti.


(1)

Draf wawancara (interview guide) untk aron wanita:

Profil informan:

Nama :

Umur :

Lama bekerja/hari :

Pendapatan :

I. Mengenai pekerjaan informan (isteri/ibu yang bekerja di sektor publik sebagai aron di lahan pertanian masyarakat karo untuk memenuhi kebutuhan ekonomi).

1. Sejak kapan ibu bekerja sebagai aron (buruh tani) di lahan pertanian masyarakat karo?

2. Apakah alaasan ibu bekerja sebagai aron?

3. Apakah ibu hanya bekerja sebagai aron di desa Ketaren saja? Atau diluar desa Ketaren juga?

4. Selama seminggu, hari apa saja ibu bekerja sebagai aron?

5. Dari jam berapa dan sampai jam berapa ibu bekerja sebagai aron dilahan pertania masyarakat karo?

6. Pekerjaan apa saja yang biasa ibu lakukan dilahan pertanian masyarakat karo?

7. Berapa pendapatan ibu setiap hari/minggu/bulan?

II. Mengenai peran yang dilakukan oleh informan (isteri/ibu yang melaksanakan dua peran yakni sebagai isteri atau ibu rumah tangga di


(2)

dalam keluarga (domestik) dan juga bekerja sebagai aron (publik) di desa Ketaren Kecamatan Kabanjahe):

1. Kegiatan apa atau pekerjaan apa yang biasa ibu lakukan di dalam rumah tangga?

2. Setiap paginya, jam berapa ibu mulai aktivitas rumah tangga?

3. Apakah semua kegiatan rumah tangga tersebut dapat ibu laksanakan dengan baik dan tepat waktu?

4. Sepulang bekerja apakah ibu masih tetap melaksanakan tugas rumah tangga?

5. Apakah ibu merasa terbebani dengan dua peran yang ibu lakoni, yakni sebagai pengurus rumah tangga dab bekerja ebagai aron untuk memenuhi kebutuhan keluarga?

6. Apakah suami ibu turut membantu ibu di dalam menjalankan tugas rumah tangga (domestik), seperti memasak, mencuci baju, mencuci piring, menjaga anak, menyetrika, mengantar anak sekolah, membersihkan rumah dan lain-lain?

7. Di dalam rumah tangga, siapakan yang paling berperan dalam mendidik anak-anak?

8. Di dalam keluarga, siapa yang paling dominan dalam pengambilan keputusan di dalam keluarga?

III. Kehidupan ekonomi informan (terkait dengan pekerjaannya sebagai aron)


(3)

2. Sudah berapa lama ibu bekerja sebagai aron wanita? 3. Berapa pendapatan ibu setiap hari/minggu/bulannya?

4. Pengeluaran apa saja yang biasa di keluarkan ibu untuk kebutuhan keluarga?

5. Apakah ibu merasakan perekonomian keluarga ibu semakin meningkat semenjak ibu ikut terjun dalam memenuhi kebutuhan keluarga (mencari nafkah)?

6. Siapa yang mengatur pendapatan suami? 7. Siapa yang mengatur pendapatan isteri?


(4)

Draf wawancara (interview guide) untk aron wanita:

Profil informan:

Nama :

Umur :

Lama bekerja/hari :

Pendapatan :

I. Pekerjaan informan (suami dari aron wanita) 1. Apakah pekerjaan bapak?

2. Dari pekerjaan bapak tersebut, apakah bapak bekerja untuk menafkahi keluarga bapak?

3. Setiap harinya, dari jam berapa dan sampai jam berapa bapak bekerja?

4. Selama seminggu, setiap hari apa saja bapak bekerja?

5. Setelah pulang bekerja, apakah bapak langsung pulang kerumah atau melakukan kegiatan lainnya sebelum pulang kerumah?

6. Berapa pendapatan bapak?

7. Apakah pendapatan bapak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga?

II. Mengenai peran isteri/ibu yang melaksanakan dua peran yakni sebagai isteri atau ibu rumah tangga di dalam keluarga (domestik) dan juga bekerja sebagai aron (publik) di desa Ketaren, Kecamatan Kabanjahe:


(5)

1. Apakah alasan bapak sehingga isteri bapak turut membantu bapak bekerja dalam memenuhi kebutuhan keluarga?

2. Apakah bapak mendukung isteri bapak bekerja sebagai aron di lahan pertanian masyarakat karo?

3. Melihat beban yang dilaksanakan isteri bapak, apakah isteri bapak tetap menjalankan perannya sebagai ibu rumah tangga yang mengurus segala kebutuhan bapak dan anak-anak bapak dengan baik?

4. Apakah bapak mau membantu pekerjaan rumah tangga jika isteri bapak sibuk bekerja? Seperti memasak, menjaga anak, membersihkan rumah, menyapu dan lain-lain.

5. Siapa yang berperan dalam mendidik anak-anak?

6. Apakah bapak membantu isteri bapak dalam mendidik anak-anak bapak?

7. Di dalam keluarga, siapa yang paling dominan mengambil keputusan keluarga?

III. Kehidupan ekonomi informan (terkait dengan dua peran yang dilakoni isteri/ibu yakni sebagai ibu rumah tangga dan sebagai pemenuh kebutuhan keluarga):

1. Setelah isteri bapak bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga, apakah perekonomian keluarga bapak semakin meningkat?

2. Apakah bapak memiliki wewenang (ikut campur) untuk mengatur pendapatan isteri?


(6)

3. Siapakah yang mengatur pendapatan suami? 4. Siapakan yang mengatur pendapatn isteri?