10
2. Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Model pembelajaran berbasis masalah ditemukan pertama kali oleh ahli kesehatan di  Mc  Master  University  di  Kanada  pada  tahun  1960-an.  Pembelajaran  berbasis
masalah  ini  membuat  siswa  menjadi  pembelajar  yang  mandiri,  artinya  ketika siswa  belajar,  maka  siswa  dapat  memilih  strategi  belajar  yang  sesuai,  terampil
menggunakan  strategi  tersebut  untuk  belajar  dan  mampu  mengontrol  proses belajarnya,  serta  termotivasi  untuk  menyelesaikan  belajarnya  itu.  Sudarman
2007:  69  menyatakan  bahwa  pembelajaran  berbasis  masalah  atau Problem Based  Learning
adalah  suatu  model  pembelajaran  yang  menggunakan  masalah kontekstual  sebagai  suatu  konteks  bagi  siswa  untuk  belajar  tentang  cara  berpikir
kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.
Menurut Imas dan Berlin 2015 : 48 tujuan utama pembelajaran berbasis masalah adalah  untuk  menggali  daya  kreativitas siswa  dalam  berpikir  dan  memotivasi
siswa  untuk  belajar.  Adapun  tujuan  lain  dari  model  pembelajaran  berbasis masalah  adalah  untuk  membantu  siswa  mengembangkan  keterampilan  berfikir
dan otentik, menjadi siswa  yang mandiri, untuk bergerak pada level pemahaman yang  lebih  umum,  membuat  kemungkinan  transfer  pengetahuan  baru,
mengembangkan  pemikiran  kritis  dan  keterampilan  kreatif,  meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, meningkatkan motivasi belajar siswa membantu
siswa belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi baru.
11 Karakteristik pembelajaran berbasis masalah menurut Arends 2004: 392 adalah
adanya  kerjasama  secara  berpasangan  atau  kelompok  kecil  untuk  melakukan investigasi  dalam  upaya  pemecahan  suatu  masalah.  Hal  ini  juga  sejalan  dengan
pendapat Ernawati 2011: 28-29 bahwa pembelajaran berbasis masalah memiliki karakterisktik  sebagai  berikut:  1  adanya  permasalahan  yang  disajikan;  2
penyelidikan yang autentik; 3 hasil karya berupa terbaik atas permasalahan yang ada; 4 adanya kerjasama secara berpasangan atau kelompok kecil.
Adapun  tahap-tahap  pelaksanaan  pembelajaran  berbasis  masalah  dikemukakan oleh Arends 2012 adalah :
Tabel 2.1 Tahap-Tahap Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Masalah Fase
Indikator Perilaku Guru
1 Orientasi siswa pada
masalah Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
menjelaskan logistik yang diperlukan dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas
pemecahan masalah
2 Mengorganisasi siswa untuk
belajar Guru membantu siswa mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut
3 Membimbing penyelidikan
individual maupun kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai,
melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan
masalah
4 Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya Guru membantu siswa dalam
merencanakan dan menyiapkan karya sesuai seperti laporan, dan membantu
mereka berbagi tugas dengan temannya
5 Menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah
Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan
mereka dan proses yang mereka gunakan
Menurut  Imas  dan  Berlin  2015:  51  dalam  pembelajaran  berbasis  masalah terdapat  langkah-langkah  yang  harus  dipersiapkan  yaitu  mengidentifikasi
masalah,  mengumpulkan  data,  menganalisis  data,  memecahkan  masalah
12 berdasarkan pada data yang ada dan analisisnya, memilih cara untuk memecahkan
masalah,  merencanakan  penerapan  pemecahan  masalah,  melakukan  ujicoba terhadap  rencana  yang  ditetapkan,  dan  melakukan  tindakan  action  untuk
memecahkan masalah.
Dalam penelitian ini tahap-tahap pembelajaran berbasis masalah yang digunakan yaitu :
a. Orientasi siswa kepada masalah b. Mengorganisasikan siswa untuk belajar
c. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
e. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
3. Kemampuan Komunikasi Matematis
Kemampuan komunikasi matematis merupakan suatu aktivitas baik fisik maupun mental  dalam  mendengarkan,  membaca,  menulis,  berbicara,  merefleksikan  dan
mendemonstrasikan serta
menggunakan bahasa
dan simbol
untuk mengkomunikasikan gagasan matematika. Sumarmo 2000:7 menyatakan bahwa,
kemampuan  komunikasi  dalam  matematika  merupakan  kemampuan  yang  dapat menyertakan  dan  memuat  berbagai  kesempatan  untuk  berkomunikasi  dalam
bentuk:  a  merefleksikan  benda-benda  nyata,  gambar,  dan  diagram  ke  dalam  ide matematika; b membuat model situasi atau persoalan menggunakan metode lisan,
tertulis,  konkrit,  grafik,  dan  aljabar;  c  menyatakan  peristiwa  sehari-hari  dalam bahasa  atau  simbol  matematika;  d  mendengarkan,  berdiskusi,  dan  menulis
tentang  matematika;  e  membuat konjektur,  menyusun  argumen,  merumuskan