Persepsi kecakapan berbisnis Pedagang Koreksi inflasi terhadap pendapatan

60 gejala over fishing yang ditandai; a menurunnya hasil tangkapan b terjadinya booming species tertentu, c penurunan ukuran ikan hasil tangkapan, d grafik penangkapan dalam satuan waktu berfluktuasi atau tidak menentu erratic, e penurunan produksi secara nyatasignifikan Manggabarani, 2005. Hal ini terjadi karena sumberdaya perikanan Indonesia secara formal adalah wadah bersama common pool resources yang dimiliki negara dan masyarakat lokal Nikijuluw, 2005. Akan tetapi dari beberapa gejala dan kecenderungan yang terjadi di lapangan, ternyata sumberdaya perikanan Indonesia menganut dan mengikuti rezim de facto open accsess terbuka tanpa pemilik. Dibawah rezim de facto open accsess yang terjadi adalah sumberdaya mengalami degradasi berat, turun kualitasnya, kemusnahan ikan secara total, dan pada akhirnya akan musnah peluang untuk memanfaatkan sumberdaya tersebut bagi pembangunan ekonomi dan hal ini akan berdampak pada timbulnya tragedi kerusakan sumberdaya yang diikuti dengan kemiskinan nelayan Nikijuluw, 2005 Secara agregat semua responden Peserta Program PEMP di kedua kabupatenkota mengalami dampak yang nyata terhadap pendapatan nominal, namun apabila dibandingkan dengan nilai rata-rata laju inflasi 7,64 dalam tahun 2000-2006, maka kenaikan pendapatan hanya dialami oleh petambak dan pengolah di kedua lokasi serta pedangan di Kabupaten. Subang, Sedangakan Nelayan dikedua lokasi dan Pedagang di Kabupaten Cirebon kenaikan pendapatannya rata- rata hanya 4,4 dan 6,16 atau dibawah rata-rata laju inflasi dalam kurun waktu tahun 2000-2006, dimana Laju Inflasi adalah tingkat harga umum dari tahun- ketahun dan biasanya diikuti dengan kenaikan harga pada tahun tertentu dari tahun sebelumnya Samuelson and Nordhause, 2001 dalam Murni, 2006

4.5.2 Persepsi kecakapan berbisnis

Variabel ini bertanda negatif. Artinya memiliki hubungan terbalik dengan peningkatan pendapatan. Tatkala responden memiliki persepsi bahwa secara agregat kecakapan bisnisnya itu tinggi, maka terjadi penurunan laju peningkatan pendapatannya. Ini menjelaskan bahwa responden sebenarnya ‘hanya merasa bahwa kecakapan bisnisnya’ itu tinggi; padahal sesungguhnya mereka tidak memiliki kecakapan bisnis. Artinya, mereka sesungguhnya tidak tahu bagaimana kecakapan 61 bisnis mereka yang sesungguhnya. Semakin merasa yakin, maka mereka semakin bertindak tidak rasional. Mekanisme itu mungkin terjadi dalam masyarakat, yang oleh Tadjudin 2000 memiliki ciri bounded rationality rasionalitas terbelenggu.

4.5.3 Pedagang

Perniagaan lazimnya merupakan sektor yang paling responsif terhadap injeksi modal, karena hal itu akan mengangkat skala usahanya secara nyata melalui perputaran barang yang makin cepat. Sekurang-kurangnya terdapat tiga fenomena menarik dalam penelitian ini. Pertama, bahwa skala usaha pedagang tidak menjadi faktor yang memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan pendapatan responden. Hal itu ditunjukkan dengan variabel modal awal Tabel.6. yang tidak berpengaruh secara nyata pada taraf 5. Kedua, tambahan modal juga tidak menjadi faktor yang berpengaruh secara nyata terhadap peningkatan pendapatan responden. Karena laju peningkatan pendapatan responden itu tidak dipengaruhi secara nyata oleh dua faktor di atas, maka sangat mungkin bahwa para pedagang itu sangat diuntungkan akibat ‘pembinaan kelembagaan’ yang menjadi muatan program PEMP. Misalnya, dengan adanya program PEMP, maka militansi nelayan untuk mendarat di tempat pelelangan setempat itu semakin tinggi. Karena itu, para pedagang berkesempatan untuk meningkatkan perputaran barangnya, karena telah terjadi pasokan yang lebih baik. Sayang penelitian ini tidak melacak informasi itu secara lebih mendalam.

4.5.4 Koreksi inflasi terhadap pendapatan

Peningkatan pendapatan perlu dikoreksi dengan inflasi, karena hal itu akan menunjukkan nilai yang sesungguhnya bukan nilai nominal. Laju Inflasi adalah tingkat harga umum dari tahun-ketahun dan biasanya diikuti dengan kenaikan harga pada tahun tertentu dari tahun sebelumnya Samuelson and Nordhause, 2001 dalam Murni, 2006. Data inflasi nasional dalam kurun waktu 2000-2006 disajikan pada Tabel 23. Jika indeks tahun 2000 diasumsikan sama dengan 100, maka indeks tahun penelitian 2006 adalah 160.97. Nilai peningkatan pendapatan setelah dikoreksi dengan laju inflasi disajikan pada Tabel 24. 62 Tabel 23. Laju Inflasi Indonesia Tahun 2001 sampai 2006 No Tahun Angka Inflasi Indeks 1. 2000 3,8 100.00 2. 2001 11,5 111.50 3. 2002 11,8 124.66 4. 2003 6,8 133.13 5. 2004 6,1 141.25 6. 2005 7,0 151.14 7. 2006 6,5 160.97 Nilai Rata-Rata 7,64 www.bps.go.id . 2007 Tabel 24. Pendapatan Nominal Responden Sebelum dan Sesudah Program PEMP di Kabupaten Cirebon dan Subang Dikoreksi Inflasi Pendapatan rata-rata Rp Kenaikan Uraian Responden Th 2000 2001-2006 Rp CIREBON 45 Petambak 18 4,641,011 4,768,612 127,601 2.75 Nelayan 13 45,999,643 27,405,006 18,594,637 40.42 Pedagang 3 124,950,000 82,408,225 42,541,775 34.05 Pengolah 11 15,783,688 12,521,049 3,262,639 20.67 SUBANG 47 Petambak 19 7,811,154 11,421,600 3,610,446 46.22 Nelayan 14 14,623,000 14,858,020 235,020 1.61 Pedagang 14 57,702,857 76,612,892 18,910,035 32.77 Pengolah - - - - - Untuk wilayah Cirebon, secara agregat hanya petambak saja yang mengalami laju peningkatan pendapatan yang positif. Sementara itu seluruh kelompok responden di Subang mengalami peningkatan positif. Hal itu memberikan gambaran sebagai berikut: ƒ Responden di Subang rata-rata lebih sejahtera, karena seluruhnya mengalami laju peningkatan pendapatan riil. Sedangkan di Cirebon hanya petambak saja yang mengalami laju peningkatan pendapatan riil yang positif. Dengan 63 demikian, responden di Cirebon memerlukan sumber pendapatan alternatif yang lebih besar dibanding dengan Subang. Secara agregat, seluruh responden di Cirebon sedang mengalami proses pemiskinan. ƒ Di Subang, nelayan merupakan kelompok yang mengalami peningkatan pendapatan riil yang paling kecil, yaitu hanya 1.61; sementara itu di Cirebon mengalami penurunan sebesar 40.42 yang merupakan laju penurunan terbesar di daerahnya. Dengan demikian, nelayan ini merupakan kelompok yang paling rentan mengalami laju pemiskinan. 4.6 Implikasi Pada Kebijakan 4.6.1 Kebijakan yang afirmatif