1
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah perikanan di laut sekitar 5,8 juta km
2
, yang terdiri dari perairan kepulauan dan teritorial seluas 3,1 juta km
2
serta perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia ZEEI seluas 2,7 juta km
2
. Panjang garis pantai 81.000 km dan memiliki sekitar 17.508 pulau besar dan kecil. Hampir 60 penduduk Indonesia tinggal di wilayah pesisir dan sebagian
besar bekerja pada sektor yang berbasiskan pendayagunaan sumberdaya pesisir dan kelautan. Hal ini dapat dimengerti, mengingat secara alami Indonesia merupakan
negara kelautan dengan potensi sumberdaya pesisir dan kelautan yang melimpah ruah, baik kuantitas maupun keragamannya. Namun demikian, pengelolaan dan
pemanfaatannya saat ini belum dapat dilakukan secara optimal produktifitas rendah, cenderung mengancam kelestarian lingkungan, serta yang terpenting belum
dapat mengangkat kesejahteraan hidup sebagian besar masyarakat pesisir khususnya masyarakat nelayan.
Hasil penelitian dan evaluasi dari berbagai departemen yang terkait dengan kehidupan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil menunjukkan, bahwa tingkat
taraf hidup sosial ekonomi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil relatif lebih rendah dibandingkan dengan masyarakat di kawasan lainnya. Berbagai faktor ikut
berperan dalam mendukung ketidakmampuan masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya alam secara optimal. Secara umum faktor tersebut dapat dibagi menjadi
dua macam, yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor ekternal yaitu minimnya partisipasi masyarakat dalam manajemen program pemerintah, ketidakmampuan dan
kelemahan aparat birokrasi serta terjadinya moral hazard, aturan hukum yang tidak melindungi dan berpihak kepada masyarakat pesisir, kegagalan integrasi dalam
kenegaraan dan kemasyarakatan, adanya keterbatasan sumberdaya untuk pembangunan dan tidak transparannya iklim usaha
2
Faktor internal yang berpengaruh adalah keterbatasan modal dan akses pembiayaan, keterbatasan organisasi dan manajemen yang profesional, keterbatasan
akses ke pasar input dan pasar output, keterbatasan teknologi dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya laut dan pesisir, serta pola hidup konsumtif di kalangan
masyarakat pesisir. Kedua faktor di atas secara bersama telah menimbulkan persoalan ketidak-
berdayaan masyarakat pesisir. Namun berdasarkan analisis, faktor internal lebih mendominasi penyebab ketidak-berdayaan masyarakat pesisir, seperti rendahnya
kualitas sumberdaya manusia SDM dalam penguasaan teknologi. Secara nyata hal itu menjadi penyebab ketidak-mampuan dalam pengelolaan dan pemanfaatan
sumberdaya secara maksimal. Selain itu rendahnya kualitas SDM dalam penguasaan teknologi telah memicu pengembangan cara pemanfaatan dan ekploitasi
sumberdaya secara tidak bertanggung-jawab dan cenderung tidak ramah lingkungan yang menyebabkan rusaknya sumberdaya. Sedangkan rendahnya akses masyarakat
pesisir terhadap pasar dan lembaga permodalan keuangan memaksa masyarakat pesisir berhubungan dengan lembaga permodalan keuangan non formal yang justru
semakin memperburuk keadaan perekonomian masyarakat pesisir. Kondisi masyarakat pesisir, sebagaimana telah disebutkan di atas,
membutuhkan intervensi pemerintah melalui program pembangunan sesuai dengan kondisi yang ada. Namun demikian pada umumnya program pembangunan yang
diberikan pemerintah kepada masyarakat tidak sesuai dengan kondisi yang ada. Selain model program yang bersifat cuma-cuma bantuan murni, pelaksanaannya
tidak dibarengi dengan pendampingan; sehingga menimbulkan persepsi yang berbeda-beda di masyarakat. Hal ini sudah disadari pemerintah sehingga perlu
dirumuskan sebuah program yang bersifat pemberdayaan masyarakat community development.
Masyarakat pesisir tidak dapat dilepaskan dari identitas utamanya sebagai kelompok masyarakat nelayan. Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang
kehidupannya bergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara penangkapan ikan di laut dan perairan umum lainnya. Pada umumnya nelayan tinggal di pinggir
pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya.
3
Selain usaha orang-orang yang melakukan pekerjaan membuat perahu, ada pembudidaya ikan, mengangkut ikan, pedagang ikan, dan bahkan isteri nelayan dan
anak nelayan ─yang secara praktikal tidak termasuk dalam kategori nelayan. Karena
kedua kategori tersebut tinggal di pesisir, maka keduanya disebut dalam satu komunitas, yaitu Masyarakat Pesisir. Jumlah masyarakat pesisir sangat besar,
karena terkait dengan garis pantai Indonesia yang tergolong nomor dua terpanjang di dunia yaitu 82.000 km dan sekitar 9.261 desa masuk dalam kategori desa pantai.
Dalam sensus pekerjaan, nelayan dimasukkan dalam kategori petani, sementara beberapa literatur menyebutkan bahwa nelayan merupakan suatu
kelompok masyarakat tergolong miskin, terutama buruh nelayan dan nelayan tradisional jika dibandingkan dengan kelompok masyarakat lain di sektor pertanian.
Dalam konteks tersebut buruh nelayan dan nelayan tradisional dapat digolongkan sebagai lapisan sosial yang paling miskin.
Sebagaimana diketahui, bahwa nelayan bukanlah suatu entitas tunggal. Mereka terdiri dari beberapa kelompok, terutama apabila dilihat dari segi
kepemilikan perahu kapal ikan, yaitu: nelayan buruh, nelayan juragan, dan nelayan perorangan. Pada umumnya nelayan juragan tidak miskin, sebaliknya kemiskinan
cenderung hanya dialami oleh nelayan buruh dan nelayan perorangan. Oleh karena kedua kelompok tersebut memiliki jumlah yang paling besar, maka citra kemiskinan
melekat pada kehidupan nelayan dan juga masyarakat pesisir. Untuk mengatasi permasalahan kemiskinan di wilayah pesisir dan dalam
rangka pengembangan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil yang berbasis pada sumberdaya lokal tersebut, maka Departemen Kelautan dan Perikanan melalui
Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil telah melaksanakan Program Pemberdaya Ekonomi Masyarakat Pesisir PEMP. Program PEMP, yang
telah dilaksanakan sejak tahun 2000 di 26 Kabupaten Kota yang menyebar di 7 Propinsi, merupakan bagian dari Program Pengembangan Ekonomi Masyarakat
Daerah PEMD sektor Jaring Pengaman Sosial JPS. Hasil kegiatan ini dinilai cukup berhasil, sehingga pada tahun-tahun berikutnya dilanjutkan pelaksanaannya
Tabel 1.
4
Tabel 1. Pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir Tahun Anggaran. 2000-2006
Tahun Jumla.h Peserta
KabKota Propinsi Pelaksana
Program Sumber Dana
2000 26 7 BAPPENAS
JPS-PK 2001 125 30 DKP PPD-PSE
2002 90 30 DKP PKPS-BBM
2003 126 30 DKP PKPS-BBM
2004 160 30 DKP APBN 2005 206 33 DKP APBN
Sumber : Ditjen KP3K-DKP, 2006 Keterangan , JPS-PK : Jaring Pengaman Sosial Penanggulangan Kemiskinan. PPD-PSE : Program Penanggulangan Dampak-
Pengurangan Subsidi Enerji. PKPS-BBM : Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak. APBN : Anggaran Pendapatan Belanja Negara
Program PEMP yang bersifat jangka panjang ini diarahkan pada peningkatan kemandirian masyarakat pesisir melalui pengembangan skala usaha dan diversifikasi
kegiatan ekonomi. Untuk itu diperlukan upaya-upaya peningkatan kualitas SDM, mendorong partisipasi masyarakat sejak identifikasi potensi dan masalah,
penyusunan rencana program dan proposal rencana pengembangan usaha sampai dengan pelaksanaannya. Program PEMP memfasilitasi akses masyarakat terhadap
sumber permodalan, memperkuat kelembagaan ekonomi masyarakat pesisir, meningkatkan kemampuan masyarakat pesisir dalam rangka pengelolaan
sumberdaya pesisir dan laut secara optimal dan berkelanjutan sesuai dengan kaidah kelestarian lingkungan, serta pengembangan kemitraan masyarakat pesisir dengan
lembaga swasta dan pemerintah. Secara spesifik, tujuan program PEMP adalah: 1 Meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pengembangan kegiatan ekonomi masyarakat; 2 Memperkuat kelembagaan sosial ekonomi
masyarakat dan kemitraan dalam mendukung pembangunan daerah; 3 Memicu usaha ekonomi produktif di desa pesisir; 4 Mendorong terlaksananya mekanisme
manajemen pembangunan masyarakat yang partisipatif dan transparan; 5 Meningkatkan kemampuan aparat dan masyarakat pesisir dalam mengelola
5
pembangunan di wilayahnya; dan 6 Mereduksi pengaruh kenaikan harga bahan bakar minyak melalui penciptaan dan peningkatan usaha ekonomi produktif secara
berkesinambungan. Adapun sasaran program PEMP adalah: 1 Terbentuknya kegiatan ekonomi
produktif berbasis sumberdaya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan di kalangan masyarakat pesisir; 2 Terciptanya proses pembelajaran masyarakat serta
partisipasi sebagai wujud upaya pemberdayaan masyarakat setempat; 3 Terbentuk lembaga keuangan mikro di daerah pesisir; 4 Berkurangnya dampak kenaikan
harga bahan bakar minyak karena adanya tambahan pendapatan melalui penciptaan lapangan kerja dan perluasan usaha.
Sejalan dengan otonomi daerah yang diiringi dengan menguatnya tuntutan demokratisasi, peningkatan partisipasi masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta
perhatian pada potensi dan keanekaragaman daerah; maka pembangunan kelautan harus memperhtikan upaya pemberdayaan daerah, peningkatan kemampuan
pemerintah daerah, dan percepatan pembangunan ekonomi daerah yang ditopang dengan upaya-upaya pengembangan masyarakat seperti yang telah diamanatkan oleh
GBHN 1999. Proses pemberdayaan masyarakat hendaknya disusun dalam bingkai
pendekatan yang harmonis dengan memperhatikan sistem nilai dan kelembagaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat setempat, sumber-sumber potensi
lokal seperti keterampilan, dan unit-unit usaha masyarakat. Pengembangan kelembagaan masyarakat pesisir yang berbasis pada sumberdaya lokal akan
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan dan pengawasan pengelolaan sumberdaya kelautan dan pesisir. Dengan demikian, akan
lebih menjamin kesinambungan peningkatan pendapatan masyarakat dan pelestarian sumberdaya kelautan dan pesisir.
Salah satu faktor strategis dari penyebab utama kemiskinan ketidak- berdayaan masyarakat di kawasan pesisir adalah lemahnya kemampuan mereka
dalam manajemen usaha. Rendahnya kemampuan manajemen itu, selain disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan, juga berkaitan dengan
6
aksesibilitas mereka untuk memperoleh kesempatan melihat, mencoba dan mempraktekkan prinsip-prinsip manajemen yang lebih maju.
Mereka juga mengalami keterbelakangan pendidikan, pengetahuan dan keterampilan serta miskinnya informasi yang diperoleh masyarakat pesisir. Karena
itu perlu adanya sosialisasi yang intensif dari kebijakan pemerintah. Proses sosialisasi hendaknya mengarah pada percepatan kemandirian masyarakat dalam
memperoleh informasi tentang kebijakan pemerintah dan kemudahan dalam mengakses informasi tersebut.
Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir PEMP merupakan upaya untuk menjawab permasalahan di atas. Melalui PEMP masyarakat pesisir
dengan wadah kelompok mempunyai kebebasan untuk memilih, merencanakan, dan menetapkan kegiatan ekonomi yang dibutuhkan berdasarkan musyawarah.
Dengan demikian masyarakat merasa memiliki dan bertanggung-jawab atas pelaksanaan, pengawasan, dan keberlanjutannya.
Program PEMP dilaksanakan dalam tiga tahapan, yaitu: periode inisiasi 2001-2003, periode institusionalisasi 2004-2006, dan periode diversifikasi
2007-2009. Periode inisiasi merupakan periode membangun, memotivasi, dan memfasilitasi masyarakat pesisir agar mampu memanfaatkan kelembagaan ekonomi
LEPP-M3. Periode institusionalisasi merupakan periode yang ditandai dengan upaya menjadikan LEPP-M3 menjadi lembaga yang berbadan hukum koperasi,
sehingga dengan legalitas yang ada diharapkan dapat memperluas usaha ekonominya. Periode diversifikasi merupakan periode perluasan unit usaha
Koperasi LEPP-M3, sehingga diharapkan dapat mengurangi beban sosial ekonomi masyarakat pesisir.
Propinsi Jawa Barat dengan 10 kabupaten berpesisir merupakan lokasi sasaran program PEMP dan telah melaksanakan program tersebut selama 3 tahun
berturut-turut yang dinilai berhasil secara kualitatif. Namun demikian sampai saat ini belum ada penelitian mengenai dampak pelaksanaan program tersebut secara
mendalam yang dikaitkan dengan soal peningkatan taraf hidup sosial ekonomi masyarakat pesisir.
7
Selama ini Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan BPKP dalam melaksanakan Analisis terhadap Program PEMP menggunakan indikator 3 T tepat
waktu, tepat sasaran, tepat jumlah. Penelitian BPKP lebih menekankan pada evaluasi pelaksanaan program dibandingkan dengan rencana.
Sementara itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana dampak program PEMP terhadap pembangunan dan kesejahteraan anggota
Kelompok Masyarakat Pemanfaat KMP peserta program PEMP setelah menerima Dana Ekonomi Produktif DEP. Hal ini selanjutnya menjadi dasar pemikiran
untuk melaksanakan penelitian mendalam mengenai analisis dampak program PEMP terhadap kesejahteraan anggota KMP terutama peningkatan pendapatan
anggota KMP program PEMP dengan mengambil kasus di Kabupaten Subang dan Cirebon.
1.2 Proses Pemberdayaan Masyarakat Pesisir