55
bermata-pencaharian selain pedagang, maka nilai X1 = 0. Sedangkan bila bermata- pencaharian sebagai pedagang, maka nilai X1 = 1. Dalam konstruksi model ini, data
itu harus dibaca sebagai: kelompok pedagang memiliki nilai tambahan pendapatan Rp 38,393,297 dibanding dengan petambak yang dalam model diberi nilai 0 untuk
semua variabel dummy. Sedangkan persepsi pada kecakapan berbisnis merupakan nilai interval rata-
rata skala Lickert 0 sampai 5, untuk pertanyaan-pertanyaan: • Saya selalu berusaha agar kegiatan usaha saya menjadi lebih baik dan lebih
kuat; • Saya memiliki keterampilan yang memadai untuk membuat kegiatan usaha
saya menjadi lebih baik; • Saya memiliki semangat yang cukup untuk membuat saya bertahan dalam
kegiatan usaha saya ini; • Saya memiliki
kemampuan manajamen yang cukup untuk memajukan kegiatan usaha saya ini; dan
• Saya memiliki kawan-kawan yang selalu bersedia diajak diskusi berkaitan dengan usaha-usaha untuk memajukan kegiatan usaha saya.
Dalam hal ini, terdapat kontradiksi: semakin yakin terhadap kecakapannya, maka pendapatan responden semakin rendah. Seharusnya, kecakapan bisnis itu berbanding
lurus dengan kinerja. Dalam penelitian ini, persepsi terhadap kecakapan bisnis itu justru berbanding terbalik. Hal ini menggambarkan dua kemungkinan berikut:
• Para responden telah memiliki persepsi yang keliru tentang kemampuan dirinya; atau
• Persepsi responden itu lebih merujuk pada “keyakinan dirinya bahwa dirinya memiliki kecakapan bisnis yang baik” dan bukan pada “pengetahuan tentang
dirinya bahwa dirinya memiliki kecakapan bisnis yang baik”.
4.4.2 Model hasil iterasi 1
Setelah mengoperasikan model yang utuh, dilakukan iterasi dengan metoda
56
“enteredremoved”, yang dalam hal ini digunakan metoda “entered”. Komputer secara iteratif memilih variabel yang memiliki korelasi yang relatif tinggi, baik
berkorelasi positif maupun negatif. Variabel yang terpilih adalah: konstanta, modal awal, tambahan modal, tingkat pendidikan SMA terbuang, lokasi, jenis mata
pencaharian nelayan, pedagang, persepsi responden pada prospek usaha, dan persepsi responden pada kecakapan berbisnisnya Tabel 21.
Tabel 21. Hasil Analisis Regresi Iterasi 1
Variabel Koefisien Regresi
T Sig.
Constant 50,320,606.456
2.466 0.016
X1 Modal Awal
0.027 1.402
0.165 X31
SD 4,203,188.661
0.727 0.469
X32 SMP
13,890,979.628 1.494
0.139 X4
Persepsi pada Prospek Usaha 5,474,394.790
1.066 0.290
X5 Lokasi
12,921,482.273 2.910
0.005 X7
Persepsi pada Kecakapan Berbisnis 15,618,789.750
3.144 0.002
X81 Nelayan
5,350,917.614 1.047
0.298 X82
Pedagang 36,638,979.213
5.540 0.000
R Square = 0.513; Sig. 0.000; Keterangan: Nyata pada taraf 5
Dengan iterasi seperti itu diperoleh tiga variabel yang memberikan pengaruh nyata pada taraf 5, yaitu: lokasi, persepsi pada kecakapan berbisnis, dan jenis
mata pencaharian pedagang. Model matematiknya menjadi:
Y = 50,320,606 – 12,921,482 X5 – 15,618,790 X7 + 36,638,979 X82
dengan keterangan bahwa Y = peningkatan pendapatan sesudah mengikuti program PEMP; X5 = lokasi proyek Subang atau Cirebon; X7 = persepsi pada kecakapan
berbisnis; dan X82 = responden bermata-pencaharian pedagang. Untuk variabel lokasi, X5 = 0 jika responden berlokasi di Cirebon, dan nilai X5 = 1 jika responden
berlokasi di Subang. Dengan demikian, untuk variabel lokasi, hendaknya dibaca sebagai: tingkat pendapatan lokasi Subang adalah Rp 12,921,482 lebih rendah
dibanding dengan lokasi Cirebon. Kecakapan berbisnis juga berbanding terbalik, sama dengan penjelasan pada
57
model sebelumnya. Pendapatan pedagang juga Rp
36,638,979 lebih tinggi dibanding dengan pendapatan petambak.
Model ini dapat dipercaya, dengan nilai R2 sebesar 51.3. Sebanyak 51.3 variasi-variasi perubahan tingkat pendapatan dipengaruhi dengan perubahan-
perubahan variabel mata pencaharian sebagai pedagang, lokasi proyek, dan persepsi tentang kecakapan berbisnis.
4.4.3. Model hasil iterasi 2