Dimensi Durasi Pembicaraan Pola Komunikasi, Kecerdasan Emosional, Dan Prestasi Belajar Siswa Sma Di Kota Bogor
berkomunikasi satu sama lain tanpa batasan, mengungkapkan perasaan dengan mudah, berkonsultasi dalam mengambil keputusan, berkomunikasi dan
berinteraksi yang tinggi, serta fleksibel.
Jumlah anak dalam satu keluarga juga menentukan perkembangan emosinya. Hasil penelitian Naghavi dan Redzuan 2012 tentang hubungan antara
lingkungan keluarga dan kecerdasan emosional mengungkapkan bahwa remaja dari lingkungan keluarga yang memiliki anggota lebih sedikit cenderung
menunjukkan kecerdasan emosional lebih tinggi. Lebih dari 30 persen remaja dalam penelitian ini berasal dari keluarga yang memiliki 2 atau 3 orang anak.
Meskipun ada sebagian remaja yang berasal dari keluarga dengan anak lebih dari 4 orang, jumlahnya relatif sedikit. Bila orang tua meningkatkan intensitas
komunikasinya dengan remaja dan mengarahkan topik pembicaraan untuk menggali dan mengembangkan emosinya, maka besar kemungkinan kecerdasan
emosionalnya akan meningkat.
Berkaitan dengan peubah prestasi belajar, hasil penelitian memperlihatkan bahwa pola komunikasi remaja dengan keluarga berkontribusi lebih besar
terhadap prestasi belajar daripada kecerdasan emosional. Pengaruh total pola komunikasi remaja-keluarga terhadap prestasi belajar yaitu 0.92; sedangkan
pengaruh total terhadap kecerdasan emosional adalah 0.58. Hal ini berarti, jika kualitas dan kuantitas komunikasi remaja dengan keluarganya ditingkatkan, maka
prestasi belajar remaja pun akan lebih baik lagi. Temuan ini sekaligus membuktikan bahwa orang tua lebih mengedepankan memprioritaskan
pengembangan intelektual remaja dan kurang memberi perhatian serius terhadap pengembangan emosinya.
Untuk meningkatkan perilaku prososial, remaja dan orang tua harus berada dalam satu tujuan Heller et al. 2006. Hoffman 1991 dalam Heller et al. 2006
mengungkapkan bahwa jenis kelamin dan persepsi remaja dalam komunikasi orang tua-remaja merupakan faktor penting dalam memahami empati remaja.
Ketika orang tua dan remaja berkomunikasi secara terbuka, remaja melaporkan tingkatan empati yang lebih tinggi, yang pada gilirannya dapat memberikan
motivasi bagi keterlibatan prososial dalam penilaian moral, pengambilan keputusan, dan perilaku. Empati juga merupakan faktor kunci yang berkaitan
dengan kecerdasan emosional remaja.
Hasil penelitian Yuliawati 2008 mengungkapkan dua karakteristik yang diperlukan orang tua untuk menjadi model dan mentor kecerdasan emosional.
Pertama, memiliki waktu kebersamaan yang lebih lama dengan remaja. Kedua, memiliki kualitas pribadi sebagai berikut: dapat dipercaya, memberikan
kenyamanan emosional, dan dapat memahami gaya komunikasi remaja. Temuan Naghavi dan Redzuan 2012 menyimpulkan bahwa remaja yang orang tuanya
konsisten mempraktikkan pembinaan emosi memiliki kesehatan fisik yang baik dan skor akademis yang lebih tinggi daripada remaja yang keluarganya tidak
menawarkan bimbingan.
Kecerdasan emosional memiliki efek positif dan tampaknya peka terhadap pengaruh lingkungan. Oleh karena itu, penting mempelajari bagaimana anak-anak
dan remaja dapat mengembangkan kecerdasan emosional yang lebih besar. Bagi anak, interaksi antarmanusia yang paling penting adalah dengan orang tua mereka.
Kehangatan dan pemantauan orang tua, serta pembinaan emosional orang tua, berdampak positif terhadap pengaturan diri anak, eksternalisasi perilaku yang